Anda di halaman 1dari 6

RESOLUSI KONFLIK DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

TUGAS RESUME
Pendampingan yang Berpartisipasi pada Masyarakat

DOSEN PENGAJAR :
DR. M. RAWA EL AMADY, M.A

DISUSUN OLEH:
APEN TARUNA (2295101021)

SEKOLAH PASCA SARJANA ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKAN BARU
2022
Definisi Pendampingan

Konsep pendampingan belum menjadi perhatian serius para ahli pemberdayaan


Indonesia, ini terlihat dari tulisan-tulisan yang dihasilkan para ahli lebih memilih fokus
kepada konsep pemberdayaan. Artikel-artikel yang terbit di jurnal ilmiah masih mengutip
tulisan yang terbit sebelum tahun 2006. Beberapa artikel yang terbit di google scholar sangat
familiar dengan beberapa penulis Suharto (2005), Payne (1986), Primahendra (2002) dan Ife
(1995). Definisi terbaru terdapat di UU No 4 tahun 2014 tentang Desa, yang menyatakan
pendampingan desa sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi,
pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi desa. Definisi dari UU tersebut masih tunak pada
konsep pendampingan dari Pyane, Primahenra dan Ife, jadi belum ada konsep baru yang
berkembang pada definisi tersebut.

Definisi dari para ahli dan UU no 4 tahun 2014 menggambarkan kegiatan


pendampingan sebagai upaya membantu masyarakat yang lemah sehingga diperlukan orang
yang hebat untuk mendampinginya. Akibat dari definisi di atas semua agenda pembangunan
masyarakat dilakukan secara top down, masyarakat didefinisikan lemah, bodoh dan tidak
bisa merancang program sendiri. Kepentingan tujuan dari pendampingan merupakan tujuan
dari pemberi program bukan tujuan yang diinginkan oleh masyarakat. Masyarakat yang
diminta berpartisipasi pada program tersebut, bukan program yang berpartisipasi pada
keinginan masyarakat.

Definisi ini dimaksudkan untuk meletakan kegiatan pendampingan dan pendamping


pada posisi yang tepat yaitu sebagai agen dari perubahan, agen dari kebudayaan. Pendamping
merupakan aktor yang mempunyai pengetahuan yang luas dan pelaku inovasi kebudayaan.
Pendamping itu bukan pekerja teknis yang harus melakukan semua hal untuk memenuhi
kepentingan program. Pendamping punya visi yang jauh ke depan sebuah masyarakat baru
yang tetap berpijak pada kebudayaan lokal dan kebudayaan yang menjadi tujuan dari
program. Sebab itu, untuk hal-hal teknis pendamping memerlukan tenaga teknis, terutama
untuk pelatihan dan lain- lain yang diperlukan program.
Pemberdayaan

Pemberdayaan Desa (PPD) dengan membentuk lembaga keuangan desa, Redistribusi


Aset Produktif, Sertifikasi Lahan Masyarakat Miskin, Pembangunan Rumah Layak Huni.
Sementara program Kabupaten ada juga program ekonomi rakyat (PEK) peternakan ikan
lele dan kerambah ikan. Serta program lintas departemen seperti bantuan program dari pusat
seperti program menjahit, program ternak lele dan program kerambah. pembangunan rakit
penyemberangan dan pembangunan seminniasi jalan desa. Tapi sayangnya program tersebut
sulit dijumpai sisa programnya di desa, hanya pembangunan fisik yang masih terlihat itupun
tidak terawat.

Pengalaman riset dan evaluasi program pembangunan pedesaan, khususnya di Riau


baik program pemerintah, NGO dan program CSR ada beberapa titik masalah yang perlu
menjadi perhatian; Pertama, paling umum terjadi di semua program adalah program bersifat
dari atas (top down) masyarakat hanya diminta berpartisipasi. Para pihak yang menggagas
program pendampingan dengan tujuan utama untuk kepentingan mereka sendiri bukan
kepentingan masyarakat. Pihak perusahaan misalnya tujuan utamanya untuk meredakan
konflik, pemerintah juga begitu, tujuan utamanya untuk branding politiknya, NGO- pun
tujuan utamanya adalah untuk implementasi program dari donor. Pada desa yang saya
contohkan di atas dijumpai banyak sekali program masuk ke desa namun belum mampu
menjawab permasalahan yang harus diselesaikan di desa tersebut. Temuan riset ini
memperkuat asumsi bahwa desa merupakan tempat pertarungan berbagai kepentingan para
pemilik program yang masih lemah mempertimbangkan kepentingan masyarakat;

Sering menjadi pembicaraan di kalangan pendamping bahwa masyarakat diberi


uang, tapi uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, diberi benih padi benihnya
digiling lalu dimakan, diberi kerbau, kambing, ayam dan ternak lainnya dijual atau dipotong
untuk dimakan dalam keluarga. Kejadian seperti ini merupakan contoh bahwa program
pembangunan masyarakat hanya melihat secara implementasi saja. Padahal hal tersebut
terjadi karena perancang program mengabaikan infrastruktur sosial, infrastruktur ekonomi,
tingkatan budaya ekonominya dan basis kemandirian masyarakatnya. Hal yang terpenting
adalah bahwa pendampingan harus dipahami secara holistik, bukan hanya pada level
implementasi saja.

