Anda di halaman 1dari 33

REKAYASA IDE

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

“MENGEMBANGKAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK”

OLEH:

FAUZI VERGARA SITUMEANG (1173311041)

A EKSTENSI

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

TA.2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha Esa, yang telah memberikan saya
kesempatan untuk dapat menyusun Rekayasa Ide tentang ini sebagaimana mestinya, meskipun
masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Saya menyusun makala ini dikarenakan saya
ingin menambah wawasuan mengenai tata cara mengembangkan ide sebuah karya ilmiah.
Adapun tujuan saya menyusun makalah ini adalah agar saya bisa lebih cekatan dalam hal dan
agar tulisan saya ini bisa digunakan serta dimanfaatkan bagi siapa saja yang membutuhkannya

Rekayasa ide ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita semua mengenai bagaimana merekayasa sebuah pendidikan yang berkarakter itu agar
mendekati sempurna dengan metode karakter. Apabila dalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan sesungguhnya saya masih terbatas. Karena itu dari pembaca saya sangat menanti
saran dan kritik dari pembaca yang dapat membangun duna menyempurnakan tugas ini. Atas
perhatiannya para pembaca saya mengucapkan terimah kasih

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, sebagai mahasiswa sekaligus


generasi penerus bangsa, saya bertekad bahwa sanya saya harus bisa menjadi seorang mahasiswi
yang berprestasi dan bisa diandalkan serta taat asas terhadap semua kewajiban yang diberikan
kepada saya. Tujuannya adalah agar nantinya saya bisa berguna bagi bangsa dan negara dalam
mencapai masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, setiap ilmu yang sudah kita pelajari
seharusnya dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan

Manfaat

BAB II

Pengertian Perkembangan Peserta Didik

BAB III

Bentuk-Bentuk Mengembangkan Sosial Peserta Didik

BAB IV

Cara Mengembangkan karakter Peserta Didik

BAB V
Mengembangkan Perkembangan Moral Anak

GAMBARAN REKAYASA IDE

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFATR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam hal ini istilah
pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang
mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh
perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”.
Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-
sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan
oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka
efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses pembelajaran yang memberikan rangsangan
kepada siswa sehingga ia mau dan mampu belajar.

Remaja yang berkembang baik kepribadiannya, salah satu tugas perkembangan yang
harus dikuasainya adalah membina hubungn social dengan teman sebaya maupun dengan orang
dewasa selain dari guru dan orang tua. Remaja dapat berprestasi maksimal dalam belajar jika ia
diterima dan dikagumi dalam kelompok sebayanya dan mampu memecahkan masalah social
secara baik dengan orang dewasa terutama orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Perlu
disadari bahwa perkebangan social remaja perlu dipahami oleh para guru maupun orang-orang
yang bertugas mendidik remaja, karena perkembangan sosisal sangat penting untuk
mengembangkan kepribadian dan prestasi belajar remaja.

Karakter sangat lah susah untuk dibentuk pada jiwa seseorang. Dengan demikian karakter
ini harus ada sejak dari usia dini. Karakter dapat terbentuk melalui pola pendidikan yang biak ,
baik dalam rumah tangga atau keluarga maupun lingkungan sekitarnya sebelum diberikan pada
sekolah.

Jika karakter sudah diterapkansejak anak dalam usia dini pada tahap pertumbuhannya
tidaklah susah lagi dalam menanamkan rasa sopan dan santun tersebut dan berbgai tingkah laku
yang baik yang dapat mencerminkan sikap yang baik.

Jika kita memiliki karakter yang baik , maka pendidikan yang kita miliki tidak lah
menjadi sia sia dalam perkembnagan diri kita ini. Dan dengan karakter yang baik bukan hanya
diri sendiri yang baik atau pun keluarga melaikan juga Negara yang kita cinta dan kita
banggankan ini. Dengan pola pendidikan yang berkarakter maka terwujudlah sebuah Negara
yang maju dan berkembang.
Perkembangan moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembang sangat pesat
padamasa remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu perkembangan
hal-hal tersebut.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha
pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi
atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis
iden titas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang
bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional
yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan
pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru
dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi
akibat dari ketidakstabilan emosinya

TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:

1.Mahasiswa memahami pengertian dari perkembangan sosial

2.Mahasiswa mengetahui karakteristik perkembangan pada remaja

3.Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral


padaremaja

4.Mahasiswa mengetahui perbedaan individu dalam perkembangan sosial

5.Mahasiswa mengetahui hubungan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku

6.Mahasiswa mengetahui tahap-tahap perkembangan moral


7.Mahasiswa mengetahui implementasi dari perkembangan moral dalam kehidupan
sehari-hari

4.MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini adalah:

a.untuk menambahkan pengetahuan tentang berbagai perkembangan peserta didik

b.untuk perkembangan pemgetahuan berbagai moral dan karakter serata sosial anak

c.semoga jadi bermanfaat bagi para pembaca


BAB II

PERGENTIAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam hal ini istilah
pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang
mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh
perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”.
Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-
sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan
oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka
efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses pembelajaran yang memberikan rangsangan
kepada siswa sehingga ia mau dan mampu belajar

Perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang


lebuh maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal
jumlah,ukuran dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga berarti sebuah tahapan perkembangan (a
stage of development) (Mc. Leod, 1989).

