Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Secara kultural, pendidikan pada umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi dan
tujuan yang tidak bebeda. Semuanya dalam upaya untuk menegakkan martabat manusia
melalui transmisi yang dimilikinya.  
Dunia pendidikan Islam dengan pendidikan pada umumnya, kadang-kadang
memang mempunyai persamaan dan kadang-kadang juga memiliki perbedaan. Persamaan
akan timbul karena sama-sama berangkat dari dua arah pendidikan yakni dari diri manusia
yang memang fitrahnya untuk melakukan proses pendidikan, kemudian dari budaya yakni
masyarakat yang memang menginginkan usaha warisan nilai, maka semua memerlukan
pendidikan.
            Pendidikan nasional menggalakan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu
untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelektual, rohani dan
iman, berdasarkan kepada kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada
penekanan dalam bidang rohani maupun jasmani manusia dalam sistem pendidikan
nasional merupakan ciri-ciri pendidikan Islam. Karena itu kurikulum pendidikan
keagamaan merupakan bagian yang dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun yang
melekat pada setiap pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai.
Mengenai pendidikan agama itu sendiri pada dasarnya cukup mewarnai perjalanan
bangsa Indonesia, apalagi bila dilihat dari dimensi historis. Sebelum pemerintah kolonial
Belanda memperkenalkan sistem pendidikan Barat yang sekuler, diketahui bahwa
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia.
Salah satu unsur pembangunan peradaban bangsa adalah melalui
pendidikan.Sedangkan hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada tujuan awal
pendidikan itusendiri. Islam dan barat memiliki pandangan berbeda mengenai haltersebut.
Pahamrasionalisme yang berkembang dibarat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-
konseppendidikan barat. Ini jauh berbeda dengan islam yang memiliki Al-Quran,
Sunnah,dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang
membedakanciri-ciri dari pendidikan yang ada diBarat dengan pendidikan Islam. Masing-

1
masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga dengan produk yang
dihasilkan pun memiliki ciri-ciri yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka saya membatasi atau merumuskan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Pendidikan Agama Islam ?
2. Apa tujuan dari Pendidikan Agama Islam ?
3. Kapan dimulainya pendidikan Agama Islam ?
4. Apa fungsi Pendidikan Agama Dalam Sistem Pendidikan Nasional ?
5. Bagaimana Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional?
6. Bagaimana Implementasi Nilai-nilai Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional?
7. Apa Saja Permasalahan yang ada dalam Pendidikan Islam di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian pendidikan Agama Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan Agama Islam.
3. Untuk mengetahui kapan dimulainya pendidikan agama islam
4. Untuk mengetahui pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional
5. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan agama dalam sistem pendidikan
nasional.
6. Untuk mengetahui bagaimana implementasi nilai-nilai agama dalam sistem
pendidikan nasional.
7. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dalam pendidikan Islam
di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam


Pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Sehingga pendidkan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan
pokok dalam membentuk generasi muda agar memiliki kepribadian yang utama.
Dalam Islam pada mulanya pendidikan Islam disebut dengan kata “ta’dib”. Kata
“Ta’dib”mengacu pada pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsur-unsur
pengetahuan (‘ilm) pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya
dalam perkembangan kata ta’dib sebagai istilah pendidikan telah hilang peredarannya,
dan tidak dikenal lagi, sehingga ahli pendidik Islam bertemu dengan istilah At
Tarbiyah atau Tarbiyah, sehingga sering disebut Tarbiyah. Sebenarnya kata ini berasal
dari kata “Robba-yurabbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang. Maka
dengan demikian populerlah istilah “Tarbiyah” diseluruh dunia Islam untuk menunjuk
pendidikan Islam.
Terdapat beberapa pengertian mengenai Pendidikan Agama diantaranya sebagai
berikut:
1. Dalam Enclylopedia Education, Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai suatu
kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Dengan
demikian perlu diarahkan kepada pertumbuhan moral dan karakter. Pendidikan
agama tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agma saja, akan tetapi
disamping pengetahuan agama, mestilah ditekankan pada aktivitas kepercayaan.
2. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil).
3. Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya karangan abdul Majid Pendidikan Agama
Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup.

3
4. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Abdul Majid Pendidikan agama Islam
adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
5. Menurut Dr. H. Zuhairini Pendidikan Agama berarti usaha-usaha secara sistematis
dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan
ajaran Islam.
6. Menurut Musthafa Al-Ghulayaini: Pendidikan Islam ialah menanamkan akhlak
yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya
dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan
(meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan
cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.

Namun dari perbedaan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan adanya titik
persamaan yang secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut : Pendidikan Islam
ialah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada anak didik dalam masa
pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.

Ada tiga term tertentu yang di gunakan manusia dalam mengartikan pendidikan
agama dalam khasanah pendidikan islam:

1. Istilah al-tarbiyah
Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut kamus Bahasa
Arab, lafaz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata, pertama, raba-yarbu yang berarti
bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum
ayat 39. Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar.  Ketiga, rabba-yarubbu
yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
2. Istilah al-Ta’lim
Dr. Abdul Fattah Jalal, pengarang Min al-Usul at-Tarbiyah fii al-islam (1977:
15-24) mengatakan bahwa istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yang
sebenarnya berlaku hanya untuk pendidikan anak kecil. Yang dimaksudkan sebagai
proses persiapan dan pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia (yang
oleh Langeveld disebut pendidikan “pendahuluan”), atau menurut istilah yang
populer disebut fase bayi dan kanak-kanak.
3. Istilah al-Ta’dib
Menurut Al-Attas, ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat

4
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan
di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.