Oleh sebab itu, pendampingan sudah seharusnya meletakan infrastruktur sosial


sebagai fokus yang sangat penting. Infrastruktur sosial yang mesti diutamakan adalah
pendidikan, kesehatan dan restorasi infrastruktur ekonomi agar bisa menopang konsumsi
harian dan konsumsi massal. Selain itu, perlu juga memprioritaskan ruang bagi bagi sistem
hukum adat lokal mengatur warganya dan sistem keamanan lokal, membangun identitas
lokal dan pelaksanaan demokrasi desa dengan versi lokal .

Pemerintah harusnya sudah mengambil peran untuk memenuhi konsumsi bidang


pendidikan dan kesehatan ini. Warga masyarakat masih terbatas akses untuk memenuhi
konsumsi massal bidang pendidikan dan kesehatan. Sebagai contoh, pendidikan, seorang
anak yang melanjutkan sekolah di kecamatan atau kabupaten memerlukan biaya tempat
tinggal, konsumsi harian, biaya transportasi dan biaya yang timbul akibat sekolah atau
gurunya. Sementara pemerintah hanya menggratiskan pendidikannya saja, biaya-biaya lain
masih dibebankan kepada warga masyarakat. Begitu juga dengan biaya pengobatan, orang
desa yang sakit keras dan perlu dirujuk ke rumah sakit di kabupaten maupun di provinsi
memerlukan biaya transportasi, biaya makan, biaya yang menjaga, biaya yang tinggal, beli
obat yang tidak ditanggung oleh BPJS kesehatan. Akibatnya, sudah umum terjadi di desa-
desa terjadinya pengalihan hak atas tanah atau kebun karena untuk memenuhi biaya berobat
dan menyekolahkan anak. Untuk itu pendamping perlu menginisiasi menggali potensi
modal sosial desa, mengembangkan kemitraan untuk menemukan jalan keluar atas
permasalahan biaya kesehatan dan pendidikan.

Pendampingan Sebagai Upaya Bersama

Seorang pendamping desa harus benar-benar sadar bahwa dirinya adalah


manusia biasa yang mungkin ada warga desa yang lebih mampu melakukan tugasnya
tersebut. Untuk itu pendamping perlu melibatkan semua pihak terutama pemerintah
untuk mendapat dukungan. Atas dasar kesadaran tersebut maka seorang pendamping
meletakan programnya sebagai bagian dari negara dan pemerintah, bagian dari
lingkungannya dan merupakan satu kesatuan ekosistem biotik, ekosistem sosial budaya
dan politik. Program pembangunan masyarakat dan upaya pendampingan merupakan
upaya bersama dengan ekosistemnya. Para pendamping sudah seharusnya menghindari
egoisme pribadi dan ego sektoral yang menganggap programnya yang paling baik.
Pendamping perlu sekali mengintegrasikan desa dengan lingkungannya sekitarnya,
integrasi ini ada dua pelibatan warga desa dengan semua aktivitas di lingkungan desa
pemanfaatan semua sumberdaya yang tersedia di lingkungan desa.
Tahapan Implementasi

Program pendampingan harus berbasis riset, sebab itu sebelum program dirancang
harus dilakukan riset terlebih dahulu terhadap desa yang akan menjadi subjek program.
Riset ini penting untuk mengenal pasti masyarakat pada saat implementasi program.
Melalui riset ini, pendamping sudah dapat gambaran awal tentang masyarakat terutama
heterogenitas, keterwakilan sosial, potensi wilayah dan lain-lain. Riset yang saya
sarankan adalah rapid ethnography (etnografi cepat- RE). Rapid etnografi adalah
penelitian mengacu pada etnografi dengan waktu yang terbatas, melibatkan tim riset
dari berbagai disiplin ilmu dengan menggunakan observasi singkat, wawancara
mendalam dan diskusi grup terfokus. Sebagaimana riset etnografi penelitian ini melakukan
penafsiran budaya dan sistem kelompok sosial, mendalami aspek historis, interaksi sosial
budaya dan praktek kehidupan sehari-hari masyarakat. Melalui rapid
etnografi ini kajian akan lebih mendalam dan holistik dan lintas budaya. Output dari RE
ini adalah profiling desa yang lengkap dan mendalam. Profiling desa ini harus menjadi
pegangan bagi pendamping.
Penutup

Secara teoritis konsep pendampingan ini merupakan antitesis atas kegagalan


program pendampingan yang selama ini dilaksanakan. Perspektif ini memperkenalkan
beberapa konsep dan metoda yang berbeda dengan yang sebelumnya meskipun
permasalahanya sama. Salah satu sumbangan penting dalam studi pemberdayaan adalah
secara tegas meletakan posisi pendamping sebagai broker kebudayaan, mempertegas
pentingnya ekosistem pemberdayaan, serta meletakan kader desa sebagai agen utama
program. Perspektif baru ini perlu diimplementasi oleh para pihak yang bekerja di bidang
pemberdayaan guna mengenal pasti metoda, prosedur serta aspek - aspek yang perlu
diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai