Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM

IDENTIFIKASI & SOLUSI TERHADAP PROBLEM PENDIDIKAN ISLAM


KONTEMPORER

Dosen Pengampu : Ahmad Subyanto, M.Pd.

OLEH :

KELOMPOK I :

1. Haerul Anwar
2. Julia Inda Sari
3. Muharromi Ali Mashur

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI (IAIH) NW PANCOR

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas


limpahan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya serta beribu nikmat yang tak bisa umat
manusia hitung, khususnya nikmat kesehataan dan kesempatan yang telah di berikan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kapita Selekta
Pendidikan Islam tentang “Identifikasi & Solusi Terhadap Problem Pendidikan Islam
Kontemporer” dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW.. Berkat beliaulah kita dapat mengenyam nikmat Iman, Islam dan
Ihsan serta yang telah mampu membawa kita dari zaman kejahilan atau kebodohan
menuju zaman kejayaan dengan segudang ilmu.
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen matakuliah Kapita Selekta
Pendidikan Islam bapak Ahmad Subyanto M.Pd. yang telah memberikan tugas
pembuatan makalah ini, semoga dari tugas yang diberikan ini kami akan semakin
paham dan semakin terbiasa dalam mengerjakan tugas yang diembankan dosen
matakuliah lainnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
khususnya bagi penulis sendiri. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

Pancor, 30 Maret 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian dari investasi masa depan, investasi masyarakat
sekaligus investasi negara dalam rangka memajukan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Maka, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pendidikan
senantiasa diarahkan untuk menjawab beberapa hal yang berkaitan dengan
masalah kebangsaan dan keumatan. Dalam hal ini ketika kita kaitkan dengan
pendidikan Islam saat ini bagaimana pendidikan Islam itu mampu menjawab
problem keIslaman yang akhir-akhir ini sering dihadapkan pada kasus kekerasan
atas nama agama, toleransi antar umat beragama serta terciptanya situasi yang
kondusif dalam menjalankan ajaran agama. Sementara dalam konteks
keindonesiaan, sejatinya pendidikan Islam juga mampu merespon dinamika
kehidupan yang terjadi di negara kita yang meliputi gerakan separatis,
munculnya aksi terorisme dan yang lainnya. Maka kemudian, sebagai bentuk
ikhtiar itu, para pelaku pendidikan harus senantiasa melakukan pembenahan,
koreksi dan evaluasi serta berfikir dinamis dan produktif. Upaya ini misalnya
telah dilakukan oleh Mukti Ali dalam usahanya memformulasikan lembaga
madrasah dan pesantren dengan cara memasukkan materi pelajaran umum ke
dalam lembaga-lembaga yang pendiriannya diorientasikan untuk tafaqquh fî al-
dîn. Demikian pula yang dilakukan oleh Harun Nasution dalam upayanya
menghilangkan dikotomi ilmu agama dan ilmu umum di lembaga pendidikan
tinggi Islam, khususnya IAIN Jakarta, dengan cara pendekatan kelembagaan dan
kurikulum. Pendekatan kelembagaan telah merubah status IAIN Jakarta menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN) yang berimplikasi pada pengembangan
kurikulum terintegrasi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Namun,
pembaharuan pendidikan dengan menggunakan model pendekatan di atas
mempunyai kelemahan, yaitu; pertama, akar keilmuan yang berbeda antara ilmu-
ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Ilmu agama bersumber dari wahyu dan
berorientasi ketuhanan, sedangkan ilmu-ilmu umum bersumber pada empirisme
dan berorientasikan kemanusiaan. Kedua, modernisasi dan Islamisasi ilmu
pengetahuan melalui kurikulum dan kelembagaan, walaupun dilakukan dengan
tujuan terciptanya integrasi keilmuan Islam dan umum, sampai kapanpun akan
menyisakan dikotomi keilmuan. Implementasi kurikulum dalam lembaga
pendidikan yang dinyatakan telah melaksanakan integralisasi yang tetap
mengelompokkan mata pelajaran/mata kuliah ilmu-ilmu agama dan mata
pelajaran/mata kuliah ilmu-ilmu umum “belum” bisa mewujudkan proses
Islamisasi ilmu pengetahuan. Yang terjadi adalah proses Islamisasi kelembagaan
dan proses Islamisasi kurikulum. Selain dari beberapa problem kelembagaan dan
kurikulum di atas, di internal pendidikan Islam seringkali mendapat stigma yang
negatif. Pendidikan Islam dikesankan sebagai lembaga yang tradisional-
konservatif. Di antara variabel yang menjadi ukurannya adalah lemahnya
metodologi pembelajaran yang cenderung tidak menarik perhatian. Jika problem
ini lamban diatasi, maka bisa dipastikan pendidikan Islam lambat laun akan
mengalami stagnasi dan kehilangan daya tariknya. Atas dasar inilah maka penulis
mencoba untuk memahami dan memberikan pencerahan terkait problematika
pendidikan Islam kontemporer dan solusi alternatifnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah pengertian pendidikan kontemporer?
2. Apakah tujuan pendidikan kontemporer?
3. Apakah Tantangan dalam Pendidikan Islam Kontemporer?
4. Apakah Problematika dalam Pendidikan Islam Kontemporer?
5. Bagaimanakah solusi pendidikan Islam Kontemporer?
C. Tujuan
1. Mendefinisikan pendidikan kontemporer.
2. Menjelaskan tujuan pendidikan kontemporer.
3. Menguraikan Tantangan dalam Pendidikan Islam Kontemporer.
4. Mengetahui Problematika dalam Pendidikan Islam Kontemporer.
5. Mengetahui solusi pendidikan Islam Kontemporer
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer


Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari
ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu
Al-Qur’an dan As-sunah.1
Menurut Mohammad Hamid an- Nasyir dan Kulah Abd Al- Qadir Darwis
mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan
manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku,kehidupan social
dan keagamaan yang diharapkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.2
Pendidikan Islam Kontemporer adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik berdasarkan
pada kaidah-kaidah agama Islam pada masa sekarang.
B. Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer
Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan
Nasional yang sesuai dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.3
C. Tantangan dalam Pendidikan Islam Kontemporer
Sistem pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar,
untuk itu diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang
mendasar itu antara lain:

1
Bashori Muchsim dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer ,(Bandung: PT.
Refika Aditama,2009), hlm.9.
2
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, mengutip dari Mohammad Hamid An Nasyir dan
Kulah Abd al- Qadir Darwis (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang,2009), hlm.17.
3
http://mastertarbiyah1982.wordpress.com/2013/03/07/beginilah-pendidikan-islam-di-
indonesia/ diakses pada 08 Oktober 2021 pukul 10.50
1. Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence
bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek
dengan sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2. Mampukah system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan
pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa
mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.
3. Mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-
benar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemammpuan
bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.
D. Problematika dalam Pendidikan Islam Kontemporer
1. Faktor Internal
a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan
manusia, atau mengangkat harkat dan martabat manusia atau human
dignity, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung
jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan.4 Tujuan
pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal bahkan,
lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik.
Orientasi pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secara nasional,
barangkali dalam konteks era sekarang ini menjadi tidak menentu, atau
kabur kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan pola kehidupan
pragmatis dalam masyarakat indonesia. Hal ini patut untuk dikritisi bahwa
globalisasi bukan semata mendatangkan efek positif, dengan kemudahan-
kemudahan yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang
disebabkan olehnya menjadikan di rientasi pendidikan. Pendidikan
cenderung berpijak pada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar

4
Haider putra Daulay, pendidikan islam: Dalam Sistem pendidikan Nasional di indonesia, (jakarta:
kencna, 2004), 44-45.
lapangan, kerja, sehingga ruh pendidikan islam sebagai pondasi budaya,
moralitas, dan social movement (gerakan sosial) menjadi hilang.5
b. Pendekatan/Metode Pembelajaran
Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas
kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu
membangkitkan potensi guru, memotifasi, memberikan suntikan dan
menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif
dan kontekstual (konteks sekarang menggunakan teknologi yang
memadai). Pola pembelajaran yang demikian akan menunjang tercapainya
sekolah yang unggul dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam arus
perkembangan zaman.
Siswa atau mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memiliki
pengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukup beragam
ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas pun siswa/mahasiswa harus
kritis membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya. Bertolak dari
kondisi ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa masih
banyak yang senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti
ceramah, didikte, karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk
berfikir.
c. Profesionalitas dan Kualitas SDM
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik
yang masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga
kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu
dan profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan
tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified, dan mismatch,
sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.6
5
Musthofa Rembangy, Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di
Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Cet. II (Yogyakarta : Teras, 2010) hal. 20-21
6
Ibid, hal. 28
d. Biaya Pendidikan
Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan
tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yang
bertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat konstitusi
sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
memerintahkan negara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN dan
APBD di masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi.
Bahkan, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20%
hingga tahun 2009 sebagaimana yang dirancang dalam anggaran strategis
pendidikan.7
2. Faktor Eksternal
a. Dichotomic
Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan islam adalah
dichotomy dalam beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu
Umum, antara Wahyu dengan Akal setara antara Wahyu dengan Alam.
Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telah
berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa-
masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu
pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul
persaingan yang tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat
julukan sebagai mahkota semua ilmu.
b. Too General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan islam berikutnya adalah sifat ilmu
pengetahuannya yang masih terlalu general/umum dan kurang
memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem solving).
Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang
selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein Alatas
menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,