Dari beberapa definisi pendidikan Islam di atas dapat disimpulkan bahwa


pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak,
menuju terbinanya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk
mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai ajaran Islam dalam proses
kependidikan melalui latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan,
kemauan dan perasaan serta panca indera) dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
3. Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar
(fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu maupun
kelompok sehingga manusia memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agama Islam secara utuh dan benar. Yang diaksud utuh dan benar adalah meliputi
Aqidah (keimanan), Syari’ah (ibadah mu’amalah) dan Akhlak (budi pekerti).

B. Kapan Dimulainya Pendidikan Dalam Islam


1. Sejarah Pendidikan Islam Di IndonesiaPada Zaman Kerajaan Islam
Kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Mengingat bahwa pembawa Islam ke
Indonesia adalah para pedagang, bukan misi tentara dan bukan pelarian politik.
Mereka tidak berambisi mendirikan kerajaan Islam. Para pedagang berdagang
sambil menyiarkan agama Islam, materi yang diajarkan berawal dari kalimah
Syahadat. Barang siapa yang bersyahadat berarti ia telah masuk Islam. Mereka
menyiarkan dengan cara damai, tidak ada paksaan sama sekali.
a. Zaman Kerajaan Islam ke-1 di Aceh
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Pasai, berdiri pada abad
ke-10 M. dengan rajanya yang pertama Al-Malik Ibrahim bin Mahdum dan
yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah. Ibnu Batutah dari Maroko,
mengelilingi dunia dan singgah di kerajaan Pasai pada zaman Al-Malik Al-

5
Zahir menerangkan sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai,
sebagai berikut:
1) Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah fiqih mazhab
Syafi’i.
2) Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis taklim dan halaqah.
3) Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama.
4) Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.

Kerajaan Islam yang kedua adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang ke-6
bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin, adalah seorang ulama
yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Lembaga tersebut mengajarkan dan
membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, seperti kitab
Al-Um karangan Imam Syafi’i. Dari Pasai dan Perlak ini, dakwah Islam
disebarkan ke negeri Malaka, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.

Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12


Zulkaedah 916 H, menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Aceh
pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya
yang terkenal di dalam dan di luar negeri. Bidang pendidikan di kerajaan Aceh
Darussalam benar-benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-
lembaga Negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan,
di antaranya:

1) Balai Seutia Hukama, lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya


para ulama, ahli piker dan cendekiawan untuk membahas dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
2) Balai Seutia Ulama, jawatan pendidikan yang mengurusi masalah
pendidikan.
3) Balai Jamaah Himpunan Ulama, tempat studi para ualam dan sarjana dalam
membahas persoalan-persoalan pendidikan.

6
Adapun jenjang pendidikannya adalah sebagai berikut:

1) Meunasah/Madrasah, berfungsi sebagai sekolah dasar, terdapat di setiap


kampung, materi yang diajarkan: menulis dan membaca huruf Arab, ilmu
agama, bahasa Jawi/Melayu, akhlak, dan sejarah Islam.
2) Rangkang, masjid sebagai tempat berbagai aktifitas umat termasuk
pendidikan, setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah, ada di setiap mukim,
materi yang diajarkan: bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab),
akhlak, fiqih, dan lain-lain.
3) Dayah, setingkat dengan Madrasah Aliyah, ada di setiap daerah Ulebalang
dan terkadang berpusat di masjid, materi yang diajarkan: fiqih (hokum
Islam), bahasa Arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata Negara,
ilmu pasti, dan faraid.
4) Dayah Teuku Cik, setingkat dengan perguruan tinggi atau akademi,
materinya: fiqih, tafsir, hadits, tauhid, tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan
sastra Arab, sejarah dan tata Negara, mantiq, ilmu falaq, dan filsafat.

Melihat lembaga dan jenjang di atas, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan dan
pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat.

b. Zaman Walisongo
Peranan para Wali (Walisongo) dalam penyebaran agama Islam sudah tidak
diragukan lagi, sangat besar sekali. Dengan kerja keras dan ketekunan serat
keikhlasan beliau agama Islam mampu merebut hati masyarakat.  Beliau
menyebarkan Islam di Jawa, dengan berdirinya kerajaan para wali yaitu
kerajaan Demak.
Metode pendidikan yang digunakan oleh para wali kebanyakan
menggunakan media pondok pesantren atau padepokan. Beliau-beliau
mengajarkan para santri dan masyarakat berbagai ilmu keagamaan. Walisongo
adalah orang-orang yang tingkat ketaqwaannya kepada Allah sangat tinggi,
pejuang dakwah dengan keahlian yang berbeda. Ada yang ilmu tasawuf, ada
seni budaya, juga ada yang bergerak di dalam pemerintahan dan militer secara
langsung. Semuanya diabdikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.

