Anda di halaman 1dari 12

MINIRISET

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu : Putriani Dalimunthe, M.Pd.I

”Metode Pendidikan Di Sekolah Dasar Islam Terpadu”

Disusun oleh :

Debi Fitradhika (03021801011)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

2018
DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan
1.Latar Belakang 1
2.Rumusan masalah 2

3.Tujuan Penelitian 3

BAB II Pembahasan
A. Interaksi Guru dan Siswa dalam Pembelajaran di Kelas 7
B. Pembelajaran Berdasarkan Teori Behavioristik 9
C. Model Pembelajaran Dua Macam Kelas 13

BAB III METODE PENELITIAN


A. Teknik Pengumpulan Data 15
B .Teknik Anlaisis Data 15

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Analisis Masalah 16
B . Alternatif Masalah 16

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
C.Profil Sekolah 18
D. lampiran 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kita semua menyadari bahwa ada satu hal di dunia ini yang tidak pernah berubaah yaitu
perubahan itu sendiri. Perubahan-perubahan yang berlangsung begitu cepat menuntut kita untuk dapat
mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan itu. Oleh karena itu, jika kita tidak ingin ketinggalan
dengan bangsa-bangsa lain maka pendidikan mutlak kita butuhkan untuk mengembangkan potensi
anak di dalam negeri yang berperan sebagai aset negara yakni melalui proses pembelajaran.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar pasal 31 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan undang-undang. Tujuan di atas dapat dicapai salah satunya dengan
mengembangkan dan meningkatkan mutu serta daya saing dalam pembelajaran di sekolah-sekolah.
Oleh karena itu kegiatan pembelajaran bagi guru-guru di sekolah yang di lakukan harus selalu
mengacu pada tujuan undang-undang dengan memperhatikan karakteristik siswa sebagai penerus
bangsa.

Sunarto (1994:1) menyatakan bahwa:

Manusia adalah makhluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang. Sebagai mana
di kenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapien, makhluk yang berbuat
atau homofaber dan mahkluk yang dapat dididik atau homo educandum, merupakan pandangan-
pandangan tentang manusia yang dapat di gunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan
dilakukan terhadap manusia tersebut.

“setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan dan karakteristik yang di
dapat dari pengaruh lingkungan” (Sunarto, 1994:4). Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu
menghadapi siswa-siswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang ada didalam kelas, tidak
seorangpun yang sama. Mungkin dua orang kelihatannya hampir sama, akan tetapi pada kenyataannya
jika diamati keduanya tentu terdapat perbedaan.

Untuk itu di perlukan guru-guru yang berkualitas, yang menguasai pendekatan, strategi,
model dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat mengelola kegiatan pembelajaran dua
macam kelas yang optimal pada berbagai situasi siswa dan materi pembelajaran. Namun karena
berbagai sebab, kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan harapan para guru di sekolah-
sekolah yang menerapkan metode pembagian dua kelas.

Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran tertentu. Hal ini
mungkin di sebabkan oleh pendekatan, strategi, model, atau metode yang diterapkan oleh guru kurang
sesuai, juga kemampuan guru serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga dan buku
pegangan siswa yang terbatas atau sebab lain yang tidak diketahui.

Keadaan ini mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang pembelajaran di


sekolah, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya peningkatan prestasi
belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Hasil observasi terhadap kualitas proses pembelajaran dan penelitian terkait dengan hasil
peninjauan mengindikasikan berbagai masalah yang dialami oleh sebagian besar guru yang bermuara
pada kinerja mengajar yang masih rendah. Namun karena berbagai keterbatasan yang ada pada
peneliti maka masalah yang akan di pecahkan dalam penelitian ini dibatasi yaitu: ”apakah penerapan
model pembelajaran dua macam kelas dapat mempermudah kinerja guru dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa di SDIT yayasan perguruan Attaufiq?”

Masalah diatas menurut peneliti akan dapat di jawab melalui pemecahan dua sub masalah di bawah
ini, yaitu:

1. Bagaimana upaya meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model
pembelajaran dua macam kelas di SDIT yayasan perguruan Attaufiq?

2. Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua
macam kelas di SDIT yayasan perguruan Attaufiq?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian tentang pembelajaran di sekolah ini adalah untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran di SDIT yayasan perguruan
Attaufiq melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di jabarkan dalam tujuan
khusus yaitu:

1. Meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dua
macam kelas di SDIT yayasan perguruan Attaufiq.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di SDIT
yayasan perguruan Attaufiq.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Guru dan Siswa dalam Pembelajaran di Kelas


Kelas merupakan sarana atau tempat penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling
dini, bahkan sampai perguruan tinggi. Dalam pembelajaran di kelas, “belajar itu akan lebih berhasil
apabila sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Cita-cita di masa yang akan datang merupakan faktor
penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan siswa untuk belajar” (Sunarto, 1994:159).

Sebagian besar guru tidak menyadari akan pengalaman pembelajaran di kelas pada umumnya yang
masih bersifat tradisional. Kebanyakan guru di kelas hanya berceramah menerangkan konsep,
memberikan contoh soal dan latihan soal, kemudian mengadakan ulangan harian tanpa harus
memperhatikan kebutuhan siswa dalam belajar.

Guru mengajar seperti hanya menyuapi makanan kepada siswanya. Siswa harus menerima suapan itu
tanpa ada perlawanan, tanpa aktif berfikir, orang yang belajar dianggap sebagai individu yang pasif
tanpa bisa memberikan kritik apakah pengetahuan yang di terimanya benar atau tidak. Akibatnya
siswa menjadi sangat pasif, tidak kreatif dan tidak produktif. Bila hal ini tidak segera diatasi maka
tidak heran bila pemahaman siswa terhadap pelajaran masih belum maksimal.

B. Pembelajaran Berdasarkan Teori Behavioristik


Salah satu faktor yang mendasari perlunya perubahan praktek pembelajaran di kelas yang
masih sangat tradisional adalah faktor psikologis yang di tandai dengan munculnya teori belajar yang
dikenal dengan behavioristik.

“Gage dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul, 2009). Pada intinya, teori behavioristik
menekankan pada pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus atau apa saja yang diberikan guru kepada siswa dan output yang berupa
respon atau reaksi/tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran di aplikasikan dari beberapa hal seperti
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
ada di sekolah-sekolah pada umumnya. Pembelajaran yang berpedoman pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
tersusun dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. “Siswa di harapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang di pahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus di pahami oleh murid” Degeng dalam (Maziatul, 2009).
Pengaruh bagi guru adalah bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan pengetahuan
dari benak guru ke otak siswa. Oleh karena itu peran guru sebagai pendidik harus mengembangkan
kurikulum yang terancang dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para siswa. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai
pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa harus di hadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.

Pembiasaan dan disiplin menjadi pegangan dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. kegagalan dalam penambahan pengetahuan di
kategorikan sebagai kesalahan yang perlu di hukum dan keberhasilan belajar di kategorikan sebagai
bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. “Siswa adalah obyek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus di pegang oleh sistem yang berada diluar diri siswa. Demikian
juga, ketaatan pada aturan juga di pandang sebagai penentu keberhasilan belajar” Degeng dalam
(Maziatul, 2009).

C. Model Pembelajaran Dua Macam Kelas


Suatu model pembelajaran dengan mengklasifikasikan tempat penyelenggaraan pembelajaran
atau kelas untuk menyesuaikan kemampuan, potensi dan bakat siswa. Model pembelajaran dua
macam kelas ini mengutamakan kerja sama diantara guru dalam membentuk sistem belajar yang
kondusif dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model ini di rancang pada
umumnya supaya meningkatkan proses pembelajaran siswa yang berkaitan dengan hasil belajar
akademik, memudahkan dalam penyampaian materi pembelajaran serta terbentuknya sistem
pembelajaran yang efektif dan efisien.

Siswa belajar dan saling membantu satu sama lain dalam pembelajaran, dengan ragam yang sama
siswa dimanfaatkan untuk berdiskusi, berdebat dan menggeluti ide-ide yang mereka kuasai, sehingga
memudahkan bagi para pendidik dalam menciptakan suatu suasana pembelajaran yang produktif.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui kualitas proses kegiatan pembelajaran maka dilakukan observasi untuk
mengetahui tingkat peran aktif guru selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti
melakukan observasi di salah satu sekolah dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam bentuk wawancara yang ditujukan pada
sebagian guru dan siswa.

Wawancara siswa dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap kinerja guru dalam
penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di terapkan di SDIT yayasan perguruan
Attaufiq. untuk mengetahui hasil belajar siswa di lakukan penilaian kinerja guru melalui kegiatan
wawancara. Wawancara terutama dilakukan terhadap guru-guru yang memiliki tugas ganda mengajar
di dua macam kelas yang berbeda, untuk mengetahui mengapa siswa yang bersangkutan masih belum
mengalami peningkatan prestasi belajar seperti yang di harapkan, karena untuk mengetahui hasil
belajar siswa bisa dinilai dari kinerja guru dalam pembelajaran di kelas.

B. Teknik Analisis Data


Data yang berupa kalimat-kalaimat yang dikumpulkan melalui observasi dengan wawancara
pada beberpa siswa, dan wawancara pada sebagian guru diolah dan di analisis supaya menghasilkan
kesimpulan yang valid.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Permasalahan
Data yang telah terkumpul, kebanyakan permasalahan yang timbul di sekolah ialah kurangnya
motivasi belajar bagi siswa dan penegasan dari guru dalam melaksanakan kewajibannya. Akibat yang
ditimbulkan siswa menjadi bosan, mengantuk dan malas mengikuti mata pelajaran yang berlangsung.

Memotivasi siswa dalam belajar menjadi kewajiban utama bagi guru di SDIT yayasan
perguruan attaufiq. Sesuai pengamatan terhadap tingkah laku yang tidak di inginkan dalam proses
pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa selama KBM berlangsung.
Selama pembelajaran berlangsung, ketika guru menjelaskan materi yang akan disampaikan,
ditemukan bahwa rata-rata siswa di kelas memperlihatkan tingkah laku yang tidak di inginkan, yaitu
bicara dengan teman sebangku, melamun dan bahkan ada yang tidur di saat KBM berlangsung.
Setelah menerapkan aturan-atauran kelas kepada siswa, kebanyakan guru mengabaikan tingkah laku
siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk
mengajar.

Keluhan siswa mengenai cara mengajar atau metode pembelajaran yang diberikan guru di
sekolahnya, kebanyakan mereka menuntut sistem pembelajaran yang menyenangkan dan dapat
menghidupkan suasana kelas dan juga tidak ambigu. Siswa hanya dituntut untuk mendengarkan
ceramah dari guru dan apabila siswa tidak memahami, guru menjelaskan kembali sampai siswa
tersebut benar-benar mengerti dan memahami apa yang dimaksud sang guru.

Pendidik di sini terkesan lebih mementingkan masukan atau input yaitu berupa stimulus dan
siswa harus memahami serta mendapatkan apa yang diberikan oleh guru yakni berupa respon atau
output. Guru berasumsi intinya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang
bisa diamati atau jelas adanya, itu yang di dapatkan dari hasil belajar siswa. Juga dianggap terlalu
menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya,

bahwa apa yang terjadi diantara input dan output itu dianggap tidak penting di perhatikan
sebab tidak bisa diamati. Siswa memahami penjelasan yang di sampaikan guru, di sini siswa telah
dianggap belajar tanpa memperhatikan apakah yang diberikan guru dan diterima oleh siswa itu
berpengaruh bagi proses belajar siswa dalam memahami pelajarannya.
Permasalahan guru sendiri, dari hasil wawancar terhadap sebagian guru-guru yang mengajar,
kesulitan guru dalam pembelajaran kebanyakan minimnya metode yang di gunakan pendidik dalam
menghadapi peserta didik yang memiliki pola belajar yang beragam dan minimnya pengetahuan guru
mengenai apa-apa yang di butuhkan siswa dalam pembelajaran.

Demikian permasalahan yang dapat ditemukan peneliti di lapangan, dari uraian diatas dapat di
simpulkan bahwa masalah yang dihadapi guru dalam penerapan model pembelajaran dua macam
kelas di SDIT attaufiq yang di jabarkan dalam dua sub masalah di bawah ini, yaitu:

1. Minimnya pemahaman guru mengenai karakteristik siswa atau apa yang siswa butuhkan dan
minimnya metode atau keterbatasan guru dalam hal mengelola dua macam kelas seperti yang
diterapkan di sekolah itu.

2. Kurangnya penegasan dan rasa sebagai pemotivator dari diri pendidik dalam usahanya
meningkatkan hasil belajar siswa dan penggunaan metode yang terlalu ambigu yang dapat
menurunkan nafsu belajar siswa.

B. Alternatif Masalah
Dengan diadakannya pembagian sub masalah, sehingga dapat di berikan alternatif atau
penyelesaian mengenai masalah-masalah tersebut yang di jabarkan dalam beberapa sub alternatif,
yaitu:

1. Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa

Mengenai pemahaman karakteristik siswa, siswa sebagi subjek didik yang di harapkan
mampu memiliki kompetensi sebagaimana yang telah diterapkan dalam standart kompetensi, perlu
kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang
belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali dan juga setiap siswa memiliki
karakteristik sendiri-sendiri dalam hal merespon atau memahami sejumlah materi dalam
pembelajaran. Dengan diadakannya analisis kemampuan awal dan karakteristik pada siswa, guru akan
memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswanya, yang
berfungsi sebagai pandangan atau acuan bagi bahan baru yang akan di sampaikan. Selain itu, guru
juga dapat memperoleh gambran, mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh
siswa sebelumnya, kebutuhan para siswa.dengan berdasarkan pengalaman tersebut, guru dapat
memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta ilustrasi yang tidak asing bagi siswa
(Muflihin, 2009:2).

Alternatif kedua, guru dapat merencanakan materi pembelajaran yang akan di sampaikan
terlebih dulu. Seharusnya proses pembelajaran yang di laksanakan oleh guru benar-benar sesuai
dengan apa yang diharapkan siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak
terlalu mengekang dan melebihi terhadap kebutuhan siswa dalam materi pelajaran. Kenyataan
dilapangan, sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali
tentang materi yang akan di berikan di dalam kelas. Untuk itu sesuai dengan kemampuan awal dan
karakteristik masing-masing siswa, kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu “siswa dituntut
untuk menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes
dan pengelompokan, dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran dan materi
pembelajaran di sesuaikan dengan keadaan siswa” Suparman dalam(Muflihin, 2009:1).

Hasil dari tes ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu siswa dapat dikelompokkan dalam
dua kategori, yakni kelas unggulan dan kelas reguler. Hal ini sudah terlaksana di MA Nurul Jadid dan
langkah selanjutnya hanya butuh pengembangan dan modifikasi metodenya supaya lebih
mendapatkan hasil yang lebih bermutu.

Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan hasil analisis kemampuan awal siswa, guru di
harapkan dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin
di ketahui adalah bahwa ada pokok materi pembelajaran tetentu sebagian besar siswa sudah banyak
yang paham dan mengerti dan pada sebagian materi pembelajaran yang lain sebagian besar siswa
belum memahami. Rencana pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru terhadap kondisi
pembelajaran yang sebagian besar siswanya sudah memahami materi ini, bisa di lakukan
pembelajaran dalam bentuk diskusi yakni siswa di minta untuk menelaah dan membahas di rumah
atau dalam kelompok belajar. Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang
belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan di berikan pembelajaran secara
penuh di dalam kelas.

