Anda di halaman 1dari 87

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350835481

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Book · April 2021

CITATION READS

1 6,337

3 authors, including:

Mano Pd Nurlina Nurlina


Apple Inc. Universitas Muhammadiyah Makassar
60 PUBLICATIONS   40 CITATIONS    27 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Nurlina Nurlina on 13 April 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TEORI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

Dr. Nurlina, S.Si., M.Pd


Nurfadilah, S.Pd., M.Pd
Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd

LPP
UNISMUH MAKASSAR
2021
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Penulis:
Dr. Nurlina, S.Si., M.Pd
Nurfadilah, S.Pd., M.Pd
Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd

Editor: Hartono Bancong


Penyuting: Riskawati
Tata Letak & Sampul : CV. Berkah Utami

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis


ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin dari penerbit

Cetakan Pertama: 2021

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Nurlina
Teori belajar dan pembelajaran / penulis, Nurlina, Nurfadilah, Aliem
Bahri ; Editor, Hartono Bancong ;
Penyunting, Riskawati. -- Makassar : LPP Unismuh Makassar
(Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Makassar), 2021.
Iv + 80 hlm. ; 17 x 23 cm.

ISBN 978-623-7349-38-9

1. Pembelajaran. I. Judul. II. Nurlina. III. Nurfadilah. IV. Aliem Bahri.


V. Hartono Bancong. VI. Riskawati.

Penerbit:
LPP UNISMUH MAKASSAR
ANGGOTA IKAPI
NO. 021/Anggota Luar Biasa/SSL/2019

Distributor:
CV CAHAYA TIMUR
Jl. Hertasning Barat I No. 20, Makassar 90222
Tlp.0411863197 Fax. 0411863197 HP. 081355625779

ii | Teori Belajar dan Pembelajaran


PENGANTAR

Dasar sebelum memasuki dunia pembelajaran ada satu teori


yang penting peranannya untuk diketahui dan dipahami secara luas.
Teori tersebut dikenal dengan istilah teori belajar. Teori belajar selalu
menjadi topic menarik untuk diperbincangkan. Teori belajar sendiri
didefinisikan sebagai metode yang menggambarkan bagaimana
seseorang melakukan proses belajar.
Buku ini menjabarkan berbagai teori serta istilah-istilah yang
biasanya ditemui dalam dunia pembelajaran yang disusun untuk
mendampingi serta melengkapi kuliah yang diberikan. Buku ini
disusun bukan sebagai pengganti kuliah, melainkan sebagai
pelengkap dalam perkuliahan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang berperan dalam penyusunan buku ini. Tak ada gading yang tak
retak. Begitupun penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna dan
mungkin tidak dapat memuaskan semua pihak. Semoga buku ini
dapat bermanfaat.

Makassar, 4 Januari 2021

Tim penyusun

Teori Belajar dan Pembelajaran | iii


DAFTAR ISI

Pengantar .............................................................................................. iii

Daftar Isi ............................................................................................... iv

A. PENDEKATAN, MODEL, STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK 1

B. TEORI BELAJAR KOGNITIVISME ............................................. 15

C. TEORI BELAJAR BEHAVIORISME ............................................ 37

D. TEORI BELAJAR HUMANISME ................................................. 53

E. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME ..................................... 57

F. TEORI BELAJAR PEMROSESAN INFORMASI ......................... 73

Daftar Pustaka .................................................................................... 75

Tentang Penulis ................................................................................... 77

iv | Teori Belajar dan Pembelajaran


A. PENDEKATAN, MODEL, STRATEGI, METODE,
DAN TEKNIK
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang
memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa
bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1)
pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode
pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan
(6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah
tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang
penggunaan istilah tersebut.

1. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk
pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah
ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin, 2003) mengemukakan empat
unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan
mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama
(basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 1


c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps)
yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan
patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf
keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur
tersebut adalah:
a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran
yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
b. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan
pembelajaran yang dipandang paling efektif.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau
prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran
keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

2. Jenis-jenis pendekatan
a. Pendekatan Expository
Pendekatan Expository menekankan pada penyampaian
informasi yang disampaikan sumber belajar kepada warga belajar.
Melalui pendekatan ini sumber belajar dapat menyampaikan materi
sampai tuntas. Pendekatan Expository lebih tepat digunakan apabila
jenis bahan belajar yang bersifat informatif yaitu berupa konsep-
konsep dan prinsip dasar yang perlu difahami warga belajar secara
pasti. Pendekatan ini juga tepat digunakan apabila jumlah warga
belajar dalam kegiatan belajar itu relatif banyak. Pendekatan
expository dalam pembelajaran cenderung berpusat pada sumber
belajar, dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya dominasi
sumber belajar dalam pembelajaran, 2) bahan belajar terdiri dari
konsep-konsep dasar atau materi yang baru bagi warga belajar, 3)
materi lebih cenderung bersifat informasi, 4) terbatasnya sarana
pembelajaran.
2 | Teori Belajar dan Pembelajaran
Langkah-langkah penggunaan pendekatan Expository
1) Sumber belajar menyampaikan informasi mengenai konsep,
prinsip-prinsip dasar serta contoh-contoh kongkritnya. Pada
langkah ini sumber belajar dapat menggunakan berbagai
metode yang dianggap tepat untuk menyampaikan informasi.
2) Pengambilan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan baik
dilakukan oleh sumber belajar atau warga belajar atau
bersama antara sumber belajar dengan warga belajar

Keuntungan dari penggunaan pendekatan Expository adalah


sumber belajar dapat menyampaikan bahan belajar sampai tuntas
sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan, bahan belajar yang
diperoleh warga belajarnya sifatnya seragam yaitu diperoleh dari satu
sumber, melatih warga belajar untuk menangkap, manafsirkan materi
yang disampaikan oleh sumber belajar, target materi pembelajaran
yang perlu disampaikan mudah tercapai, dapat diikuti oleh warga
belajar dalam jumlah relatif banyak. Disamping kebaikan ada juga
kelemahannya yaitu pembelajaran terlalu berpusat kepada sumber
belajar sehingga terjadi pendominasian kegiatan oleh sumber belajar
yang mengakibatkan kreatifitas warga belajar terhambat. Kelemahan
lain yaitu sulit mengetahui taraf pemahaman warga belajar tentang
materi yang sudah diberikan, karena dalam hal ini tidak ada kegiatan
umpan balik. Untuk mengatasi kelemahan pendekatan ini harus ada
usaha dari sumber belajar tentang jenis metode yang digunakan yaitu
setelah penyampaian informasi selesai harus ada tindak lanjutnya
yaitu dengan menggunakan metode bervariasi yang sekiranya
memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk
mengemukakan permasalahan atau gagasannya yang ada kaitannya
dengan materi yang sudah diberikan.
b. Pendekatan Inquiry
Istilah Inquiry mempunyai kesamaan konsep dengan istilah
lain seperti Discovery, Problem solving dan Reflektif Thinking. Semua
Teori Belajar dan Pembelajaran | 3
istilah ini sama dalam penerapannya yaitu berusaha untuk
memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk dapat belajar
melalui kegiatan pengajuan berbagai permasalahan secara sistimatis,
sehingga dalam pembelajaran lebih berpusat pada keaktifan warga
belajar. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Inquiry, sumber belajar menyajikan bahan tidak sampai
tuntas, tetapi memberi peluang kepada warga belajar untuk mencari
dan menemukannya sendiri dengan menggunakan berbagai cara
pendekatan masalah. Sebagaimana dikemukakan oleh Bruner bahwa
landasan yang mendasari pendekatan inquiry ini adalah hasil belajar
dengan cara ini lebih mudah diingat, mudah ditransfer oleh warga
belajar. Pengetahuan dan kecakapan warga belajar yang bersangkutan
dapat menumbuhkan motif intrinsik karena warga belajar merasa
puas atas penemuannya sendiri. Pendekatan Inquiry ditujukan kepada
cara belajar yang menggunakan cara penelaahan atau pencarian
terhadap sesuatu objek secara kritis dan analitis, sehingga dapat
membentuk pengalaman belajar yang bermakna. Warga belajar
dituntut untuk dapat mengungkapkan sejumlah pertanyaan secara
sistimatis terhadap objek yang dipelajarinya sehingga ia dapat
mengambil kesimpulan dari hasil informasi yang diperolehnya. Peran
sumber belajar dalam penggunaan pendekatan Inquiry ini adalah
sebagai pembimbing/fasilitator yang dapat mengarahkan warga
belajar dalam kegiatan pembelajarannya secara efektif dan efisien.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dengan menggunakan
pendekatan Inquiry (A.Trabani;1992) yaitu:
1) Stimulation : Sumber belajar mulai dengan bertanya
mengajukan persoalan atau memberi kesempatan kepada
warga belajar untuk membaca atau mendengarkan uraian
yang memuat permasalahan
2) Problem Statement: Warga belajar diberi kesempatan
mengidentifikasi berbagai permasalahan. Permasalahan yang

4 | Teori Belajar dan Pembelajaran


dipilih selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan atau hipotesis
3) Data Collection: Untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis itu, warga belajar
diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objeknya,
mewawancarai nara sumber, uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data Processing: Semua informasi itu diolah, dilacak,
diklasifikasikan, ditabulasikan kalau mungkin dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
5) Verification: Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau
informasi yang ada tersebut, pertanyaan atau hipotesis yang
telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek terbukti atau
tidak.
6) Generalization: Berdasarkan hasil verifikasi maka warga
belajar menarik generalisasi atau kesimpulan tertentu.

Adapun langkah secara keseluruhan mulai dari perencanaan


sampai evaluasi tentang penggunaan pendekatan Inquiry adalah
sebagai berikut :
1) Kegiatan pemberian dorongan: Kegiatan ini ditujukan untuk
menarik perhatian warga belajar dan mengungkapkan
hubungan bahan belajar yang akan dipelajari dengan bahan
belajar yang sudah dikuasai atau dalam keseluruhan bahan
belajar secara utuh.
2) Kegiatan penyampaian rencana program pembelajaran.
Kegiatan ini ditujukan untuk mengungkapkan rencana
program pembelajaran, termasuk prosedur pembelajaran
yang harus diikuti oleh warga belajar.
3) Proses inquiry. Pelaksanaan pembelajaran dapat mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
Teori Belajar dan Pembelajaran | 5
a) Pengajuan permasalahan
b) Pengajuan pertanyaan penelitian atau hipotesis
c) Pengumpulan data
d) Penarikan kesimpulan
e) Penarikan generalisasi
4) Umpan balik. Kegiatan ini ditujukan untuk melihat respon
warga belajar terhadap keseluruhan bahan belajar yang telah
dipelajari.
5) Penilaian. Kegiatan penilaian dilakukan oleh sumber belajar
baik secara lisan maupun tertulis dan atau penampilan.

Dalam penggunaan pendekatan Inquiry, Sumber belajar perlu


memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Warga belajar sudah memiliki pengetahuan konsep dasar
yang berhubungan dengan bahan belajar yang dipelajari.
2) Warga belajar memiliki sikap dan nilai tentang keraguan
terhadap informasi yang diterima, keingintahuan, respek
terhadap penggunaan fikiran, respek terhadap data, objektif,
keingintahuan dalam pengambilan keputusan, dan toleran
dalam ketidaksamaan
3) Memahami prosedur pelaksanaan penggunaan strategi
pembelajaran Inquiry

Apabila pendekatan Inquiry digunakan dalam kegiatan


pembelajaran maka banyak kelebihan yang diperoleh, diantaranya
yaitu :
1) Menumbuhkan situasi keakraban diantara warga belajar,
karena diberi kesempatan untuk saling berkomunikasi dalam
memecahkan suatu permasalahan
2) Membiasakan berfikir sistimatis dan analitis dalam
mengajukan hipotesis dan pemecahan masalah

6 | Teori Belajar dan Pembelajaran


3) Membiasakan berfikir objektif dan empirik yang didasarkan
atas pengalaman atau data yang diperoleh
4) Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran
5) Dapat menambah wawasan bagi warga belajar dan sumber
belajar karena terjadi saling tukar pengalaman

Disamping kelebihan dari pendekatan ini juga tidak lepas dari


kelemahan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran yaitu
apabila tidak ada kesiapan dan kemampuan dari warga belajar untuk
memecahkan permasalahan maka tujuan pembelajaran tidak tercapai,
juga kemungkinan akan terjadi pendominasian oleh beberapa orang
warga belajar yang sudah biasa dalam hal mengemukakan pendapat.
Untuk mengurangi permasalahan yang mungkin muncul, sumber
belajar dituntut memiliki kemampuan dalam hal membimbing dan
mengarahkan warga belajar supaya mereka dapat mengembangkan
kemampuannya sesuai dengan potensi yang sudah dimilikinya.

c. Pengertian Strategi
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan
selanjutnya diturunkan kedalam strategi pembelajaran. Strategi
dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam pengertian
secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit
bahwa istilah strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-
sama merupakan cara dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam
pengertian luas sebagaimana dikemukakan Newman dan Logan
(Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur
strategi dari setiap usaha, yaitu:
1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan
mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 7


2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama
(basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah
(steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan
sasaran.
4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan
patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf
keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur


tersebut adalah:
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran
yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan
pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau
prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran
keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan


bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip
pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa
dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.
Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual
tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan
ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan
(2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).