7
c. Zaman Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk Maluku melalui mubaligh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri
dan mubaligh dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah
Sultan Ternate, Marhum pada tahun 1465-1486 M., atas pengaruh Maulana
Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan
dan dakwah Islam adalah Sultan Zainul Abidin. Metode pendidikannya kurang
jelas, yang jelas dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu
datang dari orang-orang yang menganut animisme dan orang Portugis yang
mengkristenkan penduduk Maluku.

d. Zaman Kerajaan Islam di Kalimantan


Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam di Bandar Masih di
bawah pimpinan Sultan Suriansyah pada tahun 1540 M. Pada tahun 1710, di
Kalimantan  dia terkenal sebagai pendidik dan mubaligh besar yang
pengaruhnya meliputi seluruh Kalimantan (Selatan, Timur dan Barat).
Sistem pendidikan di Kalimantan berupa pengajian kitab di pesantren,
sistemnya sama dengan system pengajian di pondok pesanteran di Jawa,
terutama cara-cara menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah.

e. Zaman Kerajaan Islam di Sulawesi


Seperti halnya poin-poin sebelumnya, system pendidikan di Sulawesi juga
pengajian kitab di pondok pesantren. Hal ini tidak lain karena penyebar agama
Islam di sana adalah para murid dari ulama-ulama yang sebelumnya juga telah
menyebarkan agama Islam melalui pengajian dan pendidikan di pondok
pesantren.
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam di Sulawesi adalah kerajaan
Kembar Gowa Tallo pada tahun 1605 M. Dalam dua tahun seluruh rakyat telah
memeluk Islam. Mubaligh Islam  yang berjasa adalah murid Sunan Giri, yaitu
Abdul Qadir Khatib Tunggal yang berasal dari Minangkabau.

8
2. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Zaman Penjajahan Belanda 
Zaman VOC (KOMPENI)
Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni
kekuasaan Belanda. Orang-orang Belanda yang mula-mula datang ke Indonesia
adalah para pedagang yang tergabung dalam “Vereenigde Oest Indische
Compagnie” atau disingkat VOC, yang beragama Kristen Protestan. Kebijakan
pendidikan VOC adalah melanjutkan kebijakan yang telah dimulai oleh orang-orang
Portugis, tetapi terutama berdasarkan agama Kristen Protestan. Untuk keperluan
inilah didirikan sekolah-sekolah, terutama daerah-daerah yang telah di-Nasranikan
oleh bangsa Portugis dan Spanyol, seperti di Ambon, Ternate, dan lain-lain.
Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan.
Pendidikan kejuruan baru muncul dalam abad ke-19. Pendidikan bagi pribumi yang
beragama Islam tidak menjadi sola, karena kelanjutannya sistem-sistem langgar,
pesantren dan madrasah berjalan terus. Juga persekolahan/pendidikan bagi pegawai-
pegawai VOC dan pribumi beragama/pemeluk agama Kristen telah diatur oleh
pemerintahan VOC.
Kemunduran perusahaan VOC pada akhir abad 18 menyebabkan VOC tidak
sanggup dan tidak dapat berfungsi lagi sebagai pengatur pemerintahan dan
masyarakat jajahannya sehingga pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan
Hindia-Belanda.

Pengaruh Aufklarung

Pada abad ke-17 telah muncul suatu aliran dari Eropa yang kita kenal dengan
nama “Aufklarung” dan pada abad ke-18 aliran ini mempengaruhi seluruh Eropa.
Dengan adanya “Aufklarung” ini memberikan kecerahan kepada pendidikan
Indonesia. “Aufklarung” yang berarti fajar atau terang menghendaki yang pertama
adalah “Aufklarung” menghendaki agar manusia dibebaskan dari absolutisme
Negara dan mengharapkan agar kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat
menghasilkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi seluruh ummat manusia
(Liberalisme). Yang kedua adalah Pendidikan hendaknya dapat membebaskan
manusia, pengajaran harus lepas dari gereja. Hendaklah negaralah yang harus
menyelenggarakannya. Yang ketiga adalah mengemukakan juga pentingnya
penerangan (pengajaran) bagi rakyat umum.

9
Dengan adanya “Aufklarung” tersebut, pendidikan di Indonesia semakin maju,
terutama pada masa pemerintahan Deandels dan Rafles. Dalam hal ini pendidikan
yang lebih berkembang adalah pendidikan umum khususnya bidang kesehatan,
pendidikan Islam kurang berkembang meskipun tetap berjalan.

3. Pendidikan Islam di Sumatera


a. Pendidikan Islam di Aceh
Materi pendidikan Islam di Aceh pada masa penjajahan Belanda adalah
sebagai berikut:
1) Belajar huruf Hijaiyah (alfabeth Arab).
2) Juz ‘Amma (disebut Al-Qur’an kecil).
3) Mengaji Al-Qur’an (disebut Al-Qur’an besar).

Setelah materi di atas dilanjutkan dengan kitab-kitab berbahasa Melayu,


seperti: Bidayah, Masail Al Muhadi, Fur’ Masail, dan lain-lain. Setelah selesai
masa pembacaan kitab-kitab Melayu dilanjutkan mempelajari kitab-kitab
berbahasa Arab, seperti: Dammun, Al-‘Awamil, Al Jurumiyah, Tafsir Jalalain.

Setelah perang Aceh melawan Belanda berakhir, pendidikan Islam di Aceh


mulai berkembang, ditandai dengan berdirinya berbagai pondok pesantren. Di
pondok pesantren banyak dipelajari kitab-kitab seperti: Fatul Qarib, Fatul Mu’in,
dan lainnya. Berikutnya mulai lahir madrasah, salah satunya madrasah Sa’adah
Abadiyah di Blang Paseh Sigli yang didirikan pada tahun 1930 oleh Tgk. Daud
Berueh.

