Anda di halaman 1dari 7

RESUME V

KONSEP DASAR PELATIHAN BERBASIS MASYARAKAT

Kebutuhan pelatihan merupakan bagian integral dari proses penguat an


kelembagaan dalam memper siapkan pelaku pembangunan (stakeholders) agar
mampu berpartisipasi dalam pengelola an program pembangunan. Kebutuhan
suatu model pembelajaran transformatif yang mem berikan suatu pandangan
menyeluruh tentang pelatihan berbasis masyarakat (PBM) menjadi sangat krusial
dalam kerangka meningkatkan kapasitas lembaga dan sumber daya manusia.
Konsep pelatihan berbasis masyarakat di dasari kerangka filosofis,
psikologis dan sosiologis yang memandang perlunya perubahan paradigma dalam
penyelenggaraan pelatihan dengan menumbuhkan aspek pemberdayaan atau
penguatan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Perkem bangan model pelatihan ini dilandasi oleh pembelajaran yang berorientasi
pada kebutuhan orang dewasa (adult edu cation), penelitian tentang otak manusia,
model Lazanov, inovasi pendekatan modern seperti accelarated learning dan
quantum learning.
Bahasan ini memusatkan perhatian pada pemaham an konsep dasar
Pelatihan Berbasis Masyarakat (PBM) me lalui proses penggalian pengalaman
dalam menyelengga rakan pelatihan di masyarakat. Dampak perubahan para
digma pembangunan masyarakat dari model pembangun an yang bersifat
sentralistik menuju desentralisasi men dorong perubahan terhadap sistem
perencanaan pem bangunan dan penyiapan sumber daya manusia terutama di
bidang pendidikan dan pelatihan. Proses demokratisasi ditunjukkan oleh semakin
kuatnya peran serta masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan dan
mendorong per ubahan dalam mengelola model pelatihan yang didasar kan pada
kebutuhan masyarakat. Berbagai lembaga pen didikan dan pelatihan baik
pemerintah maupun LSM mulai menerapkan pelatihan melalui pelibatan aktif
masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk
mendukung pelaksanaan program pembangunan.penger tian, kaidah dan prinsip
pelatihan berba Isis masyarakat (PBM)
Proses Pembelajaran :
1. Penjelasan diselingi tanya jawab secara pleno tentang pokok bahasan
dengan me rujuk pada tujuan, cakupan isi, dan waktu.
2. Mintalah kepada peserta untuk berga bung dalam kelompok (4-5
orang).
3. Mintalah masing-masing kelompok un tuk mendikusikan tentang
konsep pela tihan berbasis masyarakat. Ajukan pertanyaan sebagai
berikut;Apa yang Anda pahami tentang penger tian Pelatihan Berbasis
Masyarakat?
Manfaat apa saja yang Anda peroleh dari penerapan Pelatihan Berbasis
Masyara kat dalam program pemberdayaan?
Prinsip-prinsip apa saja yang mendasari praktik PBM?
Siapa saja yang menjadi sasaran PBM?
4. Setelah selesai, mintalah kepada masing masing kelompok untuk
mencatat hasil diskusi dan menuliskan pada metaplan atau kertas plano
untuk dibeberkan di dinding.
5. Mintalah masing-masing kelompok un tuk mempresentasi-kan dalam
pleno, berikan kesempatan kepada peserta lain untuk memberikan
tanggapan, mengkla rifikasi hal-hal yang dianggap penting serta saran
perbaikan.
6. Catatlah pokok-pokok hasil diskusi ke lompok dan pendapat peserta
pada ker tas plano dan pada akhir pembahasan se cara bersama peserta
diminta untuk mem buat rangkuman dan kesimpulan.

Kemiskinan di dunia ketiga merupakan masalah sosial ter besar di zaman


ini. Sejak lebih dari tiga puluh tahun negara negara makmur telah memberikan
bantuan ratusan miliar dolar kepada negara berkembang dan miskin untuk me
ningkatkan laju pertumbuhan dan kesejahteraan. Namun, perubahan itu tidak
seperti yang dibayangkan, angka pe ngangguran dan anak putus sekolah semakin
tinggi, dan ketergantungan dunia ketiga pada bantuan internasional semakin besar.
Hasil pembangunan di semua negara ber kembang hanya 10 hingga 20 persen
penduduk saja yang menikmati hasilnya, sisanya terjebak dalam kemiskinan.
Pertanyaan berikutnya, apakah strategi dan titik berat pem bangunan yang
dicanangkan lebih dari tiga dasawarsa di atas bendera bantuan internasional
benar-benar mencerminkan kebutuhan dan persoalan sebenarnya? Apakah ma
syarakat terpinggirkan telah memeroleh haknya untuk me lakukan perubahan atas
dirinya?
Jika melihat trend di negara-negara berkembang yang notabene miskin,
perhatian pembangunan lebih banyak ditujukan pada upaya mempertahankan
kekuasaan dan menomorduakan kesejahteraan. Pada umumnya negara dengan
miskin mengeluarkan alokasi anggaran militer sebanyak 7 dolar untuk setiap
penduduk. Jumlah ini sama rata-rata yang dikeluarkan untuk bidang kesehatan 1
dolar dan pendidikan 6 dolar (Strahm, 1999).
Kecenderungan ini menimbulkan kesenjangan sosial yang dapat memicu
ketegangan sosial politik dan konflik. Kesenjangan ini semakin memperlebar
gejala keterbela kangan yang sangat berpengaruh terhadap percepatan
pembangunan negara miskin. Masyarakat di lapisan bawah semakin jauh dari
pusat pelayanan pendidikan dan kese hatan, jumlah buta huruf, sulit meningkatkan
pengetahu an dan keterampilan, sehingga memperburuk struktur per tumbuhan
negara berkembang. Berbagai penelitian jelas menunjukkan hubungan antara
pendapatan perkapita dan kualitas hidup di negara berkembang sama sekali tidak
me nyentuh lapisan bawah.
Arus balik menjadi tema pokok dalam peningkatan kualitas hidup
terutama peluang masyarakat bawah (grass root), orang miskin, lemah jasmani,
rentan, tidak berdaya untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan hidup
danterlepas dari penderitaan. Diperlukan tindakan sistematis dan nyata untuk
menghentikan, memperlambat, bahkan mengubah paradigma untuk membalik
proses yang dapat menjerumuskan ke dalam lubang kesengsaraan. Arus balik
memiliki kekuatan untuk mengubah kebijakan, birokrasi, demokrasi, pelayanan,
dan lebih penting pola belajar masyarakat. Arus balik utama menyangkut ruang
nilai nilai profesional, dan spesialisasi (Chambers, 1987)
Arus balik keruangan (spatial reversals) meliputi pe musatan keterampilan,
kekayaan dan kekuasaan yang me ngalirkan dan mengoptimalkan sumber daya
dari pinggiran. Masyarakat desa menyekolahkan anaknya ke kota agar memeroleh
pekerjaan yang layak. Pembalikan harus di lakukan agar terjadi distribusi sumber
daya dari pusat ke daerah (kota ke desa). Sekolah tidak hanya berporos di pusat
tetapi membangun inti pembangunan di desa. Membalik kan peluang dan
kesempatan mengikuti pendidikan pada 70% orang miskin. Pendidikan yang
diperoleh oleh orang miskin di desa tidak dimanfaatkan oleh penduduk kota tetapi
kembali untuk membangun desa di mana mereka dibesar kan. Sangat ironis
pengangguran semakin banyak di per kotaan yang banyak ditempati tenaga
berpengalaman dan terampil, sementara di desa kekurangan tenaga kerja.
Salah satu kunci penggerak arus balik adalah desen tralisasi yang
memusatkan kekuatan yang sebelumnya di pegang oleh orang profesional di
perkotaan, kepentingan tertentu, ketidakpercayaan terhadap kemampuan masya
rakat pinggir dalam menghadapi hirarki kekuasaan, administrasi, dan persaingan
pasar. Sudah saatnya mengubah seluruh tatanan tersebut mulai dari tingkat ping