Adapun perkembangan adalah proses perubahan kualitati yang mengacu pada mtu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain
penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.
Peserta didik merupakan seseorang atau anak yang didik oleh pendidik untuk
mendapatkan perkembangan pendidikan yang berkarakter serta bermoral dan memiliki rasa
sosila yang tinggi dengan demikian sianak akan tumbuh menjadi manusia yang berguna bagi
keluarga, masyarakat bahkan negeri ini. Seorang peserta didik diajari oleh seorang pendidik.
Pendidik adalah seorang guru atau yang memiliki keahlian khusus dalam mengajar sebuah materi
tentang pendidikan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik

1. Faktor Internal: Setiap individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan
(heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan; karakteristik
bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Faktor Fisik
2. Faktor Internal: Faktor psikologis berkaitan dengan hal kejiwaan, kapasitas mental,
emosi, dan intelegensi individu. Kemampuan berpikir peserta didik memberikan
pengaruh pada hal memecahkan masalah dan juga berbahasa. Faktor Psikologis
3. Faktor Eksternal: Lingkungan sosial individu adalah lingkungan dimana seorang individu
berinteraksi dengan individu lainnya dalam suatu ikatan norma dan peraturan.
Lingkungan Sosial Masyarakat
4. Faktor Eksternal: Peran keluarga dalam menunjang potensi peserta didik sangat penting.
Hal-hal seperti kedekatan dengan orang tua, dukungan, dan hubungan dengan anggota
keluarga yang harmonis akan memberikan dampak pada perkembangan potensi peserta
didik. Lingkungan Sosial keluarga
5. Faktor Eksternal: Hubungan baik dan harmonis terhadap teman sekelas, guru, dan staf
administrasi memberikan pengaruh pada proses belajar. Memberikan motivasi yang
positif , dan kesempatan pada peserta didik untuk belajar dan berkembang akan sangat
berpengaruh pada pencapaian potensinya. Lingkungan sekolah
6. Perbedaan Ras, Suku, Budaya, Kelas Sosial Peserta Didik: Perbedaan ras, dan etnik akan
memunculkan perbedaan dialek bahasa, nilai dan keyakinan yang kesemuanya itu akan
sangat membawa pengaruh dalam proses pengembangan potensi peserta didik. Pendidik
harus peka dan memiliki sikap positif terhadap perbedaan karakteristik peserta didiknya.
BAB III

MENGEMBANGKAN PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK

1. Pengertian Hubungan Sosial


Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang
sangat penting dan menempatkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses
sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang didalam
konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik,
lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan social memberikan banyak pengaruh
terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiospikologis.
Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial,
yaitu bagai mana seharusnya seseorang hidup dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer
(keluarga) maupun kelompok sekunder (masyarakat). Proses sosialisasi dan interaksi sosial
dimulai sejak manusia lahir dan berlangsung hinggga ia dewasa. Menurut Piaget, interaksi sosial
anak pada tahun pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan ibu dan ayahnya saja dan
terpusat pada egonya, belum memperhatikan lingkungannya. Baru pada tahun kedua, ia mulai
mereaksi lingkuang secara aktif. Prilaku emosionalnya telah berkembang dan berperan. Ia telah
belajar membedakan dirinya dengan oranglain, selain mengenal kedua orang tuanya, mengenal
keluargadan teman-teman sebayanya. Saat mulai belajar di sekolah, ia mulai mengembangkan
interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan, nilai dan norma social. Menginjak masa
remaja, ia mampu berinteraksi dengan teman sebayannya, terutama lawan jenisnya, pada
akhirnya, pergaulan sesama manusia menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupannya. Kebutuhan
bergaul dan berhubungan social dengan oranglain ini mulai dirasakan sejak anak berusia enam
bulan. Pada saat itu, anak telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu, ayah, dan anggota
keluarganya. Mulai mengenal dan mampu membedakan social, seperyti marah, senyum, dan
kasih sayang. Dan menyadari bahwa manusia itu saling membutuhkan satu sama lain dalam
memenuhi dan mempertahankan kehidupannya dimasyarakat.
Dengan demikian, jelas bahwa hubungan social merupakan hubungan antar manusia yang
saling membutuhkan dan dimulai dari tingkatan yang sederhana dan terbatas sampai pada
tingkatan yang lebih luas dan kompleks, semakin dewasa dan bertambah umur, tingkat hubungan
social juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja,
seorang remaja bukan saja memrlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi
untuk betpartisipasi dan berkontribusi memajukan kehidupan masyarakatnya.

2. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja


Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, remaja mulai memperhatikan dan
memahami nilai dan norma pergaulan dalam kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok
orang dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis sangat
penting, tetapi tidak mudah dilakukan. Kehidupan social usia remaja ditandai oleh menonjolnya
fungsi intelektual serta emosionalnya, dan mengalami sikap hubungan social yang bersifat
tertutup ataupun terbuka seiring dengan masalah pribadi yang dialaminya. Erik Erickson
menyatakan keadaan ini sebagai krisis identitas. Proses pembentukan diri dan konsep diri
merupakan suatu yang kompleks. Konsep diri tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja
percaya tentang keberadaannya, tetapi juga bagaimana orang lain menilai tentang
keberadaannya.
Erickson mengemukakan bahwa perkembangan remaja berada pada tahap keenam dan
ketujuh dari 8 tahapan remaja menuju jenjang usia dewasa. Dalam tahapan tersebut remaja mulai
menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan situasi kehidupan yang mereka
alami.dalam hal ini, Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh
pengaruh sosiokulkutural. Berbeda dengan pandangan Sigmud Freud bahwa kehidupan social
remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksualnya.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelompok kecil
maupun kelompok besar, yang dipilih didasari oleh derbagai pertimbangan, seperti, moral,
ekonomi, minat, dan kesamaan bakat dan kemampuan. Factor penyesuaian diri adalah masalah
yang umum dan rumit yang dihadapi olah remaja. Didalam kelompok besar akan terjadi
persaingan ketat karena tiap individu bersaing untuk tampil menonjol, dan biasanya hal ini
menjadi penyebab terjadinya perpecahan. Selain itu di dalam kelompok terbentuk juga suatu
persatuan dan rasa solidaritas yang kuat yang diikat oleh nilai dan norma kelompok yang telah
disepakati bersama. Nilai positif dalam kehidupan berkelompok adalah tiap-tiap anggota belajar
berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan. Ada kalanya, tindakan kelompok
kurang mengindahakan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat karena lebih
memperhatikan keutuhan kelompoknya. Dalam mempertahankan dan melawan serangan
kelompok lain, merka mengutamakan rasa solidartitas serta semangat persatuan dan keutuhan
kelompoknya tanpa mempedulikan objektivitas kebenaran
Dalam kelompok kecil yang terdiri dari pasangan remaja yang berbeda jenis, penyesuaian
diri tetap menjadi permasalahan yang cukup berat, karena dalam penyesuaian diri kemampuan
intelektual dan emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian dan kekurangan
dan kelebihan masing-masing dan upaya menahan sikap menonjolkan diri terhadap pasangannya,
memerlukan tindakan intelektual yang tepat dan kemampuan mengendaliak emosional. Dalam
hal hubungan yang lebih khusus, yang mengarah pada pemilihan pasangan hidup, pertimbangan
factor agama dan suku bangsa menjadi masalah yang amat rumit. Karena masalah ini
bersangkutan dengan kepentingan keluarga dan kelompok masyarakat yang lebih besar.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
a. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberikan banyak pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan social anak dan merupakan media sosialisasi yang paling
efektif. Dalam keluarga berlaku nilai dan norma kehidupan yang harus dipatuhi. Sika orang tua
yang terlalu mengekang dan membatasi pergaulan akan berpengaruh terhadap perkembangan
social bagi anak-anaknya, sebaliknya jika terlalu memberikan kebebasan akan menyebabkan
perkembangan anak akan tidak terkendali.

b. Kematangan
Proses sosialisasi tentusaja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk member dan
menerima pandangan atau pendapat orang lain diperlukan kematangan intelektual dan
emosional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan
keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial.

c. Status sosial ekonomi


Masyarakat akan memandang seorang anak dalam konteksnya yang utuh dengan keluarga
anak itu. Dari pihak anak itu sendiri, prilakunya akan memlihatkan kondisi normative yang telah
ditanamkan oleh keluarganya. Ia akan menjaga status sosial telah ditanamkan oleh keluarganya.
Hal itu mengakibatkan anak akan menempatkan dirinya dalm pergaulan yang tidak tepat dan
akan berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain, anak-
anak dari keluarga kaya akan membentuk kelompok elit dengan nilai dan norma sendiri.

d. Pendidikan
Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Pendidikan sebagai
pengoper ilmu yang normative, akan member warna terhadap kehidupan sosial anak dimasa yang
akan dating. Pendidikan moral diajarkan secara terprogam untuk membentuk kepribadian anak
agar mereka bertanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
e. Kapasitas mental: emosi dan inteligensi
Kapasitas emosional dan kemampuan berfikir mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, berbahasa, dan menyesuaikan diri terhadap
kehidupan masyarakat. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosi yang
stabil akan mampu memecahkan berbagai permasalahn hidupnya di massyarakat. Oleh karena
itu, kemampuan intelektual tinggi, pengendalian emosional secra seimbang sangat menentukan
keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Remaja yang berkemampuan intelektual tinggi
mampu bersikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain.

4. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku


Dalam perkembangan sosial, para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan oranglain
yang terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah pada penilaian diri dan kritik dari hasil
pergaulannya dengan orang lain. Pikiran ramaja sering dipengaruhi ole ide-ide dan teori-teori
yang menyebabkan sikap kritisnya terhadap situasi dari orang lain, termasuk orang tuanya. Sikap
kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya,
sehingga ia merasa bahwa tata cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga
bertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada pelakunya.
Pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja, karena hal berikut:
a. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan
akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan yang mungkin menyebabakan kegagalan
dalam menyelesaikan persoalan.
b. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya.
Pencerminana sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara
berfikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah perkembangan
fisik yang dirasakan mengagnggu dirinya dalam bergaul, karena menduga orang lainikut tidak
puas dengan penampilan dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan seperti selalu diamati orang lain,
malu, dan membatasi gerak-geriknya yang berakibat kecanggungan dalam bertingkah laku.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya menimbulkan reaksi lain, yaitu melebih-
lebihkan dalam penilaian diri, merasa dirinya “hebat” sehingga berani melakukan aktifitas yang
tergolong membahayakan.
Melalui banyak pengalaman serta dalam menghadapi pendapat orang lain, sifat egonya
semakin berkurang dan pada akhir masa remaja, pengaruh egosentrisitas cenderung semakin
kecil. Sehingga iia dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan
pandangan orang lain.

5. Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja


Sebagai makhluk sosial, remaja dituntut untuk mampu memecahkan persoalan yang
timbul dari hasil interaksi dengan lingkungan sosial dan mampun menempatkan diri sesuai
dengan norma yang berlaku. Oleh karena itu, ia dituntut menguasai keterampilan-keterampilan
soaial dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkuangan sekitarnya (aspek psikososial).
Keterampilan tersebut dikembangkan sejak anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu
yang cukup bagi anak-anak untuk bermain dengan teman sebayanya, memberitugas dan
tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak, dan sebagainya. Dengan mengembangkan
keterampilan sejak dini, anak akan mudah memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya
sehingga ia dpt berkembang secara normal dan sehat.
Pada masa remaja keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin
penting, karena remaja sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dan pengarung
teman_teman serta lingkungan sosial sangat menentukan. Jika hal tersebut gagal , akan
menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga
menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan, berprilaku kurang normative, dan bahakan dapat
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan criminal, tindakan
kekerasan, dan sebagainya.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah memiliki keterampilan
sosial untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan sosial tersebut
meliputi kemampuan berkomunikasi, menghargai diri sendir dan orang lain, mendengarkan
pendapat orang lain, membri atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang
berlaku, dan sebagainya.
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalm kehidupan remaja terdapat delapan
aspek keterampilan sosial yaitu:

a. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan
pendidikan. Anak yang dibesarkan dalam keluarga tidak harmoni tidak mendapatkan kepuasan
psikis cukup akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:
 Kurang adanya slaing pengertian
 Kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua dan saudara
 Kuarng berkomunikasi secara sehat
 Kurang mampu mandiri
 Kurang mampu memberi dan menerima sesame saudara
 Kurang mampu bekerja sama
 Kurang mampu mengadakan hubungan yang baik

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, penting bagi orangtua untuk menjaga


keharmonisan keluarganya.
Keharmonisan dalam hal ini tidaklah identik dengan keluarga yang utuh, orang tua single
terbukti dapat berfungsi efektif dalam membantu perkembangan psikososial anak. Orang tua
sebaiknya menciptaka suasana demokratis di dalam keluarga agar remaja dapat menjalin
komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Dengan demikian segala konflik yang timbul akan
mudah diatasi.
b. Lingkungan
Sejak dini, anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan, yang meliputi
lingkungan rumah, lingkungan sosial/tetanga, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat luas. Dengan demikina, anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki
lingkuangan yang luas.

c. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi, karena denga
rekreasi anak akan mendpatkan kesegaran fisik maupun psikis, terlepas dari rasa capek, bosan,
monoton, serta mendapatkan semangat baru.

d. Pergaulan dengan lawan jenis


Sebaiknya remaja tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki
jeni kelamin yang sama, karena pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam
mengidentifikasi sex role behavior yang sangat penting dalam persiapan berkeluarga.

e. Pendidikan
Didalam sekolah diajarkan keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar
yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran
orang tua adalah menjaga ketermpilan tersebut tetap dimiliki oleh anak dan dan dikembangkan
sesuai tapah perkembangannya.

f. Persahabatan dan solidaritas kelompok


Pada masa remaja, peran kelompok dan teman-teman sangat besar, sehingga lebih
mementingkan urusan kelompok dibanding urusan dengan keluarga. Dalam hal ini orang tua
memberi dukungan kepada anak selama kegiatan kempoknya bertujuan positif dan sekaligus
mengawasi agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat.
g. Lapangan kerja
Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak
masuk sekolah dasar, mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam
masyarakat sekitar. Setelah masuk SMA, mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan
karier masadepan, sehingga remaja yang terpaksa tidak dapt melanjutkan sekolah ke perguruan
tinggi akan siap untuk bekerja.

h. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri


Untuk menumbuhkan kemampuan penyesuaian diri, sejak awal anak diajarkan untuk
lebih memahami dirinya sendiri, agar mampu mengendalikan. Untuk itu, tugas
orangtua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima
dirinya, menerima oranglain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. agar remaja
tidak terkejut menerima kritikan, mudah membaur, dan memiliki solidaritas yang tinggi. Selain
itu, sejak awal sebaiknya orangtua/pendidik memberikan bekal agar anak dapt memilih mana
yang penting dan mana yang kurang penting melalui pendidikan disiplin, tata tertib, dan etika.