Madrasah itu memiliki tujuh kelas dengan lama masa belajar empat tahun.
Materi yang diajarkan: bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama serta sedikit Ilmu Bumi
Mesir dan Tarikh Islam. Lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren sebagai
basis perlawanan penjajahan Belanda.

b. Pendidikan Islam di Minangkabau


Pendidikan Islam di Minangkabau mengalami perkembangan yang pesat
karena banyaknya buku-buku pelajaran agama Islam yang masuk ke sana.
Adapun susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau antara lain:
1) Belajar huruf Hijaiyah seperti halnya di Aceh.

10
2) Pengajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:
a) Nahwu, Saraf, dan Fiqih;
b) Tauhid;
c) Tafsir;

3) Pengajian ilmu Tasawuf, Mantiq, dan Balaghah.


Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu
halaqah dan sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat
pendidikan awal permulaan Islam adalah Surau. Pada masa penjajahan
Belanda mulai dibuat ruang-ruang berbentuk kelas, dinamakan madrasah.

c. Pendidikan Islam di Jambi


Pesantren Nurul Iman didirikan pada tahun1914 oleh H. Abdul Samad
seorang ulama besar di jambi. Pesantren ini juga berawal dari system halaqah
kemudian menggunakan kelas-kelas seperti madrasah modern. Pelajarannya juga
begitu, dari sekedar ilmu-ilmu agama kemudian memasukkan ilmu umum yang
dibimbing dua guru khusus.

4. Pendidikan Islam di Pulau Jawa


a. Pendidikan Islam di Jawa Timur
Pendidikan Islam yang cukup terkenal di Jawa Timur pada masa penjajahan
Belanda adalah Tebuireng, yaitu pesantren yang didirikan oleh KH. Hasyim
Asy’ari pada tahun 1904 M. Pada mulanya hanya diajarkan agama dan bahasa
Arab, kemudian setelah berdiri madrasah salafiyah memasukkan ilmu-ilmu
umum, seperti ilmu bintang, ilmu bumi dan lain-lain.
Pondok Pesantren Tebuireng terdiri atas empat bagian, yaitu: Madrasah
Ibtidaiyah (lamanya 6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Mualimin (5
tahun), Pesantren dengan sistem halaqah.
Pendidikan Islam di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanada tidak
terlepas dari pengaruh organisasi Nahdhatul Ulama yang didirikan pada tanggal
16 Rajab 1344 H (3 Januari 1926) di Surabaya.

11
b. Pendidikan Islam di Jawa Tengah
Lembaga Pendidikan Islam di Jawa Tengah yang paling berpengaruh
berpusat di sekitar Kudus. Ratusan pondok pesantren dan madrasah tersebar di
seluruh pelosok Kudus, antara lain: Aliyatus-Saniyah Muawanatul Muslimin,
Kudsiyah, Tsywiqut Tullab Balai Tengahan School, Mahidud Diniyah Al-
Islamiyah Al-Jawiyah, dan lain-lain.

c. Pendidikan Islam di Yogyakarta


Pendidikan Islam di Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda banyak
didominasi oleh organisasi Muhammadiyah. Diantaranya yang terkenal adalah
Kweekschool Muhammadiyah, Mualimat Muhammadiyah, Zuama, Tabligh
School, dan H.I.K. Muhammadiyah. Model pendidikannya dengan
menggabungkan antara pelajaran umum dengan agama. Selain Muhammadiyah
juga ada pondok pesantren Krapyak.

d. Pendidikan Islam di Jawa Barat


Madrasah pertama adalah yang didirikan di Majalengka pada tahun 1917
oleh Perserikatan Umat Islam. Pondok Pesantren yang cukup berpengaruh
adalah PP Gunung Puyuh di Sukabumi. Selain itu juga ada pondok pesantren
Persatuan Islam (Persis), pondok ini terdiri dari dua bagian, yaitu Pesantren
Besar (untuk para santri yang telah cukup umur untuk mendapatkan pendidikan
agama) dan Pesantren Kecil (untuk anak-anak kecil yang pelaksanaannya di
sore hari).

e. Pendidikan Islam di Batavia


Madrasah tertua di Batavia adalah Jamiat Kheir yang didirikan tahun 1905.
Tingkatan sekolahnya antara lain: tingkat Tahdiriyah (1 tahun), tingkat
Ibtidaiyah (6 tahun), tingkat Tsanawiyah (3 tahun), Bagi lulusan terbaik
Tsanawiyah bisa melanjutkan ke Mesir atau Mekkah. Madrasah lain yang juga
punya andil besar bagi pendidikan Islam adalah madrasah Al-Irsyad yang
didirikan pada tahun 1913.

12
5. Pendidikan Islam di Sulawesi
Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan Islam di Sulawesi dengan di
Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan karena sumber yang sama, yaitu Mekkah.
Kebanyakan madrasah di Sulawesi pada mulanya dipimpin oleh guru-gur agama
dari Minangkabau dan Yogyakarta. Madrasah yang cukup terkenal di Sulawesi
Selatan adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Mata pelajaran yang
diberikan di madrasah ini meliputi pelajaran agama dan pelajaran umum.
Madrasah Amiriyah Islamiyah terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Ibtidaiyah, lama belajarnya tiga tahun, diajrakan ilmu agama 50%;
b. Tsanawiyah, lama belajarnya tiga tahun, diajarkan ilmu agama 60%;
c. Muallimin, lama belajarnya dua tahun, diajarkan ilmu agama 80%.

Tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan Islam di


Sulawesi, antara lainadalah Syekh H. M. As’ad bin H. A. Rasyad Bugis. Madrasah
yang didirikannya bernama Wajo Tarbiyah Islamiyah yang dikemudian hari
berubah menjadi Madrasah As’adiyah.

6. Pendidikan Islam di Kalimantan


Madrasah yang tertua yang memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah
pendidikan Islam di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah
Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 M.,
setelah itu berdiri madrasah Perguruan Islam Assulthaniyah di Sambas pada tahun
1922 M.
Di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda tidak banyak madrasah dan
pesantren yang berdiri, namun andil dan maknanya cukup berarti dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di tanah air Indonesia ini di
bagian timur.

Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di


bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan
salibisasi. Oleh karena itu, semboyan yang terkenal dari penjajah Belanda adalah
Glory (kemenangan atau kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia),
dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia).

13
Dengan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, penjajah Belanda
cenderung merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat
perkembangan pendidikan Islam, dengan terang-terangan membiayai misionaris
Kristen.

Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya perkembangan pendidikan


Islam di Indonesia, misalnya:

a. Setiap sekolah atau madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau
pejabat pemerintah Belanda.
b. Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara
terperinci.
c. Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan
mengirimkannya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.

Pada dasarnya banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan
pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang
terpaksa ditutup atau dipindahkah karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa
Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini, proses pendidikan Islam mengalami
banyak tantangan dan hambatan, akan tetapi para tokoh Islam tetap giat dan gigih
dalam memperjuangkannya.

7. Sejarah Pendidikan Islam Di IndonesiaPada Zaman Penjajahan Jepang

Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran

Kejayaan penjajah Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka


bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia adalah
menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang
sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik. Hal ini sesuai dengan cita-
cita politik ekspansinya. Jepang menanamkan ideologi baru yang disebut dengan
Ideologi Hakko Ichiu atau ideologi bersama di Asia Timur Raya. Meskipun
demikian rakyat Indonesia tetap bergelora untuk lepas dari belenggu penjajahan.

14
a. Pelatihan guru-guru:
Dengan melalui sekolah-sekolah diadakanlah pelatihan guru-guru. Mereka
dibebani tugas untuk menyebarkan ideologi baru tersebut. Setiap kabupaten
diwajibkan mengirimkan wakilnya untuk digembleng selama 3 bulan, jangka
waktu yang dirasa cukup menjepangkan para guru.
b. Perubahan-perubahan penting:
1) Hapusnya dualisme pangajaran: Berbagai jenis sekolah rendah yang
diselenggarakan pada zaman pemerintahan Belanda dihapuskan sama sekali.
Sekolah-sekolah desa diganti namanya menjadi Sekolah Pertama.
2) Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi dan bahasa pengantar, bahasa
Jepang dijadikan mata pelajaran wajib dan adapt kebiasaan Jepang harus
ditaati.

Pada dasarnya kedatangan Jepang di Indonesia tidak ubahnya dengan


Belanda. Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Jepang mengalami hambatan
yang cukup besar. Jepang campur ikut tangan dalam seluruh bidang pendidikan
agama.

Di Minangkabau, penjajahan Jepang lebih ringan dibandingkan dengan


Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan Islam berkembang cukup pesat
di Minangkabau, seperti madrasah Awaliyah. Di Kalimantan pada masa penjajahn
Jepang didirikan perkumpulan Madrasah-madrasah Islam Amuntasi yang disingkat
menjadi IMI.

Jepang banyak melakukan pendekatan-pendekatan kepada umat Islam, hal ini


bertujuan untuk mendapatkan dukungan dalam upaya memenangkan perang Asia
Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Pada waktu Jepang mulai mendapatkan
berbagai kekalahan dan tekanan dari pihak sekutu, Jepang mulai memeras
kekayaan bumi Indonesia, Jepang banyak menekan bangsa Indonesia sehingga
banyak rakyat yang kelaparan. Mendapat tekanan seperti itu, berbagai langkah
pemberontakan mulai muncul, seperti PETA (Pembela Tanah Air).

Banyak para Kyai dan ulama yang ditangkap dan diperintah untuk melakukan
kerja paksa atau Romusha. Akibatnya dunia pendidikan Islam di Indonesia menjadi
terbengkalai, banyak madrasah-madrasah bubar karena murid-muridnya

15
menghindar dari kekejaman Jepang. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah di
dalam lingkungan pondok pesantren karena lepas dari pengawasan Jepang.

Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah

Pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yakni mengajak bangsa
Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya.
Sekolah-sekolah pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang, yang
semuanya untuk kepentingan perang. Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain:

a. Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang;


b. Membersihkan bengkel-bengkel, asrama-asrama militer;
c. Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan
makanan;
d. Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas.

Tujuan pendidikan pada zaman Jepang hanyalah untuk memenangkan 


peperangan. Secara konkrit tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan
tenaga cuma-cuma dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi
kepentingan Jepang.

Pada masa awal-awalnya madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi


ada angina segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis
belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja oleh umat Islam Indonesia.
Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang banyak
dikunjungi. Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan terbengkalai, madrasah-
madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren bebas dari pengawasan
langsung pemerintahan Jepang. Pendidikan dalam pondok Pesantren dapat berjalan
dengan wajar.

  Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam

Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang
gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintahan
colonial Belanda. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan
agama, yang mereka pentingkan adalah memenangkan perang. Bila perlu, mereka

16
memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan
pendidikannya.

Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana penting untuk
menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan
untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian masyarakat
yang paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang
mendirikan/ membentuk KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah.

Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada hal yang sangat


menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan, yaitu:

a. Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia.


b. Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, dengan mengabaikan hak cipta internasional.
c. Kreatifitas guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran
dengan menyadur atau mengarang sendiri.
d. Seni bela diri dan pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di
sekolah telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata
sangat berguna dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian.

A. Tujuan Pendidikan agama Islam


Adapun Tujuan Pendidikan Agama Islam menurut beberapa ahli/tokoh pendidik
Islam adalah:
1. Imam Al Ghozali mengatakan tujuan pendidikan Agama Islam yang  hendak
dicapai adalah : pertama kesempurnaan manusia yang bertujuan mendekatkan diri
(dalam arti kualitatif) kepada Allah SWT. Kedua kesempatan manusia yang
bertujuan untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat, karena itu berusaha mengajar
manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang di rumuskan tadi. Untuk
menjadikan insan kamil (manusia paripurna) tidaklah tercipta dalam sekejap mata,
tetapi mengalami proses yang panjang dan ada prasyarat-prasyarat yang harus
dipenuhi di antaranya mempelajari berbagai ilmu, mengamalkanya, dan menghadapi
berbagai cobaan yang mungkin terjadi dalam proses kependidikan itu.
2. Muhammad Athiyah Al Abrasi mengemukakan tujuan pendidikan Islam secara
umum, ialah: (a). Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia; (b). Persiapan

17
untuk kehidupan dunia dan kehidupan di   akherat; (c). Persiapan mencari rejeki dan
pemeliharaan segi-segi kemanfaatan; (d). Menumbuhkan semangat ilmiah
(scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui dan
memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri; (e). Menyiapkan pelajaran
dari segi profesional, tehnis supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan
ketrampilan tertentu agar ia dapat mencapai rejeki dalam hidup disamping
memelihara segi kerokhanian.
3. Menurut Ahmad D. Marimba dalam bukunya" Pengantar filsafat Pendidikan Islam",
menyatakan tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian
muslim.Dari beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat ditarik suatu pengertian
bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan
diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal
pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indera, sehingga memiliki kepribadian
yang utama.
4. Menurut Drs. Abd. Rahman Sholeh Tujuan Pendidikan Agama Islam ialah
memberikan bantuan kepada manusia yang belum dewasa, supaya cakap
menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhai Allah SWT, sehingga terjalinlah
kebahagiaan dunia dan akhirat atas kuasanya sendiri.
5. Menurut Al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa
pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di
akhirat.
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat,
tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat,
memperkaya pengalaman masyarakat.
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat

B. Pendidikan Agama Dalam Sistem Pendidikan Nasional


Secara historis diketahui bahwa sejak pemerintahan Kolonial Belanda
memperkenalkan sistem pendidikannya yang bersifat sekuler, keadaan pendidikan di
Indonesia berjalan secara dualistis. Pendidikan kolonial yang tidak memperhatikan

18
nilai-nilai agama dengan pola Baratnya berjalan sendiri, sementara pendidikan Islam
yang diwakili pesantren dengan tidak memperhatikan pengetahuan umum juga berjalan
sendiri. Hal ini berjalan sampai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
meskipun pada permulaan abad ke-20 sudah diperkenalkan sistem pendidikan
madrasah berusaha memadukan kedua sistem tersebut di atas terutama memasukkan
pengetahuan-pengetahuan umum ke lembaga-lembaga pendidikan islam dan memakai
sistem klasikal. Namun, ternyata suasana ketradisionalannya masih terlihat sekali.
Jadi, pemerintahan dan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan masih
mewarisi sistem pendidikan yang bersifat dualistis tersebut:
1. Sistem pendidikan dan pengajaran modern yang bercorak sekuler atau sistem
pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang merupakan warisan
dari pemerintah kolonial belanda.
2. Sistem pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan umat islam
sendiri, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di surau atau
langgar, masjid, pesantren, dan madrasah yang bersifat tradisional dan bercorak
keagamaan semata-mata.

Dari perjalanan historisnya tersebut, meskipun pendidikan islam tidak jarang


mendapatkan tekanan dan kurang mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah,
namun pendidikan islam telah berhasil survive di dalam berbagai situasi dan kondisi
mengarungi masa-masa sulitnya. Hal demikian menyebabkan pendidikan Islam
menyandang berbagai jenis nilai luhur (Tilaar, 2000: 78), seperti hal-hal sebagai
berikut:
1. Nilai historis, di mana pendidikan Islam telah survive baik pada masa kolonial
hingga zaman kemerdekaan. Pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai-nilai
yang sangat besar di dalam kesinambungan hidup bangsa, dalam kehidupan
bermasyarakat, dalam perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Di
dalam invasi kebudayaan barat, pendidikan Islam telah menunjukkan ketahanannya
sehingga tetap survive.
2. Nilai religius, pendidikan Islam di dalam perkembangannya tentunya telah
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai agama Islam sebagai salah satu nilai
budaya bangsa Indonesia.
3. Nilai moral, pendidikan islam tidak diragukan lagi sebagai pusat pemelihara dan
pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam. Sekolah-sekolah

19
madarsah, pesantren, bukan hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga
sebagai pusat atau benteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia.