7
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan
keluar/pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang
mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang
membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk
berfikir dan tidak mampu untuk melihat konsekuensinya.
c. Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia
pendidikan islam ialah rendahnya semangat untuk melakukan
penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan
The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al Afghani, Menganggap
rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat intelektual) menjadi salah
satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur
Tengah.
d. Memorisasi
Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari
standar-standar akademis yang berlangsung selama berabad-abad tentu
terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku yang tertera
dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan untuk
belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat menguasai materi-
materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang aspek-aspek tinggi
ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang. Hal ini
pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual
daripada pemahaman pelajaran yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan
dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan (memorizing) daripada
pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad
pertengahan yang akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya
komentar dan bukan karya-karya yang pada dasarnya orisinal.
e. Certificate Oriented
Pola yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalab
al’ilm, telah memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigih
mencari ilmu, melakukan perjalanan jauh, penuh resiko, guna
mendapatkan kebenaran suatu hadits, mencari guru diberbagai tempat,
dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa karakteristik
para ulama muslim masa-masa awal didalam mencari ilmu adalah
knowledge oriented. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa-masa
itu, banyak lahir tokoh-tokoh besar yang memberikan banyak konstribusi
berharga, ulama-ulama encyclopedic, karya-karya besar sepanjang masa.
Sementara, jika dibandingkan dengan pola yang ada pada masa sekarang
dalam mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya pergeseran dari
knowledge oriented menuju certificate oriented semata. Mencari ilmu
hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat atau ijazah
saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas
berikutnya.8
E. Solusi menghadapi Tantangan Pendidikan Islam Kontemporer
Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak
mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat
global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi
dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang
lebih komprehensif, dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara
efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan
harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik
mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana
penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu, pendidikan
harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala
faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang
menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan
global.

8
Abdul Wahid, Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam, (Semarang : Need’s Press, 2008), hal 14-23
Selain itu, program pendidikan harus diperbaharui, dibangun kembali atau
dimoderenisasi sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan
kepadanya. Sedangkan solusi pokok menurut Rahman adalah pengembangan
wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis dalam sinaran dan terintegrasi
dengan Islam harus segera dipercepat prosesnya. Sementara itu, menurut Tibi,
solusi pokoknya adalah secularization, yaitu industrialisasi sebuah masyarakat
yang berarti diferensiasi fungsional dari struktur sosial dan sistem
keagamaannya.
Berbagai macam tantangan tersebut menuntut para pengelola lembaga
pendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam untuk melakukan nazhar  atau
perenungan dan penelitian kembali apa yang harus diperbuat dalam
mengantisipasi tantangan tersebut, model-model pendidikan Islam seperti apa
yang perlu ditawarkan di masa depan, yang sekiranya mampu mencegah dan atau
mengatasi tantangan tersebut. Melakukan nazhar dapat berarti at-taammul wa
al’fahsh, yakni melakukan perenungan atau menguji dan memeriksanya secara
cermat dan mendalam, dan bias berarti taqlib al-bashar wa al-bashirah li idrak
al-syai’ wa ru’yatihi, yakni melakukan perubahan pandangan (cara pandang) dan
cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihat sesuatu, termasuk
di dalamnya adalah berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide
dan rencana kerja yang telah dibuat dari berbagai perspektif guna mengantisipasi
masa depan yang lebih baik.9

BAB III

9
http://dakahamdaka.blogspot.com/2016/10/makalah-problematika-pendidikan-islam.html diakses
pada 08 Oktober 2021 pukul 10.58
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari
ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu
Al-Qur’an dan As-sunah. Sedangkan, Pendidikan Islam Kontemporer adalah
kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk
mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam
pada masa sekarang.
Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan
Nasional yang sesuai dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sistem pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar,
untuk itu diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang
mendasar itu antara lain:
1. Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence
bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek
dengan sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2. Mampukah system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan
pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa
mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.
3. Mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-
benar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan kemammpuan
bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.
B. Saran
Kami dari penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Daulay, Haider Putra . 2009. Pendidikan Islam: Dalam Sistem pendidikan Nasional
di Indonesia, Jakarta: Kencana.
Muchsim, Bashori dan Abdul Wahid. 2009. Pendidikan Islam Kontemporer.
Bandung : PT. Refika Aditama.
http://dakahamdaka.blogspot.com/2016/10/makalah-problematika-pendidikan-
islam.html diakses pada 08 Oktober 2021 pukul 10.58

http://mastertarbiyah1982.wordpress.com/2013/03/07/beginilah-pendidikan-islam-di-
indonesia/ diakses pada 08 Oktober 2021 pukul 10.50
Rembangy, Musthofa. 2010. Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis
Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Cet. II.
Yogyakarta : Teras
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta : PT. LKIS Printing
Cemerlang.
Wahid, Abdul. 2008. Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam. Semarang : Need’s
Press.

Anda mungkin juga menyukai