0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan7 halaman
1. Dokumen tersebut membahas konsep pelatihan berbasis masyarakat yang melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pelatihan.
2. Pelatihan berbasis masyarakat didasarkan pada pembelajaran orang dewasa dan pendekatan modern seperti accelerated learning dan quantum learning.
3. Dokumen juga membahas pentingnya meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya masyarakat pinggiran untuk berpart
1. Dokumen tersebut membahas konsep pelatihan berbasis masyarakat yang melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pelatihan.
2. Pelatihan berbasis masyarakat didasarkan pada pembelajaran orang dewasa dan pendekatan modern seperti accelerated learning dan quantum learning.
3. Dokumen juga membahas pentingnya meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya masyarakat pinggiran untuk berpart
1. Dokumen tersebut membahas konsep pelatihan berbasis masyarakat yang melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pelatihan.
2. Pelatihan berbasis masyarakat didasarkan pada pembelajaran orang dewasa dan pendekatan modern seperti accelerated learning dan quantum learning.
3. Dokumen juga membahas pentingnya meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya masyarakat pinggiran untuk berpart
Kebutuhan pelatihan merupakan bagian integral dari proses penguat an
kelembagaan dalam memper siapkan pelaku pembangunan (stakeholders) agar mampu berpartisipasi dalam pengelola an program pembangunan. Kebutuhan suatu model pembelajaran transformatif yang mem berikan suatu pandangan menyeluruh tentang pelatihan berbasis masyarakat (PBM) menjadi sangat krusial dalam kerangka meningkatkan kapasitas lembaga dan sumber daya manusia. Konsep pelatihan berbasis masyarakat di dasari kerangka filosofis, psikologis dan sosiologis yang memandang perlunya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pelatihan dengan menumbuhkan aspek pemberdayaan atau penguatan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Perkem bangan model pelatihan ini dilandasi oleh pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan orang dewasa (adult edu cation), penelitian tentang otak manusia, model Lazanov, inovasi pendekatan modern seperti accelarated learning dan quantum learning. Bahasan ini memusatkan perhatian pada pemaham an konsep dasar Pelatihan Berbasis Masyarakat (PBM) me lalui proses penggalian pengalaman dalam menyelengga rakan pelatihan di masyarakat. Dampak perubahan para digma pembangunan masyarakat dari model pembangun an yang bersifat sentralistik menuju desentralisasi men dorong perubahan terhadap sistem perencanaan pem bangunan dan penyiapan sumber daya manusia terutama di bidang pendidikan dan pelatihan. Proses demokratisasi ditunjukkan oleh semakin kuatnya peran serta masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan dan mendorong per ubahan dalam mengelola model pelatihan yang didasar kan pada kebutuhan masyarakat. Berbagai lembaga pen didikan dan pelatihan baik pemerintah maupun LSM mulai menerapkan pelatihan melalui pelibatan aktif masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan.penger tian, kaidah dan prinsip pelatihan berba Isis masyarakat (PBM) Proses Pembelajaran : 1. Penjelasan diselingi tanya jawab secara pleno tentang pokok bahasan dengan me rujuk pada tujuan, cakupan isi, dan waktu. 2. Mintalah kepada peserta untuk berga bung dalam kelompok (4-5 orang). 3. Mintalah masing-masing kelompok un tuk mendikusikan tentang konsep pela tihan berbasis masyarakat. Ajukan pertanyaan sebagai berikut;Apa yang Anda pahami tentang penger tian Pelatihan Berbasis Masyarakat? Manfaat apa saja yang Anda peroleh dari penerapan Pelatihan Berbasis Masyara kat dalam program pemberdayaan? Prinsip-prinsip apa saja yang mendasari praktik PBM? Siapa saja yang menjadi sasaran PBM? 4. Setelah selesai, mintalah kepada masing masing kelompok untuk mencatat hasil diskusi dan menuliskan pada metaplan atau kertas plano untuk dibeberkan di dinding. 5. Mintalah masing-masing kelompok un tuk mempresentasi-kan dalam pleno, berikan kesempatan kepada peserta lain untuk memberikan tanggapan, mengkla rifikasi hal-hal yang dianggap penting serta saran perbaikan. 6. Catatlah pokok-pokok hasil diskusi ke lompok dan pendapat peserta pada ker tas plano dan pada akhir pembahasan se cara bersama peserta diminta untuk mem buat rangkuman dan kesimpulan.
Kemiskinan di dunia ketiga merupakan masalah sosial ter besar di zaman
ini. Sejak lebih dari tiga puluh tahun negara negara makmur telah memberikan bantuan ratusan miliar dolar kepada negara berkembang dan miskin untuk me ningkatkan laju pertumbuhan dan kesejahteraan. Namun, perubahan itu tidak seperti yang dibayangkan, angka pe ngangguran dan anak putus sekolah semakin tinggi, dan ketergantungan dunia ketiga pada bantuan internasional semakin besar. Hasil pembangunan di semua negara ber kembang hanya 10 hingga 20 persen penduduk saja yang menikmati hasilnya, sisanya terjebak dalam kemiskinan. Pertanyaan berikutnya, apakah strategi dan titik berat pem bangunan yang dicanangkan lebih dari tiga dasawarsa di atas bendera bantuan internasional benar-benar mencerminkan kebutuhan dan persoalan sebenarnya? Apakah ma syarakat terpinggirkan telah memeroleh haknya untuk me lakukan perubahan atas dirinya? Jika melihat trend di negara-negara berkembang yang notabene miskin, perhatian pembangunan lebih banyak ditujukan pada upaya mempertahankan kekuasaan dan menomorduakan kesejahteraan. Pada umumnya negara dengan miskin mengeluarkan alokasi anggaran militer sebanyak 7 dolar untuk setiap penduduk. Jumlah ini sama rata-rata yang dikeluarkan untuk bidang kesehatan 1 dolar dan pendidikan 6 dolar (Strahm, 1999). Kecenderungan ini menimbulkan kesenjangan sosial yang dapat memicu ketegangan sosial politik dan konflik. Kesenjangan ini semakin memperlebar gejala keterbela kangan yang sangat berpengaruh terhadap percepatan pembangunan negara miskin. Masyarakat di lapisan bawah semakin jauh dari pusat pelayanan pendidikan dan kese hatan, jumlah buta huruf, sulit meningkatkan pengetahu an dan keterampilan, sehingga memperburuk struktur per tumbuhan negara berkembang. Berbagai penelitian jelas menunjukkan hubungan antara pendapatan perkapita dan kualitas hidup di negara berkembang sama sekali tidak me nyentuh lapisan bawah. Arus balik menjadi tema pokok dalam peningkatan kualitas hidup terutama peluang masyarakat bawah (grass root), orang miskin, lemah jasmani, rentan, tidak berdaya untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan hidup danterlepas dari penderitaan. Diperlukan tindakan sistematis dan nyata untuk menghentikan, memperlambat, bahkan mengubah paradigma untuk membalik proses yang dapat menjerumuskan ke dalam lubang kesengsaraan. Arus balik memiliki kekuatan untuk mengubah kebijakan, birokrasi, demokrasi, pelayanan, dan lebih penting pola belajar masyarakat. Arus balik utama menyangkut ruang nilai nilai profesional, dan spesialisasi (Chambers, 1987) Arus balik keruangan (spatial reversals) meliputi pe musatan keterampilan, kekayaan dan kekuasaan yang me ngalirkan dan mengoptimalkan sumber daya dari pinggiran. Masyarakat desa menyekolahkan anaknya ke kota agar memeroleh pekerjaan yang layak. Pembalikan harus di lakukan agar terjadi distribusi sumber daya dari pusat ke daerah (kota ke desa). Sekolah tidak hanya berporos di pusat tetapi membangun inti pembangunan di desa. Membalik kan peluang dan kesempatan mengikuti pendidikan pada 70% orang miskin. Pendidikan yang diperoleh oleh orang miskin di desa tidak dimanfaatkan oleh penduduk kota tetapi kembali untuk membangun desa di mana mereka dibesar kan. Sangat ironis pengangguran semakin banyak di per kotaan yang banyak ditempati tenaga berpengalaman dan terampil, sementara di desa kekurangan tenaga kerja. Salah satu kunci penggerak arus balik adalah desen tralisasi yang memusatkan kekuatan yang sebelumnya di pegang oleh orang profesional di perkotaan, kepentingan tertentu, ketidakpercayaan terhadap kemampuan masya rakat pinggir dalam menghadapi hirarki kekuasaan, administrasi, dan persaingan pasar. Sudah saatnya mengubah seluruh tatanan tersebut mulai dari tingkat ping