Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN TUGAS

PL3101 ASPEK SOSIAL DAN PENGEMBANGAN KOMUNITAS

STUDI KASUS PENGEMBANGAN KOMUNITAS DI INDONESIA

“Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT)

Suku Bonai di Kabupaten Rokan Hulu”

Oleh:

Zuhdan Arif Fikrullah 15417126


Firda Nurjanah 15418211
Salsabila Rahmah 15418217
Ayu Prima Millenia Rogi 15418226
Audina Kinnara 15418231
Clarine Natasha 15418232

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia selalu dikaitkan sebagai makhluk sosial, berada dalam komunitas sejak lahir
dimana komunitas tersebut pastinya mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya
waktu. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilah ‘pengembangan komunitas’.
Pengembangan komunitas yaitu suatu cara ataupun berbagai cara yang digunakan untuk
merencanakan, membuat keputusan, dan memecahkan persoalan dari komunitas tersebut.
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan salah satu program
pengembangan komunitas yang ada di Indonesia, bertujuan untuk membantu dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup baik secara individu maupun komunal dalam komunitas.
Salah satu daerah yang termasuk dalam program ini yakni Suku Bonai. Suku ini dipilih menjadi
studi kasus karena terdapat beberapa hal yang menarik untuk dianalisis mengenai program
KAT yang sudah diterapkan sehingga harapannya bisa memberikan evaluasi dan saran
rekomendasi terhadap keberjalanan KAT Suku Bonai dalam perspektif PWK.

1.2 Tujuan dan Sasaran


Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan laporan ini adalah menganalisis praktik
dari Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Bonai di Kabupaten
Rokan Hulu dengan menggunakan teori-teori yang telah dipelajari. Untuk mencapai hal
tersebut, maka sasaran yang hendak dicapai adalah dengan mengidentifikasi studi kasus
implementasi Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Bonai di
Kabupaten Rokan Hulu berdasarkan tahapan, proses pengembangan komunitas, dan
dampak dari program tersebut yang didapatkan dari sumber-sumber terkait.

1.3 Metodologi Penelitian


Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencakup dua hal yaitu metode
pengumpulan data dan metode analisis data.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu menggunakan data
sekunder yang bersumber dari jurnal penelitian.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
dengan menggambarkan suatu kondisi dari program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil (KAT) Suku Bonai.

1.4 Sistematika Pembahasan


Sistematika pembahasan dalam makalah ini, disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan dan sasaran, metodologi, serta
sistematika penulisan.
BAB II ISI
Bab ini berisi deskripsi program pengembangan komunitas, identitas dan profil
komunitas, pendekatan dalam melaksanakan program, karakteristik kepemimpinan,
isu/permasalahan dalam pengembangan komunitas, penjelasan dari dampak dari
program tersebut, dan implikasi dari program terhadap perencanaan wilayah dan kota.
BAB III PENUTUP
Bab ini menjelaskan kesimpulan, serta rekomendasi dan saran.
BAB II
ISI

2.1 Deskripsi Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil


Komunitas Adat Terpencil (KAT) menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014
tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil merupakan sekumpulan
orang dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial
budaya, dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi. Untuk menanggapi adanya
KAT Kementerian Sosial Republik Indonesia mengadakan program Pemberdayaan Sosial
terhadap KAT.
Program Pemberdayaan Sosial terhadap KAT merupakan serangkaian kebijakan,
strategi, program, dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan
kepercayaan kepada KAT setempat untuk menemukan masalah dan kebutuhan beserta
upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri, melalui upaya
perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf
kesejahteraan sosialnya. Program ini dilaksanakan oleh tim terpadu yang merupakan tim
pelaksana kegiatan pemberdayaan sosial terhadap KAT yang berasal dari unsur Pemerintah
yang ditugaskan kepada Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian
Sosial Republik Indonesia, pemerintah daerah, akademisi yang bertugas melaksanakan
penjajagan awal, studi kelayakan dan semiloka. Program pemberdayaan ini merupakan
program tahunan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia dan dana untuk pemberdayaan
KAT bersumber dari APBN dan APBD dari daerah tempat asal KAT yang diberdayakan.
Tujuan dari adanya program pemberdayaan sosial terhadap komunitas adat terpencil
adalah untuk mewujudkan perlindungan hak sebagai warga negara, pemenuhan kebutuhan
dasar, integrasi KAT dengan sistem sosial yang luas, dan kemandirian sebagai warga negara.
Berikut merupakan kriteria-kriteria KAT yang diberdayakan pada program ini, meliputi:
a. Keterbatasan akses pelayanan sosial dasar;
b. Tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada SDA;
c. Marjinal di pedesaan dan perkotaan; dan/atau
d. Tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar,
dan terpencil.
Kegiatan pemberdayaan terhadap KAT dilakukan dalam beberapa bidang, yaitu
permukiman, administrasi kependudukan, kehidupan beragama, kesehatan, pendidikan,
ketahanan pangan, penyediaan akses tempat kerja, penyediaan akses lahan, advokasi dan
bantuan hukum, pelayanan sosial, dan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya, KAT
dilakukan menjadi empat tahapan kegiatan, yaitu:
a. Persiapan pemberdayaan, dilaksanakan melalui tahapan kegiatan pemetaan
sosial, penjajagan awal, studi kelayakan, semiloka (daerah dan nasional),
penyusunan rencana dan program, dan penyiapan kondisi masyarakat.
b. Pelaksanaan pemberdayaan, dilaksanakan dalam bentuk diagnosis dan
pemberian motivasi, pelatihan keterampilan, pendampingan akses pemasaran
hasil usaha, supervisi dan advokasi sosial, penguatan keserasian sosial,
penataan lingkungan sosial, dan bimbingan lanjutan.
c. Rujukan, merupakan tahapan purnabina berupa pengalihan program/kegiatan
pada berbagai pihak sesuai kebutuhan KAT. Purnabina merupakan tahapan
akhir setelah proses waktu pemberdayaan.
d. Terminasi, merupakan tahapan pengalihan program Pembedayaan Sosial
terhadap KAT. Kegiatan terminasi dilaksanakan dalam bentuk pembuatan
berita acara pengalihan program Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dari
Menteri kepada Pemerintah Daerah.
Jangka waktu pelaksanaan pemberdayaan KAT berbeda-beda pada setiap KAT yang
diberdayakannya berdasaran kategori yang telah tercantum di Peraturan Menteri Sosial
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor
186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil, berikut
merupakan pembagian jangka waktu berdasarkan kategori kriteria KAT, yaitu:
a. Kategori I, yaitu KAT yang memilki kriteria hidup berpencar dan berpindah
dalam komunitas kecil, tertutup, dan homogen; bermata pencaharian
tergantung pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat yang relatif
tinggi; hidup dengan sistem ekonomi subsistem; sangat sederhana; marjinal
di pedesaan; dan mengalami berbagai kerentanan. Jangka waktu
pemberdayaan untuk kategori ini adalah 3 tahun.
b. Kategori II, yaitu KAT yang memiliki kriteria hidup menetap sementara, pada
umumnya masih homogen, namun sudah lebih terbuka; peladang berpindah;
hidup dengan sistem ekonomi mengarah pada sistem pasar; kehidupannya
sedikit lebih maju dari KAT kategori I; marjinal di pedesaan; dan; mengalami
kerentanan. Jangka waktu pemberdayaan untuk kategori ini adalah 2 tahun.
c. Kategori III, yaitu KAT yang memiliki kriteria hidup menetap, sudah heterogen,
dan lebih terbuka; bermata pencaharian bertani, berkebun, nelayan, kerajinan
dan/atau berdagang; hidup dengan sistem ekonomi pasar; pada umumnya
hidup lebih maju dari KAT kategori II; marginal di pedesaan dan perkotaan; dan
masih mengalami kerentanan. Jangka waktu pemberdayaan untuk kategori ini
adalah 1 tahun.

2.2 Identitas dan Profil Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Bonai
Pada penelitian ini, penulis mengambil studi kasus Program Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Suku Bonai. Suku Bonai merupakan salah satu dari enam
suku asli yang berada di Provinsi Riau. Suku Bonai tergolong dalam Komunitas Adat Terpencil
menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia. KAT Suku Bonai merupakan masyarakat
pedalaman di Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Suku Bonai
mayoritas berdomisili di Sungai Sipuyu-puyu yang merupakan aliran dari Sungai Rokan Kiri.
Persebaran KAT Suku Bonai antara lain di Desa Bonai sebanyak 75 KK, Desa Sontang
sebanyak 65 KK, Desa Kasang Padang sebanyak 44 KK, dan Desa Rantau Bintuang Sakti
sebanyak 70 KK.
Umumnya mata pencaharian dari KAT Suku Bonai adalah berburu, meramu hasil
hutan, sedikit berladang dan menangkap ikan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Rokan
dan anak-anaknya. Mayoritas KAT Suku Bonai beragama Islam, tetapi tradisi dan
kepercayaan berbau animisme disana masih tetap berlangsung. Bahasa yang digunakan oleh
KAT Suku Bonai adalah Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia.
Pelaksanaan program pemberdayaan KAT Suku Bonai merupakan kolaborasi antara
Kementerian Sosial dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kabupaten Rokan Hulu. Berdasarkan kategori untuk menentukan jangka waktu
pemberdayaan, KAT Suku Bonai digolongkan dalam kategori I yang membutuhkan jangka
waktu 3 tahun untuk pemberdayaan. Selama program pemberdayaan KAT Suku Bonai dari
tahun 2012-2016, beberapa program pemberdayaan yang sudah diterima oleh KAT Suku
Bonai diantaranya adalah bantuan rumah layak huni, bantuan sembako dan alat masak,
bantuan alat-alat tani, bantuan pakaian dan juga bantuan ternak. Program pemberdayaan
tersebut dibagi menjadi bantuan fisik, yaitu Pembangunan rumah layak huni (RLH) sebanyak
43 unit; pembangunan sarana air bersih, MCK; pembangunan infrastruktur jalan dan balai
sosial; puskesmas pembantu dan SD; pemberian genset; bantuan ternak sapi; bantuan biji-
bijian dan pemberian lahan. Selain itu terdapat bantuan non fisik, yaitu Pengembangan
kelompok usaha bersama (KUBE); pengembangan agar hidup layak; pendatangan ustad ke
perkampungan; sosialisasi kesehatan hidup bersih dan sehat; sosialisasi pertanian (cara
berladang) dan sosialisasi KAT ramah.

2.3 Pendekatan Program Pengembangan Komunitas


Mengacu pada buku Robinson mengenai 3 jenis pendekatan (Technical Assistance,
Self-Help, Conflict), diperoleh hasil analisis pendekatan program Pemberdayaan KAT Suku
Bonai dilakukan dengan 2 jenis pendekatan:

Technical Assistance Approach


Technical Assistance Approach (pendekatan bantuan teknis) merupakan
pendekatan yang dilakukan dengan memberi bantuan teknis kepada suatu komunitas
untuk membantu memenuhi kebutuhan dan mendefinisikan masalah serta solusi dari
masalah tersebut. Pada program pemberdayaan KAT Suku Bonai ini Kementerian
Sosial dan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berperan
sebagai penanggung jawab dalam mengawasi pengimplementasian program dengan
tujuan membantu KAT Suku Bonai keluar dari kehidupan perbatasan dan pedalaman
menuju kesejahteraan hidup yang lebih baik. Bentuk bantuan teknis yang diberikan
kepada KAT Suku Bonai berupa:
a. Bantuan fisik: Rumah Layak Huni (RLH) sebanyak 43 unit, infrastruktur sarana
air bersih, MCK, infrastruktur jalan dan balai sosial, puskesmas pembantu, SD,
pemberian genset, bantuan ternak sapi, bantuan biji-bijian, dan pemberian
lahan.
b. Bantuan nonfisik: pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE),
pengembangan agar hidup layak, pendatangan ustad ke perkampungan,
sosialisasi kesehatan hidup bersih dan sehat, sosialisasi pertanian dan
sosialisasi KAT ramah.
Self-Help Approach
Self-Help Approach (pendekatan swadaya) merupakan pendekatan yang
menekankan masyarakat dalam komunitas dengan cara berkumpul bersama untuk
belajar menyelesaikan permasalahan yang ada. Pada program pemberdayaan KAT
Suku Bonai pendekatan self-help diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan
dalam kelompok komunitas sesuai dengan nilai-nilai budaya (nilai religius, nilai
estetika, nilai kebersamaan, dan nilai demokratis) sebagai kearifan lokal dan identitas
sosial yang menjadi prinsip dalam kehidupan masyarakat Suku Bonai. Hal ini menjadi
tujuan dari pemberdayaan program KAT itu sendiri karena mereka (Kemensos dan
Dinsos PPPA) hanya berperan sebagai pendamping atau fasilitator bagi masyarakat
Suku Bonai, untuk mencapai kehidupan sejahtera merupakan hal yang harus
dilakukan Suku Bonai secara mandiri.
Namun, berdasarkan penjelasan diatas KAT Suku Bonai masih cenderung ke
pendekatan bantuan teknis. Hal ini ditunjukkan bahwa dari bantuan-bantuan teknis yang
diberikan kepada masyarakat malah membuat mereka menjadi ketergantungan dikarenakan
bantuan teknis yang diberikan diantaranya ada yang kurang tepat sasaran seperti bantuan
Rumah Layak Huni yang dibangun jauh dari sumber mata pencaharian mereka (sungai)
sebagai nelayan dan bantuan bibit yang proses panennya lama dimana masyarakat Suku
Bonai perlu waktu cepat untuk menyambung kehidupannya. Sementara itu, untuk bantuan
non-fisik yang diberikan (meliputi bidang kesehatan, ekonomi, pertanian, agama, dan
kelayakan tempat tinggal) diantaranya belum bisa membuat masyarakat Suku Bonai bergerak
secara mandiri dikarenakan tidak sesuai dengan kebiasaan dan kebudayaan mereka.
Karakteristik masyarakat Suku Bonai mayoritas diketahui tidak mengenyam pendidikan
dikarenakan fasilitas pendidikan disana tidak ada sehingga menyebabkan keberterimaan
serta transfer informasi dari pendamping program pemberdayaan sulit diterima oleh mereka.
Padahal masyarakat Suku Bonai sangat bersemangat untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri dengan adanya program ini walaupun masyarakat terkadang sulit untuk
menerima hal-hal baru terlebih yang bertentangan dengan kebudayaan mereka.
Mengacu pada Permensos RI No. 12 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Perpres No.
186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap KAT dijelaskan bahwa program
KAT bertujuan dalam menemukan masalah dan kebutuhan serta upaya pemecahannya
berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri secara mandiri dalam berbagai aspek
kehidupan guna peningkatan taraf kesejahteraan sosial. Penjelasan tujuan program KAT
tersebut menunjukkan pendekatan pengembangan komunitas secara technical assistance
dan self-help sebagai luaran yang diharapkan. Namun, KAT Suku Bonai belum mencapai
pendekatan self-help sehingga fokus dalam pemberdayaan program KAT perlu disesuaikan
dengan kebutuhan mereka tanpa menghilangkan kebiasaan (karakter dan budaya) Suku
Bonai, kalau bisa coba untuk membantu memberdayakan kebutuhan dasar mereka terlebih
dahulu baru dilanjutkan ke potensi keahlian mereka. Selain itu, perlunya melibatkan peran
masyarakat secara langsung dalam program pemberdayaan KAT Suku Bonai berikutnya.

2.4 Karakteristik Kepemimpinan di Komunitas


Ketua Suku Bonai adalah seseorang yang memegang kepemimpinan tertinggi. Ketua
suku tersebut tidak dipilih melainkan ketua suku tersebut diwariskan. Ketua Suku Bonai
disebut Datuk Bendaro. Kepemimpinan Suku Bonai karakteristiknya tidak disebutkan secara
eksplisit di berbagai jurnal sehingga identifikasi karakteristik kepemimpinannya ditinjau
melalui karakteristik masyarakat. Disebutkan dari berbagai jurnal bahwa karakteristik
masyarakat Suku Bonai dibebaskan kegiatannya oleh ketua suku, tidak terstrukturnya
kegiatannya dan intervensi (ikut campur) dari ketua dalam pelaksanaan kegiatan yang ada di
KAT Suku Bonai terbilang sedikit. Berdasarkan hal tersebut, dapat diidentifikasi bahwa ketua
suku berkarakteristik Permissive Leader. Adapun definisi permissive leader adalah tipe
pemimpin yang mementingkan pandangan anggotanya dan tidak ikut campur terhadap apa
yang dilakukan oleh anggotanya sehingga pemimpin seperti ini biasanya memiliki
pembawaan yang santai tetapi dapat mengakibatkan pekerjaan yang dikerjakan tidak memiliki
hasil optimal.
Sementara itu, untuk pengadaan KAT-nya diketuai oleh Kementerian Sosial lebih
cenderung bersifat Directive Leader. Directive leader adalah tipe pemimpin yang cenderung
akan memerintah anggota-anggotanya melakukan sesuai dengan apa yang dia inginkan,
informasi atau visi misi yang ingin dicapai hanya akan diurus/dibuat oleh pemimpin ini tanpa
campur tangan anggotanya. Tipe kepemimpinan ini (dari segi pengadaan KAT) ditunjukkan
dari bentuk KAT yang dilaksanakan tidak berdasarkan keinginan masyarakat tetapi
berdasarkan orientasi KAT seluruh Indonesia. Karakteristik directive leader pada pelaksanaan
program, mengacu dari buku “Introduction to Community Development”, terlihat dari pihak
yang berwenang memang memiliki kewajiban untuk memperhatikan KAT dan menyusun
program langsung untuk seluruh KAT di Indonesia tanpa melibatkan langsung dalam proses
penyusunannya. Kemudian, melihat KAT Suku Bonai yang memiliki karakteristik mereka yang
sulit tersentuh dunia luar, pemikiran yang masih tertutup dan tidak bisa menghadapi
perubahan secara cepat, maka dari itu pelaksanaan program tersebut memiliki karakteristik
directive leader, yang dimana pemerintah atau Kementerian Sosial yang merencanakan
segala sesuatu yang dibutuhkan KAT, tetapi perencanaannya masih secara umum untuk KAT
seluruh Indonesia tanpa mengkhususkan lagi untuk komunitas-komunitas di daerah berbeda
dengan ciri khas masing-masing.
2.5 Isu/Permasalahan dalam Pengembangan Komunitas
Program Pemberdayaan Komunitas Terpencil (KAT) yang dilaksanakan dari tahun
2012-2016 untuk Suku Bonai yang ada di Kabupaten Rokan Hulu bertujuan untuk mengatasi
permasalahan kemiskinan pada KAT. KAT adalah komunitas yang tinggal di daerah pelosok
dan sulit dijangkau/diakses, sehingga mereka sukar tersentuh dengan program-program
pembangunan yang ada. Kemudian, implementasi program pada Suku Bonai yang tinggal di
daerah sulit dijangkau di daerah Kabupaten Rokan Hulu kurang tercapai disebabkan dari sisi
internal dan eksternal komunitas tersebut. Suku Bonai hidup secara berkelompok dan
tertutup, masih terikat dengan alam dan adat istiadat, serta sulit menerima orang baru di
lingkungan mereka. Deskripsi program ini seperti yang sudah dijelaskan di atas ternyata
memiliki sisi kelemahan dalam pelaksanaanya bagi Suku Bonai tersebut. Hal itu disebabkan
oleh program yang tidak beradaptasi dengan cara hidup Suku Bonai tersebut, karena orientasi
program yang berlaku untuk seluruh KAT Indonesia dan tidak dikhususkan lagi untuk
karakteristik Suku Bonai, dan tenaga-tenaga ahli yang memiliki keahlian yang kurang relevan
untuk melakukan pendekatan dan pelaksanaan program (penempatan tenaga ahli), dan
pembinaan KAT di Suku Bonai tersebut. Permasalahan tersebut antara lain program
pengembangan ekonomi yang tidak sesuai dengan mata pencaharian mereka misalnya
sebagai nelayan yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan peluang kondisi fisik
lingkungan di sekitarnya, yaitu Sungai Rokan, kemudian persebaran informasi yang kurang
merata dan kurang memanfaatkan teknologi dengan optimal pada implementasi program,
pendekatan yang kurang sesuai dengan kebiasaan dan budaya, tingkat pendidikan yang
masih rendah dan pemikiran yang masih tertutup yang menjadi faktor sosialisasi yang ingin
disampaikan terhambat. Selain itu, keterlibatan masyarakat masih kurang, padahal
berdasarkan Peraturan Menteri Sosial nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 186 Tahun 2014 adalah serangkaian kebijakan mengenai pemberdayaan
KAT adalah strategi, program dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian
kewenangan dan kepercayaan kepada KAT setempat untuk menemukan masalah dan
kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri,
melalui upaya perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi guna
peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya, sehingga pelaksanaan program kurang tepat
sasaran dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian program ini sebenarnya dapat
dikembangkan lagi, namun berhenti sampai pada tahun 2016, padahal perlu ada
pendampingan terus-menerus terutama untuk masyarakat adat yang sifatnya tertutup dan
perlu adanya pengimplementasian secara bertahap.
Untuk mengatasi permasalahan dalam pengembangan komunitas tersebut, perlu
melakukan pendekatan terlebih dahulu dan mengenal lebih dalam untuk karakteristik
komunitas yang tertutup dan memiliki pantangan-pantangan dalam cara hidup mereka,
misalnya dengan menempatkan diri sebagai bagian dari mereka, menjelaskan maksud dan
tujuan, sehingga tidak langsung menjalankan program, dan menganalisis kebutuhan,
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk menyusun strategi, keterlibatan
stakeholders/aktor-aktor kunci dan akademisi disertai dengan pemanfaatan teknologi yang
mempermudah untuk saling berbagi informasi. Kemudian, implementasi program yang
berdasarkan culture/budaya dari Suku Bonai tersebut, terutama dalam hal melibatkan
komunitas tersebut secara langsung. Singkatnya, memiliki strategi dan arah kebijakan yang
sesuai dengan kebutuhan KAT Suku Bonai.

2.6 Dampak Program terhadap Komunitas


Dampak yang diharapkan adalah program ini mampu meningkatkan kesejahteraan
Suku Bonai. Tetapi dalam realitanya, dilihat dari pelaksanaan Program Pemberdayaan
Komunitas Terpencil (KAT) Suku Bonai yang telah dilaksanakan hingga tahun 2019 kemarin,
belum ada dampak yang signifikan berdasarkan journal Analisis SWOT Pemberdayaan Suku
Bonai dalam Meningkatkan Kesejahteraan di Rokan Hulu (Adianto dkk, 2019). KAT masih
memiliki keterbatasan akses pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pelayanan sosial lainnya.
Walaupun KAT telah menghuni rumah layak huni (RLH), pembangunan sarana air bersih,
MCK, dan bantuan-bantuan lainnya yang diberikan oleh Kementerian Sosial dan Dinas Sosial
Kabupaten Rokan Hulu.
Dampak yang tidak signifikan ini disebabkan oleh manajemen kegiatan KAT yang
belum optimal. Walaupun sudah didukung dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun
2012, dan kebijakan-kebijakan lainnya, tetapi dibutuhkan peran proaktif dinas-dinas dan
instansi berkaitan. Seperti Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kabupaten Rokan Hulu yang dapat melakukan kajian strategis untuk menghasilkan program-
program yang optimal, karena Dinas ini dipertimbangkan sebagai dinas yang lebih memahami
kehidupan KAT Suku Bonai dari pada dinas dan instansi lainnya. Hal lain yang dapat
dilakukan juga adalah dilakukan kerja sama dan kolaborasi antar dinas dan instansi agar
dapat bergerak dan bekerja lebih produktif. Hal terakhir tetapi termasuk hal yang penting
adalah memicu partisipasi aktif masyarakat dalam keberjalanan program atau kegiatan yang
dilaksanakan.