2. Menerapkan penguat-penguat yang ada dalam teori belajar behavioristik shaping&modeling

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya
hubungan antara stimulus dan respon, dimana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang di
tunjukkan oleh siswa sebagai hasil dari belajar. Seperti yang telah di terapkan di sekolah, teori belajar
behavioristik bisa membantu meningkatkan semangat dan motivasi siswa. Di dalam teori
behavioristik terdapat istilah shaping dan modelling, shaping sebagai langkah awal dalam
memberikan motivasi kepada siswa yakni dengan pembentukan perilaku. Masalah yang ada di
lapangan seperti minimnya motivasi belajar siswa yang dapat menurunkan semangat siswa dalam
pembelajaran bisa diatasi dengan di terapkannya proses shaping atau menguatkan komponen-
komponen respon dalam usahanya mengarahkan subyek didik kepada respon yang di inginkan.

Esti dalam(Thohir,2010) menyampaikan: Shaping untuk memperbaiki tingkah laku belajar. Ia


mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid antara lain:

1. Datang di kelas pada waktunya

2. Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru

3. Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik

4. Mengerjakan pekerjaan rumah


5. Penyempurnaan

Hasil dari lima komponen untuk memperbaiki tingkah laku menunjukkan bahwa kehadiran
masuk sekolah bertambah setelah beberapa bulan, motivasi belajar siswa hidup kembali dan yang
lebih penting lagi ialah siswa menjadi lebih bisa bekerja sama di kelas dan menggunakan waktu
belajar mereka lebih efektif dengan penerapan shaping ini.

Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat di terapkan secara tepat oleh operant
conditioning. Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai
model. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan guru untuk memberi motivasi kepada siswa dalam
pembelajaran. Clarizio dalam(Thohir, 2010) memberi contoh bagus mengenai bagaimana guru
menggunakan modelling untuk mengembangkan, meningkatkan minat belajar murid terhadap literatur
bahasa inggris. Ia memberi contoh membaca buku bahasa inggris dengan tertawa terbahak-bahak,
kadang tersenyum, mengerutkan dahi dan sebagainya, demi membangkitkan daya tarik anak terhadap
buku tersebut.
Modelling bisa di terapkan di sekolah dengan mengambil guru maupun orang lain sebagai
model dari suatu tingkah laku, mungkin pelajaran aqidah akhlak, qur’an hadits, bahasa arab, bahasa
inggris seperti yang ada pada mata pelajaran di SDIT yayasan perguruan attaufiq. Berkaitan dengan
pengajaran keterampilan motorik, siswa diajak ke suatu tempat dimana terdapat sesuatu yang bisa
ditiru oleh anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas atau sekolah.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan pemaparan permasalahan yang di temukan di lapangan dan disertai dengan alternatif
penyelesaiannya, dapat di simpulkan bahwa permasalahan yang menghambat keefektifan pelaksanaan
pembelajaran di SDIT yayasan perguruan attaufiq ialah minimnya pemahaman guru mengenai
kebutuhan siswa seta kurangnya partisipasi siswa terhadap proses belajar di kelas.

B. Saran
Idealnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa
yang di harapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa.
PROFIL SEKOLAH YAYASAN PERGURUAN ATTAUFIQ

NAMA SEKOLAH : SDIT ATTAUFIQ

NO STATISTIK : 103076009004

PROVINSI : SUMATERA UTARA

KECAMATAN : MEDAN TEMBUNG

DESA/KEL : INDRA KASIH

JALAN DAN NO : JL WILLIEM ISKANDAR NO 126

STATUS SEKOLAH : SWASTA

AK SEKOLAH :B

TAHUN BERDIRI : 1953


LAMPRIRAN

NARASUMBER :

1. IBU WALI KELAS : ZAHRANI HARAHAP S.Pd

2. SISWI KELAS IV : AYU ANGGRAINI & FADHILA YUSNIA

TANGGAL PENELITIAN : 13 DESEMBER 2018

Anda mungkin juga menyukai