Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LANDASAN KEBIJAKAN KURIKULUM DI INDONESIA


Mata kuliah Inovasi Kurikulum Paud
Dosen Pembimbing : Siti Fadillah,M.Pd

DISUSUN OLE KELOMPOK 3 :


Widiya Marheni : (2186207004)
Puji Sri Lestari : (2186207003)
Vuji Maitasari : (2186207010)
Uci Miranda : (2186207018)
Rara : ( 2186207017)

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS PENDIDIKAN DAN VOKASI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2022/2023
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahka rahmat dan karunianya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Inovasi Kurikulum Paud, dengan judul:
“Landasan Kebijakan Kurikulum di Indonesia “ .

Kami juga berterima kasih kepada dosen pengampuh Siti Fadillah,M.Pd di mata
kuliah ini karna kalau bukan ilmu yang di berikan kepada kami tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Pekanbaru, 22 Oktober 2022

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Konsep Kurikulum..............................................................................................................3
2.2 Landasan Kurikulum........................................................................................................10
2.3 Kebijakan Kurikulum ......................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14

II
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1947. Hingga tahun
2013, kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan
dan penetapan kurikulum di Indonesia merupakan kewenangan dari Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Kurikulum di Indonesia
dikelola melalui kebijakan publik dalam bidang pendidikan yang diatur oleh
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Secara
berurut, kurikulum Indonesia ditetapkan atau diubah pada tahun 1947, 1952, 1964,
1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan kurikulum di Indonesia
merupakan akibat adanya perubahan kondisi politik, sosial, budaya, ekonomi, dan
ilmu pengetahuan serta teknologi yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia.
Penyusunan kurikulum di Indonesia berlandaskan pada ideologi Pancasila.
Sedangkan landasan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perbedaan di antara kurikulum yang telah
digunakan berpusat pada tujuan utama dalam pendidikan serta pendekatan yang
digunakan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut.
Sistem dan mutu pendidikan di negara kita masih tertinggal jauh dibanding
negara negara lain. Karena masih banyaknya masalah dalam dunia pendidikan kita
yang kita hadapi. Di lain pihak pemerintah sendiri tidak segera membenahi kondisi
pendidikan yang ada di Indonesia. Disamping itu reformasi kurikulum pendidikan
yang sudah diadakan pembaharuan juga kurang membawa dampak positif terhadap
perkembangan mutu di dunia pendidikan, sehingga sampai saat ini pun mutu
pendidikan kita masih rendah. Dengan pembaharuan kurikulum tahun 2004 (KBK),
walaupun sudah ada pengurangan bahan ajar, tetapi kesempatan dari peran orang tua
juga masih belum berfungsi penuh terhadap proses pembelajaran di masing-masing
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sehingga pengaruh terhadap mutu
pendidikan belum terpenuhi. Prinsip dasar KTSP adalah pada pengetahuan yang
belum sempurna sehingga harus disempurnakan melalui proses pencairan, penemuan
dan eksperimentasi sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Muatan KTSP meliputi
beberapa mata pelajaran yang merupakan beban belajar bagi peserta didik pada

1
satuan pendidikan, selain itu muatan lokal dan pengembangan diri masih dalam isi
kurikulum. Dengan KTSP pun ternyata belum bisa mengubah mutu pendidikan kita.
Sehingga dapat dikatakan dengan diadakannya pembaharuan kurikulum pun mutu
pendidikan kita masih memprihatinkan atau dapat dikatakan peranan reformasi
kurikulum pendidikan belum banyak membawa dampak terhadap peningkatan mutu
pendidikan.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para
penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai
kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar
pertimbangan oleh para pelaksanaan kurikulum yaitu para pengawas pendidikan
dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan
pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalammelakukan pembinaan
terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan.Penyusunan
dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar
pijakan dalammelakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat
memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif
dan efisien

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Landasan Kebijakan Kurikulum di Indonesia

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Landasan Kebijakan Kurikulum di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kurikulum


