Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Kedudukan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menyebabkan ruang wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
berfungsi sebagai ruang ibukota negara. Oleh karena itu pengelolaan harus bijaksana dan
sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang hidup masyarakat serta
Jakarta terjaga keberlanjutannya untuk masa kini dan masa datang. Meski telah merdeka
pada kenyataannya kemiskinan menjadi persoalan besar yang dihadapi oleh Emerging
Country sepeerti indonesia, fakta yang dilihat saat ini di sekeliling kita perbaikan
hidup setelah relokasi yang mana warga Kampung Pulo menyatakan bahwa mereka harus
memikirkan biaya sewa setiap bulannya dan merupakan hutang rutinitas yang harus
dipenuhi oleh warga bila tinggal di Rusunawa Jatinegara Barat. Selain itu, Warga
mengaku banyak yang hutang kepada teman maupun keluarga untuk memenuhi kebutuhan
fasilitas yang di sediakan sudah cukup baik nanmun dari segi ekonomi mereka banyak
mencukupi kebutuhan dan memiliki ruang untuk masyarakat mampu berinovasi dan
1.3 Tujuan
Tujuan dari program pemberdayaan ini adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan
1.4 Manfaat
Manfaat dari program pemberdayaan ini yaitu untuk meningkatkan taraf hidup
lingkungan sekitar
BAB II
PEMBAHASAN
2. Kesetaraan di antara warga belajar dan pembina program. Unsur ini mendorong warga
belajar agar ikut aktif terlibat dalam kegiatan belajar dan kegiatan kemasyarakatan.
Perhatikan kebutuhan belajar masyarakat karena mereka sebenarnya tahu apa yang
mereka butuhkan.
3. Program dimulai dari perspektif yang kritis. Menggunakan pendekatan yang kritis
menekankan pentingnya perbaikan kemampuan dasar masyarakat, meningkatkan
kemampuan yang sudah ada, dan partisipasi dalam setiap kegiatan.
a. Kegiatan belajar dilakukan dalam kelompok kecil atas dasar kesamaan minat.
b. Tutor atau narasumber secara berangsur-angsur harus dapat menyerahkan
tanggung jawab kegiatan belajar kepada peserta.
c. Sedapat mungkin, kepemimpinan diserahkan kepada peserta atau warga belajar.
d. Pendamping berperan sebagai fasilitator.
e. Semua keputusan harus dibuat secara mufakat di antara peserta atau warga belajar.
f. Kegiatan belajar senantiasa berdasarkan pengalaman-pengalaman dan masalah-
masalah yang dihadapi oleh peserta.
g. Metode dan teknik yang digunakan sesuai dengan kondisi warga belajar.
h. Bahan belajar diarahkan pada kebutuhan atau kenyataan hidup sehari-hari peserta.
Pemberdayaan perlu dipikirkan siapa saja yang akan menjadi sasaran pemberdayaan. Sasaran
pemberdayaan yang dimaksud yaitu siapa yang akan menjadi kelompok atau masyarakat
yang akan di berdayakan, menurut Schumacer dalam Sulistiyani (2004: 90), memiliki
pandangan pemberdayaan sebagai suatu bagian dari masyarakat miskin dengan tidak harus
menghilangkan ketimpangan struktural terlebih dahulu. Masyarakat miskin sesungguhnya
juga memiliki daya untuk membangun.Pemaknaan pemberdayaan selanjutnya sering dengan
konsep good govermance. Konsep ini mengetengahkan tiga pilar yang harus dipertemukan
dalam proses pemberdayaan masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, swasta dan
masyarakat yang hendaknya menjalin kemitraan yang selaras. Menurut Sumaryadi (2005:
115)
Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat
meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumber daya
setempat sebaik mungkin. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat
miskin. Dalam prosesnya perlu diperhatikan bahwa perempuan akan terlibat secara aktif.
Proses pemberdayaan masyarakat didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat
multidisiplin. Tim pemberdayaan masyarakat sebaiknya terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Peran utama tim pemberdayaan masyarakat adalah mendampingi masyarakat dalam
melaksanakan proses pemberdayaan. Peran tim pemberdayaan masyarakat pada awal proses
sangat aktif tetapi akan berkurang selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu
melanjutkan kegiatannya secara mandiri. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Seleksi Wilayah
Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-
pihak terkait, dan masyarakat. Penetapan kriteria ini penting agar tujuan lembaga dalam
pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan dengan sangat
baik. Aspek-aspeknya meliputi hal-hal berikut.
a. Adanya masyarakat yang hidup dalam kondisi kekurangan (marjinal)
Peruntukan program-program pemberdayaan masyarakat perlu satu analisis yang
mendalam dalam arti prioritas pendistribusiannya harus diperhatikan. Masyarakat
marjinal atau masyarakat yang hidup dalam kondisi kekurangan dapat memiliki akses
untuk menerima programprogram pemberdayaan dimaksud. Hal ini dapat dilihat dari
hasil wawancara yang menyatakan bahwa para suami peserta program kebanyakan
adalah pegawai negeri sipil dari Pemda serta pegawai swasta. Fakta ini
mengindikasikan tidak selayaknya programprogram pemberdayaan diberikan
terhadap masyarakat yang kurang membutuhkan. Artinya, program-program yang
ada lebih tepat sasaran terhadap golongan masyarakat tertentu yang jelasjelas berada
dalam kondisi kekurangan.
3.1. KESIMPULAN
Pemerintah DKI Jakarta saat ini telah memberikan pilihan lain, yaitu pindah secara
permanen ke rumah susun sederhana sewa yang dibangun sebagai fasilitas warga yang
mengalami penggusuran akibat rencana pembangunan normalisasi Sungai Ciliwung di
Kampung Pulo. Dalam waktu singkat pemerintah DKI Jakarta mencatat, sebanyak 740
Kepala Keluarga di relokasi ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat
yang memiliki kapasitas 520 unit yang 162 unit di antaranya ditempati lebih dari 1 KK .
Perbedaan pendapat terjadi dalam proses relokasi dimana warga Kampung Pulo yang telah
tinggal cukup lama di wilayah tersebut berharap memperoleh biaya kompensasi bangunan
rumah milik warga. .sehingga Menyebabkan keduabelah pihak tidak menemukan
kesepakatan terkait biaya ganti rugi penggusuran. Hal tersebut menimbulkan penolakan dari
warga yang menghadang aparat petugas dalam proses penggusuran, hingga memicu konflik
pertikaian yang memaksa warga dengan perasaan kecewa dan sakit hati atas perlakuan
petugas tersebut untuk di pindahkan ke Rusunawa Jatinegara Barat dengan luka psikologis
yang dialami pasca relokasi. dapat disimpulkan bahwa permasalahan-permasalahan dari
aspek fisik dan sosial yang terdapat di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) tersebut
telah sedikit menggambarkan kondisi psikososial yang dialami warga Kampung Pulo pasca
rekolasi ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat. Permasalahan dari aspek
ekonomi yang juga dialami warga penghuni Rumah Susun memungkinkan munculnya
permasalahan-permasalahan baru yang menyangkut kondisi psikososial dengan
ditunjukkannya perilaku-perilaku sosial masyarakat sebagai respon terhadap tuntutan
ekonomi yang semakin sulit dihadapi oleh warga penghuni Rusunawa. Permasalahan sosial
psikologis yang dialami oleh masyarakat yang menghuni Rusun mengharuskan mereka untuk
dapat berfungsi di lingkungan Rumah Susun Sederhana dengan Sewa. Berdasarkan
keterangan tersebut dan belum tersedianya literatur yang menggambarkan kondisi
psikososial warga Kampung Pulo terkait dampak dari kebijakan yang telah di terapkan
pemerintah DKI Jakarta, mendorong peneliti untuk mengungkap kondisi psikososial yang
menggambarkan masalah-masalah terkait aspek fisik seperti tempat tinggal beserta fasilitas
yang dihuni oleh warga di Rusunawa Jatinegara Barat Jakarta Timur, aspek psikologis yang
menunjukkan perasaan-perasaan dan perilaku individu di dalam kehidupannya sehari-hari
serta aspek sosial yang meliputi interaksi antar individu dan hubungan sosial masyarakat
yang terjadi pada warga kampung pulo sebagai dampak dari kebijakan pemerintah Provinsi
DKI Jakarta.
3.2 SARAN
Pilihan yang telah diberikan pemerintah berupa rumah susun (Rusunawaa) tersebut
memang sangat bermanfaat dalam memperdayakan masyarakat supaya mendapat hidup yang
lebih layak juga, pemerintah Jakarta timur sebaiknya juga jangan asal main gusur pemukiman
warga sekitar tersebut dengan semena mena ,karna akan timbul adu argumen hingga
menimbulkan pertikaian ,sehingga menyebabkan aspek fisik dan social pasca relokasi , yang
harus di lakukan adalah meng informasi atau penyuluhan dahulu kepada warga bahwa ada
penertiban lahan sengketa yang di pakai warga untuk di pakai untuk tempat tinggal yang
ternyata milik pemerintah . dan untuk adanya rumah susun tersebut sebaiknya harga sewa
yang di berikan kepada warga juga harus sesuai dengan pendapatan warga sekitar , supaya
masyarakat kampung pulo juga tidak terlalu berat beban yg di tanggung masing masing
keluarga ,dan harus rata .lalu kesehatan warga sekitar juga diperhatikan pemerintah ,supaya
masyarakat pun juga merasa di pedulikan oleh pemerintah .