Anda di halaman 1dari 16

APLIKASI TEORI BEHAVIORISTIK

DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR BAHASA INGGRIS

disusun oleh:

Putri Sari Ayu : 1813042010

PROGRAM PENDIDIKA BAHASA INGGRIS


JURUSAN PENDIDIKANBAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Tugas ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu saya berterima kasih
kepada semua pihak yang telah ikut berkontribusi dalam pembuatan tugas ini.
Daripada itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima
segala bentuk kritik dan saran dari pembaca agar saya dapat memperbaiki tugas ini.
Akhir kata, saya berharap tugas ini dapat memberikan banyak manfaat dan menambah
wawasan bagi siapa pun yang membaca nya.

Bandar Lampung, 28 Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3
2.1 Teori Behaviorisme ................................................................................................ 3
2.2 Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme ........................................................................ 4
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Pembelajaran
Behaviorisme ................................................................................................... 8
2.4 Penerapan Teori Behaviorisme dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris .......................................................................... 9
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 12
3.2 Saran ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Belajar merupakan kegiatan seseorang untuk melakukan aktifitas belajar.


Menurut Piaget belajar adalah aktifitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan
sosial dan lingkungan fisiknya. Menurut pandangan psikologi behavioristik
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang yang telah
selesai melakukan proses belajar akan menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus
dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus
dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara
stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
respon pun akan tetap dikuatkan.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan
teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada
berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori
behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan
perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu
memperlihatkan perubahan makna. Oleh karenanya, menurut aliran behaviorisme
yang juga dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin mengetahui lebih
lanjut lagi tentang teori behaviorisme dan diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang
keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-
benar mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang dapat dirumuskan dari pemaparan di atas yaitu:


1. Apakah yang dimaksud dengan teori behaviorisme ?
2. Apa saja teori yang termasuk ke dalam pandangan behaviorisme ?
3. Bagaimanakah penerapan teori behavioristik terhadap proses belajar mengajar
bahasa inggris?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari rumusan masalah yang telah dibuat adalah :


1. Mengetahui pengertian teori behaviorisme
2. Mengetahui teori-teori yang termasuk ke dalam pandangan behaviorisme
3. Mengetahui penerapan teori behavioristik terhadap proses belajar mengajar
bahasa inggris.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Behaviorisme

Teori belajar behavioristik merupakan sebuah teori tentang perubahan


tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Beberapa prinsip dalam
teori belajar behavioristik, meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement;
(3) Schedules of Reinforcement;
(4) Contingency Management;
(5) Stimulus Control in Operant Learning;
(6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson,
Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para
tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

3
2.2 Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

1. Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov


Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
dikemukakan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami
ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a) Stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus
yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran
apapun (contoh: makanan).
b) Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya
bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah
diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum
makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi
pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu
makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan
diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan
buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang,
rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur
pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned
Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev
murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata ditemukan banyak refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar
pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan
mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara yang mirip dengan bel, contoh
suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan
makanan). Jadi, generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang
serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh,
seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada
mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut
akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi

4
kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata
pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang
lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan
setelah bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami
ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika
menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek
yang berbeda.
Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan
cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-
ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel,
anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil
ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal,
sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat
termotivasi belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori conditioning klasik digunakan untuk
mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi
belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.

2. Teori Belajar Menurut Thorndike


Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku
yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori
koneksionisme, koneksi disebut sebagai koneksi saraf yang disebut sambungan saraf
antara stimuli (S) dan respon (R). Agar tercapai hubungan antara stimulus dan
respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat sertamelalui
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu (Slavin,
2000).
Pada saat yang hampir sama dengan dilakukannya sebuah eksperimen
pengkondisian klasik anjing oleh Ivan Pavlov, E.L. Thorndike (1906) sedang
mempelajari kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar dalam
sebuah kotak dan meletakkan ikan diluar kotak. Untuk bisa keluar dari kotak, kucing
itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotak tersebut. Pertama-tama
kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia mencakar atau
menggigit palang. Akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja menginjak pijakan yang
membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke kotak, dia melakukan aktivitas
acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi. Pada percobaan berikutnya, kucing
itu semakin sedikit melakukan gerakan acak, sampai dia akhirnya bisa langsung
menginjak pijakan itu untuk membuka pintu.
Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang di ikuti
dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negatif akan
diperlemah. Pertanyaan utama untuk Thorndike adalah bagaimana respons stimulus
yang benar (S-R) ini menguat dan akhirnya mengalahkan respons stimulus yang tidak
benar. Menurut Thorndike, asosiasi S-R yang tepat akan diperkuat, dan asosiasi yang

5
tidak tepat akan melemah, karena konsekuensi dari tindakan organisme. Pandangan
Thorndike disebut teori S-R karena perilaku organisme itu dilakukan sebagai akibat
dari hubungan antara stimulus dan respons. Seperti yang akan kita lihat selanjutnya,
pendekatan Skinner memperluas ide dasar Thorndike ini.