6. Implikasi Pengembangan Hubungan Sosial Remaja terhadap penyelenggaraan


pendidikan
Remaja umumnya belum mamahami benar tentang nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat, sehingga menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi dengan kondisi yang
terjadi dalam masyarakat. Pola kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok dewasa, dan
kelompok anak-anak akan menimbulkan konflik sosial. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu
dikembangkan untuk memberikan ruang kepada mereka kearah prilaku yang bermanfaat dan
diterima oleh masyarakat. Disekolah perlu sering diadakan kegiatan, bakti sosial, kelompok
belajar, dan kegiatan-kegiatan lainnya dibawah asuhan guru pembimbing.
BAB IV
PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK
A.Pengertian Pendidikan,Karakter,Anak Usia Dini

1.pengertian pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu modal utama yang sudah ada kita miliki sejak lahir
karna pendidikaan merupakan pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Pendidikan bukan hanya
dapat memintarkan atau bahkan memcerdaskan anak bangsa melainkan juga dapat
mengembangkan negaradan bangsa menjadi Negara yang baik dan berkembang. Pendidikan juga
berkaitan erat dengan pendidik karna pendidikan dapat berkembnag juga karna da bantuan
seorang pendidik yang akan memaparkan apa iti pendidikan kepada peseta didik.

2.Karakter

Karakter merupakan penunjukan perilaku yang baik dan budi pekerti, dimana orang yang
berkarater jauh lebih di siplim dari pada hanya orang yang memilik ilmu. Ilmu pengetahuan yang
tinggi tidak meilik arti apa-apa jika tidak ada nya jiwa karakter yang baik. Contohnya:dalam
antrian harus sabar dan tidak boleh mendesak desak orang lain, pada saat ujian tidak ada lagi
kata menyontek teman.

3.Anak Usia Dini

Anak merupakan salah satu generasi bangsa. Anak harus lah dibekali dengan karakter
yang berasal dari pendidikan. Anak usia dini merupakan anak yang belum banyak mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan demikian mulai dari usia tersebut sianak harus
diajari dengan baik, supaya memiliki karakter dan pendidikan yang baik.

Jadi, membentuk karakter melalui pendidikan dimulai dari usia dini harus betul betul
diterapkan. Karna hal tersebut dapat membantu perkembnagan pola piker dan sipat yang dimiliki
seseorang. Sangat susahlah membentuk sebuah karakter. Dan karakter tersebut harus didampingi
oleh pendidikan, karna dengan memiliki pendidikan karakter akan tumbuh dengan sempurna dan
dalam perkembnagannya kan lebih cepat menyerap dan mengalir didalam darah seseorang.

Dapat kita lihat sendiri bahwa bangsa yang kita cintai dan kita banggakan ini, sangat jauh
dari kata perkembangan karakter yang baik. Saya begitu berharap karakter tersebut dapat
berkembang melalui pendidikan yang sangat luar biasa di Negara ini. Pendidikan sangat lah baik
di negeri ini, begitupun dengan ilmu pengetahuan yang semakin hari makin berkembang tapi
sayang nya tidak banyak yang memiliki karakter, makanya hal ini lah yang membuat ilmu
pendidikan itu tidak berjalan sesuai kemampuan. Karna, tidak ada guna nya memiliki pendidikan
tinggi tapi tidak memiliki karakter yang baik yaitu mencerminkan bahwa dia adalah orang yang
sopan dan jujur.

Butuh perubahan mental sejak usia dini, karna dari sinilah karakter dapat dibentuk
dengan mudah melalui pendidikan yang baik dan gabungan berbagai karakter yang baik akan
dapat membawa masa depan yang cerah dan hidup yang sejahtera dan Negara yang makmur
serta berdaulat dan berTuhan.

B.Tujuan Membentuk Karakter Melaui Pendidikan Diawali Dari Usia Dini

Tujuan nya yaitu sebagaikan sarana dan prasana yang akan berguna bagi pembentukan
morah dan intelektual yang bijak dan mandiri dalam pembentukan dan perkembangan
pendidikan yang berkarakter. Ini bukan hanya semata mata hal yang sepele untuk diperjuangkan
dan bahkan untuk dimiliki oleh setiap orang. Ini merupakan modal yang paling baik untuk
kelanjutan hidup selanjutnya. Ini semua bertujuan hanya untu semata mata memperbaiki karakter
anak bangsa yang semakin hari semakin memburuk dan tidak sesuai dengan harapan bangasa
lagi, apalagi dimasa yang akan dating, Indonesia akan merai masa kejayaan yang akan
membuktikan bahwa Indonesia berhak mendapat sorotan dan perhatian secara terpandang dan
berwibawa.

Dengan demikian Indonesia akan berkembang dan rakyat akan memiliki jiwa ketertiban
serta jiwa yang memiliki morah dan etika yang berbudi pekerti, yang bukan hanya sebatas slogan
atau ucapan semata melainkan harus benar benar terjadi dan dijalankan serta diterapkan terlebih
dahulu kepada diri sendiri, dengan demikian marilah kita menanamkan karakter sejak dari usia
dini karna hal trsebut sangat dapat membantu, karna pada saat usia dinilah anak lebih muda
dibentuk dan diarahkan dan setelah bertumbuh dan berkembang pada masa dewasanya akan
lebih mudah lagi untuk diarahkan karna telah mengerti mana yang baik dan mana yanga buruk
bagi dirnya dan negerinya.