8 | Teori Belajar dan Pembelajaran


Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi
pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif
dan strategi pembelajaran deduktif.

3. Metode Pembelajaran
Metode merupakan langkah operasional dari strategi
pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar, sehingga
bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu metode pembelajaran
harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Ketepatan
penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi
dalam kegiatan pembelajaran. Istilah metode dapat digunakan dalam
berbagai bidang kehidupan, sebab secara umum menurut kamus
Poerwadarminta (1976), metode adalah cara yang telah teratur dan
terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan. Metode berasal dari kata method
(Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memeroleh
sesuatu. Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa pengertian
Metode pada prinsipnya sama, yaitu merupakan suatu cara dalam
rangka pencapaian tujuan, dalam hal ini dapat menyangkut dalam
kehidupan ekonomi, sosial, politik, maupun keagamaan.
Unsur–unsur metode dapat mencakup prosedur, sistimatik,
logis, terencana dan aktivitas untuk mencapai tujuan. Adapun metode
dalam pembahasan ini yaitu metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya
yang sistimatik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi
agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Dalam kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat lepas dari interaksi
antara sumber belajar dengan warga belajar, sehingga untuk
melaksanakan interaksi tersebut diperlukan berbagai cara dalam
pelaksanaannya. Interaksi dalam pembelajaran tersebut dapat
Teori Belajar dan Pembelajaran | 9
diciptakan interaksi satu arah, dua arah atau banyak arah. Untuk
masing-masing jenis interaksi tersebut maka jelas diperlukan berbagai
metode yang tepat sehingga tujuan akhir dari pembelajaran tersebut
dapat tercapai. Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi
sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar
dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tugas cakupan yang luas
yaitu disamping sebagai penyampai informasi juga mempunyai tugas
untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat
belajar untuk mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam
pembelajaran mempunyai ruang lingkup sebagai cara dalam:
a. Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber
belajar dalam rangka memberikan dorongan kepada warga
belajar untuk terus mau belajar
b. Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam
menumbuhkan rangsangan untuk tumbuhnya minat belajar
warga belajar yang didasarkan pada kebutuhannya
c. Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan
sumber belajar dalam menyampaikan bahan dalam kegiatan
pembelajaran
d. Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi warga
abelajar untuk belajar
e. Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk
menumbuhkan kreativitas warga belajar sesuai dengan
potensi yang dimilikinya

10 | Teori Belajar dan Pembelajaran


f. Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil
belajar, yaitu cara untuk mengetahui keberhasilan
pembelajaran
g. Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara
untuk untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapi
dalam kegiatan pembelajaran

Jika dihubungkan dengan pembahasan mengenai strategi


pembelajaran, maka strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual
dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode
pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan
of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in
achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran
dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1)
ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium;
(6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium,
dan sebagainya.

4. Teknik Pembelajaran
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik
dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat
diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,
penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara
teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas
yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan
metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas

Teori Belajar dan Pembelajaran | 11


yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong
pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun
dalam koridor metode yang sama.

5. Taktik Pembelajaran
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang
dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang
sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama
menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda
dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu
cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia
memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi
kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan
alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang
itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan
dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman
dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat).

6. Model Pembelajaran
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan
bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan
yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan
model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan
dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat)
kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2)
model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4)

12 | Teori Belajar dan Pembelajaran


model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali
penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing
istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran


dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran
lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas
pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk
kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar
tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika
dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan
tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak
dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan
sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan
yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak

Teori Belajar dan Pembelajaran | 13


biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang
diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun
kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap
akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan
bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan
yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami
dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan
berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang
dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini
banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang
kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik
maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-
sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat
memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada
proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana
dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara
kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran
tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja
masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin
memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
14 | Teori Belajar dan Pembelajaran
B. TEORI BELAJAR KOGNITIVISME
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang
mempunyai persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui.
Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolahan penataan,
penggunaan pengetahuan (Neisser:1976) dalam Muhibbin (1995:65).
Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini lebih
menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal (2010:167).
Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu belajar
dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Dijelaskan oleh Baharuddin dkk. (2008: 87) menurut aliran
kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Menurut
teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang anak melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses
ini tidak berjalan terputus-putus, tetapi melalui proses yang mengalir,
sambungmenyambung, dan menyeluruh. Teori kognitif ini muncul
dipengaruhi oleh psikologi gestalt. Asumsi yang mendasari teori ini
adalah, bahwa setiap anak telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan di dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini
tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan
dengan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi
(bersinambung) secara “klop” dengan struktur kognitif yang sudah
dimiliki oleh anak.
Pandangan Kognitifisme dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini Kognitif
mengalihkan perhatiannya pada “Otak”. Para ahli berpendapat
bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat
penting dalam proses belajar. Sebagaimana Baharuddin (2010.167)
menjelaskan bahwa peristiwa belajar yang dialami manusia bukan

Teori Belajar dan Pembelajaran | 15


semata masalah respon terhadap stimulus (rangsangan), melainkan
adanya pengukuran dan pengaturan diri yang dikontrol oleh otak.
Adapun pengertian dari sistem pembelajaran kognitif adalah
pemprosesan informasi pada otak, menyerap input dari dunia luar
dan semua sistem lain, menginterpretasikan input tersebut serta
memandu pemecahan masalah/problem solving dan pengambilan
keputusan (Given.2002: 188)
Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan
behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya
pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi
proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa
belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori,
perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah
(problem solving). Mereka meneliti bagaimana manusia memproses
informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek,
dan kejadian. Dalam perkembangannya lahirlah sebuah percobaan
yang dilakukan salah seorang pakar psikologi asal AS, Edward C.
Tollman meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian
eksperimen bagaimana tikus belajar mencari jalan melintasi maze
(teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan bukti bahwa
tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta
mental) bahkan pada awal eksperimen, akan tetapi tidak
menampakan hasil belajarnya sampai mereka menerima penguatan
untuk menyelesaikan jalan melintasi maze, suatu fenomena yang
disebutnya latent learning atau belajar latent. Eksperimen Tollman ini
menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat
respons melalui penguatan.
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang
bertitik tolak dari teori kognitifisme ini yaitu: Teori perkembangan
Kognitif Bruner, teori kognitif Piaget, dan Teori bermakna Ausubel.

16 | Teori Belajar dan Pembelajaran


1. Ciri-ciri Aliran Kognitifisme
Dibawah ini dijelaskan ciri ciri aliran kognitifisme sebagai
berikut :
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri anak
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c. Mementingkan peranan kognitif
d. Mementingkan kondisi waktu sekarang
e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar


memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang
mewakili obyek-obyek tersebut yang kemudian representasikan atau
dihadirkan dalam diri seorang anak melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental,
misalnya seorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan
kunjungan wisata, atau selama melakukan aktifitas tertentu.
Menurut Martinus Yamin dkk, (2013:25) Model belajar
kognitif merupakan model pemrosesan pengetahuan dengan
menyatakan bahwa pengetahuan yang diterima terlebih dahulu
disimpan pada pendaftar sensor. Pengetahuan baru yang diterima
akan dibandingkan dengan kognitif yang telah dahulu ada.
Pengetahuan tersebut dapat diperbaiki, ditambah, disesuaikan,
digabungkan dengan pengetahuan yang baru yang selanjutnya
pengetahuan tersebut dipindahkan ke memori jangka pendek dan jika
ingatan itu dianggap penting akan dipindahkan ke ingatan jangka
panjang. Beberapa tahap-tahapan kognitif: dimulai dari pengkodean
(cooding) - penyimpanan (storing) -perolehan kembali (retreiving) -
pemindahan informasi (transfering information).

Teori Belajar dan Pembelajaran | 17


2. Perkembangan Kognitivisme Menurut Beberapa Ahli
Belum puasnya para ahli psikologi terhadap teori
behaviorisme (stimulus-respon-reinforcement), maka lahirlah tokoh-
tokoh penting pengembang teori psikologi kognitif diantaranya :
a) Jerome Bruner
Jerome Bruner adalah guru besar di dua universitas
terkemuka dunia yaitu Harvard (AS) dan Oxford (Inggris). Yatim
di usia 12 tahun dan keluarga yang sering pindah tidak
menghalanginya untuk berprestasi. Bruner memiliki peran besar
dalam perubahan arus utama psikologi dari behaviorisme ke
kognitifisme pada dekade 1950-an dan 1960-an. Karya pentingnya
yang secara eksplisit mengawali kognitifisme diterbitkan tahun
1956, A Study in Thinking.
Gagasan utama Bruner didasarkan kategorisasi.
“Memahami adalah kategorisasi, konseptualisasi adalah
kategorisasi, belajar adalah membentuk kategori-kategori,
membuat keputusan adalah kategorisasi.” Bruner
mengemukakan ada dua mode utama dalam berpikir: naratif dan
paradigmatik. Dalam berpikir naratif, pikiran fokus pada berpikir
yang berorientasi pada kegiatan, dan dorongan berpikir secara
rinci. Dalam berpikir paradigmatik, pikiran melampaui
kekhususan sehingga memperoleh pengetahuan yang sistematis
dan kategoris. Pada mode pertama, proses berpikir seperti halnya
cerita atau drama. Pada mode kedua, berpikir secara berstruktur
seperti halnya menghubungkan berbagai gagasan mendasar
dengan cara yang logis. Dalam penelitiannya terhadap
perkembangan anak (1966), Bruner menelorkan gagasan tentang
tiga mode representasi: representasi enactive (berbasis tindakan
atau kinestetik), representasi iconic (berbasis gambaran atau
visualisasi), dan representasi simbolik (berbasis bahasa atau
auditori). Dari ketiga istilah diatas bisa kita simpulkan kedalam 3

18 | Teori Belajar dan Pembelajaran


gaya belajar seorang anak didik. Proses belajar lebih ditentukan
bagaimana guru mampu mengatur pembelajaran sesuai dengan
gaya belajar siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
 Enaktif; (aktivitas untuk memahami lingkungan melalui
observasi langsung terhadap realitas yang terjadi)
 Ikonik; (Siswa mengobservasi realitas tidak secara langsung,
tetapi melalui sumber sekunder , misalnya melalui gambar-
gambar atau tulisan)
 Simbolik; (siswa membuat abstraksi berupa teori, penafsiran,
analisis terhadap realitas yang telah diamati dan alami,
seseorang mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak
yang dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan
logika.)

Semua representasi mode tersebut tidak bisa dijelaskan sebagai


jenjang yang terpisah, namun terintegrasi. Representasi simbolik
menjadi mode terakhir. Menurut Bruner, teori ini menyatakan
anak akan produktif ketika menghadapi materi baru dengan
mengikuti representasi secara progressif mulai dari tahap
enactive ke iconic, baru kemudian ke simbolik; bahkan hal ini juga
berlaku bagi pembelajar dewasa. Dari sinilah terlahir teori
Discovery Learning, maksudnya yaitu anak mengorganisasikan
metode penyajian dengan cara dimana anak dapat mempelajari
bahan sesuai dengan tingkat kemampuan anak. Dalam
pembelajarannya anak harus dikondisikan berperan secara aktif
dan memiliki aktifitas dalam belajar di kelas.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 19


b) David Paul Ausubel

Gb. David P Ausubel

David P Ausubel adalah seorang ahli psikologi kognitif.


Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah
“bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan
suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran
bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi
baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh
menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan
yang sudah mereka miliki. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai
dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti
dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa,
sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap

20 | Teori Belajar dan Pembelajaran


olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa
terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Cara Pembelajaran Bermakna dengan Menggunakan Peta
Konsep :
1) Pilih suatu tema bacaan dari buku pelajaran
2) Tentukan konsep-konsep yang relevan
3) Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang
paling tidak inklusif atau contoh-contoh.
4) Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari
konsep yang paling inklusif di puncak konsep ke konsep
yang tidak inklusif di bawah.
5) Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata
penghubung sehingga menjadi sebuah peta konsep.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar


bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada,
stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Menurut Ausubel, seorang anak
akan belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam
sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat
mengembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya.
Dalam proses belajar ini anak mengonstruksi apa yang ia pelajari
sendiri. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah suatu
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep releven
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Mulyati. 2005:
78). Belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru
dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah
ada dalam struktur kognisi anak.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 21


c) Jean Piaget
Jean Piaget adalah salah seorang profesor psikologi di
Universitas Jenewa, Swiss. Teorinya tentang perkembangan
kognitif anak merupakan salah satu tonggak munculnya
kognitivisme. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan
logika berpikir dari bayi sampai dewasa. Piaget memiliki asumsi
dasar kecerdasan manusia dan biologi organisme berfungsi
dengan cara yang sama. Keduanya adalah sistem terorganisasi
yang secara konstan berinteraksi dengan lingkungan.
Pengetahuan merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan. Outcome dari perkembangan kognitif adalah
konstruksi dari schema kegiatan, operasi konkret dan operasi
formal. Komponen perkembangan kognitif adalah asimilasi dan
akomodasi, yang diatur secara seimbang dengan Memfasilitasi
berpikir logis melalui ekperimentasi dengan objek nyata. Winfred
F Hill (2009:157) menjelaskan pengertian skemata/schema dari
jamaknya skemata, schemata sebagai fariabel perantara favoritnya
adalah cara mempersepsikan, memahami dan berfikir tentang
dunia atau bisa disebut sebagai kerangka atau struktur
pengorganisir aktifitas mental.
Perkembangan kognitif anak, terkait dengan skemata-
skemata yang dimiliki anak tersebut dapat berubah. Proses
perubahan skemata lama menjadi skemata baru tersebut
dinamakan akomodasi /Accomodation. Menurut teori ini, belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman (skemata).
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini
adalah setiap anak telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini
tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan

22 | Teori Belajar dan Pembelajaran


berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara
“klop” dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan perkembangan usia siswa.
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan,
perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada
seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Seorang anak berhadapan dengan
tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus
ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk itu, setiap anak
harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci,
atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan
pengalamanpengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan
seseorang anak akan terbentuk dan selalu berkembang. Proses
tersebut meliputi:
1) Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya
seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan
mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Erawati dkk
menambahkan penjelasan Skemata yaitu potensi umum
untuk melakukan serangkaian tingkah laku (2008:69). dalam
Baharuddin dijelaskan (2008:118) secara sederhana skemata
dapat dipandang sebagai kumpulan konsep atau kategori
yang digunakan individu ketika ia berinteraksi dengan
lingkungan.
2) Asimilasi sebagaimana Baharuddin dkk menjelaskan
(2008:119) merupakan proses kognitif dan penyerapan
pengalaman baru ketika seorang anak memadukan stimulus
atau persepasi kedalam skema atau perilaku yang sudah ada.
3) Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena
konsep awal sudah tidak cocok lagi. Menurut Muhibbin
(1995:67) akomodasi adalah akomodasi antara skema yang

Teori Belajar dan Pembelajaran | 23


digunakan dengan lingkungan yang direspon sebagai hasil
ketetapan akomodasi.
4) Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Dalam
Georgia (1980:254) The Process of equilibration. Piaget adds the
process equilibration which guides learning. Equilibration is a how
the person organizes pieces of information into a noncontradictory
system of knowladge.it does not reasult form what a person sess,
rather, it helps the person understand what be or she sees. with this
inherited capability called equilibration, the individual gradually
constructs inferences about how things in the world must be.

Proses perkembangan intelektual seseorang berjalan dari


dis-equilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan
akomodasi, proses ini mengatur bagaimana potongan informasi
seseorang masuk ke dalam sistem yang tidak bertentangan.
Salah satu contoh perubahan skemata yang melalui
asimilasi, akomodasi dan equalibrasi adalah tatkala mempunyai
pengalaman skemata yang tidak konsisten dengan skema yang ia
miliki sebelumnya, maka skema tersebut cenderung berubah
untuk mengakomodasi input baru, sebagai contoh Asimilasi anak
usia 5 tahun yang mempunyai skema bahwa benda yang ringan
akan mengapung dan benda berat akan tenggelam. Anak
diperintah membuat prediksi antara sebatang balok besar dan
sebatang logam yang kecil yang sama-sama dilempar ke air.
Asimilasi awal anak bahwa benda yang besar akan tenggelam dan
yang kecil akan terapung, namun ketika hal tersebut diulang
beberapa kali dan ternyata justru yang kecil yang tenggelam dan
yang besar yang terapung membuat prediksi anak tersebut keliru,
dan skema yang awalnya dimiliki anak tersebut sulit untuk
dipertahankan. Dan secara bertahap seiring dengan

24 | Teori Belajar dan Pembelajaran


pengalamannya maka iapun mulai sampai pada skema baru
namun lebih akurat yaitu bahwa benda yang memiliki kerapatan
rendah akan mengapung dan yang memiliki kerapatan tinggi
akan tenggelam.
Dalam proses asimilasi dan akomodasi dapat dilukiskan pada
bagan berikut:

Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget


sebagaimana Erawati dkk menjelaskan (2008.70) sebagai berikut:
1) Tahap sensorik motorik (0-2tahun) Tahap ini ditandai dengan
belum adanya kemampuan bahasa sehingga seluruh interaksi
anak dengan lingkungan sebagian besar menggunakan
sensorimotorik. Orientasi berpikir anak hanya berkutat pada
area di sini dan sekarang (here and now). Anak pada tahap ini
bersifat egosentrik yakni segala sesuatu dilihat dari dirinya
sendiri sebagai kerangka pikir. Pada akhir masa sensorimotor,
anak mengembangkan konsep permanensi objek di mana
anak sudah mengerti walaupun objek tidak terlihat anak tapi
objek tetap ada. Akan tetapi pada usia ini sebagaimana Piaget
dalam eksperimennya terhadap anaknya yang berusia 7 bulan

Teori Belajar dan Pembelajaran | 25


bahwa bayi dibawah usia 28 bulan belum mengenal objek
permanen, artinya benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia
sentuh, atau tidak ia dengar selalu dianggap tidak ada
meskipun sesungguhnya benda iu ada ditempat lain
(Muhibbin.1995:68)
2) Tahap praoperasional (2-6 tahun)
i. Berpikir prakonseptual (2-4 tahun). Anak mulai
mengklasifikasikan sesuatu dalam kelompok-kelompok
tertentu karena persamaan tapi mereka masih membuat
kesalahan seperti, semua laki-laki dewasa adalah papa,
semua wanita dewasa adalah mama, semua mainan
adalah milikku. Penalaran anak transduktif misalnya, sapi
adalah binatang besar berkaki empat sehingga semua
binatang yang besar dan berkaki empat disebut sapi.
ii. Berpikir intuitif (4-7 tahun). Anak menyelesaikan masalah
secara intuitif karena belum mampu berpikir logis.
Karakteristik cara berpikir anak pada fase ini adalah
kegagalan anak akan mengembangkan konservasinya.
Konservasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memahami bahwa jumlha, panjang, isi atau luas tetap
kosntan meski berbeda-beda tampilannya di hadapan
anak.
Misalnya;
Mengukur kemampuan konservasi

26 | Teori Belajar dan Pembelajaran


A B C D E

Gambar air yang dimasukkan dalam wadah berbeda

Demonstrasi air di depan anak dengan


memperlihatkan air yang volumenya sama dimasukkan
ke dalam wadah. Tahap pertama dengan bentuk wadah
yang sama; tahap kedua dengan wadah yang berbeda.
Anak diberi pertanyaan, mana yang lebih banyak
airnya,wadah C, D, atau E. pada tahap ini anak secara
menta; tidak bisa membalik operasi kognitif, akibatnya
anak tidak bisa menangkap bahwa A=B=C=D=E. Bagi
Piaget, konservasi adalah sebuah kemampuan yang
terbentuk sebagai hasil dari akumulasi pengalaman
lingkungan (teachability). Kapabilitas yang dimiliki anak
dapat aktual karena ada pengalaman belajar dan
kematangan fungsi fisiologis.
iii. Tahap operasional kongkrit (6-12 tahun) Anak sekarang
sudah mempunyai kemampuan konservasi, klasifikasi,
seriasi dan konsep angka. Proses berpikir anak pada
tahap ini berpusat pada peristiwa-peristiwa konkrit yang
terlihat oleh anak. Anak dapat menyelesaikan masalah
yang melibatkan operasi yang kompleks asalkan konkrit
dan tidak abstrak. Pada periode ini anak baru mampu

Teori Belajar dan Pembelajaran | 27


berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-
peristiwa yang konkret. Sebagai contohnya jika ingin
mengajarkan bilangan pecahan kepada anak, guru tidak
semestinya menggambarkan diagram-diagram atau
melibatkan dalam diskusi verbal tetapi guru cukup
membiarkan anak membagi sendiri objek kongrit tersebut
menjadi bagian-bagian (Flavell:1963 dalam Suyudi dan
Maulidya Ulfa, 2013:108)
iv. Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun) Anak
usia ini bisa mengatasi situasi dengan menggunakan
hipotesis dan kapasitas berfikirnya menggunakan
prinsip-prinsip yang abstrak. Ciri pokok tahap yang
terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak
dan logis dengan menggunakan pola pikir
“kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses
adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara
simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi
terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang
harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan
informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan
kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya
penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus
mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus
menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat
dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari

28 | Teori Belajar dan Pembelajaran


disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan
akomodasi

d) Teori Belajar Bermakna Ausubel.


Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah
bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini
konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar
bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar:
1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan
2) Belajar menghafal (rote learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar
menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai
bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian
besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur
kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal
learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari
informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau
bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan
saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut
Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang
bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya.
Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini
akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan
sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah
seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk
menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika
siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga

Teori Belajar dan Pembelajaran | 29


berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan
pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat
mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada
siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu
dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah
menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning)
yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan
dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif
yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut
asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai
sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan, materi yang
secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu
peserta didik. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna,
faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini,
sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru
tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan
pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu
diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan pada pandangannya mengenai teori belajar
bermakna, maka David Ausubel mencetuskan empat tipe belajar,
yaitu:
 Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu
mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan
materi pelajarn yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa
terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa

30 | Teori Belajar dan Pembelajaran


yang telah ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut
ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
 Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu
pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa
tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
kemudian dia hafalkan.
 Beljaar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi
pelajaran yang telah disusun secara logis disampaikan
kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan
pengetahuan lain yang telah dimiliki.
 Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu
materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir,
kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dihafalkan tanpa mengaitkan dengan pengetahuan lain
yang telah ia miliki.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut
Ausubel, yaitu;
 Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi
apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna.
 Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus
disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa.
 Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan
tahap perkembangan intelektual siswa.
Berdasarkan pandangannya tentang belajar bermakna, maka
David Ausubel mengajukan 4 prinsip pembelajaran, yaitu;
 Andvance Organizer (pengatur awal)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru
dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan

Teori Belajar dan Pembelajaran | 31


konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan
pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan
pemahaman berbagai macam materi, terutama mata
pelajaran yang mempunyai struktur yang teratur. Pada
saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu
pokok bahasan sebaiknya ‘pengatur awal’ itu digunakan,
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
 Diferensi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan
dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya, unsur yang
paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu
kemudian baru yang lebih mendetail. Berarti proses
pembelajaran dari umum ke khusus.
 Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang
mengalami pertumbuhan kearah diferensiasi. Terjadi sejak
perolehan informasi dan siasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut
akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan
hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-
konsep yang lebih luas dan inklusif.
 Penyesuaian integrative
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi
kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan
untuk menyatakan konsep yang sama, atau bila nama
yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep. Untuk
mengatasi pertentangan konsep itu, Ausubel mengajukan
konsep pembelajaran penyesuaian integratif. Dengan cara,
materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga guru
dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas

32 | Teori Belajar dan Pembelajaran


da ke bawah selama informasi disajikan. Pengakapan
(reception learning)
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut
Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat
menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang
sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan
2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi
belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan
demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan
bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel
tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan
(discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar
penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun,
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

3. Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan


Pembelajaran
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan
proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental
manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif
menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel
penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar
kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa
Teori Belajar dan Pembelajaran | 33
teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat
pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori
memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia
pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki
kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka
disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses
pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery
Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori
belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika
siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan
dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala
sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap
berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun
tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas
dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar
kognitif diatas, meskipun samasama mengedepankan proses berpikir,
tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran
secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar
kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran
sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter
masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan
pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

4. Implikasi Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran


Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang
bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan
piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga
teori ini dijabarkan sebagai berikut: Teori Kognitif Piaget Brunner
Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap

34 | Teori Belajar dan Pembelajaran


perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap:
a) Asimilasi
b) Akomodasi
c) Equilibrasi
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur
materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap;
a) Enaktif (aktivitas),
b) Ekonik (visual verbal),
c) Simbolik.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru Proses
belajar terjadi melaui tahap-tahap: memperhatikan stimulus yang
diberikan dan memahami makna stimulus menyimpan dan
menggunakan informasi yang sudah dipahami. Prinsip kognitivisme
banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada
perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut
antara lain:
a) Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami
sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola
dan logika tertentu.
b) Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke
kompleks.
c) Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada
dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
a) Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada
teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar
mengajar tidaklah mudah.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 35


b) Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak
mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam
benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru
harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang
mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal
sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan
siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks,
guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian
perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. Dari
penjelasan diatas jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran
adalah seorang pendidik, guru ataupun apa namanya mereka harus
dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab
mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka
tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun
mereka tangkap. Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing
mempunya implikasi yang berbeda, namun secara umum teori
kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur
kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur
kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan
sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model
penyusunan materi pelajaran bahasa arab hendaknya disusun
berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah dipahami.
Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari
yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses
pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan,
tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian
jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal kosakata.

