Anda di halaman 1dari 3

Coba diskusikan hal ini:

1. Bagaimana pendapatmu tentang fenomena childfree yang marak disuarakan


akhir-akhir ini?
2. Sebagai seorang muslim jelaskan indikator yang bisa dijadikan acuan untuk
menilai bagaimana hukum childfree menurut Islam!

Jawaban Diskusi :

Assalamualaikum Teman-teman mahasiswa dan Tutor PAI, Bapak Fatoni Achmad,


berikut saya sertakan jawwaban saya atas pertanyaan diskusi 2, apabila ada kesalahan
mohon di koreksi dan di diskusikan bersama.

Fenomena Childfree sedang hangat beberapa bulan terakhir setelah seorang influencer
/ youtuber Gita Savitri mendeklarasikan bahwa dirinya menerapkan gaya hidup
childfree dalam kehidupan rumah tangganya yang menimbulkan kontroversi dan
perdebatan di kalangan masyarakat khususnya masyarakat indonesia yang mayoritas
penduduknya memeluk agama islam.

Childfree adalah keputusan bersama yang di buat oleh suami dan istri yang tidak
menginginkan anak dalam rumah tangga meskipun secara fisik mereka mampu untuk
bereproduksi secara normal dengan berbagai alasan seperti kemampuan finansial,
tanggung jawab yang terlalu besar dan lain sebagainya.

Keputusan untuk menerapkan gaya hidup childfree dalam kehidupan sosial di


Indonesia mengundang kontroversi karena adat dan tradisi di indonesia yang secara
implisit mengisyaratkan jika setiap pernikahan wajib menghasilkan keturunan untuk
meneruskan garis keturunan. Terutama dalam beberapa adat ada yang menyematkan
marga dalam setiap nama keturunannya agar tradisi garis keturunan tidak terputus.

Pernikahan secara luas diartikan sebagai sarana untuk memastikan kelanggengan dan
keberlanjutan kehidupan manusia, sehingga memungkinkannya untuk bertahan dan
berkembang dari generasi ke generasi (Nuroh & Sulhan, 2022). Kecenderungan untuk
menikah dan berkembang biak berakar kuat pada sifat alamiah manusia.

Dalam perspektif islam pernikahan merupakan kewajiban dari kehidupan rumah tangga
yang harus mengikuti ajaran-ajaran keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Hal ini
senada dengan yang tercantum di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
Merujuk pada ayat 38 Surat Ar-Ra'd dalam Al-Qur'an sebagai berikut: "Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul sebelum kamu, dan Kami memberikan
kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidaklah seorang rasul datang dengan
membawa suatu tanda (mukjizat) kecuali dengan izin Allah. Untuk setiap waktu telah
ditetapkan" (Al-Quran, Ar-Ra'd 13:38).

Menurut penafsiran Imam Ibnu Katsir dan Imam Al-Qurthubi, pernikahan dan
bereproduksi adalah aspek yang melekat pada sifat dan hakikat manusia. Allah Swt,
dalam kebijaksanaan-Nya, telah menganugerahkan kepada manusia kesempatan yang
berlimpah untuk merasakan nikmatnya kehidupan duniawi yaitu persahabatan dengan
pasangannya dan kegembiraan dalam membesarkan keturunan yang saleh.

Pentingnya keturunan sebagai salah satu tujuan pernikahan lebih lanjut digarisbawahi
oleh Firman Allah Swt. dalam Surat An-Nahl, ayat 72, yang menyatakan: "Allah
menjadikan bagimu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, dan dari pasangan-
pasanganmu itu, Dia menjadikan bagimu dari pasanganmu itu, anak-anak dan cucu-
cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Lalu mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" (Al-Quran, An-Nahl 16:72).

Dari ayat-ayat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa, Secara eksplisit, tidak ada ayat
khusus yang secara langsung melarang gaya hidup tanpa anak. Akan tetapi pada
dasarnya, Surat Ar-Ra'd 13: 38 dan Surat An-Nahl 16: 72 mendorong manusia untuk
memiliki keturunan yang saleh melalui ikatan perkawinan yang sah. Al-Qur'an
menekankan bahwa sebagai muslim harus selalu membuat pernikahan menjadi
harmonis, dan penuh kasih sayang, yang biasa disebut sebagai "sakinah, mawaddah,
dan warahmah". Selain itu, kehadiran anak-anak dalam sebuah pernikahan dianggap
sebagai berkah dari Allah Swt. yang patut disyukuri oleh pasangan suami istri.

Di sisi lain pernikahan adalah sunnah Nabi, sebuah ikatan suci yang sangat dihormati
dalam Islam. Selain sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada perintah Allah,
pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis dengan cara yang halal.
Pernikahan juga bertujuan untuk memperbanyak keturunan, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW, "Menikahlah dengan mereka yang penyayang dan subur, karena aku
akan berbangga dengan jumlah kalian yang banyak pada hari kiamat nanti di hadapan
bangsa-bangsa lain." (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam
Misykatul Mashabih). Sejalan dengan hal tersebut, Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa
hikmah pernikahan adalah untuk menjaga diri dan pasangannya dari perbuatan yang
menjurus kepada yang haram, melestarikan eksistensi umat manusia dan untuk
melestarikan nasab dan keturunan.

Kesimpulan dari paparan diatas adalah hukum childfree dalam islam adalah tidak ada
larangan secara ekplisit berdasarkan Surat Ar-Ra'd ayat 38 dan Surat An-Nahl ayat 72
akan tetapi mendorong manusia untuk memiliki keturunan karena kehadiran anak
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW yang bersabda “Menikah adalah sunnahku,
barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka
menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat) (HR.
Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).
Begitu pula kehadiran anak dianggap sebagai berkah dari Allah Swt. yang patut di
syukuri oleh pasangan suami istri. Maka Lebih baik untuk memiliki keturunan daripada
menganut gaya hidup childfree.

Referensi :

https://knepublishing.com/index.php/KnE-Social/article/download/14965/23942

https://pdfs.semanticscholar.org/a407/700b46afd52c5e290b542a6afb801f5e7a94.pdf

https://www.gramedia.com/best-seller/pernikahan-menurut-pandangan-islam/

https://www.halloriau.com/read-lifestyle-125923-2020-02-19-menikahlah-engkau-
akan-dapatkan-semua-keutamaan-ini.html

Al-Quran, Ar-Ra'd 13:38

Al-Quran, An-Nahl 16:72

HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih

HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383

Anda mungkin juga menyukai