giran, memberikan kepercayaan kepada masyarakat, mem perluas kepentingan
bersama, mendistribusikan hirarki kekuasaan dengan melibatkan secara aktif
masyarakat mis kin, mekanisme pasar dan perdagangan yang adil dengan
menjangkau ruang yang semakin kecil.
Nilai dan preferensi kaum profesional merupakan sa saran pertama dari
upaya menggerakkan arus balik agar tidak terjadi pemusatan dan distribusi
kemampuan yang tidak seimbang antara desa dengan kota atau pusat dengan
daerah. Pembelajaran dibangun atas dasar nilai dan profe sionalisme yang
dibutuhkan oleh masyarakat bukan di dasarkan paradigma kekuasaan dan pemilik
modal yang menggerakkan kebijakan secara tidak seimbang, sektor in dustri padat
modal dan urbanisasi yang sangat kuat. Tetapi bagaimana membekali petani
dengan teknologi, manaje men dan profesionalitas kerja lebih utama daripada men
cetak tenaga kerja menengah yang cenderung meninggal kan desa untuk
memasuki industri di perkotaan.
Nilai dan preferensi profesional dibentuk oleh pendi dikan dan latihannya.
Kaum profesional merupakan ke lompok masyarakat pandai yang mampu
menyelesaikan sekolah, lembaga profesi, akademi atau perguruan tinggi. Dalam
mencapai kesuksesan, mereka mempelajari perilaku mana yang harus dikuasai
dan mana yang harus dijauhi. Kelompok ini berusaha sekuat tenaga untuk
memeroleh pengakuan. Prestasi hasil belajar dan pendidikan lanjut an merupakan
penghargaan yang diadopsi dan menjadi gaya pandangan serta nilai-nilai bagi
pendidik dan pelatih. Dengan demikian, pembelajar berusaha untuk menghayati
nilai-nilai para pendidik dan pelatihnya.
Pandangan tersebut perlu dibalik dengan cara mengem bangkan sistem
pendidikan dan pelatihan yang memberi kan kesempatan yang luas kepada
masyarakat untuk me nentukan pilihan akademis dan nilai-nilai profesional yang
dikembangkan untuk kebutuhan lingkungannya. Gerakan ini membuka pandangan
baru dalam pendidikan yang lebih demokratis, tanpa ruang kelas yang kaku,
nonformal dan menyentuh kebutuhan hidup. Fungsi pendidikan dan latih an
mendorong pemikiran, argumentasi dan pandangan yang bebas serta keberanian
untuk bersilang pendapat de ngan guru, pendidik dan pelatih. Termasuk dalam
memilih pokok-pokok masalah di luar kebiasaan yang layak dijadi kan bahan
pelajaran dan penelitian.
Berbeda dengan kebiasaan disiplin dan struktur per sekolahan yang rutin
dan membutuhkan biaya besar yang sulit dipenuhi kelompok miskin, kebanyakan
universitas seakan-akan tidak lebih dari pabrik yang menghasilkan produk standar
kurang bermutu dan ketinggalan zaman. Mencetak manusia pandai, tetapi
kehilangan keasliannya, dengan suatu kemampuan untuk menghafal dan meng
ulangnya daripada menalar dan mencipta, berkreasi dan menggantungkan diri
pada metode menghambat dan me rusak perkembangan intelektualnya.
Akibat negatif dari model pendidikan ini, belajar men jadi suatu yang
dipaksakan wajib tetapi jauh dari makna kehidupan bagi dirinya. Label dan gelar
menjadi tujuan yang dipandang linier dengan kemampuan profesional.Nilai
profesional yang tertanam dan melekat dalam din seseorang, ketika meninggalkan
universitas dan masuk ke dunia nyata. Mereka menemukan nilai-nilai, teori dan
asum si yang selama ini diyakini bukan hanya tidak dapat di ganggu gugat, tapi
juga dijaga dan diperkuat oleh lulusan yang lebih dahulu memegang kekuasaan.
Bagi orang-or ang yang memasuki sektor swasta, rekan senior dari nisasi profesi
mempunyai harapan yang jelas bagi dirinya. Bagi orang yang memasuki sektor
pemerintah, akan pindah dari satu hirarki ke hirarki lainnya. Apa pun perbedaan
ma syarakat dalam bidang akademis dan bidang kerja, semua nya memiliki nilai
dan ciri yang sama dari nilai budayanya.
Kelompok inti yang kaya dan berkuasa. Hal ini ber tolak belakang dengan
nilai-nilai kaum pinggiran yang lemah dan miskin. Arus balik belajar akan
mendahulukan pre ferensi dan nilai-nilai yang terakhir seperti beberapa istilah ini,
golongan bawah, miskin, tidak berdaya, kaum perem puan, anak-anak, di luar
kelas dan gedung, lapangan, per tanian, organik, pedesaan, subsisten, kotor,
berbau, dan se derhana. Mungkin review kebijakan dan program pemba ngunan
perlu membalikan cara pandang dan budaya dalam merancang model
pembangunan yang lebih memerhati kan aspek-aspek di atas.
Industrialisasi dan modernisasi merupakan faktor yang memberikan daya
tarik terhadap masyarakat pinggir untuk bergerak ke pusat. Faktor ini di satu
pihak mendo rong pertumbuhan ekonomi, mempersatukan namun disisi lain
menimbulkan pemisahan dua kutub antara kaya dan miskin, ilmuwan dan
pelaksana, desa dan kota, pusat dan daerah. Dalam kaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan perbedaan sangat kuat dirasakan dalam bidang
ilmu alam, biologi, teknologi, hidrologi, geologi, per tanian, ilmu tanah,
kedokteran dan kehutanan dibanding kan ilmu-ilmu sosial. Tetapi dalam dunia
akademis, spe sialisasi cenderung lebih menonjol peranannya. Lingkung an
praktis membutuhkan wawasan yang luas, kemudahan pemahaman, optimalisasi
pemanfaatan, sedangkan ling kungan akademis cenderung lebih menggali
fenomena yang lebih dalam (indepth) dengan tingkat pemahaman yang semakin
sulit. Spesialisasi yang berlebihan mungkin secara intelektual mengasyikkan, jika
terlalu jauh akan semakin berkurang manfaatnya bagi masyarakat. Untuk mengu
rangi kesempitan akibat spesialisasi langkah utama yang dilakukan melalui
pendekatan multidisiplin -mengga bungkan satu disiplin ilmu dengan ilmu
lainnya.
Asumsi tersebut mendukung pencapaian tujuan pe nelitian, program
pembangunan, proyek, monitoring dan evaluasi memperbesar peluang mengkaji
berbagai masa lah. Semua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat secara
langsung dapat didekati melalui kajian berbagai displin ilmu secara komprehensif.
Namun kelemahan lain, kajian ini membutuhkan disiplin yang luas dan tim yang
cukup besar. Konsekuensinya berkaitan dengan komitmen pemerintah, perguruan
tinggi, LSM dan lembaga swasta untuk terlibat dengan menyediakan sejumlah
dana untuk mencapai tujuan tersebut.Dalam praktik di lapangan, kesenjangan
terkandung dalam proses analisis dan tindakan yang diambil. Selama ini analisis
menjadi acuan bagi perencana yang cenderung dipegang oleh pemerintah, usaha
besar, kalangan akade misi, kelompok kaya di perkotaan, sementara masyarakat
miskin yang tinggal di pedesaan cenderung ditempatkan sebagai pelaksana dan
pendukung kebijakan. Hasil ana lisis diputuskan "orang luar" dengan asumsi
terhadap ke butuhan "orang dalam". Kesenjangan ini perlu diperba rui melalui
pelibatan atau partisipasi dalam analisis dan tindakan dengan memberikan peran
dan tanggung jawab pengambilan keputusan kepada masyarakat yang terping
girkan sehingga pendekatan ini dengan leluasa melayani kepentingan masyarakat
pedesaan dengan lebih baik.
Kesenjangan antara disiplin ilmu, profesi dan kelem bagaan muncul dalam
kasus pengelolaan irigasi di bebe rapa wilayah di Asia. Pengelolaan irigasi untuk
pertanian lebih didominasi melalui pola survei dan pemetaan yang dilakukan oleh
institusi seperti departemen pertanian. Pengelolaan irigasi termasuk pengaturan
debet dan distribusi air berada dalam bidang teknik irigasi, agronomi, teknik
pertanian, teknik sipil, dan sosiologi. Padahal bidang atau profesi ini tidak
sepenuhnya bertanggung jawab untuk menangani masalah itu. Insinyur sipil
membangun sarana irigasi dengan meminati konstruksi dan rancang bangunan
seperti yang dipelajari di perguruan tinggi. Sedangkan dalam hal pemanfaatan,
distribusi air, pemeliharaan dan keber langsungan kurang mendapat perhatian.

Anda mungkin juga menyukai