36 | Teori Belajar dan Pembelajaran


C. TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan
isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam
psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa
perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam
melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental.
Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap
belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan
untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan,
ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus
behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para
tokoh yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan
Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning, John B.
Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward
Thorndike dengan teorinya Law of Efect, dan B.F. Skinner dengan
teorinya yang disebut operant conditioning.
 Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning
Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov
adalah orang Rusia. Ia menemukan Classical Conditioning di dekade
1890-an. Namun karena pada saat itu negerinya tertutup dari dunia
barat, bukunya dalam edisi bahasa Inggris Conditioned Reflexes: An
Investigation of the Physiological Activity of the Cerebral Cortex baru
bisa diterbitkan tahun 1927. Teorinya disebut klasik karena kemudian
muncul teori conditioning yang lebih baru. Ada pula yang menyebut
teorinya sebagai learned reflexes atau refleks karena latihan, untuk
membedakan teorinya dengan teori pengkondisian disadari-nya
Skinner.
a. Percobaan Pavlov Pengkondisian Klasik atau Classical conditioning
ditemukan secara kebetulan oleh Pavlov di dekade 1890-an. Saat
itu Pavlov sedang mempelajari bagaimana air liur membantu
proses pencernaan makanan. Kegiatannya antara lain memberi

Teori Belajar dan Pembelajaran | 37


makan anjing eksperimen dan mengukur volume produksi air
liur anjing tersebut di waktu makan. Setelah anjing tersebut
melalui prosedur yang sama beberapa kali, ternyata mulai
mengeluarkan air liur sebelum menerima makanan. Pavlov
menyimpulkan bahwa beberapa stimulus baru seperti pakaian
peneliti yang serba putih, telah diasosiasikan oleh anjing tersebut
dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air
liur. Proses conditioning biasanya mengikuti prosedur umum yang
sama. Misalkan seorang pakar psikologi ingin mengkondisikan
seekor anjing untuk mengeluarkan air liur ketika mendengar
bunyi lonceng. Sebelum conditioning, stimulus tanpa
pengkondisian (makanan dalam mulut) secara otomatis
menghasilkan respons tanpa pengkondisian (mengeluarkan air
liur) dari anjing tersebut. Selama pengkondisian, peneliti
membunyikan lonceng dan kemudian memberikan makanan
pada anjing tersebut. Bunyi lonceng tersebut disebut stimulus
netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing tersebut
mengeluarkan air liur. Namun, setelah peneliti mengulang-ulang
asosiasi bunyi lonceng-makanan, bunyi lonceng tanpa disertai
makanan akhirnya menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan
air liur. Anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan bunyi
lonceng dengan makanan. Bunyi lonceng menjadi stimulus
dengan pengkondisian, dan keluarnya air liur anjing disebut
respons dengan pengkondisian.
b. Prinsip-prinsip Pengkondisian Klasik Pavlov Menindaklanjuti
temuannya sebelumnya, Pavlov dan koleganya berhasil
mengidentifikasi empat proses: acquisition (akuisisi/fase dengan
pengkondisian), extinction (eliminasi/fase tanpa pengkondisian),
generalization (generalisasi), dan discrimination (diskriminasi).
1) Fase Akuisisi Fase akuisisi merupakan fase belajar permulaan
dari respons kondisi—sebagai contoh, anjing ‘belajar’

38 | Teori Belajar dan Pembelajaran


mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan
conditioning selama fase akuisisi. Faktor yang paling penting
adalah urutan dan waktu stimuli. Conditioning terjadi paling
cepat ketika stimulus kondisi (suara lonceng) mendahului
stimulus utama (makanan) dengan selang waktu setengah
detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan
respons yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan
yang lama antara pemberian stimulus kondisi dengan
stimulus utama. Jika stimulus kondisi mengikuti stimulus
utama—sebagai contoh, jika anjing menerima makanan
sebelum lonceng berbunyi—conditioning jarang terjadi.
2) Fase Eliminasi Sekali telah dipelajari, suatu respons dengan
kondisi tidaklah diperlukan secara permanen. Istilah
extinction (eliminasi) digunakan untuk menjelaskan eliminasi
respons kondisi dengan mengulang-ulang stimulus kondisi
tanpa stimulus utama. Jika seekor anjing telah ‘belajar’
mengeluarkan air liur karena adanya suara lonceng, peneliti
dapat secara berangsur-angsur menghilangkan stimulus
utama dengan mengulang-ulang bunyi lonceng tanpa
memberikan makanan sesudahnya.
3) Generalisasi Setelah seekor hewan telah ‘belajar’ respons
kondisi dengan satu stimulus, ada kemungkinan juga ia
merespons stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan. Jika
seorang anak digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak
tersebut bukan hanya takut kepada anjing tersebut, namun
juga takut kepada anjing yang lebih besar. Fenomena ini
disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya
menyebabkan generalisasi yang kurang intens. Sebagai
contoh, anak tersebut ketakutannya menjadi berkurang
terhadap anjing yang lebih kecil.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 39


4) Diskriminasi Kebalikan dari generalisasi adalah diskriminasi,
yaitu ketika seorang individu belajar menghasilkan respons
kondisi pada satu stimulus namun tidak dari stimulus yang
sama namun kondisinya berbeda. Sebagai contoh, seorang
anak memperlihatkan respons takut pada anjing galak yang
bebas, namun mungkin memperlihatkan rasa tidak takut
ketika seekor anjing galak diikat atau terkurung dalam
kandang.

 John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons)


Teori Stimulus-Respons John Watson Pada tahun 1919, pakar
psikologi berkebangsaan AS, J.B. Watson dalam bukunya Psychology
from the Standpoint of a Behaviorist mengkritisi metode introspektif
dalam pakar psikologi yaitu metode yang hanya memusatkan
perhatian pada perilaku yang ada atau berasal dari nilai-nilai dalam
diri pakar psikologi itu sendiri. Watson berprinsip hanya
menggunakan eksperimen sebagai metode untuk mempelajari
kesadaran. Watson mempelajari penyesuaian organisme terhadap
lingkungannya, khususnya stimuli khusus yang menyebabkan
organisme tersebut memberikan respons. Kebanyakan dari karya-
karya Watson adalah komparatif yaitu membandingkan perilaku
berbagai binatang. Karya-karyanya sangat dipengaruhi karya Ivan
Pavlov. Namun pendekatan Watson lebih menekankan pada peran
stimuli dalam menghasilkan respons karena pengkondisian,
mengasimilasikan sebagian besar atau seluruh fungsi dari refleks.
Karena itulah, Watson dijuluki sebagai pakar psikologi S - R
(stimulus-response).
a. Percobaan John Watson Pada dasarnya Watson melanjutkan
penelitian Pavlov. Dalam percobaannya, Watson ingin
menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini
didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang
berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks. Dalam
40 | Teori Belajar dan Pembelajaran
suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan
asisten risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap
seorang balita bernama Albert. Pada awal eksperimen, balita
tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika balita memegang tikus,
Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras. Balita
menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus
takut terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun,
balita menjadi takut terhadap tikus.
b. Kesimpulan Watson. Meskipun eksperimen Watson dan
rekannya secara etika dipertanyakan, hasilnya menunjukkan
untuk pertamakalinya bahwa manusia dapat ‘belajar’ takut
terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun
ketika stimuli tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang tidak
menyenangkan, ternyata menjadi menakutkan. Eksperimen
tersebut juga menunjukkan bahwa classical conditioning
mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan
yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap objek-objek
tertentu atau situasi-situasi tertentu. Pakar psikologi sekarang
dapat memahami bahwa classical conditioning dapat menjelaskan
beberapa respons emosional —seperti kebahagiaan, kesukaan,
kemarahan, dan kecemasan—yaitu karena orang tersebut
mengalami stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang
memiliki pengalaman menyenangkan dengan roller coaster
kemungkinan belajar merasakan kesenangan justru karena
melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa yang
menemukan sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat,
hanya dengan melihat alamat pengirim yang tertera di sampul
surat kemungkinan menimbulkan perasaan senang dan
hangatnya persahabatan. Pakar psikologi menggunakan
prosedur classical conditioning untuk merawat fobia (rasa takut)
dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti kecanduan

Teori Belajar dan Pembelajaran | 41


alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-
objek tertentu, pakar psikologi melakukan terapi dengan
menghadirkan objek yang ditakuti oleh penderita secara
berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika penderita dalam
suasana santai. Melalui fase eliminasi (eliminasi stimulus
kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya terhadap objek
tersebut. Dalam memberikan perawatan untuk pecandu alkohol,
penderita meminum minuman beralkohol dan kemudian
menenggak minuman keras tersebut sehingga menyebabkan rasa
sakit di lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu
melihat atau mencium bau alkohol dan berhenti meminumnya.
Keefektivan dari terapi seperti ini sangat bervariasi bergantung
individunya dan problematika yang dihadapinya.

 Edward Thorndike dengan teorinya Law of Efect


Hukum Efek dan Teori Koneksionisme Edward Thorndike
Edward Lee Thorndike adalah pakar psikologi yang menjadi dosen di
Columbia University AS. Dalam bukunya Animal Intelligence (1911)
ia menyatakan tidak suka pada pendapat bahwa hewan memecahkan
masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga
memliki kecerdasan. Beberapa eksperimennya ditujukan untuk
mendukung gagasannya tersebut, yang kemudian ternyata
merupakan awal munculnya operant conditioning (pengkondisian
yang disadari). Prinsip yang dikembangkannya disebut hukum efek
karena adanya konsekuensi atau efek dari suatu perilaku. Sementara,
teorinya disebut koneksionisme untuk menunjukkan adanya koneksi
(keterkaitan) antara stimuli tertentu dan perilaku yang disadari.
a. Pecobaan Thorndike Subjek riset Thorndike termasuk kucing,
anjing, ikan, kera, dan anak ayam. Untuk melihat bagaimana
hewan belajar perilaku yang baru, Thorndike menggunakan
ruangan kecil yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki), dan jika
hewan itu melakukan respons yang benar (seperti menarik tali,
42 | Teori Belajar dan Pembelajaran
mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan terbuka dan
hewan tersebut akan diberi hadiah makanan yang diletakkan
tepat di luar kotak. Ketika pertama kali hewan memasuki kotak
teka-teki, memerlukan waktu lama untuk dapat memberi respons
yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Namun demikian, pada
akhirnya hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar
dan menerima hadiahnya: lolos dan makanan. Ketika Thorndike
memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara
berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons yang
benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan
tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos
dan mendapatkan hadiah.
b. Kesimpulan Thorndike Thorndike menggunakan 'kurva waktu
belajar' tersebut untuk membuktikan bahwa hewan tersebut
bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan
mendapatkan hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and
error (mencoba-salah-mencoba lagi sampai benar). Thorndike
menjelaskan ada perbedaan yang jelas apakah hewan dalam
eksperimen tersebut agar dapat lolos dari kotak menggunakan
naluri atau tidak. Caranya yaitu dengan mencatat waktu yang
digunakan hewan untuk dapat lolos. Logikanya, jika hewan
menggunakan naluri maka ia akan dapat langsung lolos begitu
saja, sehingga catatan waktunya tidak menunjukkan perubahan
dari waktu ke waktu secara gradual yang signifikan.
Kenyataannya, hewan menggunakan cara yang biasa disebut trial
and error dengan bukti kurva waktu yang menurun secara
gradual. Hal ini menunjukkan hewan dapat 'belajar' secara
gradual dan konsisten. Didasarkan atas eksperimennya,
Thorndike mengemukakan prinsip yang ia sebut hukum efek.
Hukum ini menyatakan bahwa perilaku yang diikuti kejadian
yang menyenangkan, lebih cenderung akan terjadi lagi di masa

Teori Belajar dan Pembelajaran | 43


mendatang. Sebaliknya, perilaku yang diikuti kejadian yang tidak
menyenangkan akan memperlemah, sehingga cenderung tidak
terjadi lagi di masa mendatang. Thorndike menginterpretasikan
temuannya sebagai keterkaiatan. Ia menjelaskan bahwa
keterkaitan antara kotak dan gerakan yang digunakan hewan
percobaan untuk lolos 'diperkuat' setiap kali berhasil. Karena
adanya keterkaitan ini, banyak yang menyebut hukum efek
Thorndike menjadi teori koneksionisme, yang oleh Skinner
dikembangkan lagi menjadi operant conditioning (pengkondisian
yang disadari).

