Anda di halaman 1dari 28

A.

Hakikat Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan dalam perspektif filosofis adalah usaha membantu

memanusiakan manusia (Ahmad Tafsir, 2006: 33). Artinya manusia

akan menjadi manusia yang sebenarnya ketika mereka diberikan

pendidikan. Atau dengan kata lain, ada manusia yang tidak menjadi

manusia disebabkan tidak mendapatkan pendidikan. Ilmu pendidikan

Islam memandang bahwa pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani

dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang

utama.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari proses pendidikan,

karena itulah pendidikan dikatakan sebagai peradaban manusia


sebagai upaya untuk melestarikan hidupnya. Theodore Mayer Greene

(Ahmad Tafsir, 2004: 6) pendidikan adalah usaha manusia untuk

menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Dari

definisi ini dapat dikatakan pendidikan merupakan proses yang

diarahkan untuk perubahan prilaku seseorang.

Secara umum pendidikan adalah sebagai suatu proses

pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut

daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional). (Fahrur

Razy Dalimunte,1999:11). Pendidikan merupakan aktivitas yang

diorientasikan kepada pengembangan individu manusia secara

optimal.

Pendidikan Islam adalah suatu proses yang melatih perasaan


murid-murid dengan cara sedemikian rupa sehingga dalam sikap

hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala

jenis pengetahuan mereka yang di pengaruhi dengan nilai-nilai

spiritual dan sangat sadar akan nilai-nilai Islam (Syafarudin

Siahaan,1999: 12).

Pendidikan Islam juga dapat diartikan suatu sistem

kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang

dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi

pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi

maupun ukhrawi.

Menurut Hasan Langulungan pengertian ilmu pendidikan Islam

adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peran memindahkan pengetahuan, dan
nilai-nilai islam yang dijelaskan

dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya


di akhirat. (Hasan Langulungan, 1980:94)

Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah

terwujudnya menusia sempurna. Atau manusia bertaqwa kepada

Allah SWT. Juga tujuan dari pendidikan Islam itu ialah

menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total

manusia melalui latihan spiritual dan intelektual, rasional diri.

(Fahrur Razy Dalimunte,1999:12)

Dalam menjelaskan arti pendidikan Islam akan banyak kita

jumpai beberapa pandangan mengenai pengertian dari pendidikan

Islam itu sendiri. Burlian Somad. (1981), mengatakan bahwa

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk

individu menjadi mahluk yang bercorak diri, berderajat tinggi


menurut ukuran Alloh dan isi pendidikannya adalah mewujudkan

tujuan itu, yaitu ajaran Alloh. Secara terperinci beliau

mengemukakan, pendidikan itu disebut Pendidikan Islam apabila

memiliki dua ciri khas yaitu:

1. Tujuannya membentuk individu menjadi bercorak tinggi menurut

ukuran Al-Qur’an.

2. Isi pendidikannya adalah ajaran Alloh yang tercantum dengan

lengkap didalam Al-qur’an yang pelaksanaannya didalam praktek

hidup sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi

Muhammad SAW.

Sedangkan menurut Marimba Ahmad (1980). bahwa

pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani

berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya


kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu

kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki

dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan

bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Sementara itu arti pendidikan Islam menurut hasil seminar

pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 s/d 11 Mei 1960 di

Cipayung Bogor, adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani

dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,

mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua

ajaran Islam. Dari beberapa uraian tersebut diatas dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah usaha dalam pengubahan

sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran


agama Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya

kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah

merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan seharihari sebagaimana yang sudah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad

SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi

sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya

pendidikan Islam.

2. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah suatu sasaran yang akan dicapai seseorang atau

kelompok orang yang melakukan suatu kegiatan. Sedangkan tujuan

pendidikan Islam yaitu suatu sasaran yang akan dicapai seseorang

atau kelompok orang yang melakukan pendidikan Islam.

Sehubungan dengan hal itu, maka tujuan pendidikan Islam

mempunyai makna yang sangat penting, keberhasilan dari suatu


sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh,

tahapan, sasaran, serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh

karena itu kegiatan tanpa disertai dengan tujuan, menyebabkan

sasarannya akan kabur, akibatnya program dan kegiatan tersebut

akan acak-acakan.

Adapun pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk

manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri

sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan manusia muslim

yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai

keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan

di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin

hubungan kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi,


mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan dan taqwa.