C. Manfaat Menbentuk Karakter Melalui Pendidikan Diawali Dari Usia Dini

1.lebih mudah diarahkan yang artinya jika dikasih pelatihan sederhana dan penerapan
karakter sianak lebih mudah menerima dan menagkap pendidikan yang di kasih.

2.jauh lebih bermanfaat dalam sesi waktu pemberian pendidikan yang akan menghasilkan
karakter seorang anak.
3.membantu pertumbuhan dan perkembangan karakter secara baik dan merata karna
dengan hal demikian pada masa pertumbuhan dan perkembangan tidak susah lagi diarahkan.

D.Ciri-ciri Membentuk Karakter Melalui Pendidikan Diawali Dari Usia Dini

1.karakter yang dimiliki:

a.rasa bertanggung jawab yang tinggi

b.jika antri akan tertib

c.memiliki kemapuan dalam menghadapi masalah sendiri

d.sikap dan sifat yang baik serta dan bijak sana dalam setiap tindakannya

e.pemikiran yang kritis

f.akan membawa perubahan bagi lingkungan


BAB V

PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

A. Pengertian Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada
perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral
adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31)
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat)
yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari
dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan
pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang
dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama
tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia
terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dalam lingkungannya.

2 Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas perlu diberikan ulasan bahwa substansi materiil
dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda, yaitu tentang tingkah laku. Akan tetapi bentuk formal
ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama, yaitu seperangkat ide
tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku. Sedangkan batasan ketiga adalah tingkah
laku itu sendiri Pada batasan pertama dan kedua, moral belum berwujud tingkah laku, tapi masih
merupakan acuan dari tingkah laku. Pada batasan pertama, moral dapat dipahami sebagai nilai-
nilai moral. Pada batasan kedua, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral atau norma-
norma moral. Sedangkan pada batasan ketiga, moral dapat dipahami sebagai tingkah laku,
perbuatan, atau sikap moral. Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah, sebab dalam
pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran,
prinsip, atau norma.
Akan tetapi lebih kongkrit dari itu , moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah
laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma. Kata
moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani
Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 237) etika diartikan sebagai
(1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak),
(2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan
(3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Sementara itu Bertens (1993: 6) mengartikan etika sejalan dengan arti dalam kamus
tersebut. Pertama, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dengan kata lain,
etika di sini diartikan sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat
mempengaruhi tingkah lakunya. Sebagai contoh, Etika Hindu, Etika Protestan, Etika Masyarakat
Badui dan sebagaimya. Kedua, etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, atau biasa
disebut kode etik. Sebagai contoh Etika Kedokteran, Kode Etik Jurnalistik, 3 Kode Etik Guru
dan sebagainya. Ketiga, etika diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk.
Etika merupakan ilmu apabila asas-asas atau nilai-nilai etis yang berlaku begitu saja dalam
masyarakat dijadikan bahan refleksi atau kajian secara sistematis dan metodis. Sementara itu
menurut Magnis Suseno, etika harus dibedakan dengan ajaran moral.
Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-
patokan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana ia harus bertindak, tentang bagaimana harus
hidup dan bertindak, agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah
orang-orang dalam berbagai kedudukan, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan
agama, dan tulisan-tulisan para bijak seperti kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Paku Buwana
IV. Sumber dasar ajaran-ajaran adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau
ideologiideologi tertentu. Sedangkan etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral,
melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran dan
pandangan-pandangan moral.
Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika adalah ajaran-ajaran moral
tidakberada pada tingkat yang sama. Yang mengatakan, bagimana kita harus hidup bukan etika,
melainkan ajaran moral. (Magnis Suseno, 1987; 14). Pendapat Magnis bahwa etika merupakan
ilmu tidak berbeda dengan Bertens, sebagaimana terminologinya yang ketiga tersebut, di
samping pada bagian lain juga menyatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 1993: 4). Namun menurut Bertens,
pengertian etika selain sebagai ilmu, juga mencakup moral, baik arti nilai-nilai moral, norma-
norma moral, maupun kode etik.

A.BENTUK-BENTUK MORAL

1.PERBEDAAN INDIVIDU DALAM PERKEMBANGAN MORAL

Setap individu memiliki perkembangan sosila moral yang saling


berbeda beda. Karna adanya factor perkembangan yang berbeda. Dan
adanya individu memiliki sifat keinginan yang berbeda beda serta jarang
sekali seorang yang satu dan yang lagi memiliki moral yang sama. Itu
sangat jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

2.HUBUNGAN ANTARA NILAI, MORAL, SIKAP, DAN TINGKAH LAKU

Nilai Merupakan sesuatu yang baik, diinginkan atau dicita-citakan dan dianggap penting
oleh warga masyarakat, misalnya kebiasaan dan sopan santun. Menurut Green, sikapmerupakan
kesediaan bereaksi individu terhadap suatu hal, sikap berkaitan dengan motif danmendasari
tingkah laku seseorang. Tingkah laku adalah implementasi dari sikap yangdiwujudkan dalam
perbuatan.