 B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning


Pengkondisian Disadari B.F. Skinner, Burrhus Frederic "B. F."
Skinner adalah pakar psikologi yang lahir di pedesaan. Bercita-cita
menjadi seorang penulis fiksi, ia pernah secara intensif berlatih
menulis. Namun pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tidak
memiliki bakat tersebut. Pada suatu saat secara kebetulan ia membaca
buku yang mengulas tentang behaviorismenya Watson.
Ketertarikannya terhadap Psikologi pun berlanjut, sehingga ia
memutuskan untuk belajar Psikologi di Harvard University (AS) dan
memperoleh gelar Ph.D. pada tahun 1931. Setelah dua kali pindah
mengajar di dua universitas, Ia kembali mengajar di almamaternya
hingga menjadi profesor di tahun 1948. Skinner menjadi terkenal
karena kepeloporannya melakukan riset terhadap belajar dan
perilaku. Selama 60 tahun karirnya, Skinner menemukan berbagai
prinsip penting dari operant conditioning, suatu tipe belajar yang
melibatkan penguatan dan hukuman. Sebagai seorang behavioris
sejati, Skinner yakin bahwa operant conditioning dapat menjelaskan
bahkan perilaku manusia yang paling kompleks sekalipun. Pada
kenyataannya, Skinner lah memang yang pertama kali memberi
istilah operant conditioning. Terkenalnya Skinner bukan hanya
risetnya dengan binatang, tetapi juga pengakuan kontroversialnya
44 | Teori Belajar dan Pembelajaran
bahwa prinsip-prinsip belajar yang ia temukan dengan menggunakan
kotaknya juga dapat diterapkan untuk perilaku manusia dalam
kehidupannya sehari-hari.
a. Percobaan Skinner Diawali di tahun 1930-an, Skinner
menghabiskan waktu beberapa dasa warsa mempelajari
perilaku—kebanyakan tikus atau merpati—di dalam ruangan
kecil yang kemudian disebut kotak Skinner. Seperti kotak teka-
teki Thorndike, kotak Skinner berupa ruangan kosong tempat
hewan dapat memperoleh makanan dengan melakukan respons
sederhana, seperti menekan atau memutar tuas. Sebuah alat yang
diletakkan di dalam kotak merekam semua yang dilakukan
hewan tersebut. Kotak Skinner berbeda dengan kotak teka-teki
Thorndike dalam tiga hal: (1) dalam mengerjakan respons yang
diinginkan, hewan tersebut menerima makanan namun tidak
keluar dari kotak; (2) persediaan makanan di dalam kotak hanya
cukup untuk setiap respons, sehingga penguat hanya diberikan
untuk satu sesi tes; dan (3) operant response (respons yang
disadari) membutuhkan upaya yang ringan, sehingga seekor
hewan dapat melakukan respons ratusan bahkan ribuan kali per
jamnya. Karena tiga perbedaan ini, Skinner dapat
mengumpulkan lebih banyak data, dan ia dapat mengamati
bagaimana perubahan pola pemberian makanan mempengaruhi
kecepatan dan pola perilaku hewan.
b. Prinsip-prinsip Operant Conditioning Selama lebih 60 tahun dari
karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip mendasar
dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana
seseorang belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang
telah ada. Prinsip-prinsip utamanya adalah reinforcement
(penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping
(pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination
(pembedaan), dan generalization (generalisasi).

Teori Belajar dan Pembelajaran | 45


1) Penguatan Reinforcement (penguatan) berarti proses yang
memperkuat perilaku—yaitu, memperbesar kesempatan
supaya perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum
reinforcement, yaitu positif dan negatif. Eksperimen
Thorndike dan Skinner menggambarkan reinforcement
positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan
menyertaikan stimulus yang menyenangkan. Reinforcement
positif merupakan metode yang efektif dalam mengendalikan
perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk manusia,
penguat positif meliputi item-item mendasar seperti
makanan, minuman, seks, dan kenyamanan yang bersifat
fisikal. Penguat positif lain meliputi kepemilikan materi,
uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian,
dan sukses karir seseorang. Bergantung pada situasi dan
kondisi, penguatan positif dapat memperkuat perilaku baik
yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Anak-anak
kemungkinan mau bekerja keras di rumah maupun di sekolah
karena penghargaan yang mereka terima dari orang tua
maupun gurunya karena unjuk kerjanya yang bagus. Namun
demikian, mereka mungkin juga mengganggu kelas, mencoba
melakukan hal-hal yang berbahaya, atau mulai merokok
karena perilaku-perilaku tersebut mengarahkan perhatian
dan penerimaan dari kelompok sebayanya. Salah satu
penguat yang paling umum untuk perilaku manusia adalah
uang. Banyak orang dewasa menghabiskan waktunya selama
berjam-jam untuk pekerjaan mereka karena imbalan upah.
Untuk individu tertentu, uang dapat juga menjadi penguat
untuk perilaku yang tidak diinginkan, seperti perampokan,
penjualan obat bius, dan penggelapan pajak. Reinforcement
negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu
perilaku melalui cara menyertainya dengan menghilangkan

46 | Teori Belajar dan Pembelajaran


atau meniadakan stimulus yang tidak menyenangkan. Ada
dua tipe reinforcement negatif: mengatasi dan menghindari.
Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan
perilaku khusus mengarah pada menghilangkan stimulus
yang tidak mengenakkan. Sebagai contoh, jika seseorang
dengan sakit kepala mencoba obat jenis baru pengurang rasa
sakit dan sakit kepalanya dengan cepat hilang, orang ini
kemungkinan akan menggunakan obat itu lagi ketika terjadi
lagi sakit kepala. Dalam tipe kedua (menghindari), seseorang
melakukan suatu perilaku menghindari akibat yang tidak
menyenangkan. Sebagai contoh, pengemudi kemungkinan
mengambil jalur tepi jalan raya untuk menghindari tabrakan
beruntun, pengusaha membayar pajak untuk menghindari
denda dan hukuman, dan siswa mengerjakan pekerjaan
rumahnya untuk menghindari nilai buruk
2) Hukuman Apabila reinforcement memperkuat perilaku,
hukuman memperlemah, mengurangi peluangnya terjadi lagi
di masa depan. Sama halnya dengan reinforcement, ada dua
macam hukuman, positif dan negatif. Hukuman yang positif
meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus
yang tidak menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Orang tua
menggunakan hukuman positif ketika mereka memukul,
memarahi, atau meneriaki anak karena perilaku yang buruk.
Masyarakat menggunakan hukuman positif ketika mereka
menahan atau memenjarakan seseorang yang melanggar
hukum. Hukuman negatif atau disebut juga peniadaan,
meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan
stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi. Taktik
orang tua yang membatasi gerakan anaknya atau mencabut
beberapa hak istimewanya karena perbuatan anaknya yang
buruk merupakan contoh hukuman negatif. Kontroversi yang

Teori Belajar dan Pembelajaran | 47


besar terjadi manakala membicarakan apakah hukuman
merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau
meniadakan perilaku yang tidak diinginkan. Eksperimen
dalam laboratorium yang sangat hati-hati membuktikan
bahwa, ketika hukuman digunakan dengan bijaksana,
ternyata menjadi metode yang efektif dalam mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan. Namun demikian, hukuman
memiliki beberapa kelemahan. Ketika seseorang dihukum
sehingga sangat menderita, ia menjadi marah, agresif, atau
reaksi emosional negatif lainnya. Mereka mungkin
menyembunyikan bukti-bukti perilaku salah mereka atau
melarikan diri dari situasi buruknya, seperti halnya ketika
seorang anak lari dari rumahnya. Lagi pula, hukuman
mungkin mengeliminasi perilaku yang dikehendaki
bersamaan dengan hilangnya perilaku yang tidak
dikehendaki. Sebagai contoh, seorang anak yang dipukul
karena membuat kesalahan di depan kelas kemungkinan
tidak berani lagi tunjuk jari. Karena alasan ini dan beberapa
alasan lainnya, banyak pakar psikologi yang
merekomendasikan bahwa hukuman hanya boleh dilakukan
untuk mengontrol perilaku ketika tidak ada alternatif lain
yang lebih realistis.
3) Pembentukan Pembentukan merupakan teknik penguatan
yang digunakan untuk mengajar perilaku hewan atau
manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali
suatu respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan
mudah, dan secara berangsur-angsur ditambah tingkat
kesulitan respons yang dibutuhkan. Sebagai contoh, mengajar
seekor tikus menekan tuas yang terletak di atas kepalanya,
pelatihnya dapat pertama-tama memberikan hadiah pada

48 | Teori Belajar dan Pembelajaran


gerakan kepala apapun ke arah atas, kemudian gerakan ke
arah atas 2,5 cm, dan seterusnya, sampai gerakan tersebut
mampu menekan tuas. Pakar psikologi telah menggunakan
shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan kemampuan
berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental
yang parah dengan pertama-tama memberikan hadiah pada
suara apa pun yang mereka keluarkan, dan kemudian secara
berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-
kata dari gurunya. Pelatih binatang di dalam sirkus dan
kebun binatang menggunakan shaping ini untuk mengajar
gajah berdiri dengan hanya bertumpu pada kaki belakangnya
saja, harimau berjalan di atas bola, anjing berjalan di dalam
roda yang berputar ke arah belakang, dan paus pembunuh
dan lumba-lumba melompat melalui lingkaran.
4) Eliminasi Penguatan Sebagaimana dalam classical
conditioning, respons yang dipelajari di dalam operant
conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant
conditioning, extinction (eliminasi kondisi) merupakan
eliminasi dari perilaku yang dipelajari dengan menghentikan
penguat dari perilaku tersebut. Jika seekor tikus telah belajar
menekan tuas karena dengan melakukan ini hewan tersebut
menerima makanan, tingkat penekanannya pada tuas akan
berkurang dan pada akhirnya berhenti sama sekali jika
makanan tidak lagi diberikan. Pada manusia, menarik
kembali penguat akan menghilangkan perilaku yang tidak
diinginkan. Sebagai contoh, orang tua seringkali memberikan
reinforcement negatif sifat marah anak-anak muda dengan
memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan saja
kemarahan anak-anak dengan lebih memberikannya hadiah
berupa perhatian tersebut, frekuensi kemarahan dari anak-

Teori Belajar dan Pembelajaran | 49


anak tersebut seharusnya secara berangsurangsur akan
berkurang.
5) Generalisasi dan Diskriminasi Generalisasi dan diskriminasi
yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris sama
dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam
generalisasi, seseorang suatu perilaku yang telah dipelajari
dalam suatu situasi dilakukan dalam kesempatan lain namun
situasinya sama. Sebagai misal, seseorang yang diberi hadiah
dengan tertawa atas ceritanya yang lucu di suatu bar akan
mengulang cerita yang sama di retoran, pesta, atau resepsi
pernikahan. Diskriminasi merupakan proses belajar bahwa
suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu situasi namun
tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa
menceritakan leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi
bisnis yang memerlukan keseriusan tidak akan membuat
orang tertawa. Stimuli diskriminatif memberikan peringatan
bahwa suatu perilaku sepertinya diperkuat negatif. Orang
tersebut akan belajar menceritakan leluconnya hanya ketika ia
berada pada situasi yang riuh dan banyak orang (stimulus
diskriminatif). Belajar ketika perilaku akan dan tidak akan
diperkuat merupakan bagian penting dari operant
conditioning.
c. Penerapan Operant Conditioning, Operant conditioning memiliki
manfaat praktis di dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua dapat
memperkuat perilaku anak-anaknya yang sesuai dan
memberikan hukuman pada perilaku yang tidak sesuai, dan
mereka dapat menggunakan teknik generalisasi dan diskriminasi
untuk membelajarkan perilaku-perilaku yang sesuai dengan
situasi-situasi tertentu. Di dalam kelas, guru memperkuat
kemampuan akademik yang bagus dengan sedikit hadiah atau
hak-hak tertentu. Perusahaan menggunakan hadiah untuk

50 | Teori Belajar dan Pembelajaran


memperbaiki kehadiran, produktivitas, dan keselamatan kerja
bagi para pekerjanya. Pakar psikologi yang disebut terapis
perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar operant
conditioning untuk merawat anak-anak atau orang dewasa yang
memiliki kelainan pakar psikologiis ataupun masalah perilaku.
Terapis perilaku ini menggunakan teknik shaping untuk
mengajar keterampilan bekerja pada orang-orang dewasa yang
mengalami keterbelakangan mental. Mereka menggunakan
teknik reinforcement untuk mengajar keterampilan merawat diri
sendiri pada orang-orang yang menderita sakit mental yang
parah, dan menggunakan hukuman dan ekstingsi (eliminasi
kondisi) untuk mengurangi perilaku agresif dan antisosial dari
orang-orang tersebut. Pakar psikologi juga menggunakan teknik
operant conditioning untuk merawat kecenderungan bunuh diri,
kelainan seksual, permasalahan perkawinan, kecanduan obat
terlarang, perilaku nkonsumtif, kelainan perilaku dalam makan,
dan masalah lainnya.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 51


52 | Teori Belajar dan Pembelajaran
D. TEORI BELAJAR HUMANISME
Dihadapkan pada dua pilihan antara behaviorisme dan
psikoanalisis yang termasuk kognitivisme banyak pakar psikologi di
era tahun 1950-an dan 1960-an yang memilih ke alternatif konsepsi
psikologis sifat dasar manusia. Freud telah memusatkan perhatian
pada kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik
pada pengaruh penguatan dari perilaku yang dapat diamati. Lahirlah
Psikologi Humanistik untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang
kesadaran pikiran, kebebasan kemauan, martabat manusia,
kemampuan untuk berkembang dan kapasitas refleksi diri. Karena
menjadi alternatif terhadap behaviorismedan kognitivisme, Psikologi
humanistik atau humanisme menjadi lebih terkenal sebagai
“kekuatan ketiga.” Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl
Rogers dan Abraham Maslow. Menurut Rogers, semua manusia yang
lahir sudah membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang
diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten menurut diri
mereka sendiri. Rogers, seorang psikoterapis, mengembangkan
person-centered therapy, suatu pendekatan yang tidak bersifat
menilai ataupun tidak memberi arahan yang membantu klien
mengklarifikasi dirinya tentang siapa dirinya sebagai suatu upaya
fasilitasi proses memperbaiki kondisinya. Hampir pada saat yang
bersamaan, Maslow mengemukakan teorinya bahwa semua orang
memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat
hierarkhis. Pada bagian paling bawah dari hirarkhi ini adalah
kebutuhan-kebutuhan fisikal seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk.
Di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa
memiliki dan cinta, dan kepercayaan diri yang berkaitan dengan
kebutuhan akan status dan pencapaian. Ketika berbagai kebutuhan ini
terpenuhi, Maslow yakin, orang akan meraih aktualisasi diri, suatu
puncak pemenuhan kebutuhan dari seseorang. Sebagaimana kata
Maslow, “Seorang musisi haruslah mencipta lagu, seorang pelukis

Teori Belajar dan Pembelajaran | 53


harus melukis, seorang penyair harus menulis puisi, jika ia ingin
damai dengan dirinya. Apa yang ia mampu lakukan, ia harus
lakukan.”
Gagasan lain dari humanisme dapat diringkas sebagai berikut:
a) Setiap orang memiliki kapasitas untuk berkembang.
b) Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tujuan
hidupnya.
c) Humanisme menekankan pentingnya kualitas hidup
manusia.
d) Setiap orang memiliki kemampuan untuk memperbaiki
kehidupannya.
e) Persepsi pribadi seseorang terhadap dirinya sendiri lebih
penting dari lingkungan.
f) Setiap orang memiliki potensi untuk memahami dirinya
sendiri.
g) Setiap orang seharusnya memberikan dukungan pada orang
lain sehingga semua memiliki citra diri yang positif serta
pemahaman diri yang baik.
h) Carl Rogers menekankan pentingnya suasana lingkungan
yang hangat dan bisa menjadi terapi.
i) Abraham Maslow berpendapat bahwa potensi kita
sesunggahnya tidak terbatas.
j) Terjadinya kebersamaan disebabkan adanya persepsi positif
satu sama lain.
k) Rogers berpendapat bahwa seseorang akan tidak
mempercayai hal-hal positif dari dirinya dan rasa percaya
dirinya rendah bila ada anggapan positif orang lain namun
bersyarat.
l) Konsep-diri adalah bagaimana seseorang mengenal
potensinya, perilakunya, dan kepribadiannya.

54 | Teori Belajar dan Pembelajaran


m) Realita adalah bagaimana sesungguhnya diri seseorang
sedangkan idealisme adalah bagaimana seseorang
menginginkan dirinya menjadi apa.
n) Anggapan positif tanpa syarat, ketulusan dan empati
membantu memperbaiki hubungan seseorang dengan orang
lain.
o) Seseorang akan bermanfaat bagi orang lain apabila terbuka
terhadap pengalaman, tidak terlalu mementingkan diri,
peduli pada sekitarnya, dan memiliki hubungan yang
harmonis dengan orang lain.
p) Aktualisasi diri adalah dorongan untuk mengembangkan
potensi secara penuh sebagai manusia dari diri seseorang.

Salah satu kritikus terhadap humanisme mengatakan adalah


sulit untuk mengukur aktualisasi diri. Ada juga yang berpendapat
humanisme terlalu optimis dalam memandang manusia. Yang lain
lagi mengatakan humanisme membangkitkan rasa kekaguman pada
diri sendiri.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 55


56 | Teori Belajar dan Pembelajaran
E. TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISME
Dalam perkembangan selanjutnya, arus utama kognitivisme
bergeser ke konstruktivisme. Para kognitivis pun mengikuti dinamika
perubahan menuju konstruktivis. Konstruktivisme memandang
belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif
mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-
konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa
lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain ”belajar melibatkan
konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh
dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis
merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan
internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai
konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia
nyata. Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa
untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi
pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realstis.
Konstruktivisme juga dikenal sebagai konstruksi pengetahuan
sebagai suatu proses sosial. Kita dapat melakukan klarifikasi dan
mengorganisasi gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan
aspirasi mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita
mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi terbuka
terhadap pandangan orang lain Hal ini juga memungkinkan kita
menemukan kejanggalan dan inkonsistensi karena dengan belajar kita
bisa mendapatkan hasil terbaik. Konstruktivisme dengan sendirinya
memiliki banyak variasi, seperti Generative Learning, Discovery
Learning, dan knowledge building. Mengabaikan variasi yang ada,
konstruktivisme membangkitkan kebebasan eksplorasi siswa dalam
suatu kerangka atau struktur. Dalam sudut pandang lainya.
Konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan
alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis
mempelajari teori metode mengajar dalam pendidikan. Nilai-nilai

Teori Belajar dan Pembelajaran | 57


konstruktivisme berkembang dalam pembelajaran yang didukung
oleh guru secara memadai berdasarkan inisiatif dan arahan dari siswa
sendiri. Ada istilah lain yang sering disalahartikan dengan
konstruktivisme, yaitu maturationisme. Konstruktivisme (yang
merupakan perkembangan kognitif) merupakan suatu aliran yang
"yang didasarkan pada gagasan bahwa proses dialektika atau
interaksi dari perkembangan dan pembelajaran melalui konstruksi
aktif dari siswa sendiri yang difasilitasi dan dipromosikan oleh orang
dewasa " Sedangkan, "Aliran maturationisme romantik didasarkan
pada gagasan bahwa perkembangan alami siswa dapat terjadi tanpa
intervensi orang dewasa dalam lingkungan yang penuh kebebasan "
(DeVries et al., 2002).

1. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar
yang meyakini bahwa orang secara aktif membangun atau menyusun
pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalamannya
sendiri pula. Menurut aliran konstruktivis, pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata).
Setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan adalah proses kognitif
dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai
keseimbangan, sehingga tercapai suatu skema baru. Sesuai teori
belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat begitu saja
dipindahkan dari pikiran guru kepada siswa. Hal ini berarti bahwa
siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya sendiri berdasarkan kematangan kognitif yang
dimiliki. Pembelajaran yang mengacu pada teori belajar
konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam
refleksi atas apa yang diperintahkan guru. Siswa lebih didorong
untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
kegiatan asimilasi dan akomodasi.
58 | Teori Belajar dan Pembelajaran
Teori belajar konstruktivisme berlandaskan pada
pembelajaran generatif, yaitu tindakan menciptakan suatu makna
dari apa yang sudah dipelajari. Ciri Pembelajaran
konstruktivisme adalah mengutamakan terbangunnya pemahaman
sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan
terdahulu dan juga pengalaman belajar yang bermakna.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan
kontekstual, dimana pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit dan
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit).
Pengetahuan bukan merupakan serangkaian fakta, konsep, dan
kaidah yang siap dipraktikkan. Manusia harus mengkonstruksinya
terlebih dahulu, sehingga dapat memberikan makna melalui
pengalamannya yang nyata. Dengan demikian, siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada. Di
dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut, maka siswa harus
memiliki kemampuan awal membuat hipotesis. Siswa juga perlu
memiliki kemampuan untuk menguji hipotesis tersebut, mencari
jawaban dari persoalan yang ditemui, mengadakan renungan, dan
mengekspresikan ide serta gagasan, sehingga diperoleh konstruksi
baru.

2. Tokoh-tokoh Konstruktivisme
a. Jerome Bruner
Jerome Bruner merupakan pelopor aliran psikologi belajar
kognitif. Bruner sangat mendorong agar pendidikan
mengutamakan pada pengembangan berpikir. Bruner banyak
memberikan pandangan tentang perkembangan kognitif manusia,
bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan,
menyimpan pengetahuan, dan mentransformasikan pengetahuan
tersebut.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 59


Gb. Jerome Bruner
Bruner menyatakan bahwa belajar lebih berhasil jika
prosesnya diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur
yang termuat dalam tema yang diajarkan. Dengan mengenal
konsep dan struktur yang tercakup dalam tema yang dibicarakan,
maka anak akan memahami materi yang akan dikuasainya
tersebut. Anak juga akan mencari hubungan antar konsep dan
struktur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa materi yang
mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah
dipahami dan diingat oleh anak.
Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara
mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimilikinya. Di alam belajar, siswa
haruslah terlibat secara aktif mentalnya agar dapat mengenal
konsep dan struktur dalam materi yang dibicarakan. Menurut
Bruner, di dalam belajar haruslah melibatkan tiga proses yang
terjadi hampir selalu bersamaan. Ketiga proses belajar tersebut,
yaitu : (1) Memperoleh informasi baru; (2) Transformasi informasi;

60 | Teori Belajar dan Pembelajaran


dan (3) Menguji relevansi informasi dengan ketepatan
pengetahuan.

b. John Dewey
John Dewey berpandangan bahwa sekolah seharusnya
mencerminkan kehidupan masyarakat secara lebih besar dan kelas
adalah laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan
nyata. Ajaran Dewey menganjurkan agar guru mendorong siswa
untuk terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi pada
masalah. Guru juga diharapkan dapat membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.

Gb. John Dewey

c. Lev Vigotsky
Menurut Vygotsky, perkembangan intelektual dapat ditinjau
dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Selain itu,
perkembangan intelektual juga tergantung pada sistem-sistem
isyarat yang mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan untuk

Teori Belajar dan Pembelajaran | 61


membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan
masalah.
Vygotsky menghendaki adanya setting kelas berbentuk
kooperatif antar kelompok siswa dengan kemampuan berbeda-
beda, sehingga mereka dapat berinteraksi dan memunculkan
strategi dalam memecahkan masalah.
Di dalam proses pembelajaran, Vygotsky menekankan pada
perancahan (scaffolding), sehingga semakin lama siswa akan
semakin dapat mengambil tanggung jawabn untuk
pembelajarannya sendiri.

Gb. Lev Vigotsky

d. Jean Piaget
Jean Piaget dikenal sebagai tokoh konstruktivisme yang
pertama. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori
konstruktivisme adalah pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realita. Peran guru dalam
pembelajaran menurut Piaget adalah sebagai fasilitator atau

62 | Teori Belajar dan Pembelajaran


moderator. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai skemata yang dimilikinya.
Proses mengkontruksi pengetahuan menurut Piaget, meliputi
skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Skemata
adalah sekumpulan konsep yang digunakan ketika seseorang
berinteraksi dengan lingkungan. Asimilasi merupakan proses
kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada dalam pikirannya. Akomodasi terjadi untuk membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada, sehingga cocok dengan
rangsangan tersebut. Sedangkan keseimbangan atau ekuilibrasi
terjadi antara asimilasi dan akomodasi. Keseimbangan dapat
membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamnya.

Gb. Jean Piaget

Teori Belajar dan Pembelajaran | 63


Selama berabad-abad yang lalu gagasan konstruktivis kurang
berkembang secara luas disebabkan persepsi yang umum pada waktu
itu bahwa kegiatan bermain yang dilakukan siswa dalam
pembelajaran tampaknya kurang penting atau yang lebih parah
dianggap tidak dapat mencapai apapun. Jean Piaget tidak setuju
dengan pandangan tradisional ini. Ia memandang kegiatan bermain
sebagai sesuatu yang penting dan sangat diperlukan sebagai bagian
dari perkembangan kognitif siswa. Untuk mendukung
pandangannya tersebut, Piaget mengajukan bukti ilmiah. Pada saat
ini, teori konstruktivisme sangat mempengaruhi seluruh sektor
pendidikan bahkan sektor pendidikan informal.
Menurut Ernst von Glasersfeld (1996), Jean Piaget adalah
"pelopor terbesar teori konstruktivisme yang diketahui" serta
"konstruktivis paling produktif di abad ini." Namun apabila kita
telusuri, jauh sebelumnya konstruktivisme sebagai gagasan sudah
dilontarkan oleh banyak tokoh pendidikan. Gredler (2001)
mengkategorikan Piaget sebagai konstruktivis radikal karena
menganggap bahwa konstruktivisme radikal muncul secara langsung
sebagai akibat dari teori Piaget tentang tahapan perkembangan
kognitif anak. Meskipun tidak ada teori perkembangan kognitif yang
umum, teori yang paling bersejarah dan berpengaruh adalah teori
yang dikembangkan oleh Jean Piaget, Psikolog berkebangsaan Swiss
(1896-1980).
Teorinya berisi konsep-konsep utama di bidang psikologi
perkembangan dan berkenaan dengan pertumbuhan intelegensi,
yang untuk Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih akurat
merepresentasikan dunia, dan dan mengerjakan operasi-operasi logis
dari representasi-representasi konsep realitas dunia. Teori ini
memiliki fokus perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya (schemata)
skema bagaimana seseorang mengenal dunia saat "tingkatan-
tingkatan perkembangan", ketika anak-anak menerima cara baru

64 | Teori Belajar dan Pembelajaran


bagaimana secara mental merepresentasikan informasi. Teori ini
dianggap "konstruktivis", yang berarti bahwa, tidak seperti teori
nativis (yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif sebagai
perkembangan dari pengetahuan dan kemampuan bawaan) ataupun
teori empiris (yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif
sebagai perolehan gradual dari pengetahuan melalui pengalaman),
teori ini berpendapat bahwa kita mengkonstruksi kemampuan
kognitif kita melalui kegiatan motivasi-diri dalam dunia nyata.
Karena teorinya ini, Piaget mendapatkan Penghargaan Erasmus.
Piaget membagi skema Anak dalam menggunakan
pemahamannya untuk memahami dunia mealui empat tahapan
utama, yang secara umum berkorelasi dengan dan semakin
bertambah canggih sejalan dengan bertambahnya usia:
1) Tahapan Sensorimotor (Usia 0-2 tahun)
Menurut Piaget, anak dalam tahapan sensorimotor lebih
mengutamakan mengeksplorasi dunia nyata dengan
perasaan dibandingkan dengan melalui operasi mental. Bayi
terlahir dengan seperangkat refleks yang sama, menurut
Piaget, sebagai tambahan dorongan untuk melakukan
eksplorasi terhadap dunia nyata. Skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks-refleks yang sama tersebut (lihat
asimilasi dan akomodasi di bagian berikut). Tahapan
sensorimotor merupakan tahapan paling awal dari empat
tahapan. Menurut Piaget, tahapan ini ditandai dengan
berkembangnya kemampuan spasial esensial dan
pemahaman dari dunia nyata yang terdiri dari enam sub-
tahapan.
 Sub-tahapan pertama terjadi dari kelahiran sampai
dengan enam minggu dan berasosiasi terutama dengan
perkembangan refleks. Tiga refleks utama dideskripsikan
oleh Piaget: memasukkan objek-objek ke mulut, mengikuti

Teori Belajar dan Pembelajaran | 65


pandangan mata ke objek begerak atau objek menarik, dan
mengepalkan tangan ketika suatu objek kontak dengan
telapak tangan. Selama enam minggu kehidupan awal,
refleks-refleks ini mulai menjadi kegiatan yang disadari;
sebagai contoh, refleks mengepal menjadi gerakan
menangkap dengan sengaja. (Gruber and Vaneche, 1977).
 Sub-tahapan kedua terjadi sejak usia enam minggu sampai
empat bulan dan terutama berasosiasi dengan kebiasaan.
Ciri utamanya adalah reaksi berulang atau pengulangan
kegiatan yang pada awalnya hanya melibatkan satu
bagian tubuhnya saja. Contoh dari tipe reaksi ini antara
lain mencakup seorang bayi berulang-ulang
menggerakkan tangannya di depan wajahnya. Juga pada
tahapan ini dimungkinkan dimulainya reaksi pasif,
disebabkan oleh classical conditioning atau operant
conditioning (Gruber et al., 1977).
 Sub-tahapan ketiga terjadi mulai bayi berusia empat bulan
sampai sembilan bulan dan terutama berasosiasi dengan
koordinasi antara pandangan dengan pengenalan melalui
indera lainnya. Tiga kemampuan baru mulai dimiliki pada
tahapan ini: menggenggam dengan sengaja benda-benda
yang diinginkan, reaksi berulang kedua, dan diferensiasi
terhadap cara dan keinginan. Pada tahapan ini, seorang
bayi menggapai-gapai di udara secara sengaja ke arah
suatu objek yang diinginkannya, gerakan lucu yang
seringkali sangat disenangi oleh keluarganya. Reaksi
berulang kedua, atau pengulangan terhadap suatu
gerakan yang melibatkan objek eksternal dimulai: seperti
gerakan orang dewasa memencet tombol lampu secara
berulang. Ada kemungkinan ini merupakan satu dari
tahapan paling penting dari pertumbuhan anak karena ini

66 | Teori Belajar dan Pembelajaran


sangat berarti bagi dimulainya penalaran (Gruber et al.,
1977).
 Bagian paling akhir dari dari sub-tahapan ini adalah bayi
mulai memiliki perasaan keberadaan objek secara
permanen, semacam melalui tes kesalahan A-bukan-B.
Sub-tahapan ke empat terjadi dari usia sembilan sampai
dua belas bulan dan berasosiasi terutama dengan
perkembangan logika dan koordinasi antara cara dan
keinginan. Tahapan ini amat vital dari perkembangan,
terjadi apa yang disebut Piaget "kecerdasan sebenarnya
pertama." Juga, tahapan ini ditandai dengan dimulainya
orientasi tujuan, perencanaan besar dari langkah-langkah
untuk mencapai tujuan (Gruber et al. 1977).
 Sub-tahapan kelima terjadi dari usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berasosiasi terutama dengan
penemuan keinginan-keinginan baru untuk mencapai
tujuan. Piaget mendeskripsikan anak pada tahapan ini
sebagai "cendekiawan muda," memulai semacam
eksperimen untuk menemukan metode baru dalam
menemui tantangan (Gruber et al. 1977). Sub-tahapan ke
enam berasosiasi terutama dengan dimulainya wawasan,
atau kretivitas yang sesungguhnya. Saat ini menandai
transformasi menuju tahapan preoperasional.
2) Tahapan Praoperational (Usia 2-7 tahun)
Tahapan preoperasional merupakan tahapan kedua dari
empat tahapan perkembangan kognitif. Dengan mengamati
urutan bermain, Piaget dapat mendemonstrasikan bahwa
sampai dengan akhir tahun kedua secara kualitatif terjadi
fungsi psikologis jenis baru. Cara bekerja teori aliran Piaget
adalah dalam berbagai prosedur peran mental terhadap
objek. Ciri pembeda dari tahapan preoperasional adalah

Teori Belajar dan Pembelajaran | 67


operasi mental yang jarang tidak memadai logika. Menurut
Piaget, tahapan Pre-Operasional dari perkembangan
mengikuti tahapan Sensorimotor dan terjadi antara usia 2-7
tahun.
Tahapan ini meliputi beberapa proses:
 Symbolic functioning (pemfungsian simbol) – yang dicirikan
oleh penggunaan simbol-simbol mental berupa kata atau
gambar yang digunakan anak untuk merepresentasikan
sesuatu yang secara fisik tidak ada.
 Centration (pemusatan) – dicirikan oleh fokus atau
pemusatan perhatian dari anak pada hanya satu aspek dari
stimulus atau situasi. Sebagai contoh, dalam menuangkan
sejumlah tertentu cairan dari dari wadah yang sempit ke
dalam mangkuk yang dangkal, anak prasekolah
kemungkinan menyimpulkan bahwa kuantitas dari cairan
telah berkurang, karena menjadi "lebih rendah"—hal ini
dikarenakan anak hanya memperhatikan ketinggian air,
namun tidak memperhitungkan diameter wadah yang
baru. Intuitive thought (pemikiran intuitif) – terjadi ketika
anak dapat mempercayai sesuatu tanpa memahami
mengapa dia mempercayai itu. Egocentrism – suatu jenis
centration, yang berarti suatu tendensi dari seorang anak
untuk memikirkan hanya sudut pandangnya sendiri saja.
Juga, ketidakmampuan anak untuk memahami sudut
pandang orang lain.
 Inability to Conserve (ketidak mampuan berbicara) – Melalui
eksperimen yang pernah dilakukan Piaget dalam
percakapan (pembicaaan tentang massa, volume dan
angka)
Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak pada tahapan
preoperasional memiliki persepsi yang kurang dalam

68 | Teori Belajar dan Pembelajaran


pembicaraan tentang massa, volume, dan angka setelah
bentuk aslinya berubah. Sebagai contoh, seorang anak pada
tahapan ini akan percaya bahwa roti yang ditata berjajar
dengan pola "O-O-O-O-O" akan memiliki jumlah yang sama
dengan roti yang ditata berjajar dengan pola "OO-O-OO-O",
karena mereka memiliki panjang atau ketinggian yang sama,
atau cairan dalam gelas 8-ons yang yang lonjong memiliki
cairan yang lebih banyak dibandingkan dengan cairan 8-ons
dalam gelas yang melebar (lihat juga centration, di atas).
3) Tahapan Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)
Tahapan Operasional Konkret merupakan tahapan ketiga dari
empat tahapan dalam teori perkembangan kognitif Piaget.
Tahapan ini, yang merupakan kelanjutan dari tahapan
Preoperasional, terjadi ketika anak berusia antara 6 dan 11
tahun dan dicirikan oleh penggunan logika yang memadai.
Proses penting yang terjadi selama tahapan ini adalah:
 Decentering (tidak memusat)-ketika anak
memperhitungkan berbagai aspek dari suatu masalah
untuk memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak lagi
memiliki persepsi bahwa gelas yang sangat lebar namun
pendek dapat menampung cairan lebih sedikit
dibandingkan gelas yang lebarnya cukup namun lebih
tinggi.
 Reversibility (kemampuan membalik)-ketika seorang anak
memahami bahwa jumlah suatu objek dapat berubah, dan
mengembalikannya pada keadaan semula. Dalam kondisi
demikian, anak dengan cepat dapat memutuskan bahwa
4+4 sama dengan 8, 8-4 sama dengan 4, jumlah sebenarnya.
 Conservation (pembicaraan)-memahami bahwa kuantitas,
panjang atau jumlah suatu item tidak berhubungan dengan
penyusunan atau kenampakan objek atau item tersebut.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 69


Sebagai contoh, ketika pada seorang anak ditunjukkan dua
wadah gelas dan mangkuk, ia akan memahami bahwa jika
air di dalam gelas dipindahkan ke dalam mangkuk akan
berubah ketinggiannya namun sama kuantitasnya
dibandingkan dengan wadah sebelumnya.
 Serialisation (serialisasi)-kemampuan merangkai kembali
objek secara berurutan berdasarkan ukuran, bentuk, atau
karakteristik lain. Sebagai contoh, jika mereka diberi objek
dengan gradiasi warna, mereka akan mengenal gradiasi
warna tersebut.
 Classification (klasifikasi)-yaitu kemampuan untuk
menyebutkan nama dan mengidentifikasi seperangkat
objek menurut kenampakannya, ukuran atau karakteristik
lainnya, termasuk gagasan bahwa seperangkat objek dapat
mencakup objek lainnya. Seorang anak pada tahapan ini
tidak lagi menjadi subjek pembatasan yang tidak logis dari
animisme (suatu kepercayaan bahwa semua objek adalah
binatang dan karenanya memiliki perasaan).
 Elimination of Egocentrism (pembatasan egosentrisme)-
kemampuan memandang segala sesuatu dari perspektif
orang lain (meskipun jika perpsektif itu tidak benar).
Sebagai contoh, perlihatkan seorang anak komik yang
memperlihatkan Jane meletakkan sebuah boneka di bawah
kotak, meninggalkan ruangan, dan kemudian Jill
menggerakkan boneka tersebut ke laci, dan Jane kembali.
Seorang anak dalam tahapan konkret operasional akan
mengatakan bahwa Jane akan tetap berpikir boneka
tersebut di bawah kotak meskipun anak tersebut tahu
sesungguhnya bonekanya dalam laci.

70 | Teori Belajar dan Pembelajaran


4) Tahapan operasional formal (Usia 11 tahun-Dewasa)
Tahapan Operasional Formal merupakan tahapan keempat
dan terakhir dari seluruh tahapan perkembangan kognitif
anak dari Teori Piaget. Tahapan ini, yang mengikuti tahapan
Operasional Konkret, pada umumnya terjadi di sekitar usia 11
tahun (pubertas) dan berlanjut ke masa kedewasaan.
Karakteristik dari tahapan ini yaitu memiliki kemampuan
untuk berpikir abstrak dan menarik kesimpulan dari informasi
yang berhasil diperolehnya. Selama tahapan ini seorang muda
memiliki fungsi sebagaimana orang dewasa dan nilai-nilai,
"rahasia orang dewasa", dan nilai-nilai. Hal ini mudah
dimengerti, karena faktor-faktor biologis kemungkinan dapat
dilacak dari tahapan ini sebagaimana apa yang terjadi selama
masa pubertas dan ditandai masuknya ke masa dewasa dalam
Physiology, kognitif, dan penilaian moral (Kohlberg),
perkembangan Psychosexual (Freud), dan perkembangan sosial
(Erikson). Sekitar dua pertiga dari orang tidak sepenuhnya
sukses dalam tahapan ini, dan "terpaku" pada tahapan
operasional konkret.

Gambaran umum mengenai tahapan Dari ke empat tahapan


tersebut ditemukan karakteristik berikut ini: 1) Meskipun waktunya
bervariasi, urutannya sama. 2) Berlaku secara universal (tidak
dipengaruhi budaya tertentu) 3) Dapat digeneralisasikan: operasi
yang logis dan representatif yang dialami seorang anak seharusnya
meluas ke semua konsep dan isi pengetahuan. 4) Tahapan-tahapan
secara keseluruhan secara logis. 5) Hierarki alamiah dari urutan
tahapan (setiap tahapan lanjutan merupakan elemen kesatuan dari
tahapan sebelumnya, namun lebih bervariasi dan terpadu). 6)
Tahapan merepresentasikan perbedaan kualitatif dalam model
berfikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 71


72 | Teori Belajar dan Pembelajaran
F. TEORI BELAJAR PEMROSESAN INFORMASI
Secara umum pendekatan Teori Pengolahan Informasi
memandang cara belajar manusia mengambil cara yang dapat
diterangkan seperti beroperasinya sebuah komputer. Dengan
menganalogikannya demikian, maka lewat teori ini manusia dilihat sebagai
sebuah mesin yang menerima informasi dan luar dirinya (lingkungan),
mengolah informasi tersebut dengan satu atau beberapa cara, dan kemudian
beraksi pada informasi itu. Dalam cara yang demikian, Hergenhahn dan
Olson (1993) melihat bahwa para teorisi asosiasionisme seperti
Pavlov, Watson dan Guthrie pun sebenarnya memandang pola yang
sama dari teori pengolahan informasi ini, hanya dengan
menggunakan istilah yang berbeda. Mereka (asosiasionis) misalnya,
menerangkan bahwa perilaku dan mahluk hidup dihubungkan
dengan rangsangan lingkungan, keterlibatan mekanisme persyarafan,
serta kemampuan - kemampuan memberikan respons. Kalau istilah-
istilah yang digunakan diperbandingkan, misalnya rangsangan
disamakan dengan input, respon diganti dengan output, dan
mekanisme persyarafan yang menghubungkan antara S dan R diubah
jadi information processing mechanisms, maka apa lagikah bedanya?
Donald A. Norman, tokoh yang bisa mewakili penganut teori
pengolahan informasi, menekankan bahwa walau keduanya
dipersamakan demikian, bedanya tetap ada.
Menurutnya, perbedaan penting tentang psikologi pengolahan
informasi yakni pada upayanya untuk mengerti dan menentukan
mekanisme internal. Hal ini bukan melulu masalah pemrosesan tetapi
masalahnya adalah teori ini mencoba untuk lebih spesifik mengenali
tahapan yang tepat dalam hal processing yang berlangsung dan untuk
memerinci berbagai properti dan mekanisme internal tadi. Para
psikolog pengolahan informasi menyamakan input dengan informasi,
yaitu sesuatu yang masuk ke dalam sistem pengolahan yang berasal
dari lingkungan. Informasi inilah yang kemudian akan diolah, serta

Teori Belajar dan Pembelajaran | 73


kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk output. Menurut mereka,
output (perilaku) dalam suatu situasi tertentu ditentukan oleh input
yang diberikan oleh situasi yang ada dan oleh proses evaluasi dan
situasi itu yang didasarkan pada memori tentang hal-hal yang telah
dialami sebelumnya. Teori ini dikembangkan dari study Cybernetics.
Dari kesemuanya, pendekatan dan Piagetlah yang nampaknya
mempunyai pengaruh dan hubungan yang lebih besar terhadap teori
pengolahan informasi ini. Dan hal ini diakui oleh Norman dengan
lebih banyak menyandarkan keterangan-keterangannya pada apa
yang digunakan oleh Piaget. Baik Piaget dan pendekatan pengolahan
informasi menganggap bahwa informasi dan lingkungan diurus
(diorganisasi, disederhanakan, diubah, dipilih untuk dianalisis
berikutnya, atau diabaikan) oleh struktur kognitif seseorang sebelum
diterjemahkan menjadi perilaku. Dengan kata lain, keduanya
menekankan pentingnya skemata dalam pengolahan informasi.

74 | Teori Belajar dan Pembelajaran


DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzzyamin.
Dalyono, M. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
De Vries, Rheet. et al. 2002. Developing Constructivist Early Chilhood
Curiculum: Practical, Principles, and Activities. Amsterdam
Aveneu, New York; Teacher Collage.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega. 1990. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: FPTK-IKIP Bandung
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif (suatu pendekatan teoritis psikologis). Jakarta; Rineka
Cipta.
Erawati, Muna dkk. 2008. Teori Teori Belajar. Salatiga; STAIN Salatiga
Press.
Gledler, Margaret Fell. Bell. 1996. Belajar dan MEmbelajarkan. Jakarta; CV
Rajawali.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta; Gramedia Widia
Sarana Indonesia.
Hamid, Abu & Supriyono Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Hill, Winfret F. 2009. Teori of Learning Teori-teori Pembelajaran. Bandung;
Penerbit Nusamedia.
M. Gazda, Goerge dkk. 1980. Theories of Learning, A Comparative Approach.
University of Georgia. F.E. Peacock Publisher, Inc

Teori Belajar dan Pembelajaran | 75


Majid, A. 2011. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: Rosdakarya.
Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT
Rosda. Karya Remaja.
Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta; cv Andi Offset.
Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta;
PN. Balai Pustaka.
Rusyan, A.Trabani. 1992. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung; Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung;
ALfabeta
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu PEndekatan Baru.
Bandung; Remaja Rosdakarya.
Suyadi & Maulidya Ulfa. 2013. Konsep Dasar PAUD. Yogyakarta; PR
Remaja Rosdakarya.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Yamin, M. 2013. Strategi Dan Metode Dalam Model Pembelajaran. Jakarta;
GP Press Group

76 | Teori Belajar dan Pembelajaran


TENTANG PENULIS

Dr. Nurlina, S.Si., M.Pd dilahirkan di Koppe


(Bone) tanggal 23 juli 1982 dari pasangan H.
Usman dan Hj. Tondeng. Menikah dengan Nasrul,
S.Pd dan dikarunia 2 orang anak yaitu Muh.
Rangga Saputra dan Kayla Azzahra. Pendidikan
formal dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri
No. 143 Liliriawang Kec. Lappariaja Kab.Bone
pada tahun 1987 dan lulus tahun 1994, pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
2 Lappariaja kec. Lappariaja Kab. Bone dan lulus pada tahun 1996,
tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah
Umum (SMU) Negeri 1 Lappariaja Kab. Bone dan lulus pada tahun
2000. Gelar Sarjana Fisika (S1) tahun 2004 dan Magister Pendidikan
Fisika (S2) tahun 2009 diperoleh dari Universitas Negeri Makassar
(UNM). Gelar Doktor tahun 2018 diperoleh dari Universitas Negeri
Makassar. Tahun 2007 sampai sekarang mempunyai profesi sebagai
dosen tetap yayasan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan
Fisika. Selain itu, diberikan amanah menjalankan tugas tambahan
sebagai: (1) Sekretaris Prodi Pendidikan Fisika FKIP Unismuh
Makassar (2007-2013), (2) Ketua Prodi Pendidikan Fisika FKIP
Unismuh Makassar (2013 sampai sekarang). Di samping tugas sebagai
dosen, tugas lainnya yang pernah dijalani adalah menjadi MTT dan
MAT DBE USAID (2008-2012) serta sebagai assessor PLPG di
Universitas Muhammadiyah Makassar (2014-2017).
Karya akademik yang telah dihasilkan adalah (1) peneliti dibidang
Pendidikan Fisika dengan pendanaan Hibah Internal Unismuh
Makassar, (2) membawakan makalah di Seminar Internastional

Teori Belajar dan Pembelajaran | 77


ISQAE 2016 dan Seminar International Unismuh Makassar 2014, (3)
membawakan makalah di Seminar Nasional SFN Universitas
Udayana dan Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta, (4) menulis
Buku Fisika Dasar, Fisika Kuantum, Alat Ukur dan Pengukuran,
Pedoman Asesmen Praktikum Fisika Dasar, Teknik Pembuatan Alat
Ukur Kesuburan Tanah Berbasis Energi Listrik dan FISIKA
KUANTUM UNTUK PEMULA: Panduan Mudah untuk Memahami
Teori Fisika Kuantum yang diterbitkan Lembaga Perpustakaan dan
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Makassar, (5) memperoleh
HAKI untuk buku Fisika Dasar I dan Fisika Kuantum tahun 2018,
HAKI untuk buku Pedoman Asesmen Praktikum Fisika Dasar dan
buku Teknik Pembuatan Alat Ukur Kesuburan Tanah Berbasis Energi
Listrik pada tahun 2020.

78 | Teori Belajar dan Pembelajaran


Nurfadilah, S.Pd., M.Pd. Lahir di Bocco,
Kabupaten Wajo Sulawesi selatan sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Amir Darsa dan Nurdalia.
Lulus S-1 di Program Studi Pendidikan Fisika
FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar
tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa program
sarjana, aktif sebagai asisten Laboratorium Fisika Prodi Pendidikan
Fisika FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar. Kemudian, Lulus
Magister Pendidikan Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
tahun 2016. Mulai aktif mengajar di Program Studi Pendidikan Fisika
FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar Tahun 2017 hingga saat
ini. Sejak itu mulai mendalami dan mengajar mata kuliah proses
pembelajaran dalam Fisika.

Teori Belajar dan Pembelajaran | 79


Aliem Bahri, S.Pd,. M.Pd. Lahir di Taukong 11
Juni 1981. Dosen dengan pangkat lektor ini kini
menjabat sebagai ketua PRODI PGSD di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Menyelesaikan program strata satu di Unismuh
Makassar pada tahun 2005 kemudian melanjutkan
program magister di Universitas Negeri Surabaya pada tahun 2006
dan menyelesaikan study pada tahun 2009. Saat ini sedang proses
penyelesaian program doktor Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Makassar. Mulai aktif mengajar di Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar Tahun
2007 hingga saat ini. Sejak itu mulai mendalami dan mengajarkan
mata kuliah pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.Selain
itu, diberikan amanah menjalankan tugas tambahan sebagai: (1)
Sekretaris Prodi Teknologi Pendidikan FKIP Unismuh Makassar
(2013-2018), (2) Ketua Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP
Unismuh Makassar (2018 sampai sekarang).
Kesehariannya juga disibukkan menulis buku. Tiga diantara
karyanya adalah (1) Penelitian Tindakan Kelas, (2) Teori Belajar dan
model-model pembelajaran, (3) Write your self buku tentang
kepenulisan.

80 | Teori Belajar dan Pembelajaran


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai