1. A. Latar Belakang
Pembangunan suatu negara pada hakekatnya memiliki tujuan untuk
mensejahterahkan masyarakat, sebagaimana yang tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV yang berbunyi,
pembangunan nasional merupakan suatu tujuan bangsa Indonesia dalam
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta
memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta dalam melaksanakan
ketertiban dunia. Undang-undang No 6 tahun 2014, pemeritah memiliki
kewenangan untuk mengatur dan menata wilayahnya, salah satunya adalah
pembangunan infrastruktur atau sarana dan prasarana yang di butuhkan oleh
masyarakat. Dikarenakan desa dengan pembangunan infrastruktur (jalan)
yang memadai dan menunjang kebutuhan masyarakatnya dapat dikatakan
desa yang maju.
Jalan perdesaan adalah salah satu upaya membuka keterisolasian
wilayah perdesaan dari sumber-sumber informasi dan penghubung ke pusat-
pusat produksi dan tempat-tempat distribusi/pemasaran. Selain itu, jalan
perdesaan memudahkan jangkauan penduduk ke pusat-pusat pelayanan
sosial dan budaya seperti: sarana pendidikan (sekolah), kesehatan
(puskesmas, posyandu), dan ibadah. Jalan perdesaan dianggap menjadi
kunci pertumbuhan ekonomi yang dapat mengangkat harkat dan martabat
masyarakat perdesaan dari kemiskinan dan kebodohan. Oleh karena itu,
pembangunan jalan perdesaan dapat menjadi batu loncatan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kesempatan kerja kepada
masyarakat perdesaan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur merupakan
keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan
dalam program atau proyek pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat
lokal, partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan
infrastruktur jalan pertanian dapat diartikan sebagai aktualisasi dari kesediaan
dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi
dalam implementasi program atau proyek kepada masyarakat.
Pembangunan jalan perdesaan dalam rangka peningkatan
perekonomian di wilayah perdesaan telah menjadi perhatian pemerintah,
tetapi umumnya dilaksanakan berbasis “proyek”. Program ini seringkali gagal
disebabkan antara lain: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat dan
bantuan yang diberikan; (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan ketrampilan
yang mendukung; (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana; dan (4)
tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek.
Desa Mentaren merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) desa/kelurahan
yang terdapat pada Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau,
Kalimantan Tengah. Desa tersebut yaitu, Desa Anjir Pulang Pisau, Desa
Mentaren I, Desa Mentaren II, Desa Mintin, Desa Hanjak Maju, Desa Gohong,
Kelurahan Pulang Pisau, Kelurahan Bereng, Kelurahan Kalawa, dan Desa
Buntoi. Dimana Desa Mentaren II yang akan menjadi objek penelitian peneliti.
1. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat terhadap program pembangunan
infrastruktur jalan di Desa Mentaren II?
2. Bagaimana memberdayakan masyarakat agar mampu secara swadaya atau
mandiri turut berpartisipasi secara aktif dalam pemeliharaan jalan di Desa
Mentaren II?
1. C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar partisipasi
masyarakat terhadap pemeliharaan infrastruktur jalan di Desa Mentaren II.
2. Untuk dapat memberdayakan masyarakat agar dapat lebih berperan aktif
dalam pemeliharaan Jalan di Desa Mentaren II secara mandiri tanpa harus
selalu menunggu keterlibatan pihak terkait.
1. D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan penulis
yaitu sebagai berikut :
1. Masyarakat
Dapat membantu terciptanya kesadaran masyarakat untuk turut aktif dalam
program pemeliharan jalan.
2. Penulis
Selain untuk penyelesaian tugas mata kuliah tata ruang, juga dapat
menambahkan pemahaman dan pengetahuan kepada penulis tentang
bagaimana memberdayakan masyarakat terhadap pemeliharaan
infrastruktur jalan di Desa Mentaren II.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. D. Desa Mentaren
Awal dari terbentuknya Mantaren II adalah adanya Transmigrasi Vetran
pada tahun 1960 sebanyak 164 kk dari jawa menuju Kalimantan yang
khususnya daerah mantaren II. Pada waktu itu para vetran diberi bekal
makanan dan bahan-bahan untuk membuat rumah. Mereka diberi lahan yang
masih berupa hutan jadi mereka harus membuka hutan dengan cara tebang
tanam. Mereka membuka hutan untuk membuat lokasi rumah dan lokasi untuk
bertani dan bercocok tanam. Tetapi pada waktu itu para vetran banyak yang
tidak betah karena masih banyaknya hutan belantara dan banyaknya binatang
buas jadi para vetran banyak yang meninggalkan lokasi transmigrasi.
Para vetran yang ada di mantaren II hanya tinggal beberapa orang saja,
maka mereka mengajukan kepada pemerintah agar mereka dapat tambahan
transmigrasi yang mau tinggal di mantaren II, mereka tidak dapat bercocok
tanam di daerah ini karena banyaknya binatang buas yang merusak tanaman
mereka.
Pada tahun 1968 datang transmigran sebanyak 48 kk yang menempati
rumah-rumah vetran yang telah pergi dari mantaren II ini. Dulu mereka terbagi
menjadi 3 kelompok transmigran dan mereka bersepakat memberi nama
daerah transmigrasi tersebut dengan dari blok A dengan nama Wonosari, dari
blok B dengan nama Harjo sari dan blok C dengan nama Sari mulyo, dan
mereka bersepakat memberi nama desa dengan nama Trisari. Dengan
bertambahnya kemajuan desa pada tahun 1972 datang lagi transmigran
sebanyak 50 kk yaitu berasal dari Bali yang menempati daerah sekitar blok A,
B, dan C tersebut. Pada tahun 1973 datang lagi transmigrasi sebanyak 150 kk
yang berasal dari jawa timur yang telah memenuhi daerah Trisari, setelah itu
mereka dapat bercocok tanam dengan baik karena sudah banyaknya
transmigrasi maka berkuranglah binatang buas yang ada di desa trisari.
Pada tahun 1982 pemerintah daerah mengadakan peresmian di
basarang yang menyatakan bahwa daerah Trisari ditambah nama menjadi Tri
sari mantaren II, karena daerah induk bernama mantren I maka daerah Tri
sari menjadi Tri sari Mantaren II yang sampai sekarang menjadi desa
Mantaren II dan nama Tri sari dijadikan sebagai nama sekolah dasar di desa
mantaren II. Desa Mentaren terbagi menjadi Desa Mentaren I dan Desa
Mentaren II. Ubtuk batas wilayah meliputi, Untuk wilayah utara Desa Mentaren
II berbatasan dengan Desa Mentaren I, untuk wilayah barat berbatasan
dengan Desa Buntoi dan Desa Mentaren I, untuk wilayah timur berbatasan
dengan Desa Mentaren I, dan untuk wilayah selatan berbatasan dengan Desa
Buntoi.
Jarak Tempuh Desa Mantaren II ke Ibu Kota Kecamatan adalah 5,5 Km,
yang dapat di tempuh dengan waktu sekitar 10 menit. Sedangkan jarak
tempuh ke ibu kota Kabupaten adalah 5,7 km , yang dapat ditempuh dengan
waktu sekitar 12 menit. Berdasarkan hasil pengukuran indicator IDM
Kemendes 2016 status Desa Mantaren II berdasarkan Indeks Desa
Membangun adalah Desa Berkembang.
(BKKBN, 2018)
3.1.
Peta Lokasi Penelitian
3. B. Metode Pengumpulan dan Pengambilan Data
Pendekatan pengabdian yang akan dilakukan merupakan metode
kualitatif yang mengacu pada Metode PRA (Partisipatori Rural Appraisal).
Metode PRA ini digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam
waktu yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan
harus diambil segera. dan beberapa kajian pendahuluan yang telah
dilaksanakan dengan Lembaga mitra dengan usulan berikut yang dianggap
berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan.
1) Memperhatikan Visi dan Misi Lembaga dan perundangan yang berlaku
serta menggunakan berbagai standar (SNI).
2) Merumuskan Teknik Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan pengelolaan
proyek konstruksi secara akuntable dan transparansi.
