OLEH:
A EKSTENSI
TA.2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha Esa, yang telah memberikan saya
kesempatan untuk dapat menyusun Rekayasa Ide tentang ini sebagaimana mestinya, meskipun
masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Saya menyusun makala ini dikarenakan saya
ingin menambah wawasuan mengenai tata cara mengembangkan ide sebuah karya ilmiah.
Adapun tujuan saya menyusun makalah ini adalah agar saya bisa lebih cekatan dalam hal dan
agar tulisan saya ini bisa digunakan serta dimanfaatkan bagi siapa saja yang membutuhkannya
Rekayasa ide ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita semua mengenai bagaimana merekayasa sebuah pendidikan yang berkarakter itu agar
mendekati sempurna dengan metode karakter. Apabila dalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan sesungguhnya saya masih terbatas. Karena itu dari pembaca saya sangat menanti
saran dan kritik dari pembaca yang dapat membangun duna menyempurnakan tugas ini. Atas
perhatiannya para pembaca saya mengucapkan terimah kasih
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
Mengembangkan Perkembangan Moral Anak
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFATR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam hal ini istilah
pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang
mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh
perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”.
Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-
sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan
oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka
efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses pembelajaran yang memberikan rangsangan
kepada siswa sehingga ia mau dan mampu belajar.
Remaja yang berkembang baik kepribadiannya, salah satu tugas perkembangan yang
harus dikuasainya adalah membina hubungn social dengan teman sebaya maupun dengan orang
dewasa selain dari guru dan orang tua. Remaja dapat berprestasi maksimal dalam belajar jika ia
diterima dan dikagumi dalam kelompok sebayanya dan mampu memecahkan masalah social
secara baik dengan orang dewasa terutama orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Perlu
disadari bahwa perkebangan social remaja perlu dipahami oleh para guru maupun orang-orang
yang bertugas mendidik remaja, karena perkembangan sosisal sangat penting untuk
mengembangkan kepribadian dan prestasi belajar remaja.
Karakter sangat lah susah untuk dibentuk pada jiwa seseorang. Dengan demikian karakter
ini harus ada sejak dari usia dini. Karakter dapat terbentuk melalui pola pendidikan yang biak ,
baik dalam rumah tangga atau keluarga maupun lingkungan sekitarnya sebelum diberikan pada
sekolah.
Jika karakter sudah diterapkansejak anak dalam usia dini pada tahap pertumbuhannya
tidaklah susah lagi dalam menanamkan rasa sopan dan santun tersebut dan berbgai tingkah laku
yang baik yang dapat mencerminkan sikap yang baik.
Jika kita memiliki karakter yang baik , maka pendidikan yang kita miliki tidak lah
menjadi sia sia dalam perkembnagan diri kita ini. Dan dengan karakter yang baik bukan hanya
diri sendiri yang baik atau pun keluarga melaikan juga Negara yang kita cinta dan kita
banggankan ini. Dengan pola pendidikan yang berkarakter maka terwujudlah sebuah Negara
yang maju dan berkembang.
Perkembangan moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembang sangat pesat
padamasa remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu perkembangan
hal-hal tersebut.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha
pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi
atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis
iden titas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang
bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional
yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan
pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru
dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi
akibat dari ketidakstabilan emosinya
TUJUAN
5.Mahasiswa mengetahui hubungan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku
4.MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini adalah:
b.untuk perkembangan pemgetahuan berbagai moral dan karakter serata sosial anak
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam hal ini istilah
pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang
mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh
perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”.
Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-
sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan
oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka
efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses pembelajaran yang memberikan rangsangan
kepada siswa sehingga ia mau dan mampu belajar
Adapun perkembangan adalah proses perubahan kualitati yang mengacu pada mtu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain
penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.
