Anda di halaman 1dari 10

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BERBASIS KEARIFAN LOKAL

ARTIKEL

OLEH:

CHANDRA LETINTO ALEZANDRO NINEF

042313126

UNIVERSITAS TERBUKA

KUPANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan disuatu daerah dapat terlaksana dengan baik apabila pemerintah mengenal
lebih dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran
pembangunan tersebut. Sangat membuang tenaga dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa
memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat tersebut adalah “ikon” atau
sumber pendapatan yang mampu mensejahterakan rakyat di daerah itu. Atau lebih sederhananya
pembangunan akan menjadi sia-sia jika pemerintah tidak mengenal masyarakat atau potensi yang
tepat untuk pembangunan di daerah tersebut.

Kearifan lokal yang ada dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk
mencapai tujuan hidup. Program pengembangan masyarakat juga telah meningkatkan aktifitas
produktif. Banyak masyarakat yang membangun kerjasama yang mendukung produksi,
membantu proses penyimpanan dan memfasilitasi pemasaran retail dan barang. Adapun prinsip-
prinsip pokok yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan sumber daya lokal adalah:

1) Keputusan dan inisitif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dibuat


ditingkat lokal oleh warga masyarakat yang memiliki identitas yang diakui perannya
sebagai partisipan dalam proses pengambilan keputusan pengembangan
2) Fokus utama pemberdayaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan rakyat
miskin dalam mengarahkan dan mengatasi aset-aset yang ada pada masyarakat
setempat untuk memenuhi kebutuhannya
3) Di dalam mencapai tujuan yang mereka tentukan menggunakan teknik social learning
di mana individu-individu berinteraksi satu sama lain menembus batas-batas
organisatoris dengan mengacu pada kesadaran kritis masing-masing.

Dalam konteks kepariwisataan Nusa Tenggara Timur (NTT), kearifan lokal masyarakat
NTT sebenarnya menjadi salah satu basis daya tarik (attraction). Secara geografis, NTT adalah
daerah kepulauan. Implikasi dari ciri geografis yang demikian adalah beragamnya kearifan lokal
yang dimiliki masyarakat NTT. Bahkan dalam wilayah kepulauan yang sama, terdapat perbedaan
yang mencolok. Ini sebenarnya menjadi sumber daya potensial bagi pengembangan pariwisata di
NTT. Namun pada kenyataannya, pretensi terhadap wisata budaya kurang mendapat tempat.
Selama ini, potensi pariwisata ekologilah yang menjadi basis daya tarik bagi wisatawan. Diakui
bahwa NTT memiliki banyak panorama alam yang memiliki nilai artistik tinggi. Selain itu,
keberadaan Varanus Komodoensis di Taman Nasional Komodo memberikan andil yang besar
dalam menarik banyak wisatawan ke NTT.

Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat NTT memiliki varian yang berbeda untuk setiap
daerah. Upacara adat, sistem pembagian tanah, permainan tradisional, tenunan adat, dan struktur
sosial kemasyarakatan berbeda di setiap wilayah. Perhatian pada aspek kearifan lokal dalam
proses pembangunan pariwisata di NTT selain untuk menambah daya tarik, esensi utamanya
adalah memberi apresiasi dan melanggengkan sistem tersebut. Masifnya perkembangan
teknologi dan disaat yang bersamaan mobilitas wisatawan asing berpotensi untuk mengancam
aspek lokalitas di Nusa Tenggara Timur. Kearifan lokal di tengah masifnya pembangunan
pariwisata sebagai bagian dari pembangunan daerah diberdayakan untuk memiliki nilai
ekonomis. Pembangunan pariwisata di NTT akan menciptakan kedaulatan ekonomi masyarakat
kecil. Konsep seperti ini secara nyata akan memberikan efek terhadap masyarakat.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembangunan Masyarakat
Pembangunan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan yang tidak pernah kenal
berhenti, untuk terus menerus mewujudkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat
dalam rangka mencapai perbaikan mutu hidup, dalam situasi lingkungan kehidupan yang juga
terus menerus mengalami perubahan-perubahan. Pembangunan berbasis masyarakat, secara
sederhana dapat diartikan sebagai pembangunan yang mengacu kepada kebutuhan masyarakat,
direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat dengan sebesar-besarnya memanfaatkan potensi
sumber daya (alam, manusia, kelembagaan, nilai-nilai sosial budaya, dll) yang ada dan dapat
dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Pembangunan berbasis masyarakat seharusnya pembangunan berangkat dari kebutuhan
masyarakat bukannya dirumuskan oleh “orang luar” atau elit masyarakat yang merasa lebih tahu
dan lebih pandai untuk merumuskan pembangunan yang cocok bagi masyarakatnya.
Pembangunan berbasis masyarakat berarti pembangunan harus berbasis pada sumber daya lokal,
berbasis pada modal sosial, berbasis pada budaya lokal, menghormati atau berbasis pada kearifan
lokal, dan berbasis pada modal spiritual yang dimiliki dan atau diyakini oleh masyarakat
setempat.
Pembangunan berbasis masyarakat dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan yang
terencana. Adapun tahapan-tahapan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:
1. Menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk berubah dan memperbaiki, yang
merupakan titik awal perlunya pembangunan berbasis masyarakat. Tanpa adanya
keinginan untuk berubah dan memperbaiki, maka semua upaya pembangunan berbasis
masyarakat yang dilakukan tidak akan memperoleh perhatian, simpati, atau partisipasi
masyarakat
2. Menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk melepaskan diri dari
kesenangan/kenikmatan dan atau hambatan-hambatan yang dirasakan, untuk kemudian
mengambil keputusan mengikuti pembangunan berbasis masyarakat demi terwujudnya
perubahan dan perbaikan yang diharapkan
3. Mengembangkan kemauan untuk mengikuti atau mengambil bagian dalam kegiatan
pembangunan berbasis masyarakat yang memberikan manfaat atau perbaikan keadaan
4. Peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan berbasis masyarakat
yang telah dirasakan manfaat perbaikannya
5. Peningkatan peran dan kesetiaan pada kegiatan pembangunan berbasis masyarakat,
yang ditunjukkan berkembangnya motivasi-motivasi untuk melakukan perubahan
6. Peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembangunan berbasis masyarakat
7. Peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui kegiatan pembangunan
berbasis masyarakat
Pembangunan masyarakat adalah proses perubahan sosial yang terencana bukan terjadi
secara tiba-tiba, Kota/Desa dapat dikatakan maju apabila masyarakatnya berkembang/sejahtera.
Untuk mencapai kesejahteraan tersebut tentu butuh sebuah proses/tahapan.
B. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat
atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya. Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam
struktur sosial masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol dan rambu-
rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi kehidupan baik saat berhubungan dengan
sesama maupun dengan alam.
Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah
berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku
dalam kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup yang dapat
diamati melalui sikap dan perlakuan mereka sehari-hari.
Ciri-ciri kearifan lokal yaitu:
1. Semangat kemandirian dan keswadayaan
2. Memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan
3. Menjamin daya hidup dan keberlanjutan
4. Mendorong teknologi tepat guna yang efektif dari segi biaya dan memberikan
kesempatan untuk memahami dan memfasilitasi perancangan pendekatan program
yang sesuai
Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam,
mengembangkan sumber daya manusia, sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan, dan sebagai petuah, kepercayaan, sara dan pantangan, juga sebagai filter dan
pengendali terhadap budaya luar, mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, mengintegrasikan
unsur budaya luar ke dalam budaya asli dan memberikan arah pada perkembangan budaya.
Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal adalah
pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan
budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
Jadi, untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah, hendaknya pemerintah mengenal lebih
dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran
pembangunan tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN

Di sejumlah negara, kearifan lokal terbukti tak menjadi penghalang bagi proses
pembangunan. Sebaliknya, kearifan lokal dan tradisi lokal bisa dikembangkan untuk membantu
keberhasilan pembangunan. Syaratnya, nilai-nilai di dalam tradisi itu harus dipertahankan
dengan baik. Sebagaimana dilansir Harian Kompas, hal ini terungkap dalam simposium bertajuk
“Reviving Culture for Rural Sustainability” (Menghidupkan kembali budaya bagi keberlanjutan
pedesaan) di ajang Forum Budaya Dunia atau World Culture Forum 2016, di Nusa Dua Bali,
Selasa 10/10/2016. Narasumber dalam simposium itu ialah Lee Soon-tak, Guru Besar Hidrologi
dan Rekayasa Sumber Air Universitas Yeungnam, Korea Selatan; Lanying Xhang, Direktur
Liang Shuming Rural Reconstruction, Tiongkok; serta Aleta Baun, Kepala Desa Mollo,
Kabupaten Timor tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah Korea Selatan menyelenggarakan kebijakan ‘Saemaul Undong’. Kebijakan ini
berupaya menjamin ketersediaan air bagi masyarakat, terutama petani, dan menjamin
kelangsungan hidup kebudayaan dari masyarakat tersebut. Air dan kebudayaan telah menjadi
cara hidup masyarakat yang harus dijamin melalui kebijakan politik pemerintah. Praktik
‘Saemaul undong’ dikembangkan dari praktik-praktik kebudayaan yang sudah dijalankan
masyarakat dengan mensyaratkan adanya perbaikan kualitas infrastruktur, peningkatan
pendapatan masyarakat, dan reformasi mental.
Di Tiongkok, praktik kebudayaan masyarakat untuk mengolah sawah dan menata
pengairan tidak jauh berbeda dengan Subak di Bali. Namun, pengolahan pertanian di negara itu
sudah dikembangkkan dengan sistem perusahaan (corporated farming). Kebijakan pengolahan
pertanian dengan sistem perusahaan ini menuntut tenaga kerja orang muda untuk kembali ke
desa. Pengelolaan pertanian dengan sistem perusahaan merupakan salah satu upaya pengelolaan
pertanian agar sesuai dengan era baru yang diwarnai pemanfaatan teknologi digital serta internet.
Namun, langkah modernisasi ini diterapkan tanpa menghilangkan berbagai tradisi kebudayaan
yang sudah ada.
Aleta Baun mewakili TTS dari NTT menceritakan bagaimana warga lokal harus mati-
matian mempertahankan tanah adat dari usaha penambangan. Warga di desanya berjuang selama
13 tahun (1999-2012) untuk menolak penambangan marmer. Penambangan yang dilakukan
dengan membelah gunung itu mematikan sumber air bagi desa dan menghancurkan ekosistem
hutan di sekitarnya. Pada tahun 1990-an pemerintah mengubah status hutan adat menjadi hutan
produksi yang dikuasai negara. Kemudian pemerintah mengizinkan usaha penambangan di
wilayah itu. Banyak ancaman yang dialami warga karena menolak usaha tambang. Namun
akhirnya warga desanya berhasil mengusir perusahaan-perusahaan tambang dan kembali
menguasai tanah mereka. Tantangan berikutnya adalah membangun ekonomi berkelanjutan
namun mereka menolak ekonomi yang merusak alam.
Selain Desa Mollo TTS, di provinsi NTT juga ditemukan beragam kearifan lokal yang bisa
menjadi landasan pijak merumuskan kebijakan pebangunan daerah seperti Hutan Pemali. Tempat
semacam ini hampir ditemukan di semua daerah, tempat yang seperti disakralkan tidak boleh
mengambil atau merusak tempat/hutan tersebut dengan mengambil kayu atau bahkan hanya
memasuki lokasi itu pun dilarang keras. Pengetahuan akan hal ini lebih dihubungkan dengan hal
mistis, jika seseorang memasuki lokasi tersebut akan terkena sakit penyakit bahkan bisa
berakibat lebih fatal. Namun, diteliti lebih jauh dalam perspektif ilmu pengetahuan ternyata
ditemukan praktik pelestarian ekologi, orang dilarang masuk ke sana agar tidak merusak hutan,
tanah, flora, dan fauna yang dilindungi secara tradisional. Perlindungan ekologi dalam konsep
Hutan Pemali, secara nyata telah memberi dampak adanya sumber mata air sebagai wilayah
tangkapan air, yang sudah ada prinsip konservasi sumber daya alam.
Pemerintah dalam melakukan pembangunan daerah harus memperhatikan banyak hal.
Apalagi kearifan-kearifan lokal yang sudah ada di masyarakat. Sehingga dalam upaya
pembangunan yang ada, tidak menjadi sebuah permasalahan karena masyarakat setempat tidak
menyetujui keputusan-keputusan yang dilakukan pemerintah.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah berbasis kearifan lokal masih kurang,
karena masyarakat merasa tanah adat atau ekosistem alam mengalami kerusakan saat dilakukan
pembangunan-pembangunan. Contohnya seperti Perusahaan tambang di Mollo, TTS dan
berbagai Hutan Pemali di daerah-daerah NTT. Sehingga perlu adanya komunikasi dan upaya-
upaya baik yang diambil secara bersama-sama jika akan dilakukan pembangunan daerah.

2. Saran
Pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat setempat secara eklusif dan berlanjut.
Perlu juga adanya transparansi dari pemerintah terhadap masyarakat setempat agar pembangunan
daerah dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

MKDU 4111 Tentang Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan

Ali, fahrudin. 2020. Pemberdayaan Partisipasi dan penguatan Masyarakat. Bandung:

Humaniora

Sumadi, Dila. 2010. Komunikasi Pembangunan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Anda mungkin juga menyukai