Anda di halaman 1dari 7

RESUME III

PENDIDIKAN ISLAM

Adapun konsep dasar pendidikan islam mencakup pengertian istilah


tarbiyah, ta’lim dan ta’bid. Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa
menurut kamus Bahasa Arab, lafaz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata, pertama,
raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam
Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39. Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi
besar. Ketiga, rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga dan memelihara.
Dalam Pandangan Syaikh Muhammad An-Naquib Al- Attas, ada konotasi
tertentu yang dapat membedakan antara term at-tarbiyah dari at-ta’lim, yaitu
ruang lingkup at-ta’lim lebih universal dari pada ruang lingkup at-tarbiyah, karena
at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi
eksistensial.
Menurut Al-Attas, ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan
di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Dalam seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan
pengertian pendidikan Islam, yaitu: “Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan
jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan,
melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”. Pengertian
ini mengandung arti bahwa dalam proses pendidikan Islam terdapat usaha
mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju
tujuan yang ditetapkan yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan
kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur
sesuai dengan ajaran Islam. (Arifin, 1987: 13 14).
Dari beberapa pengertian di atas dikatakan bahwa pendidikan Islam itu
adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada
diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna
mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.
Pengertian tersebut mempunyai lima prinsip pokok, yaitu:
1. Proses transformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam
harus dilakukan secara bertahap, berjenjang, dan kontinu dengan
upaya pemindahan, penanaman, pengarahan, pengajaran,
pembimbingan sesuatu yang dilakukan secara terencana, sistematis
dan terstruktur dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.
2. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada
pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai.
3. Pada diri anak didik, yaitu pendidikan itu diberikan pada anak didik
yang mempunyai potensi-potensi rohani.
4. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu
tugas pokok pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan,
mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi laten manusia
agar ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan,
minat dan bakatnya.
5. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala
aspeknya, yaitu tujuan akhir dari proses pendidikan Islam adalah
terbentuknya “Insan Kamil”, yaitu manusia yang dapat menyelaraskan
kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat,
keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah
Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia.

Sumber pendidikan Islam yang dimaksudkan disini adalah semua acuan


atau rujukan yang darinya memancarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang
akan ditransinternalisasikan dalam pendidikan Islam. Sumber pendidikan Islam
terkadang disebut dengan dasar ideal pendidikan Islam.Ada enam sumber
pendidikan Islam tersebut didukung secara hierarkis. Artinya, rujukan pendidikan
Islam diawali dari sumber pertama Al-Qur’an ,As-Sunnah,Kata-kata Sahabat
(Madzhab Nabi,Kemaslahatan Umat/Sosial (Mashalil al-Mursalah),Tradisi atau
Adat Kebiasaan Masyarakat (‘Uruf),dan Hasil Pemikiran Para Ahli dalam Islam
(Ijtihad)
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan
untuk merealisasikan dasar idea/sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan
Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terdapat enam macam, yaitu
historis, sosiologis, ekonomis, politik dan administrasi, psikologis, dan filosofis,
yang mana keenam macam dasar itu berpusat pada dasar filosofis.
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau
kegiatan selesai. Pendidikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang berproses
melalui beberapa tahap dan tingkatan-tingkatan yang mempunyai tujuan yang
bertahap dan bertingkat pula. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang
berbentuk tetap dan statis, melainkan suatu keseluruhan dan kpribadian seorang
berkenaan dengan seluruh aspek kepribadiannya.
Daing Marimba (1986,45-46) mengemukakan bahwa tujuan mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengakhiri usaha, setiap usaha mempunyai awal dan akhir.
2. Mengarahkan usaha, dengan adanya tujuan, suatu usaha mempunyai
arah
3. Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain
4. Member nilai (sifat) pada suatu usaha.

Berdasarkan fungsi-fungsi tujuan diatas dapat dikatakan bahwa perumusan


tujuan pendidikan islam secara jelas, sulit diketahui apakah suatu proses
pendidikan sudah berakhiratau belum.
Suatu hal yang ingin diwujudkan di akhir proses pendidikan adalah
kristalisasi berbagai nilai dalam pribadi peserta didik. Itulah yang disebut tujuan
akhir.Upaya mencapai tujuan pendidikan harus dilaksanakan upaya semaksial
mungkin, walaupun pada kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan
kesempurnaaan
Dalam Islam, potensi laten yang dimiliki manusia banyak ragamnya.
Abdul Mujib (2006:43-48) menyebutkan tujuh macam potensi bawaan manusia,
yaitu sebagai berikut:
1. Al- Fithrah (citra asli)
2. Struktur Manusia
3. Al-Hayah (Vitality).
4. Al-Khuluq (Karakter)
5. Ath-Thab’u (Tabiat)
6. As-Sajiyah (Bakat)
7. As-Sifat (sifat-sifat)
8. Al-‘Amal (perilaku)