Peserta didik merupakan seseorang atau anak yang didik oleh pendidik untuk
mendapatkan perkembangan pendidikan yang berkarakter serta bermoral dan memiliki rasa
sosila yang tinggi dengan demikian sianak akan tumbuh menjadi manusia yang berguna bagi
keluarga, masyarakat bahkan negeri ini. Seorang peserta didik diajari oleh seorang pendidik.
Pendidik adalah seorang guru atau yang memiliki keahlian khusus dalam mengajar sebuah materi
tentang pendidikan.
1. Faktor Internal: Setiap individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan
(heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan; karakteristik
bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Faktor Fisik
2. Faktor Internal: Faktor psikologis berkaitan dengan hal kejiwaan, kapasitas mental,
emosi, dan intelegensi individu. Kemampuan berpikir peserta didik memberikan
pengaruh pada hal memecahkan masalah dan juga berbahasa. Faktor Psikologis
3. Faktor Eksternal: Lingkungan sosial individu adalah lingkungan dimana seorang individu
berinteraksi dengan individu lainnya dalam suatu ikatan norma dan peraturan.
Lingkungan Sosial Masyarakat
4. Faktor Eksternal: Peran keluarga dalam menunjang potensi peserta didik sangat penting.
Hal-hal seperti kedekatan dengan orang tua, dukungan, dan hubungan dengan anggota
keluarga yang harmonis akan memberikan dampak pada perkembangan potensi peserta
didik. Lingkungan Sosial keluarga
5. Faktor Eksternal: Hubungan baik dan harmonis terhadap teman sekelas, guru, dan staf
administrasi memberikan pengaruh pada proses belajar. Memberikan motivasi yang
positif , dan kesempatan pada peserta didik untuk belajar dan berkembang akan sangat
berpengaruh pada pencapaian potensinya. Lingkungan sekolah
6. Perbedaan Ras, Suku, Budaya, Kelas Sosial Peserta Didik: Perbedaan ras, dan etnik akan
memunculkan perbedaan dialek bahasa, nilai dan keyakinan yang kesemuanya itu akan
sangat membawa pengaruh dalam proses pengembangan potensi peserta didik. Pendidik
harus peka dan memiliki sikap positif terhadap perbedaan karakteristik peserta didiknya.
BAB III
b. Kematangan
Proses sosialisasi tentusaja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk member dan
menerima pandangan atau pendapat orang lain diperlukan kematangan intelektual dan
emosional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan
keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Pendidikan sebagai
pengoper ilmu yang normative, akan member warna terhadap kehidupan sosial anak dimasa yang
akan dating. Pendidikan moral diajarkan secara terprogam untuk membentuk kepribadian anak
agar mereka bertanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
e. Kapasitas mental: emosi dan inteligensi
Kapasitas emosional dan kemampuan berfikir mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, berbahasa, dan menyesuaikan diri terhadap
kehidupan masyarakat. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosi yang
stabil akan mampu memecahkan berbagai permasalahn hidupnya di massyarakat. Oleh karena
itu, kemampuan intelektual tinggi, pengendalian emosional secra seimbang sangat menentukan
keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Remaja yang berkemampuan intelektual tinggi
mampu bersikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain.
a. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan
pendidikan. Anak yang dibesarkan dalam keluarga tidak harmoni tidak mendapatkan kepuasan
psikis cukup akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:
Kurang adanya slaing pengertian
Kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua dan saudara
Kuarng berkomunikasi secara sehat
Kurang mampu mandiri
Kurang mampu memberi dan menerima sesame saudara
Kurang mampu bekerja sama
Kurang mampu mengadakan hubungan yang baik
c. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi, karena denga
rekreasi anak akan mendpatkan kesegaran fisik maupun psikis, terlepas dari rasa capek, bosan,
monoton, serta mendapatkan semangat baru.
e. Pendidikan
Didalam sekolah diajarkan keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar
yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran
orang tua adalah menjaga ketermpilan tersebut tetap dimiliki oleh anak dan dan dikembangkan
sesuai tapah perkembangannya.