C. Fungsi Pendidikan Agama Dalam Sistem Pendidikan Nasional


Secara eksplisit fungsi pendidikan agama yang telah dituangkan dalam penjelasan
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 1989, yang menyebutkan “pendidikan agama
merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta didiknya yang bersangkutan, dengan
memperhatikan tuntutan yang menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan
antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan basional.

D. Implementasi Nilai-nilai Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional


Pendidikan keagamaan merupakan bagian terpadu yang dimuat dalam kurikulum
pendidikan maupun melekat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian dari pendidikan
nilai. Oleh karena itu nilai-nilai agama akan selalu memberikan corak kepada
pendidikan agama.
Pada palaksanaannya, pendidikan keagamaan dalam sistem pendidikan nasional,
baik yang berada pada jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah, paling tidak
tampil dalam beberapa bentuk atau kategori yang secara substansial memiliki
perbedaan, baik dalam sifatnya maupun dalam implikasi pelaksanaannya sebagai
barikut:

1. Keberadaan Mata Pelajaran Agama


Didalam UU Nomor 2 tahun 1989 dikemukakan bahwa pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang
ajaran agama yang bersangkutan, dan diselenggarakan pada semua jenjang
pendidikan. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam
kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia.

2. Lembaga Penyelenggara Pendidikan Keagamaan


Berkenaan dengan lembaga yang menyelenggarkan pendidikan keagamaan ini,
ada tiga bentuk yaitu:
a. Pesantren.

20
b. Madrasah-madrasah keagamaan (diniyah).
c. Madrasah-madrasah yang termasuk pendidikan umum berciri khas agama, yaitu
Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.

Dalam sistem pendidikan nasional, pesantren yang mempunyai akar kuat dalam
masyarakat Islam Indonesia merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah.
Di pesantren secara intensif agama dipelajari, didalami, dan dikaji.

3. Melekatnya Nilai-nilai Agama pada Setiap Mata Pelajaran


Hal ini pada dasarnya lebih subtil, namun mempunyai peranan yang sangat
penting dalam upaya mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada anak didik.
Sebagai contoh dalam hal ini adalah pendidikan MIPA. Melalui pendidikan ini
siswa mempelajari substansi ke-MIPA-an yang terdiri atas dalil-dalil, teori-teori,
generalisasi-generalisasi, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep MIPA. Dengan
penguasaan ini, mereka dapat menerapkan MIPA untuk tujuan pemecahan masalah
dan pengembangan iptek. Di samping substansi ke MIPA-an, ada dimensi nilai
yang terkandung dalam pendidikan MIPA. Misalnya, siswa dapat belajar untuk
lebih mencintai lingkungan, sadar akan keuntungan MIPA bagi kehidupan
manusia, dan sadar pula akan implikasi dari penerapan MIPA terhadap kehidupan
manusia jika disalah gunakan untuk tujuan-tujuan destruktif.

4. Penanaman Nilai-nilai Agama di Keluarga


Keluarga merupakan bagian dari pendidikan luar sekolah sebagai wahana
pendidikan agama yang paling ampuh. Keluarga merupakan pendidikan yang
pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya. Dalam hal
ini Al-Qur’an mengungkapkan tentang peranan orang tua untuk mendidik anak-
anaknya, seperti yang dinyatakan dalam Surat At-Tahrim ayat 6, yaitu:

‫يََآ يُّهَاالَّ ِذ ْينَ َءاَ َمنُوْ ا قُوْ آ َأ ْنفُ َس ُك ْم َوَأ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka.” (QS. At-Tahrim:6)
Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam mengembangkan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan
sederhana.

21
E. Permasalahan Pendidikan Islam di Indonesia
Permasalahan umum pendidikan Islam
1. Masalah Pemerataan, adalah permasalahn umum pertama pendidikan islam. Isu
pemerataan pendidikan merupakan turunan dari isu pemerataan  pembangunan.
Logika pembangunan mempunyai sisi yang sama dengan logika pendidikan, yaitu
bahwa pembangunan atau pendidikan dimulai dari pertumbuhan, pertumbuhan itu
kemudian dibagi atau diratakan, tanpa pertumbuhan tidak ada yang diratakan,
kecuali kemiskinan atau kebodohan.
2. Masalah Mutu, adalah permasalahan umum kedua pendidikan islam. Pendidikan
yang bermutu menjadi acuan bersama, karena pendidkan islam memang harus
mampu memberi layanan yang bermutu, tawaran yang menjanjikan masa depan
peserta didik, dan sekaligus tawaran yang akan memperoleh respon positif dari
masyarakat, sehingga pendidikan islam bisa berwujud seperti “magnet school”
yakni lembaga yang mampu menyedot partisipasi masyarakat karena layanan
pendidikannya bermutu. Namun demikian, pendidikan islam dalam banyak respon
selalu di tempatkan sebagai kualitas pendidikan yang terendah.
3. Masalah Relevansi, adalah permasalahan umum ketiga pendidikan islam.
Pendidikan islam diselenggarakan bukan diruang kosong, tapi di tengah kehidupan
masyarakat yang terus berubah tanpa memahami karakteristik masyarakat,
pendidikan islam bisa keluar dari kontek masyarakatnya. Pendidikan isalam bisa
menjadi “a-historis”, pendidikan islam bisa di “awang-awang”. Setelah keluar,
mereka bisa terasing, teralienasi dari masyarakatnya. Mereka tidak memahami
masyarakat, dan sebaliknya mereka tidak memahami jalan fikiran mereka.
4. Masalah manajemen, adalah permasalahan umum keempat pendidkan islam.
Menurut Thaher, pelaksanaan otonomi daerah bidang pendidikan haruslah menitik
beratkan manajemen pendidikan. Institusi  pendidikan harus diberi wewenang
mengatur dirinya sendiri dengan suatu sistem yang sudah di desain. Tanpa menitik
beratkan perhatian pada manajemen, maka sasaran pendidikan jangka pendek
maupun jangka panjang hanya menjadi impian (Thaher, 2000) Abad ke – 21
adalah abad dimana masalah manajemen pendidikan menjadi sorotan serius.

22
Permasalahan Khusus/Internal pendidikan Islam
1. Masalah konseptual, adalah masalah khusus pertama pendidikan islam. Masalah
konsepsual adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep pendidikan
islam, baik konsep filosofis maupun konsep empiris. Konsep filosofis menyangkut
konsep peristilahan dan persepsi tentang pendidikan islam sebagaimana telah
dibahas diatas, sedang konsep empiris menyangkut asas psikologis, sosiologis,
politis pendidikan islam dan sebagainya, yang selama ini kurang mendapatkan
porsi yang proposional dalam pengembangan pendidikan islam.
2. Masalah Struktural, adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan struktur
pendidikan islam. Sejak Indonesia merdeka, polemik tentang struktur pengelolaan
pendidikan islam, struktur perjenjangan kelembagaan pendidikan islam, dan
struktur organik lainnya, khususnya apakah pola kelanjutan pendidikan islam
menggunakan single track atau multi track sampai sekarang belum pernah tuntas
dibahas.
3. Masalah operasional, adalah masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
pengelolaan pendidikan islam. Masalah tersebut bisa bertolak dari fungsi
pendidikan islam, komponen pendidikan islam, hubungan input, proses, dan out
put serta out come, atau selainnya. Namun jika bertitik tolak dari fungsi
pendidikan islam, maka indikator dan soslusinya menyangkut fungsi pendidikan
intelektual, nilai-nilai dan produktivitas.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat disimpulkan bahwa
definisi pendidikan islam adalah proses pembentukan kepribadian manusia kepribadian
islam yang luhur. Bahwa pendidikan islam bertujuan untuk menjadikannya selaras
dengan tujuan utama manusia menurut islam, yakni beribadah kepada Allah swt.
Pendidikan Islam pada zaman kerajaan-kerajaan Islam berupa pengajian-pengajian
kitab di langgar, madrasah dan juga pondok pesantren. Perkembangan pendidikan
Islam pada zaman ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan
oleh kejelian dari para tokoh penyebar agama dalam membina hubungan dengan
masyarakat sekitar.
Pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda mengalami hambatan yang
serius. Hal ini dikarenakan penjajah Belanda sendiri selain menjajah juga menyebarkan
agama yang mereka anut, yaitu Kristen-Protestan. Pendidikan Islam banyak mengalami
hambatan dalam menjalankan kegiatannya. Pendidikan berlangsung di madrasah dan
pondok pesantren, proses pendidikannya hampir sama dengan pendidikan Islam pada
masa sebelumnya.
Sikap penjajah Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia sangat merugikan.
Mereka secara terang-terangan membiayai misionaris Kristen dalam mengembangkan
pendidikannya.
Perkembangan pendidikan Islam pada zaman ini juga mengalami hambatan, tetapi
tidak seberat di zaman Belanda. Hanya saja di zaman ini pendidikan lebih mengarah
pada unsure fisik, karena bertujuan semata-mata untuk kepentingan peperangan.
Seperti dijelaskan di atas, tujuan utama dari pendidikan pada zaman ini lebih
mengarah untuk kepentingan peperangan. Penjajah Jepang tidak begitu menghiraukan
pendidikan Islam, mereka bahkan mau mendukung perkembangan pendidikan Islam,
meskipun hal itu hanya merupakan unsur politik untuk mencari dukungan umat Islam
Indonesia.
Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat disimpulkan bahwa
definisi pendidikan islam adalah proses pembentukan kepribadian manusia kepribadian

24
Islam yang luhur. Bahwa pendidikan islam bertujuan untuk menjadikannya selaras
dengan tujuan utama manusia menurut islam, yakni beribadah kepada Allah swt.

B. Saran
Setelah membahas hakikat pendidikan islam ini. Maka kami berharap pendidikan
Islam lebih di utamakan dan di pelajari lebih mendalam, khususnya dalam kehidupan
sehari- hari dan menanamkannya pada generasi muda agar syari’at dan ajaran islam
dapat di mengerti dan di pahami oleh generasi muda dalam mengaplikasikannya
didalam kehidupan sehari- hari.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dkk. 2003 Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arif, Arifuddin. 2008. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kultura.

Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

http://sablinews.blogspot.com/2012/10/sablicom-makalah-tentang-pendidikan_30.html

Majid, Abdul. 2004. Pendidikan Agama Islam  (KBK 2004). Bandung: Remaja Rosda Karya.

Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Al- Ma’arif.

Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres.

Soebahar, A.H. 2009. Matriks Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Marwa.

Tafsir, Ahmad. 1992. Imu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zuhairini  dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama 1. Solo: Ramadhani.

26

Anda mungkin juga menyukai