Dalam pendidikan Islam, sumber nilai budaya dapat dibedakan menjadi


dua bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Nilai ilahiyyah: nilai yang dititahkan Allah Swt melalui para rasul-
Nya yang diabadikan pada wahyu.
2. Nilai Insaniyyah; nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta
hidup dan berkembang dari peradaban manusia.
Interaksi antara potensi dan budaya harus mendapatkan tempat dalam
proses pendidikan, dan jangan sampai salah satunya ada yang diabaikan. Tanpa
interaksi tersebut, harmonisasi kehidupan akan terhambat. Untuk harmonisasi
interaksi antara potensi dan budaya, diperlukan adanya ‘intervensi’ eksternal yang
datang dari Sang Maha mutlak karena baik pengembangan potensi maupun
pewaris budaya, keduanya memiliki tingkat relativitas yang tinggi.
Dalam pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotor.Pendidik
berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan
kepada peserta pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah dan mampu
melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang
mandiri.Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu pendidik kodrat dan pendidik jabatan.
Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi SAW tentang keutamaan seorang
pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar
(great individual) yang aktivitasnya lebih baik dari padaibadah setahun.
Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan
bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa
dengannya akan memperoleh pancaran cahaya (nur) keilmiahannya. Andai kata
dunia tidak da pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab mendidik adalah
upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan k epada sifat insaniyyah dan
ilahiyah.
Menurut Al Ghazali, tugas pendidik yang paling utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia
untuk mendekatkan diri (Taqarrub) kepada Allah. Hal tersebut karena tujuan
pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepda Allah.
Jika pendidik belum mampu menbiasakan dalam peribadatan kepada peserta didik
berarti ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didik
mengalami prestasi akademik yang luar biasa. Hal tersebut mengandung arti akan
keterkaitan antara ilmu dan amal sholeh.
Evaluasi pendidikan dalam islam dapat diberi batasan sebagai suatu
kegiatan untuk menentukan kemajuan sutu pekerjaan dalam proses pendidikan
islam.(Nizar,2002:77) dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan dalam
rangka mengetahui tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi
pendidikan islam pada peserta didik .sedang dalam ruang lingkup luas, evaluasi
dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan tingkat kelemahan suatu
proses pendidikan islam(dengan seluruh komponen yang terlibat didalam nya)
dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan berbagai
keputusan kependidikan, baik yang menyaangkut perencanaan
pengelolaan ,prosesdan tindak lanjut pendidikan, baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan (Depdikbud,1983/1984:1)
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada
penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang aspek kognitif. Secara
umum,ada empat fungsi evaluasi dalam pendidikan islam:
1. Dari segi pendidikan ,evaluasi berfungsi untuk membantu seorang
pendidik mengetahui sejauh mana hasil yang dicapaidalam
pelaksanaan tugasnya.
2. Dari segi peserta didik,evaluasi membantu peserta didik untuk dapat
mengubah atau mengubah tingkah laku nya secara sadar kearah yang
lebih baik.
3. Dari segi ahli pemikir pendidikan islam,evaluasi berfumgsi untuk
membantu para pemikir pendidikan islam mengetahui kelemahan
teori-teori pendidikan islam dan membantu mereka dalam
merumuskan kembali teori-teori pendidikan islam yang relevan
dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah.
4. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan islam
(pemerintahan)evaluasi berfungsi untuk membantu mereka dalam
membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangankan kebijakan
yang akan diterapkan dalam sistem pendidikan islam.

Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam


1. Evaluasi Mengacu pada Tujuan
2. Evaluasi dilaksanakan secara Objektif
3. Evaluasi harus dilakukan secara komprehensif
4. Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus)

Jenis evaluasi pendidikan islam


1. Evaluasi formatif
2. Evaluasi sumatif
3. Evaluasi diagnostic
4. Evaluasi penempatan
Bahwa Allah sebenarnya yang membimbing dan memberi petunjuk kepada
manusia dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh dengan rintangan,
tantangan dan godaan. Allah yang memberikan petunjuk ke arah jalan yang lurus,
jalan yang ditempuh oleh orang-orang saleh terdahulu, jalan hidup warisan
Ibrahim yang sebenarnya. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar
terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar
diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik).
Dasar-dasar tersebut adalah :
1. Nabi Muhammad SAW mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan
pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraar di antara
mereka.
2. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Nabi Muhammad
menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bckerja sesuai
dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di
Makkah.
3. Untuk menjalin kerja sama dan saling menolong dalam rangka membentuk
tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari'at zakat
dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam
tanggung jawab sosial, baik secara materiel maupun moral.
4. Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan
pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari'atkannya
media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu salat Juma'at yang
dilaksanakan secara berjama'ah dan azan.

Anda mungkin juga menyukai