3. Teori Belajar Menurut Watson


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)
dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson
adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
4. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam
teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

5. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie


Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung
akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara,
oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie
juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam
mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh
anak (Bell, Gredler, 1991).

6. Teori Belajar Menurut Skinner


Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus
dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian

6
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan
interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Dari semua pendukung teori behavioristik, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
a) Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku
diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu
penguatan positif dan penguatan negative.
b) Penguatan positif (positive reninforcement)
Didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena
diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang
diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh,
peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu akan
diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau
ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan
positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
c) Penguatan negatif (negative reinforcement)
Didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena
diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan.
Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik sering
bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang
tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan sering bertanya. Jadi,
perilaku yang ingin diulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan
stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru
sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak
mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
d) Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang menurunkan peluang
terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau
bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh, peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi, yaitu
jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku
mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan atau hukuman).

7
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang
ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak
menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering
bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0
untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).

Secara ringkas teori behaviorisme yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat
disempulkan bahwa:
1. Belajar adalah perubahan tingkah laku
2. Tingkah laku tersebut harus dapat diamati
3. Mengikuti pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respon.
4. Fungsi mind atau fikiran adalah untuk menciplak struktur pengetahuan yang
sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilah.
5. Pembiasaan dan latihan menjadi esensial dalam belajar.
6. Apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak dapat diamati.
7. Yang dapat diamati hanyalah stimulus respon.
8. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahauan
dikatagorikan sebagai kegagalan yang perlu dihukum
9. Aplikasi teori ini menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian materi
pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan
evalusi menekan pada hasil, dan evaluasi menuntut jawaban yang benar. Jawaban
yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan belajaranya.
10. Proses belajar sangat bergantung kepada faktor yang berada di luar dirinya,
sehingga ia memerlukan stimulus dari pengajarnya.
11. Hasil belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulanagn dan
pengutan (reinforcement).
12. Belajar harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah
mendahului yang lebih sulit.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan dalam Teori Pembelajaran Behaviorisme


Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan
secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat
yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang
dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
a. Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviourisme terdapat
beberapa kelebihan di antaranya :
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.

8
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan.
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.

b. Kekurangan.
1. Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal belajar
adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak terlihat kecuali
melalu gejalanya.
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti
mesin atau robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self control yang
bersifat kognitif, sehingga, dengan kemampuan ini, manusia mampu menolak
kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit diterima,
mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dan manusia.

2.4 Penerapan Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran Bahasa Inggris


Para pakar Psikologi belajar bahasa penganut faham Behaviorisme berpendapat
bahwa belajar bahasa berlangsung dalam lima tahap, yaitu:
a. Trial and error
b. Mengingat-ingat
c. Menirukan
d. Mengasosiasikan
e. Menganalogikan
Dari kelima langkah tersebut dapat disimpulkan bahwa berbahasa pada dasarnya
merupakan proses pembentukan kebiasaan.Dalam teori ini Behaviorisme, segala
tingkah laku manusia menjadi suatu prilaku berbahsa yang menjadi manifestasi
stimulus dan respon yang dilakukan terus-menerus menjadi suatu kebiasaan.
Berdasarkan teori ini, pembelajaran bahasa dilakukan dengan mendahulukan
pengenalan keterampilan mendengar dan berbicara daripada keterampilan lainnya,
pemberian latihan-latihan dan penggunaan bahasa secara aktif dan terus menerus,
penciptaan lingkungan berbahasa yang kondusif, penggunaan media pembelajaran
yang memungkinkan siswa mendengar dan berinteraksi dengan penutur asli,
pembiasaan motivasi sehingga berbahsa asing menjadi sebuah prilaku kebiasaan.
Ada beberapa kegiatan pembelajaran bahasa Inggris yang dapat dikembangkan
berdasarkan teori ini, diantara yang penting adalah:
a. Pengenalan ketrampilan mendengar dan berbicara sebagai awal dalam
pembelajaran sebelum ketrampilan membaca dan menulis.
b. Latihan dan penggunaan bahasa secara aaktif dan terus menerus agar pembelajar
memiliki ketrampilan berbahasa dan berbentuk kebiasaan menggunakan bahasa.
c. Penciptaan lingkungan berbahsa yang kondusif agar mendukung proses
pembiasaan berbahasa secara efektif.
d. Penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan pembelajar mendebgar
dan berinteraksi dengan penutur asli.
e. Memotivasi guru bahasa untuk tampil berbahsa secara baik dan benar, sehingga
dapat menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam berbahasa.

9
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris adalah lingkungan (einvironment), tak terkecuali
lingkungan berbahasa. Dan tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Inggris, tak lain
adalah:
1. Untuk membiasakan dalam memanfaatkan bahasa Inggris secara komunikatif,
melalui praktek percakapan (conversation) and diskusi (discussion), ceramah dan
berekspresi melalui tulisan (talkactive and expression through writing).
2. Memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan baha yang sudah dipelajari
di kelas.
3. Menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Inggris yang terpadu antara
teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.