Perkataan kurikulum dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan sejak
kurang lebih satu abad yang lampau. Istilah kurikulum boleh dikatakan baru di
indonesia dan menjadi populer sejak tahun lima puluhan. Konsep kurikulum
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga
bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Kurikulum
merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru dan dipelajari
siswa. Ronald C. Doll (Sukmadinata, 2012:4) berpendapat bahwa The commonly
accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study
and list of subjectsand courses to all the experiences which are offered to learners
under the auspices or direction off the school. Definisi Doll tidak hanya menunjukan
adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukan adanya
perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang
dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab
sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung
di sekolah, di rumah atau di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan
langsung dengan pelajar ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai
upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas
yang mendukungnya. Menurut Syahril & Asmidir Ilyas, dkk (2009) “Secara sempit
kurikulum dapat diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus diikuti/diambil siswa
untuk dapat menamatkan pendidikannya dalam lembaga pendidikan tertentu.” Usaha-
usaha untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa dapat berlangsung di
dalam kelas maupun di luar kelas baik yang dirancang secara tertulis maupun tidak
asal ditujukan untuk membentuk lulusan yang berkualitas.
Aciel Miel dalam Nasution.S.(2011) penganut pendirian yang luas mengenai
kurikulum, menjelaskan bahwa definisi tentang kurikulum sangat luas yang mencakup
bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita
serta normanorma, melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai
sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya dengan

3
murid-murid. Ada tiga konsep kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai
sistem, sebagai bidang studi menurut (Sukmadinata, 2012). Kurikulum sebagai
substansi, merupakan suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar,
kegiatan belajar-mengajar, jadwal dan evaluasi. Kurikulum sebagai suatu sistem,
mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Kurikulum
sebagai bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai bidang
studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Maka
dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan seluruh program atau rencana yang
dibuat untuk dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan guna memberikan pengalaman
pendidikan yang potensial bagi siswa dibawah tanggung jawab sekolah dengan tujuan
agar siswa terbiasa berfikir dan berbuat menurut kelompok masyarakat tempat dia
hidup. (Elvianti, siska. 2012:4) Menurut Zainal Arifin (2013) dalam pelaksanaan
pengembangan kurikulum harus menempuh tahap-tahap sebagai berikut: Tahap 1.
Studi kelayakan dan Analisis kebutuhan. Tahap 2. Perencanaan Kurikulum. Tahap 3.
Pengembangan rencana operesional kurikulum.Tahap 4. Pelaksanaan uji coba terbatas
kurikulum dilapangan. Tahap 5. Implemetasi kurikulum. Tahap 6. Monitoring dan
Evaluasi Kurikulum. Tahap 7 Perbaikan dan penyesuaian.

4
2.2 Landasan Pengembangan Kurikulum
Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan,
isi/materi, proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa
menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah
landasan yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan,
individu (peserta didik), dan teori-teori belajar (psikologis).
 LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah rumusan yang didapatkan dari
hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum
sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.
1. Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia, termasuk
masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain
sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan
dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut
Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar
pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
2. Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian
terhadap persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul
beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk
sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat
mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat
baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan
tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan
pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.atau bahkan yang dianut oleh
perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara
hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia
harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain,

5
landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai
dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia,
dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20
Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut,
tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta
didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan
seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam
hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.
3. Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat
memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian
sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.
Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-
anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan
pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat hamparan yang jelas
tentang hasil yang harus dicapai.
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan pendidikan.
4. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka
tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup
6
yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh,
Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah
Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan
sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai
kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan
falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan
ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa
memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan
dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat berubah.

 LANDASAN PSIKOLOGIS
Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus
disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
1. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan
yang sempurna, Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus
menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat
bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana
justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan
anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan
tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa
perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan.
Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi
ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini

7
disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini
dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan
(developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara
nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf
perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara
kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek
penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya
masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang
memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang
unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak
merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya.
Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada
perubahan Stingkah laku peserta didik.
b. Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak,
bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
c. Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
d. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
e. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan
dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa
diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan
8
perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena
prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan
perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi
secara kebetulan, tidak termasuk belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar
merupakan bekal bagi para guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1. Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau
daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti
potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya
memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat
berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan
daya-daya lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu
pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara
mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2. Teori Behaviorisme
ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak mengakui
sesuatu yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat
dilihat dan diamati. Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme.
Menurut teori ini kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3. Teori Organismik (Gestalt)
Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai
makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan lingkungan secara
keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang
hadir itu diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan
seterusnya terjadi perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan
penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan
metoda belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada
berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang
9
diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada
akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak
mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :
Belajar berdasarkan keseluruhan
Belajar adalah pembentukan kepribadian Belajar berkat pemahaman
Belajar berdasarkan Pengalaman
Belajar adalah suatu proses perkembangan Belajar adalah proses berkelanjutan LANDASAN
SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-
kekuatan itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh
dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.