Dalam kaitan dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontroldalam
bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Dalamhal ini aliran
Psikonalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma dan nilai. Semuakonsep itu menurut
Freud menyatu dalam konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teoriFreud merupakan
bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego,sehingga tidak
bertentangan dengan masyarakat.

3.TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN MORAL

Dari hasil penyelidikan kohlberg mengemukakan 6 tahap (stadium) perkembangan moralyang


berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada 3 tingkat perkembangan moralmenurut
kohlberg, yaitu tingkat :

Masing-masing tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan


yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang dapat mencapai
tahap terakhir perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yangsesuai
dengan permintaan dan keinginannya. Hingga sesudah stadium ini datanglah:

Tingkat I; prakonvensional, yang terdiri dari stadiun 1 dan 2


Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak
menganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui ba
hwaaturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia
harusmenurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.

Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak tidak
lagisecara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh
oranglain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai berbagai segi. Jadi,
adaRelativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang.
Misalnya mencuri kambing karena kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi
kebutuhanya, maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun
perbuatanmencuri itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu
hukuman.

Tingkat II : konvensional

Stadium 3, menyngkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anakmulai
memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi
perbuatan- perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orag lain, masyarakat adalah sumber yang
menentukan, apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih
sangat penting daam stadium ini.

Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Padastdium ini
perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima olehlingkungan
masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-
norma soisal. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikutmelaksanakan aturan-aturan
yang ada, agar tidak timbul kekacauan.

Tingkat III: Pasca-Konvensional


Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya
denganlingkungan sosial, pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya
denganlingkungan sosial, dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya,
harussesuai dengan tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya, lingkungan sosial
ataumasyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya.

Stadium 6, tahap ini disebut prinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etikdisamping
norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang adaunsur subjektif
ynag menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal ini, unsuretika akan
menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Menurut Furter(1965), menjadi
remaja berarti mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanyamemperoleh
pengertian saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal iniselanjutnya
berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaianmoral, menjadikanya
sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan tercemin
dalam sikap dan tingkah lakunya.
4.IMPLEMENTASI PERKEMBANGAN MORAL

Adapun implementasi dari perkembangan moral pada remaja adalah:

a.Dalam bergaul, remaja sudah mulai selektif dalam memilih teman


b.Remaja sudah peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya dan sudah mulaimencari
solusi terhadap permasalahan tersebut
c.Sudah mulai mencoba untuk membahagiakan orang lain
d.Timbul rasa kepedulian jika melihat hal-hal yang menyentuh hati

e.Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai yang
diyakininya moral.

A.CIRI-CIRI MORAL

Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan
baik dan buruk (Bertens, 2002:7). Moralitas juga berperan sebagai pengatur dan petunjuk bagi
manusia dalam berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai manusia yang baik dan dapat
menghindari perilaku yang buruk (Keraf, 1993: 20). Dengan demikian, manusia dapat dikatakan
tidak bermoral jika ia berperilaku tidak sesuai dengan moralitas yang berlaku.
Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang berguna untuk
menentukan hakikat standar moral (2005:9-10). Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1.Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius
atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh standar moral yang dapat diterima
oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan,
pembunuhan, dan pelanggaran hukum.
2.Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
Meskipun demikian, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang
digunakan untuk mendukung dan membenarkannya.
3.Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri.
Contoh pengutamaan standar moral adalah ketika lebih memilih menolong orang yang
jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang
tersebut.
4.Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain,
pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak
tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai
yang sama.
5.Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang
mengasumsikan adanya standar moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata
atau ungkapan yang merepresentasikan adanya standar moral yaitu “ini salah saya,”
“saya menyesal,” dan sejenisnya.

Pemahaman Berdasarkan Contoh


Orang dapat dikatakan tidak bermoral apabila tingkah lakunya berlawanan dengan
moralitas yang berlaku dalam masyarakat. Contoh perbuatan yang berlawanan dengan moralitas
masyarakat di Indonesia adalah tidak adanya tenggang rasa terhadap orang yang berbeda
agama. Sebagai masyarakat Indonesia yang plural dengan suku, ras, dan agama, tentunya
persoalan perbedaan tidak menjadi masalah, bahkan menjadi suatu kebanggaan yang harus
dijunjung tinggi dilatarbelakangi oleh makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan
demikian, orang yang tidak memiliki tenggang rasa atas perbedaan agama, di Indonesia,
dianggap tidak bermoral.
Dari hasil penelitian Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moral yang
berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan
moral,yaitu:

a. Tingkat Prakonvensional
pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-
ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Tingkatan ini dibagi menjadi dua :
1) Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan
Anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak hanya mengetahui bahwa
aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak dapat diganggu gugat. Ia
harus menurut kalau tidak akan memperoleh hukuman.