1.pengertian pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu modal utama yang sudah ada kita miliki sejak lahir
karna pendidikaan merupakan pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Pendidikan bukan hanya
dapat memintarkan atau bahkan memcerdaskan anak bangsa melainkan juga dapat
mengembangkan negaradan bangsa menjadi Negara yang baik dan berkembang. Pendidikan juga
berkaitan erat dengan pendidik karna pendidikan dapat berkembnag juga karna da bantuan
seorang pendidik yang akan memaparkan apa iti pendidikan kepada peseta didik.
2.Karakter
Karakter merupakan penunjukan perilaku yang baik dan budi pekerti, dimana orang yang
berkarater jauh lebih di siplim dari pada hanya orang yang memilik ilmu. Ilmu pengetahuan yang
tinggi tidak meilik arti apa-apa jika tidak ada nya jiwa karakter yang baik. Contohnya:dalam
antrian harus sabar dan tidak boleh mendesak desak orang lain, pada saat ujian tidak ada lagi
kata menyontek teman.
Anak merupakan salah satu generasi bangsa. Anak harus lah dibekali dengan karakter
yang berasal dari pendidikan. Anak usia dini merupakan anak yang belum banyak mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan demikian mulai dari usia tersebut sianak harus
diajari dengan baik, supaya memiliki karakter dan pendidikan yang baik.
Jadi, membentuk karakter melalui pendidikan dimulai dari usia dini harus betul betul
diterapkan. Karna hal tersebut dapat membantu perkembnagan pola piker dan sipat yang dimiliki
seseorang. Sangat susahlah membentuk sebuah karakter. Dan karakter tersebut harus didampingi
oleh pendidikan, karna dengan memiliki pendidikan karakter akan tumbuh dengan sempurna dan
dalam perkembnagannya kan lebih cepat menyerap dan mengalir didalam darah seseorang.
Dapat kita lihat sendiri bahwa bangsa yang kita cintai dan kita banggakan ini, sangat jauh
dari kata perkembangan karakter yang baik. Saya begitu berharap karakter tersebut dapat
berkembang melalui pendidikan yang sangat luar biasa di Negara ini. Pendidikan sangat lah baik
di negeri ini, begitupun dengan ilmu pengetahuan yang semakin hari makin berkembang tapi
sayang nya tidak banyak yang memiliki karakter, makanya hal ini lah yang membuat ilmu
pendidikan itu tidak berjalan sesuai kemampuan. Karna, tidak ada guna nya memiliki pendidikan
tinggi tapi tidak memiliki karakter yang baik yaitu mencerminkan bahwa dia adalah orang yang
sopan dan jujur.
Butuh perubahan mental sejak usia dini, karna dari sinilah karakter dapat dibentuk
dengan mudah melalui pendidikan yang baik dan gabungan berbagai karakter yang baik akan
dapat membawa masa depan yang cerah dan hidup yang sejahtera dan Negara yang makmur
serta berdaulat dan berTuhan.
Tujuan nya yaitu sebagaikan sarana dan prasana yang akan berguna bagi pembentukan
morah dan intelektual yang bijak dan mandiri dalam pembentukan dan perkembangan
pendidikan yang berkarakter. Ini bukan hanya semata mata hal yang sepele untuk diperjuangkan
dan bahkan untuk dimiliki oleh setiap orang. Ini merupakan modal yang paling baik untuk
kelanjutan hidup selanjutnya. Ini semua bertujuan hanya untu semata mata memperbaiki karakter
anak bangsa yang semakin hari semakin memburuk dan tidak sesuai dengan harapan bangasa
lagi, apalagi dimasa yang akan dating, Indonesia akan merai masa kejayaan yang akan
membuktikan bahwa Indonesia berhak mendapat sorotan dan perhatian secara terpandang dan
berwibawa.
Dengan demikian Indonesia akan berkembang dan rakyat akan memiliki jiwa ketertiban
serta jiwa yang memiliki morah dan etika yang berbudi pekerti, yang bukan hanya sebatas slogan
atau ucapan semata melainkan harus benar benar terjadi dan dijalankan serta diterapkan terlebih
dahulu kepada diri sendiri, dengan demikian marilah kita menanamkan karakter sejak dari usia
dini karna hal trsebut sangat dapat membantu, karna pada saat usia dinilah anak lebih muda
dibentuk dan diarahkan dan setelah bertumbuh dan berkembang pada masa dewasanya akan
lebih mudah lagi untuk diarahkan karna telah mengerti mana yang baik dan mana yanga buruk
bagi dirnya dan negerinya.
1.lebih mudah diarahkan yang artinya jika dikasih pelatihan sederhana dan penerapan
karakter sianak lebih mudah menerima dan menagkap pendidikan yang di kasih.
2.jauh lebih bermanfaat dalam sesi waktu pemberian pendidikan yang akan menghasilkan
karakter seorang anak.
3.membantu pertumbuhan dan perkembangan karakter secara baik dan merata karna
dengan hal demikian pada masa pertumbuhan dan perkembangan tidak susah lagi diarahkan.
d.sikap dan sifat yang baik serta dan bijak sana dalam setiap tindakannya
A. Pengertian Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada
perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral
adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31)
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat)
yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari
dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan
pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang
dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama
tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia
terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dalam lingkungannya.
2 Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas perlu diberikan ulasan bahwa substansi materiil
dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda, yaitu tentang tingkah laku. Akan tetapi bentuk formal
ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama, yaitu seperangkat ide
tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku. Sedangkan batasan ketiga adalah tingkah
laku itu sendiri Pada batasan pertama dan kedua, moral belum berwujud tingkah laku, tapi masih
merupakan acuan dari tingkah laku. Pada batasan pertama, moral dapat dipahami sebagai nilai-
nilai moral. Pada batasan kedua, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral atau norma-
norma moral. Sedangkan pada batasan ketiga, moral dapat dipahami sebagai tingkah laku,
perbuatan, atau sikap moral. Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah, sebab dalam
pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran,
prinsip, atau norma.
Akan tetapi lebih kongkrit dari itu , moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah
laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma. Kata
moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani
Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 237) etika diartikan sebagai
(1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak),
(2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan
(3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sementara itu Bertens (1993: 6) mengartikan etika sejalan dengan arti dalam kamus
tersebut. Pertama, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dengan kata lain,
etika di sini diartikan sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat
mempengaruhi tingkah lakunya. Sebagai contoh, Etika Hindu, Etika Protestan, Etika Masyarakat
Badui dan sebagaimya. Kedua, etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, atau biasa
disebut kode etik. Sebagai contoh Etika Kedokteran, Kode Etik Jurnalistik, 3 Kode Etik Guru
dan sebagainya. Ketiga, etika diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk.
Etika merupakan ilmu apabila asas-asas atau nilai-nilai etis yang berlaku begitu saja dalam
masyarakat dijadikan bahan refleksi atau kajian secara sistematis dan metodis. Sementara itu
menurut Magnis Suseno, etika harus dibedakan dengan ajaran moral.
Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-
patokan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana ia harus bertindak, tentang bagaimana harus
hidup dan bertindak, agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah
orang-orang dalam berbagai kedudukan, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan
agama, dan tulisan-tulisan para bijak seperti kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Paku Buwana
IV. Sumber dasar ajaran-ajaran adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau
ideologiideologi tertentu. Sedangkan etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral,
melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran dan
pandangan-pandangan moral.
Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika adalah ajaran-ajaran moral
tidakberada pada tingkat yang sama. Yang mengatakan, bagimana kita harus hidup bukan etika,
melainkan ajaran moral. (Magnis Suseno, 1987; 14). Pendapat Magnis bahwa etika merupakan
ilmu tidak berbeda dengan Bertens, sebagaimana terminologinya yang ketiga tersebut, di
samping pada bagian lain juga menyatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 1993: 4). Namun menurut Bertens,
pengertian etika selain sebagai ilmu, juga mencakup moral, baik arti nilai-nilai moral, norma-
norma moral, maupun kode etik.
A.BENTUK-BENTUK MORAL
Nilai Merupakan sesuatu yang baik, diinginkan atau dicita-citakan dan dianggap penting
oleh warga masyarakat, misalnya kebiasaan dan sopan santun. Menurut Green, sikapmerupakan
kesediaan bereaksi individu terhadap suatu hal, sikap berkaitan dengan motif danmendasari
tingkah laku seseorang. Tingkah laku adalah implementasi dari sikap yangdiwujudkan dalam
perbuatan.
Dalam kaitan dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontroldalam
bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Dalamhal ini aliran
Psikonalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma dan nilai. Semuakonsep itu menurut
Freud menyatu dalam konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teoriFreud merupakan
bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego,sehingga tidak
bertentangan dengan masyarakat.
Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak tidak
lagisecara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh
oranglain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai berbagai segi. Jadi,
adaRelativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang.
Misalnya mencuri kambing karena kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi
kebutuhanya, maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun
perbuatanmencuri itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu
hukuman.
Tingkat II : konvensional
Stadium 3, menyngkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anakmulai
memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi
perbuatan- perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orag lain, masyarakat adalah sumber yang
menentukan, apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih
sangat penting daam stadium ini.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Padastdium ini
perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima olehlingkungan
masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-
norma soisal. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikutmelaksanakan aturan-aturan
yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
Stadium 6, tahap ini disebut prinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etikdisamping
norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang adaunsur subjektif
ynag menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal ini, unsuretika akan
menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Menurut Furter(1965), menjadi
remaja berarti mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanyamemperoleh
pengertian saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal iniselanjutnya
berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaianmoral, menjadikanya
sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan tercemin
dalam sikap dan tingkah lakunya.
4.IMPLEMENTASI PERKEMBANGAN MORAL
e.Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai yang
diyakininya moral.
A.CIRI-CIRI MORAL
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan
baik dan buruk (Bertens, 2002:7). Moralitas juga berperan sebagai pengatur dan petunjuk bagi
manusia dalam berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai manusia yang baik dan dapat
menghindari perilaku yang buruk (Keraf, 1993: 20). Dengan demikian, manusia dapat dikatakan
tidak bermoral jika ia berperilaku tidak sesuai dengan moralitas yang berlaku.
Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang berguna untuk
menentukan hakikat standar moral (2005:9-10). Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1.Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius
atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh standar moral yang dapat diterima
oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan,
pembunuhan, dan pelanggaran hukum.
2.Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
Meskipun demikian, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang
digunakan untuk mendukung dan membenarkannya.
3.Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri.
Contoh pengutamaan standar moral adalah ketika lebih memilih menolong orang yang
jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang
tersebut.
4.Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain,
pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak
tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai
yang sama.
5.Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang
mengasumsikan adanya standar moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata
atau ungkapan yang merepresentasikan adanya standar moral yaitu “ini salah saya,”
“saya menyesal,” dan sejenisnya.
a. Tingkat Prakonvensional
pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-
ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Tingkatan ini dibagi menjadi dua :
1) Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan
Anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak hanya mengetahui bahwa
aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak dapat diganggu gugat. Ia
harus menurut kalau tidak akan memperoleh hukuman.
b. Tingkat konvensional
Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Ia
memndang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Tingkatan ini memiliki dua tahap:
1) Tahap orientasi kesepakatan antarpribadi atau orientasi
Pada tahap ini dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat
dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Mereka melakukan perbuatan atas dasar kritik dari
masyarakat.
2) Tahap orientasi hukuman dan ketertiba yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial
dan otoritas. Perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang merupakan kewajiban untuk
ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
c. Tingkat pasca-konvensional
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan ilai-nilai dan prinsip
moral yang memiliki keabsahan da dapat diterapkan. Ada dua tahap pada tingkat ini, yaitu:
1) Tahap orientasi kontrak sosial legalitas
merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan social.