10
2.3 Kebijakan Kurikulum
Kebijakan kurikulum di Indonesia secara sederhana dapat dipetakan menjadi
tiga bagian. Menurut Nasution (2011), “Kebijakan itu adalah masa pra-kemerdekaan,
kemerdekaan, dan reformasi”.

1. Kebijakan Kurikulum Pendidikan Masa Pra Kemerdekaan Kebijakan pendidikan


pada masa pra kemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme, dimana kebijakan dan
praktik pendidikan dikelola dan dikendalikan oleh penjajah. Pertama, kebijakan
Sekolah Kelas Dua yang diperuntukkan bagi anak pribumi dengan lama pendidikan 3
tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung, menulis dan membaca. Kedua,
kebijakan Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan bagi anak pegawai pemerintah
Hindia Belanda. Lama pendidikannya 4 tahun, kemudian 5 tahun dan terakhir 7 tahun.

2. Kebijakan Kurikulum Pendidikan Pasca Kemerdekaan a. Kebijakan kurikulum


1968, merubah struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis,
tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.

b. Kebijakan kurikulum 1975, menekankan pada tujuan pendidikan yang lebih efektif
dan efisien. Pada kurikulum ini, peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru
wajib membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. c.Kebijakan kurikulum 1984, mengusung process skill approach.
Kurikulum 1984 ini lahir sebagai perbaikan dari kurikulum sebelumnya (kurikulum
1975).

Kurikulum 1984 mempunyai ciri-ciri :

1) berorientasi pata tujuan pembelajaran (intruksional),

2) pendekatan pembelajaranya menggunakan model pembelajaran Cara Belajar


Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learing (SAL),

3) materi pembelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral,

4) menenamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan,

11
5) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa,

6) menggunakan pendekatan ketrampilan proses (process skill approach). d.Kebijakan


terhadap kurikulum 1994, Kurikulum ini menekankan pada prinsip Link and Match
pada sekolah kejuruan seperti STM (Sekolah Teknik Menengah). Link and Match
adalah prinsip tentang pentingnya keterkaitan pendidikan dengan dunia kerja atau
industri. Sekolah harus mampu menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang terampil yang
dibutuhkan oleh industri. Sebaliknya dunia industri juga harus bersinergi dengan
lembaga-lembaga pendidikan. 3.Kebijakan Kurikulum Masa Reformasi Reformasi
membawa dampak besar bagi perkembangan pendidikan nasional. Dengan UUSPN
Nomor 20 Tahun 2003 menjadi babak baru bagi sIstem pendidikan nasional.
Kebijakan-kebijakan pendidikan pun dikeluarkan sebagai amanat undang-undang.

a. Kurikulum 2004 (KBK) Kebijakan kurikukum 2004 dikenal dengan sebutan


Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi)
tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.

b. Kurikulum 2006 (KTSP) Kebijakan kurikulum 2006 ini dikenal dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Ciri yang paling menonjol adalah guru diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada.

c. Kurikulum 2013 Pada tahun ajaran baru 2013/2014 pemerintah menetapkan


diberlakukannya kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 sebagai pengganti KTSP dan
melanjutkan pengembangan KBK yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu sesuai
amanat UU 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 35 dan
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (Deden Cahaya Kusuma, t.th: 8). Kurikulum 2013 mempunyai
tujuan untuk mendorong peserta didik, mampu lebih baik melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka
peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pelajaran.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga
apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak
menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi
goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan
halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut
akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta
didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.
bahwa sistem kurikulum yang berubah tidak lepas dari dinamika perkembangan zaman.
Perubahan kurikulum tidak dapat dipungkiri memang selalu menyesuaikan dengan perubahan
masyarakat. Walaupun demikian, penulis berharap, bagaimanapun dan apapun bentuk
kurikulumnya, tetap harus menjadi acuan dalam pelaksanaan pembelajaran. Lebih lanjut tetap
merujuk pada tujuan pendidikan nasional seutuhnya, yaitu untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab

13
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_di_Indonesia
https://osf.io/8xw9z/download/?format=pdf
https://123dok.com/document/zw0g400y-bab-i-pendahuluan-makalah-landasan-kurikulum.html

14
15

Anda mungkin juga menyukai