2) Tahap orientasi relativis-instrumental


Perbuatan yang benar adalah cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan
kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di
pasar (jual-beli). Terhadapa elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiproksitas dan
pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis.

b. Tingkat konvensional
Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Ia
memndang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Tingkatan ini memiliki dua tahap:
1) Tahap orientasi kesepakatan antarpribadi atau orientasi
Pada tahap ini dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat
dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Mereka melakukan perbuatan atas dasar kritik dari
masyarakat.
2) Tahap orientasi hukuman dan ketertiba yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial
dan otoritas. Perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang merupakan kewajiban untuk
ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
c. Tingkat pasca-konvensional
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan ilai-nilai dan prinsip
moral yang memiliki keabsahan da dapat diterapkan. Ada dua tahap pada tingkat ini, yaitu:
1) Tahap orientasi kontrak sosial legalitas
merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan social.
Pada tahap ini,seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada masyarakat karena
lingkungan social akan memberikanperlindungan kepadanya. Originalitas remaja juga masih
tampak pada tahap ini.

2) Tahap orientasi prinsip etika universal


Tahap ini disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etika disamping norma
pribadi dan subjektif. Unsur etika disini yang akan menentukan apa yang boleh dan baik
dilakukan dan sebaliknya. Remaja mengadakan tingka laku-tingkah laku moral yang
dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri.

GAMBARAN REKAYASA IDE

Rekayasa ide ini berisi tentang mengembangkan perkembangan peserta didik melalui
social,karakter dan moral yang bertujuan untuk membentuk suatu anak menjadi amnesia yang
berkembang sesuai dengan perkembangannya, ini bukan hanya berguna bagi seorang anak tetapi
juga untuk remaja bahkan dewasa. Tetapi pembentukan jiwa seseorang haruslah dimulai dari
anak-anak, karna akan lebih mudah member arahan tampah menguraingi rasa hormat seseorang.

Menjelaskan berbagai manfaat untuk perkembnagan peserta didik, serta tujuan dan
berbagai pengertian tentang mengembangkan semua perkembangan peserta didik. Dengan
demikian sianak akan tumbuh dengan baik dan dengan seiringnya sebuah didikkan yang baik dan
akan berguna bagi kehidupan yang akan dating.

Didalam rekayasa ide ini atau makalah ini, terdpata juga berbagai teori atau pandangan
para ahli tentang perkembangan moral pada anak atau pada usia menengah. Ini bukan hanya
semata-mata tentang pendidikan melainkan juga sebagai dasar pembentukan seseorang untuk
dapat meningkatkan mutuh kehidupan yang akan datang. Jika perkembangan sesuai dengan
tahapan tersebut, bukan hanya seseorang itu yang mersakan atau keluarga, melainkan,
masyarakat juga akan merasakannya bahkan Negara juga ikut merasakan perkembangan yang
baik itu.
BAB VI

KESIMPULAN.

Adapun perkembangan adalah proses perubahan kualitati yang mengacu pada mtu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain
penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.Peserta didik merupakan seseorang atau anak yang didik oleh pendidik
untuk mendapatkan perkembangan pendidikan yang berkarakter serta bermoral dan memiliki
rasa sosila yang tinggi dengan demikian sianak akan tumbuh menjadi manusia yang berguna
bagi keluarga, masyarakat bahkan negeri ini. Seorang peserta didik diajari oleh seorang pendidik.
Pendidik adalah seorang guru atau yang memiliki keahlian khusus dalam mengajar sebuah materi
tentang pendidikan.

Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang
sangat penting dan menempatkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses
sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang didalam
konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik,
lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan social memberikan banyak pengaruh
terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiospikologis.

Membentuk karakter melalui pendidikan diawali sejak usia dini ini ialah suatu usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki jiwa kekarakteran seseorang dengan pendidikan yang baik
dan berkualitas. Yang memiliki tujuan bukan hanya untuk diri sendiri bagaikan untuk
perkembnagan pendidikan dan karakter di Indonesia. Bermanfaat bagi waktu pelatiahn karakter
yang lebih sedikit.Moral merupakan budi pekerti dan tingka laku yang baik, serta aklak yang
memiliki pengetahuan yang dapat membedakan, baik buruknya tingkah laku tersebut. Yang
memiliki banyak bentuk moral yang berupaya untuk memperbaiki berbagai sifat dan sikap.
Moral berhubungan kepada pembentukan emosi dengan tingkah laku, karna pada fase ini moral
sangaat berperan penting dalam membentuk karakter seorang anak. Dengan demikian terdapat
banyak cirri-ciri moral yang dapat membentuk anak supaya memiliki moral yang baik, karna
moral sangat dibutuh kan dalam kehidupan sehari hari.

SARAN

Jika ada dalam penulisan makalah yang kata atau pengetikannya kami mohon
maaf, dan kami berharap pembaca dapat member saran kepada penulis, supaya dapat
memperbaiki penulisan makalah untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya

Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangann Peserta Didik. Jakarta : Rajawali
Pers.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga
Sunarto & Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Dikik. Jakarta: Rineka Cipta

Blogspot.perkembangan moral anak usia menengah

Blogspot.nurul.peranorangtua dalam perkembangan moral anak usia menegah

Blogspot.peran guru dan teman dalam pengembangan moral

Gagasan ide dari pemikiran pribadi

Anda mungkin juga menyukai