Pada tahap ini,seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada masyarakat karena
lingkungan social akan memberikanperlindungan kepadanya. Originalitas remaja juga masih
tampak pada tahap ini.
Rekayasa ide ini berisi tentang mengembangkan perkembangan peserta didik melalui
social,karakter dan moral yang bertujuan untuk membentuk suatu anak menjadi amnesia yang
berkembang sesuai dengan perkembangannya, ini bukan hanya berguna bagi seorang anak tetapi
juga untuk remaja bahkan dewasa. Tetapi pembentukan jiwa seseorang haruslah dimulai dari
anak-anak, karna akan lebih mudah member arahan tampah menguraingi rasa hormat seseorang.
Menjelaskan berbagai manfaat untuk perkembnagan peserta didik, serta tujuan dan
berbagai pengertian tentang mengembangkan semua perkembangan peserta didik. Dengan
demikian sianak akan tumbuh dengan baik dan dengan seiringnya sebuah didikkan yang baik dan
akan berguna bagi kehidupan yang akan dating.
Didalam rekayasa ide ini atau makalah ini, terdpata juga berbagai teori atau pandangan
para ahli tentang perkembangan moral pada anak atau pada usia menengah. Ini bukan hanya
semata-mata tentang pendidikan melainkan juga sebagai dasar pembentukan seseorang untuk
dapat meningkatkan mutuh kehidupan yang akan datang. Jika perkembangan sesuai dengan
tahapan tersebut, bukan hanya seseorang itu yang mersakan atau keluarga, melainkan,
masyarakat juga akan merasakannya bahkan Negara juga ikut merasakan perkembangan yang
baik itu.
BAB VI
KESIMPULAN.
Adapun perkembangan adalah proses perubahan kualitati yang mengacu pada mtu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain
penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.Peserta didik merupakan seseorang atau anak yang didik oleh pendidik
untuk mendapatkan perkembangan pendidikan yang berkarakter serta bermoral dan memiliki
rasa sosila yang tinggi dengan demikian sianak akan tumbuh menjadi manusia yang berguna
bagi keluarga, masyarakat bahkan negeri ini. Seorang peserta didik diajari oleh seorang pendidik.
Pendidik adalah seorang guru atau yang memiliki keahlian khusus dalam mengajar sebuah materi
tentang pendidikan.
Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang
sangat penting dan menempatkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses
sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang didalam
konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik,
lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan social memberikan banyak pengaruh
terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiospikologis.
Membentuk karakter melalui pendidikan diawali sejak usia dini ini ialah suatu usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki jiwa kekarakteran seseorang dengan pendidikan yang baik
dan berkualitas. Yang memiliki tujuan bukan hanya untuk diri sendiri bagaikan untuk
perkembnagan pendidikan dan karakter di Indonesia. Bermanfaat bagi waktu pelatiahn karakter
yang lebih sedikit.Moral merupakan budi pekerti dan tingka laku yang baik, serta aklak yang
memiliki pengetahuan yang dapat membedakan, baik buruknya tingkah laku tersebut. Yang
memiliki banyak bentuk moral yang berupaya untuk memperbaiki berbagai sifat dan sikap.
Moral berhubungan kepada pembentukan emosi dengan tingkah laku, karna pada fase ini moral
sangaat berperan penting dalam membentuk karakter seorang anak. Dengan demikian terdapat
banyak cirri-ciri moral yang dapat membentuk anak supaya memiliki moral yang baik, karna
moral sangat dibutuh kan dalam kehidupan sehari hari.
SARAN
Jika ada dalam penulisan makalah yang kata atau pengetikannya kami mohon
maaf, dan kami berharap pembaca dapat member saran kepada penulis, supaya dapat
memperbaiki penulisan makalah untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangann Peserta Didik. Jakarta : Rajawali
Pers.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga
Sunarto & Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Dikik. Jakarta: Rineka Cipta