Upaya ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam

upaya meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang mampu

berperan aktif menjadi agen pembaharuan dan pengembangan

kehidupan nasional dan internasional. dalam GBHN 1999-2004

dinyatakan bahwa "pendidikan nasional bertujuan untuk

mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin

secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya

proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak

dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya (TAP MPR RI

No.IV/MPR/1999, GBHN 1999-2004: Hal 79).

Realisasi tujuan pendidikan nasional dituangkan dalam

Undang-undang Sinstem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003,


yaitu : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga Negara

yang demokratis serta tanggunjawab (DPR RI, UU Sisdiknas No. 20

Tahun 2003: Hal 6-7).

B. Kelemahan dan Tantantangan Pendidikan Islam

1. Kelemahan dan Kendala Pendidikan Islam.

Menurut Sardjito Marwan (1996:66-74) dalam berbagai kesepatan

diskusi, seminar, lokakarya, penataran dan lain-lain, telah sering


dikemukakan kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Dari

kalangan guru, keluhan yang sering dikemukakan adalah alokasi

waktu yang kurang memadai dan isi kurikulum yang terlalu syarat.

Di samping itu, sarana dan lingkungan sekolah sering tidak

menunjang pelaksanaan pendidikan agama.

Juga dari pihak orang tua kurang memperlihatkan kerjasama.

Mereka hanya menuntut anaknya menjadi orang yang

berpengetahuan luas dan berakhlak mulia, taat melaksanakan agama,

sementara mereka tidak mau memberi dukungan dan contoh.

Bagaimana seorang anak menjadi manusia atau generasi berbudi

pekerti luhur dan taat melaksanakan perintah agama seperti shalat,

puasa, dan lain-lain kalau orang tuanya dirumah tidak pernah


melakukan shalat dan puasa. Dalam kasus seperti ini, kiranya kurang

adil kalau guru agama dituding sebagai kambing hitam.

Ini tidak berarti tidak ada kelemahan dipihak guru. Banyak

kekurangan pihak guru agama. Diantara kekurangan mereka adalah

keterbatasan kemampuan menguasai materi yang diajarkan. Dan

kalau muncul issu-issu yang mempertentahankan nilai-nilai dasar

agama dengan penemuan-penemuan baru dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru-guru
tidak mampu memberikan

penjelasan yang memadai. Sebagian guru agama nampaknya tidak

cukup mempunyai pengetahuan yang komprehensif untuk menjawab

permasalahan-permasalahan tersebut.

Kelemahan lain, pada umumnya guru-guru agama kurang

mampu atau tidak dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan


metodologi yang tepat untuk mata pelajaran pendidikan agama.

Guru-guru agama disekolah dasar dari tamatan PGAN selain urang

mendalami materi yang diajarkan, juga sering kali mengajar tanpa

memperhatikan didaktik-metodik dan psikologi anak.

2. Beberapa Tantangan dalam Pendidikan Islam.

Kiranya perlu kita sadari pula bahwa merebaknya kenakalan remaja,

perkehian antar pelajar terutama di kota-kota besar, munculnya

“premanisme” dan berbagai bentuk kejahatan lainnya merupakan

tantangan bagi para pendidik, tokoh masyarakat, guru agama, dan

kita semua.

Tetapi kita juga ingin menegaskan bahwa dalam menghadapi

kasus-kasus kejahatan tersebut guru-guru agama tidak dapat

dipersalahkan begitu saja atau dijadikan “kambing hitam”. Guru


Agama tidak dapat dipersalahkan secara pukul rata lantaran ada

kejahatan, tidak berakhlak, brutal, alkoholis, berkelahi dan bersikap

kurangajar! Banyak factor lain yang lebih dominan dalam

pembentukan perilaku dan watak mereka. Karenanya kita menolak

kalau ada pihak yang menilai bahwa semakin “merebaknya“

kejahatan dan kenakalan remaja itu merupakan indicator kuat

terhadap kegagalan pendidikan agama disekolah-sekolah. Tetapi

meski demikian kita juga tidak boleh bersikap apatis sambil berkata:

“apa yang terjadi, terjadilah!”

Tokoh-tokoh Islam, Ulama’ dan guru-guru agama kiranya tetap

menaruh rasa prihatin dan perlu proaktif untuk ikut menangulangi

kejahatan dan kenakalan remaja dan premanisme tersebut. Perlu kita


sadari juga, bahwa para preman, remaja dan pelajar yang suka

berkelahi, anak-anak yang suka mabuk-mabukan, mereka yang

melakukan kejahatan di kota-ko\ta besar, sebagian besar berasal dari

keluarga muslim, baik dari kalangan yang berada maupun dari

kalangan yang tidak punya. Tetapi sekali lagi, hal tersebut bukan

indicator kegagalan atau merosotnya kualitas penghayatan dan

pengamalan keagamaan umat islam Indonesia.Penghayatan dan pengamalan keagamaan umat islam
dalam

masa dua atau tiga dekade terakhir ini jauh lebih maju, semarak dan

mantap dibandingkan dengan masa sebelumnya atau dimasa orde

lama. Betapapun masih ada kekurangan dan hambatan, program

pendidikan agama telah memberikan hasil dan dampak positif bagi

peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan generasi muda dan

umat islam Indonesia.


Kesadaran masyarakat ntuk menanamkan keimanan dan

ketaqwaan sedini mungkin kepada anak-anak didik kita makin

tumbuh dan merata. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin

maraknya kegiatan “pendidikan agama” melaluai media masa,

munculnya pengajian-pengajian, majlis ta’lim, madrasah diniyah,

pesantren kilat, taman pendidikan Al Qur’an, dan lain-lain.

Gerakan masyarakat dalam kegiatan pendidikan agama tersebut

perlu didorong lebih luas dan meningkat lagi, dan segala kekurangan

dan hambatan yang ada kita tanggulangi dan kita carikan jalan

keluar.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan.

Djamarah & Zain Aswan (1996:123) berpendapat, jika ada guru yang

mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah


ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari

kepribadian seorang guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil

dalam mengajar. Apalagi jika guru itu hadir kedalam dunia

pendidikan berdasarkan tuntunan hati nurani. Panggilan jiwanya

pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.

Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai

seorang guru berusaha sekuat tenaga dan fikiran mempersiapkan

program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun

terkadang keberhasilannya yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang

ditemui; disebabkan oleh beberapa faktor sebagai penghambatnya.

Sebaliknya, jika keberhasilan itu ingin menjadi kenyataan, maka

berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya, Berbagai faktor yang


dimaksud adalah :

1. Tujuan.

Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai

dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak
dari jelas tidaknya perumusan

tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan

pengajaran.

2. Guru.

Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu

pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang

berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang

dimilikinya, dia menjadi anak didik menjadi orang yang cerdas.

Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua

aspek yang mempengaruhi kopetensi seorang guru dibidang


pendidikan dan pengajaran.

3. Anak Didik.

Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah.

Orang tuanyalah yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi

orang yang berilmu pengetahuan dikemudian hari. Kepercayaan

orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran dan penuh

keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tangung jawab

yang diserahkan itu.

4. Kegiatan pengajaran.

Pola umum kegiatan pegajaran adalah terjadinya interaksi antara

guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru

yang mengajar. Anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang
yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak

didik. Anak didik adalah orang yang digiring kedalam lingkungan

belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru

berusaha mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetapi disini gaya

mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak

didik.

5. Bahan dan Alat Evaluasi.

Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat didalam kurikulum

yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan.

Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan

harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan

untuk pembuatan item-item soal evaluasi.

6. Suasana Evaluasi.
Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat evaluasi, faktor evaluasi
juga merupakan fakor yang

mempengaruhi kebersilan belajar mengajar.

7. Teknik-Teknik Pendidikan.

Sementara menurut Muhammad Quthub (1988:325), memberi

komentar, tetapi lebih dari itu, Islam belum pernah pula kehabisan

persediaan dalam hal teknik-teknik pendidikan dan masih banyak

lagi persediaan anak-anak panah didalam kantongnya. Ia melakukan

pendidikan melalui teladan, melalui teguran, melalui hukuman,

melalui cerita-cerita, melalui pembiasaan, dan melalui pengalamanpengalaman kongkrit.

D. Konsep Pendidikan Islam yang Ideal

Islam sejak awal kemunculannya telah memperlihatkan pentingnya

pendidikan bagi kehidupan manusia. Ayat pertama yang diterima

Nabi Muhammad adalah Iqra’ yang mengandung pesan tentang


perintah memberdayakan potensi akal yang dimiliki manusia, dan itu

merupakan inti pendidikan dalam Islam. Namun, perlu diakui bahwa

pendidikan Islam ketika itu belum mempunyai bentuk yang formal

dan sistematis, karena peranan pendidikan pada awal perkembangan

Islam masih sebatas upaya-upaya penyebaran dakwah Islam berupa

penanaman ketauhidan dan praktek-praktek ritual keagamaan.