giran, memberikan kepercayaan kepada masyarakat, mem perluas kepentingan bersama, mendistribusikan hirarki kekuasaan dengan melibatkan secara aktif masyarakat mis kin, mekanisme pasar dan perdagangan yang adil dengan menjangkau ruang yang semakin kecil. Nilai dan preferensi kaum profesional merupakan sa saran pertama dari upaya menggerakkan arus balik agar tidak terjadi pemusatan dan distribusi kemampuan yang tidak seimbang antara desa dengan kota atau pusat dengan daerah. Pembelajaran dibangun atas dasar nilai dan profe sionalisme yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan di dasarkan paradigma kekuasaan dan pemilik modal yang menggerakkan kebijakan secara tidak seimbang, sektor in dustri padat modal dan urbanisasi yang sangat kuat. Tetapi bagaimana membekali petani dengan teknologi, manaje men dan profesionalitas kerja lebih utama daripada men cetak tenaga kerja menengah yang cenderung meninggal kan desa untuk memasuki industri di perkotaan. Nilai dan preferensi profesional dibentuk oleh pendi dikan dan latihannya. Kaum profesional merupakan ke lompok masyarakat pandai yang mampu menyelesaikan sekolah, lembaga profesi, akademi atau perguruan tinggi. Dalam mencapai kesuksesan, mereka mempelajari perilaku mana yang harus dikuasai dan mana yang harus dijauhi. Kelompok ini berusaha sekuat tenaga untuk memeroleh pengakuan. Prestasi hasil belajar dan pendidikan lanjut an merupakan penghargaan yang diadopsi dan menjadi gaya pandangan serta nilai-nilai bagi pendidik dan pelatih. Dengan demikian, pembelajar berusaha untuk menghayati nilai-nilai para pendidik dan pelatihnya. Pandangan tersebut perlu dibalik dengan cara mengem bangkan sistem pendidikan dan pelatihan yang memberi kan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk me nentukan pilihan akademis dan nilai-nilai profesional yang dikembangkan untuk kebutuhan lingkungannya. Gerakan ini membuka pandangan baru dalam pendidikan yang lebih demokratis, tanpa ruang kelas yang kaku, nonformal dan menyentuh kebutuhan hidup. Fungsi pendidikan dan latih an mendorong pemikiran, argumentasi dan pandangan yang bebas serta keberanian untuk bersilang pendapat de ngan guru, pendidik dan pelatih. Termasuk dalam memilih pokok-pokok masalah di luar kebiasaan yang layak dijadi kan bahan pelajaran dan penelitian. Berbeda dengan kebiasaan disiplin dan struktur per sekolahan yang rutin dan membutuhkan biaya besar yang sulit dipenuhi kelompok miskin, kebanyakan universitas seakan-akan tidak lebih dari pabrik yang menghasilkan produk standar kurang bermutu dan ketinggalan zaman. Mencetak manusia pandai, tetapi kehilangan keasliannya, dengan suatu kemampuan untuk menghafal dan meng ulangnya daripada menalar dan mencipta, berkreasi dan menggantungkan diri pada metode menghambat dan me rusak perkembangan intelektualnya. Akibat negatif dari model pendidikan ini, belajar men jadi suatu yang dipaksakan wajib tetapi jauh dari makna kehidupan bagi dirinya. Label dan gelar menjadi tujuan yang dipandang linier dengan kemampuan profesional.Nilai profesional yang tertanam dan melekat dalam din seseorang, ketika meninggalkan universitas dan masuk ke dunia nyata. Mereka menemukan nilai-nilai, teori dan asum si yang selama ini diyakini bukan hanya tidak dapat di ganggu gugat, tapi juga dijaga dan diperkuat oleh lulusan yang lebih dahulu memegang kekuasaan. Bagi orang-or ang yang memasuki sektor swasta, rekan senior dari nisasi profesi mempunyai harapan yang jelas bagi dirinya. Bagi orang yang memasuki sektor pemerintah, akan pindah dari satu hirarki ke hirarki lainnya. Apa pun perbedaan ma syarakat dalam bidang akademis dan bidang kerja, semua nya memiliki nilai dan ciri yang sama dari nilai budayanya. Kelompok inti yang kaya dan berkuasa. Hal ini ber tolak belakang dengan nilai-nilai kaum pinggiran yang lemah dan miskin. Arus balik belajar akan mendahulukan pre ferensi dan nilai-nilai yang terakhir seperti beberapa istilah ini, golongan bawah, miskin, tidak berdaya, kaum perem puan, anak-anak, di luar kelas dan gedung, lapangan, per tanian, organik, pedesaan, subsisten, kotor, berbau, dan se derhana. Mungkin review kebijakan dan program pemba ngunan perlu membalikan cara pandang dan budaya dalam merancang model pembangunan yang lebih memerhati kan aspek-aspek di atas. Industrialisasi dan modernisasi merupakan faktor yang memberikan daya tarik terhadap masyarakat pinggir untuk bergerak ke pusat. Faktor ini di satu pihak mendo rong pertumbuhan ekonomi, mempersatukan namun disisi lain menimbulkan pemisahan dua kutub antara kaya dan miskin, ilmuwan dan pelaksana, desa dan kota, pusat dan daerah. Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan perbedaan sangat kuat dirasakan dalam bidang ilmu alam, biologi, teknologi, hidrologi, geologi, per tanian, ilmu tanah, kedokteran dan kehutanan dibanding kan ilmu-ilmu sosial. Tetapi dalam dunia akademis, spe sialisasi cenderung lebih menonjol peranannya. Lingkung an praktis membutuhkan wawasan yang luas, kemudahan pemahaman, optimalisasi pemanfaatan, sedangkan ling kungan akademis cenderung lebih menggali fenomena yang lebih dalam (indepth) dengan tingkat pemahaman yang semakin sulit. Spesialisasi yang berlebihan mungkin secara intelektual mengasyikkan, jika terlalu jauh akan semakin berkurang manfaatnya bagi masyarakat. Untuk mengu rangi kesempitan akibat spesialisasi langkah utama yang dilakukan melalui pendekatan multidisiplin -mengga bungkan satu disiplin ilmu dengan ilmu lainnya. Asumsi tersebut mendukung pencapaian tujuan pe nelitian, program pembangunan, proyek, monitoring dan evaluasi memperbesar peluang mengkaji berbagai masa lah. Semua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat secara langsung dapat didekati melalui kajian berbagai displin ilmu secara komprehensif. Namun kelemahan lain, kajian ini membutuhkan disiplin yang luas dan tim yang cukup besar. Konsekuensinya berkaitan dengan komitmen pemerintah, perguruan tinggi, LSM dan lembaga swasta untuk terlibat dengan menyediakan sejumlah dana untuk mencapai tujuan tersebut.Dalam praktik di lapangan, kesenjangan terkandung dalam proses analisis dan tindakan yang diambil. Selama ini analisis menjadi acuan bagi perencana yang cenderung dipegang oleh pemerintah, usaha besar, kalangan akade misi, kelompok kaya di perkotaan, sementara masyarakat miskin yang tinggal di pedesaan cenderung ditempatkan sebagai pelaksana dan pendukung kebijakan. Hasil ana lisis diputuskan "orang luar" dengan asumsi terhadap ke butuhan "orang dalam". Kesenjangan ini perlu diperba rui melalui pelibatan atau partisipasi dalam analisis dan tindakan dengan memberikan peran dan tanggung jawab pengambilan keputusan kepada masyarakat yang terping girkan sehingga pendekatan ini dengan leluasa melayani kepentingan masyarakat pedesaan dengan lebih baik. Kesenjangan antara disiplin ilmu, profesi dan kelem bagaan muncul dalam kasus pengelolaan irigasi di bebe rapa wilayah di Asia. Pengelolaan irigasi untuk pertanian lebih didominasi melalui pola survei dan pemetaan yang dilakukan oleh institusi seperti departemen pertanian. Pengelolaan irigasi termasuk pengaturan debet dan distribusi air berada dalam bidang teknik irigasi, agronomi, teknik pertanian, teknik sipil, dan sosiologi. Padahal bidang atau profesi ini tidak sepenuhnya bertanggung jawab untuk menangani masalah itu. Insinyur sipil membangun sarana irigasi dengan meminati konstruksi dan rancang bangunan seperti yang dipelajari di perguruan tinggi. Sedangkan dalam hal pemanfaatan, distribusi air, pemeliharaan dan keber langsungan kurang mendapat perhatian.