Berikut beberapa implikasi teori behaviourisme (Behaviorist Theory) dalam


pembelajaran bahasa Inggris. 

a. Reinforcement and punishment 


Teori behaviorisme menekankan pentingnya pemberian hadiah
(reinforcement) dan hukuman (punishment). Menurut para ahli bidang teori ini,
pemberian hadiah mampun memotivasi dan mendorong pelajar untuk terus
belajar dan berusaha memahami pelajaran. Sementara hukuman dimanfaatkan
ketika siswa tidak melakukan pembelajaran sebagaimana mestinya. Dengan
hukuman, diharapkan siswa tidak akan lagi melakukan kesalahan mereka dalam
proses pembelajaran dan juga ini memberi tahu mereka bahwa apa yang mereka
lakukan merupakan hal yang salah, sehingga dapat membuat mereka menghindari
kesalahan yang sama ke depannya.

b. Imitation, practice, dan feedback


Behaviorisme percaya bahwa siswa, sebagaimana anak-anak, mampu
berbahasa karena mengandalkan proses imitasi (peniruan). Mereka juga yakin
bahwa dalam meniru siswa mesti terus melakukan pengulangan (practice). Misal,
ketika siswa ingin belajar tentang kalimat "how are you?", mereka mesti terus
mengulang mengatakan kalimat ini. Inilah asal dari istilah `Practice makes
perfect!`.
Penting bahwa pengulangan ini dilakukan dengan cara meniru bagaimana
orang dewasa melakukannya, termasuk mengikuti cara pengucapannya
(pronunciation). Agar siswa sukses dalam hal imitasi (peniruan), guru diharapkan
mampu memberikan model yang benar. Misal, ketika siswa mengatakan kalimat
salah, seperti `I go to store yesterday`, maka guru diharapkan langsung secara
konstan memberikan pembenaran (constant feedback) kepada siswa, karena
ditakutkan mereka akan terus mengulang kesalahan yang sama. 

c. L1 transfer, interference and contrastive analysis


Bahasa pertama / bahasa ibu (L1) dapat mempengaruhi pembelajaran
(pemerolehan) bahasa baik secara positif maupun negatif. Pengaruh L1 dapat
membantu (positif) ketika struktur bahasa L1 itu mirip atau sama dengan bahasa
yang sedang dipelajari (L2). Sementara ketika berbeda, maka dapat memberikan
dampak negatif terhadap pembelajaran L2. Misal:
a. Saya pergi sekolah tiap hari. (I go to school every day.)
b. Saya pergi sekolah kemairn. (I went to school yesterday.)
c. Ali pergi sekolah tiap hari. (Ali goes to school every day.)

10
Terlihat di kalimat a, b, dan c bahwa kata kerja `pergi` dalam bahasa
Indonesia tidak pernah berubah, sementara bahasa Inggris berubah dari `go`
menjadi `went` dan `goes`. Perbedaan ini bagi penganut teori behaviorime dapat
menghalangi siswa dalam belajar bahasa Inggris, dan perbedaan ini diistilahkan
`interference`. Proses analisis perbedaan dan persamaan bahasa L1 & L2
dipelajari dalam teori `contrastiveanalysis`. 

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran
sepertiTeaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Karakteristik teori behaviorisme terhadap pembelajaran bahasa diantaranya
adalah: penyajian materi lebih banyak dengan hiwar, lebih banyak melakukan
peniruan dan menghafal idiom-idiom, menyajikan satu kalimat dalam satu situasi,
tidak menyajikan strukstur nahwu secara terpisah, dan lebih baik dengan sistem
deduktif, lebih menitik beratkan pada ujaran, lebih banyak menggunakan bahasa
dalam komunikasi dan banyak menggunakan lab bahasa, memberikan reward bagi
respon positif, mensuport untuk berbahasa, perhatian lebih pada bahasa bukan isi
bahasa.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan
proses pembelajaran bahasa adalah lingkungan (environment), tak terkecuali
lingkungan berbahasa. Dan tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab , tidak lain
adalah (1) untuk membiasakan dan membiasakan dalam memanfaatkan bahasa Arab
secara komunikatif, melalui praktik percakapan (conversation), diskusi (discussion),
seminar (seminar), ceramah dan berekspresi melalui tulisan (talkactive and
expression through writing); (2) memberikan penguatan (reinforcement)
pemerolehan bahasa yang sudah dipelajari di kelas; dan (3) menumbuhkan
kreativitas dan aktivitas berbahasa Inggris yang terpadu anatara teori dan praktik
dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.

3.2 Saran
Dalam melaksanakan proses belajar dan mengajar di kelas, sebaiknya sebagai
calon pendidik kita harus bisa menjelaskan, menerapkan, dan meningkatkan kualitas
kita sebagai calon pendidik dan juga menciptakan suasana yang akan menjadikan
siswa lebih nyaman dalam menerima bahan ajar yang akan kita berikan nantinya.

12
DAFTAR PUSTAKA

VanPatten, B., & Williams, J. (Eds.). (2014). Theories in second language acquisition:
An introduction. Routledge.

Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon

13

Anda mungkin juga menyukai