Keadaan di atas berlangsung sejak Nabi Muhammad masih hidup

hingga sampai pada suatu zaman dimana pemikiran umat Islam

mulai bersentuhan dengan peradaban dan kebudayaan dari luar Islam

(Arab). (Abudin Nata 2004:99)

Masuknya filsafat Yunani merupakan faktor yang sangat

dominan bagi perkembangan pemikiran dalam Islam, termasuk


dalam bidang pendidikan.

Pendidikan zaman dulu seharusnya menjadi cerminan untuk

pendidikan masa yang akan datang. Yang baik dari zaman dulu dan

sisi buruknya ditinggalkan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan

solusi menghadapi globalisasi dan perkembangan zaman yang jauh

berbeda dengan zaman dahulu. Filsafat pendidikan dan pemikiran

pendidikan Islam, dalam hal ini harus turut memberi respon bagi

semua perubahan dan perkembangan itu. Karena filsafat dan

pemikiran Islam itu selalu merupakan akibat dari dua hal, yaitu

ideologi Islam seperti digambarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadis

serta suasana baru yang muncul dalam dunia Islam (pendidikan) itu

sendiri, sehingga perlu dibentuk konsep pendidikan Islam yang ideal

yang dapat menyesuaikan terhadap perkembangan zaman dengan


tanpa melupakan nilai-nilai keagamaan Islam dalam dunia

pendidikan.

Penutup

Kepada setiap sekolah dan guru diberikan kebebasan apa yang harus

dilakukan dalam proses pembelajaran. Yang penting adalah

pencapaian target yang telah ditentukan, dengan kata lain proses

pendidikan bersifat product oriented, berlawanan process oriented,

yang dilakukan sekarang ini. Untuk mencapai target yang telah

ditentukan kepada guru perlu diberikan insentif dan sekaligus sanksi.

Insentif diberikan kepada guru yang berhasil melampaui target yang

telah ditentukan. Sebaliknya, sanksi diberikan kepada guru yang

melakukan tindak kecurangan, misalnya mengubah, menambah atau


memalsu nilai hasil pembelajaran peserta didik.Konsep filosofis pendidikan Islam adalah bersumber dari

hablum min Allah (hubungan dengan Allah) dan hablum min al-nas

(hubungan dengan sesama manusia) dan hablum min al-alam

(hubungan dengan manusia dengan alam sekitar) yang selanjutnya

berkembang ke berbagai teori yang ada seperti sekarang ini. Inprirasi

dasar yaitu berasal dari al-Qur’an dan al-Hadis.

Lembaga pendidikan Islam harus ditata kembali sehingga

program pendidikannya berorientasi pada pencapaian dan

penguasaan kompetensi tertentu, oleh karena itu lembaga pendidikan

Islam harus mempunyai sifat; (a) Multiprogram dan multistrata dan

berorientasi pada tujuan perpektif dan kebutuhan deskriptif, (b)

setiap program disusun dengan menggunakan prinsip pemaduan

kompetitif kognitif, afektif, dan “akhlak” (c) Diversifikasi program


ditata sesuai dengan kebutuhan yang nyata di dalam masyrakat yang

berorientasi pada penampilan perilaku anak didik yang mempunyai

rasa tanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, (1991). M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum).

Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, Syamsul. Dkk (1996). Spiritualitas Islam dan Peradaban

Masa Depan, Yogyakarta: Si Press.

Barzinji, Jamal.(1996). Sejarah Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

Malang: Universitas Muhammadiyah.

Burlian, Somad, 1981. Beberapa Persoalan dalam Pendidikan Islam.

Bandung: Al Ma’arif.
Djamara, S, Bahri, Drs.& Zain, Aswan, Drs,1996. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Pendidikan dan Peserta didik dalam

interaksi Edukatif suatu Pendekatan Teoritis Pendidikan,

Bandung: Rineka Cipta.

Marimba, Ahmad, D, 1980. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al.

Ma’arif.

Nata, Abudin.(2004). Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik

dan Pertengahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Quthb, Muhammad, (1988). Sistem Pendidikan Islam. Bandung: Al

Ma’arif.

Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan

Prakti Pengembansgan Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (cet. Ke-2)., Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Sardjito, Marwan, 1996. Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam.

Jakarta: CV Amissco.

Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islami, Bandung:

Rosdakaraya

------------------. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam,

Bandung: PT. Remaja Rosdakaraya.

------------------. 2008. Metodologi Pengajaran A

Anda mungkin juga menyukai