2.7 Implikasi Kasus Pengembangan Komunitas terhadap Perencanaan Wilayah dan


Kota
Program Pemberdayaan Komunitas Terpencil (KAT) Suku Bonai ini tidak berjalan
dengan baik karena berbagai hal. Jika melihat bagaimana program tersebut dilaksanakan,
memang tidak ada pengkajian lebih dalam terlebih dahulu terkait karakteristik masyarakatnya
yang menyebabkan pengembangan pemberdayaan ini kurang tersampaikan, hingga akhirnya
masyarakat Suku Bonai ini bergantung pada pemerintah atau kehidupan sebelumnya. Dalam
suatu perencanaan selalu melibatkan aktor penting yaitu masyarakat. Mereka yang akan
merasakan dampak dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, begitu pula dengan
masyarakat terpencil yang juga memiliki satu kesatuan yang sama. Ketidakberhasilan
pemberdayaan ini berdampak juga pada beberapa aspek yang terus mengalami penurunan
sehingga harus disesuaikan dengan perencanaan suatu wilayahnya. Hal itu akan
menghambat dalam perencanaan karena masih perlunya persiapan yang lebih matang
seperti pendekatan lebih kepada masyarakatnya, mengetahui kebutuhan dan karakteristik
masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Program pemberdayaan KAT Suku Bonai di Kabupaten Rokan Hulu, Riau memiliki
tujuan yang baik yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat KAT, tetapi dalam
keberjalanannya belum optimal karena manajemen sumber daya manusia yang kurang efektif
dan kajian strategis yang belum mendalam sehingga pelaksanaan program belum tepat
sasaran dan belum bersifat berkelanjutan serta belum mempertimbangkan keterlibatan
masyarakat dalam keberjalanannya.

3.2 Rekomendasi dan Saran


3.2.1 Rekomendasi
Berdasarkan program pemberdayaan KAT Suku Bonai yang telah dilakukan pada
tahun 2012-2016 oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dan Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Rokan Hulu, berikut merupakan rekomendasi-
rekomendasi yang dapat menjadi masukan dalam pelaksanaan pemberdayaan KAT
selanjutnya:
1. Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rokan Hulu
sebagai salah satu aktor terpenting dalam pemberdayaan KAT Suku Bonai
dapat melakukan kajian-kajian strategis untuk menghasilkan program-program
pemberdayaan yang optimal dan tepat untuk KAT Suku Bonai, karena Dinas
ini dipertimbangkan sebagai dinas yang lebih memahami kehidupan KAT Suku
Bonai dari pada dinas dan instansi lainnya.
2. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam keberjalanan
pemberdayaan KAT Suku Bonai, sebaiknya program pemberdayaan KAT
Suku Bonai lebih memfokuskan pada memberdayakan manusia secara
perlahan tanpa menghilangkan karakter dan budaya dengan memanfaatkan
kinerja semua aktor, instansi, lembaga, dan organisasi yang terlibat dalam
pelaksanaan pemberdayaan KAT Suku Bonai.
3.2.2 Saran
Penelitian lebih lanjut mengenai studi kasus program pemberdayaan KAT Suku Bonai
diharapkan penulis bisa menggunakan data primer seperti wawancara langsung kepada
lembaga, instansi, ataupun organisasi terkait untuk mendapatkan data dan informasi yang
lebih lengkap mengenai program pemberdayaan KAT Suku Bonai ini.
DAFTAR PUSTAKA

Adianto, & Mayliza. (2019, Mei). Strategi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT)
Suku Bonai. Jurnal Kebijakan Publik, 10(1): 41-46. doi: 10.31258/jkp.10.1.p.41-46
Adianto, & Mayliza. (2019, 29 November). Analisis SWOT Pemberdayaan Suku Bonai dalam
Meningkatkan Kesejahteraan di Rokan Hulu. SOSIO KONSEPSIA, 9(01): 49-69. doi:
https://doi.org/10.33007/ska.v9i1.1777
Henri, Novi. (2015). PERANAN DINAS SOSIAL PROVINSI KEPULAUAN RIAU DALAM
PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPPENCIL DI KECAMATAN
SENAYANG KABUPATEN LINGGA. DPKA TERPENCIL. Diakses melalui
http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a03a96d
0947c6478e525e/2016/08/jurnal.pdf
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015. Pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial terhadap Komunitas
Adat Terpencil. Diakses melalui https://jdih.kemsos.go.id/pencarian /www/
index.php/web/result/1358/detail
Prayogi, Ryan. (2020). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Suku Bonai di Ulak Patian, Riau.
ETNOSIA: Jurnal Etnografi Indonesia, 5(1): 50-65. doi: 10.31947/etnosia.v5i1.8953
Robinson Jr., Jerry W., & Gary Paul Green. 2011. Introduction to Community Development:
Theory, Practice, and Service-Learning. Los Angeles: SAGE.
Yance, Imelda. (2018, 27 Desember). Penggunaan Bahasa dan Identitas Suku Bonai.
Metalingua, 16(2): 221-229. doi: http://dx/doi.org/10.26499/metalingua.v16i2.141

Anda mungkin juga menyukai