Adapun beberapa teknik yang digunakan pada metode penelitian yang
digunakan ini, yaitu Survey dan Wawancara (wawancara semi terukur dan
survey lapangan di lokasi), Visualisasi dan Diagram Hubungan Masalah,
Diskusi Kelompok Terfokus. Adapun yang menjadi barometer acuan dalam
metode penelitian ini yaitu :
1) Partisipasi Masyarakat Desa terkait;
2) Aspirasi komunitas Masyarakat Desa yang akan mendapat
pemberdayaan;
3) Kesediaan komunitas yang akan menjadi sasaran pemberdayaan;
4) Infrastruktur terkait (ketersediaan infastrukur jalan yang akan menjadi
objek untuk pemeliharaan oleh komunitas masyarakat desa).
Jenis data yang digunakan dan diolah dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil pengamatan
langsung dan wawancara kepada para pemangku kepentingan (stakeholders)
dan masyarakat pengguna (users) di lokasi studi, yaitu hal-hal mengenai
aksesibilitas sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana ibadah, tempat
kerja, simpul produksi, simpul distribusi dan tempat rekreasi serta alat
transportasi yang digunakan untuk mencapai tujuan perjalanan. Sedangkan
data sekunder bersumber dari hasil kajian pustaka termasuk hasil-hasil studi
sebelumnya yang antara lain berupa partisipasi masyarakat dalam
pembangunan jalan perdesaan, jenis infrastruktur dasar di desa, dan panjang
ruas jalan serta kegiatan sosial masyarakat yang dapat berdampak positif
terhadap pemeliharaan jalan seperti melakukan pembersihan ruas jalan setiap
minggu.
BAB IV
PEMBAHASAN
2) Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan berkala, yang biasanya dilakukan setiap lima tahun dan
mencakup pekerjaan Pelapisan Ulang (Overlaying), Pemarkaan (Marking)
dan Perbaikan dan pembangunan fasilitas drainase. Namun demikian
apabila kondisi jalan telah rusak yang ditandai dengan terjadinya penurunan
permukaan jalan secara permanen selama masa layan, hendaknya segera
dilakukan tindakan pelapisan ulang (overlay). Hal ini sesungguhnya
dilakukan untuk menahan perkerasan tetap baik secara struktural sehingga
tidak akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk memperbaikinya
kembali.
*
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2011)
5. A. Kesimpulan
Melalui Pemberdayaan masyarakat yang didasari pada usaha
penegembangan struktur sosial masyarakat. Capaian kinerja program
partisipasi masyarakat dalam peran aktif pemeliharaan pedesaan sangat
memberikan konstribusi yang nyata terhadap penguatan sosial myarakat dan
ketahanan masyarakat dalam sosial ekonomi. Partisipatori Rural Aprisial
meruapakan salah satu fungsi yang efisien dalam pendekatan
kemasyarakatan secara kultural. Budaya gotong royong dan bersoial
merupakan kearifan lokal yang harus senatiasi melekat dimasyarakat untuk
saat ini. Transformasi sosial dan teknologi perlu dimediasi dengan suatu pola
pikir yang positif untuk mereduksi dampak perubahan sosial akibat
pembangunan fisik semata.
Pemeliharaan Infrastruktur pedesaan secara mandiri dapat membantu
memperpanjang masa pakai atau daya guna suatu infrastruktur di Desa
Mentaren. Dengan peran aktif masyarakat yang turut aktif untuk melakukan
pemeliharaan secara mandiri, maka diharapkan sangat membantu sekaligus
mempercepat pekerjaan pihak terkait. Peran aktif masyarakat dalam
pemeliharaan yang dimaksud yaitu dapat berupa hal-hal sederhana seperti,
untuk tidak melakukan upaya-upaya pengrusakan terhadap infrastruktur desa
baik secara sengaja maupun tidak dengan sengaja. Untuk hal yang lebih
kompleks maka peran masyarakat tersebut dapat berupa secara swadaya
untuk melakukan kerja bakti secara gotong royong untuk melakukan
pembersihan gorong-gorong disekitar jalan, melakukan penambalan jalan
desa yang berlubang untuk semetara waktu sebelum dilakukan perbaikan
oleh pihak dinas terkait.
Berdasarkan pengamatan dari penulis saat melakukan penelitian di
Desa Mentaren partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur jalan
Cukup Baik dan partisipatif. Dari hal tersebut, ternyata peran aktif masyarakat
dalam pemeliharaan jalan cukup berdampak pada umur infrastruktur tersebut.
DAFTAR PUSTAKA