Latar Belakang
Pembangunan kehutanan pada masa lalu lebih bertumpu pada paradigma timber based
management dimana pengelolaan hutan cenderung berorientasi pada pengeksploitasian
hasil hutan berupa kayu yang berbasis pada upaya peningkatan atau pertumbuhan ekonomi.
Pengelolaan sumberdaya hutan sebagian diserahkan kepada swasta (pemilik modal besar)
dengan harapan terjadi produksi hutan (kayu) melalui mekanisme fragmentasi kawasan
hutan dan suntikan investasi oleh swasta. Pada tataran implementasi terjadi praktek
marginalisasi pada masyarakat sekitar hutan, peran masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
lebih banyak dikesampingkan. Kenyataannya, terdapat jutaan masyarakat pedesaan yang
tinggal di sekitar hutan kehidupannya tergantung kepada produksi dan juga hasil hutan.
Masyarakat sekitar hutan yang aktivitas hidupnya sangat bergantung pada keberadaan hutan
pada umumnya hanya dijadikan penonton, tidak dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan
tersebut, bahkan sering keberadaan masyarakat sekitar hutan dianggap sebagai ancaman.
Penikmat utama dari keuntungan pengeksplotasian hutan hanya para pemilik modal besar
(capital) tersebut.
Program-program pembangunan pada masa lalu yang berkaitan dengan masyarakat desa
lebih banyak menempatkan masyarakat desa sebagai obyek pembangunan, bukan subyek
atau pelaku pembangunan. Masyarakat dianggap belum mampu, belum memiliki kapasitas
untuk turut dalam pembangunan, padahal pembangunan tersebut dimaksudkan untuk
kepentingan masyarakat. Kalaupun terdapat keterlibatan masyarakat desa posisinya lebih
ditekankan sebagai pekerja atau pelaksana, bukan sebagai perencana. Pada kondisi seperti
ini segala perencanaan program pembangunan ditentukan dari atas (top down). Impikasinya
seringkali program pembangunan bagi masyarakat tidak relevan dengan kebutuhan warga
desa, sehingga kurang berhasil dalam pencapaiannya, karena masyarakat desa kurang
merasa memiliki program tersebut. Oleh karena itu, seorang ahli Community Development,
Robert Chamber menyarankan perlunya warga masyarakat desa dilibatkan dalam
perencanaan dan perumusan kegiatan pembangunan. Chamber memperkenalkan
pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat desa yang dikenal dengan PRA
(Participatory Rural Appraisal). Kata kunci atau penekanan dari pendekatan ini adalah
partisipasi dan pemberdayaan.
Pendekatan pembangunan masyarakat yang diperkenalkan oleh Chamber, selaras dengan
paradigm baru pembangunan kehutanan yang bertumpu pada pendekatan ekosistem yang
dikenal dengan resource based management yang berbasis pada forest community based
development. Paradigma baru ini merupakan model pembangunan yang berpusat pada
rakyat atau masyarakat sekitar hutan. Model pembangunan ini menghargai dan
mempertimbangkan prakarsa dan kekhasan masyarakat setempat. Keterlibatan atau
1
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dianggap penting untuk dapat menjaga
eksistensi dan merehabilitasi hutan yang pada saat ini kondisinya parah. Dengan terlibatnya
masyarakat dalam pengelolaan hutan maka diharapkan akan kembali muncul rasa tanggung
jawab dan rasa memiliki terhadap hutan,
Penyuluh kehutanan merupakan aparat pemerintah yang menjadi ujung tombak
pembangunan kehutanan di lapangan. Penyuluh kehutanan diharapakan dapat menggali dan
mengembangkan potensi masyarakat sekitar hutan sehingga masyarakat mampu
berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan dan mampu meningkatkan kesejahteraannya.
Salah satu teknik yang hendaknya dilakukan oleh penyuluh kehutanan dalam menggali dan
mengembangkan potensi masyarakat menjadi energi sosial yang kuat sehingga mampu
berpartisipasi dan mendorong tercapainya tujuan pembangunan kehutanan adalah
mengimplementasikan PRA dalam tugasnya sebagai penyuluh kehutanan
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata diklat diharapkan terjadi peningkatan pemahaman peserta diklat
tentang PRA
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti mata diklat ini perserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian PRA
2. Menjelaskan prinsip-prinsip PRA
3. Menjelasakn teknik-teknik PRA
4. Pengorganisasian Masalah-Identifikasi Kebutuhan Penyuluhan (IKP)
Penyuluhan Partisipatif
Upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat terkait dengan pembangunan pedesaan, pada
awalnya, bukan pekerjaan yang mudah karena menyangkut perubahan sikap mental dan
budaya yang kemungkinan sudah melembaga dalam masyarakat bersangkutan.
Menyangkut hal tersebut, agar masyarakat terdorong untuk berpartisipasi perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan beberapa persyaratan (condition) berikut:
Pengertian PRA
PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat
pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai
hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan. PRA
merupakan sekumpulan pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat dalam
rangkaian proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan masyarakat.
Prinsip-Prinsip PRA
1. Prinsip Mengutamakan Yang Terabaikan (Keberpihakan)
Prinsip Mengutamakan masyarakat yang terbaikan agar memperoleh kesempatan untuk
memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan.
Keberpihakan kepada masyarakat yang terabaikan ini bukan berarti bahwa golongan
masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak
diikutsertakan, akan tetapi keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai
keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat dalam masyarakat,
dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya meningkat.
2. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat (Penguatan)
Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat dalam proses
pengkajian keadaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai penilaian
dan koreksi akses (peluang/kesempatan) dan kontrol (kemampuan memberikan
keputusan dan memilih) terhadap berbagai keadaan yang terjadi diseputar kehidupan.
Dengan demikian mereka bisa mengurangi ketergantungan terhadap bantuan orang
luar terutama bila bantuan itu bersifat merugikan (melemahkan posisi
masyarakat/petani).
3. Prinsip Masyarakat Sebagai Pelaku Utama, Orang Luar Sebagai Fasilitator
Metode PRA menempatkan masyarakat sabagai pusat dari kegiatan pembangunan
Orang luar harus menyadari perannya sebagai Fasilitator, penyuluh Hal seperti
ini mudah untuk diucapkan, tetapi tidak mudah untuk dilakukan karena adanya anggapan
bahwa masyarakat miskin itu bodoh. Bahkan terdapat anggapan bahwa kemiskinan
itu disebabkan oleh kebodohan. Untuk itu, perlu sikap rendah hati serta kesediaan untuk
belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama
dalam memahami keadaan masyarakat itu. Kalaupun pada awalnya peran orang luar
lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu biar berkurang dengan
mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan PRA pada warga masyarakat itu sendiri.
4. Prinsip Saling Belajar dan Menghargai Perbedaan
Salah satu prinsip dasar adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus
dibiarkan tidak berubah. Kenyataan memperlihatkan bahwa dalam banyak hal
perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat
mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memcahkan masalahmasalah yang berkembang. Namun, sebaliknya telah terbukti pula bahwa
pengetahuanmodern yang diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat
memecahkan masalah mereka karena tidak cocok. Bahkan dalam banyak kasus, masalah
menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Karenanya harus dilihat bahwa pengalaman
dan pengetahuan masyarakat dan pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama
baiknya dan bahwa Proses PRA adalah ajang komunikasi antara kedua sistem
pengetahuan itu untuk melahirkan yang lebih baik.
5. Prinsip Santai dan Informal
Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa
dan informal. Situasi yang santai ini akan menimbulkan hubungan yang akrab, karena
orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu
asing yang oleh masyarakat harus disambut dengan segala protokol. Terkadang
menjadi tradisi bagi masyarakat desa untuk menerima kedatangan orang di luar
komunitasnya dengan semacam penyambutan, seperti berkumpulnya para tokoh adat
dan pemerintah desa, jamuan dan tarian adat. Barangkali suasana santai dan informal ini
lebih cocok disebutkan sebagai salah satu tips untuk pemandu, tetapi hal ini menjadi
prinsipil karena sering dilanggar. Penerapan PRA diharapkan untuk sama sekali tidak
mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Orang luar harus memperhatikan jadwal
kegiatan masyarakat bukan sebaliknya masyarakat diharuskan mengikuti jadwal orang
luar dalam kegiatan PRA yang terpatok waktu.
6. Prinsip Triangulasi
Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data secara
sistimatis bersama masyarakat. Usaha itu akan memanfaatkan berbagai sumber
informasi yang ada. Namun kita tahu, tidak semua sumber informasi itu senantiasa bias
dipercaya ketepatannya. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamannya bisa
diandalkan, kita bisa menggunakan triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan
dan pemeriksaan ulang (check and re-check) informasi.
Penggunaan
berbagai
metode &
teknik sesuai
kebutuhan
Penyampaian
informasi
secara visual
Sikap mental
pelaksana yang
terbuka & mau
mendengarkan
diskusi masyarakat tentang keadaan diri mereka sendiri dan lingkungannya. Hal tersebut
memberikan manfaat yang sangat berarti, yaitu:
1) Manfaat untuk perencanaan, bagi masyarakat sebagai proses belajar dan
penyadaran tentang berbagai keadaan kehidupan dan lingkungan yang mereka
hadapi. Bagi lembaga pengembang program sebagai proses belajar dan penyadaran
dalam memahami keadaan masyarakat, cara pandang dan nilai-nilai masyarakat yang
mempengaruhi kehidupan mereka sendiri.
2) Manfaat untuk evaluasi kegiatan, bagi masyarakat sebagai Penyadaran tentang
berbagai hal yang mempengaruhi upaya mereka untuk meningkatkan taraf hidup
mereka. Bagi lembaga pengembang program, hasil kegiatan ini bisa dijadikan bahan
laporan pertanggung jawaban program kepada lembaga penyandang dana serta acuan
perluasan program baik di desa yang bersangkutan maupun di desa lain.
Teknik-Teknik PRA
1. Penelusuran Alur sejarah Desa
Penelusuran alur sejarah desa adalah teknik PRA yang dipergunakan untuk
mengungkapkan kembali sejarah di suatu lokasi tertentu berdasarkan penuturan
masyarakat.
Peristiwa-peristiwa dalam sejarah desa tersebut disusun berurutan menurut waktu
kejadiannya (secara kronologis), dimulai dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
waktu selampau mungkin yang masih dapat diingat, sampai dengan saat ini.
Jenis Informasi Yang Dikaji
Sejarah terbentuknya pemukiman, asal-usul penduduk yang merintis pemukiman itu,
perkembangan jumlah penduduk serta berbagai peristiwa yang berkenaan denganhal
itu.
Perubahan-perubahan dalam status pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan
Pengenalan dan penanaman jenis-jenis tanaman baru dan penerapan teknologi baru
lainnya
Keberadaan pengelolaan sumber daya alam
Terjadinya wabah penyakit
Tanggapan masyarakat atas berbagai masukan dan kegiatan pembinaan yang telah
diterima masyarakat, masalah-masalah yang dihadapi dan berbagai alternati
pemecahannya serta pengalaman masyarakat dalam mengatasi permasalahan tersebut
10
KEJADIAN PENTING
Bencana hujan, panas panjang
Mata air mulai berkurang
Sudah ada SD dan SMP
1980
1990
2000
11
Teknik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya
masyarakat, dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan
yang sepakati.
Hasil pengamatan dan lintsan tersebut, kemudaian dituangkan ke dalam bagan atau
gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut.
12
Tujuan
Untuk memfasilitasi masyarakat agar mendiskusikan keadaan sumber daya, dengan
mengamati langsung hal yang didiskusikan di lokasinya
4. Sketsa Kebun
Sketsa kebun merupakan teknik PRA yang memfasilitasi pengkajian berbagai aspek
pengelolaan kebun di desa yang bersangkutan
Hasil kajian digambarkan dalam bentuk pola, yang memperlihatkan berbagai aspek
pengelolaan kebun terutama pola tanam dan teknologi yang diterapkan
13
5. Kalender Musim
Penyusunan kalender musim adalah teknik PRA yang memfasilitasi pengkajian
kegiatan-kegiatan dan keadaan-keadaan yang terjadi berulang dalam suatu kurun
waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat
Kegiatan-kegiatan dan keadaan-keadaan itu dituangkan ke dalam kalender kegiatan
atau keadaan, biasanya dalam jangka waktu 1tahun (12 bulan).
14
15
KUD
Pengumpul
Masyarakat
Bank
Kop.Sim-pinjam
PKL
Pedagangpestisida
KIPPK
LSM
Madrasah
16
17
18
19
1.
Penyajian Masalah
Setelah melakukan kajian keadaaan masyarakat menggunakan beberapa teknik PRA
yang ditujukan untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan potensi yang ada dalam
masyakat, selanjutnya diadakan pertemuan desa dengan masyarakat desa untuk
menyusun rencana kegiatan penyuluhan.
Peserta yang hadir dalam pertemuan desa, sebaiknya berasal dari berbagai pihak yang
akan terlibat dalam pelaksanaan program meliputi perwakilan tokoh adat, tokoh
masyarakat, perwakilan kelompok tani, pendamping, dan pihak lain yang akan
membantu dalam mengelola program.
Pada sesi ini, disampaikan selurtuh hasil kajian kepada peserta pertemuan. Apabila
kajian dilakukan oleh tim PRA besrta masyarakat per dusun, penyampaian hasil
dilakukan oleh masing-masing dusun tersebut. Seorang anggota masyarakat, mewakili
masing-masing dusun menyampaikan dalam bentuk rangkuman, menyampiakan
masalah-masalah utama yang ditemnukan di dusunnya, serta potensi yang ada. Setiap
penyajian didiskusikan bersama oleh pesrta pertemuan.
2.
Pengumpulan Masalah
Setelah penyajian seluruh hasil kajian, masalah-masalah yang muncul kemudian
ditampilkan seluruhnya diatas kertas lebar yang ditempelkan di dinding. Masalahmasalah dapat saja dikurangi apabila peserta (masyarakat) mengusulkan agar sejumlah
masalah-masalah di drop karena tidak layak dibahas (tidak dimasukkan dalam daftar
masalah) sebab bukan hal yang benar-benar perlu/penting. Biasanya pada saat
pengkajian hubungan sebab-akibat masalah, muncul tampilan masalah-masalah baru.
Hujan merusak saluran:
tanaman rusak
20
3. Pengelompokkan Masalah
Tujuan pengelompokkan masalah :
Langkah Pelaksanaan
Pengelompokan masalah dilakukan dengan cara masalah-masalah yang dianggap berada
dalam satu topik. Tuliskan masing-masing masalah di atas kartu-kartu, sehingga
proses pengelompokan lebih mudah dilakukan. Tempelkan kartu-kartu satu peratu saling
berdekatan bila dianggap satu kelompok masalah (tempelkan dangan selotip kecil agar
mudah dipindah (dikoreksi). Sepakati bersama setiap penempelan kartu masalah
tersebut, jamham sampai ditentukan oleh pendapat seorang yang dominan. Apabila
pengelompokan sudah dianggap baik dan benar baru kartu-kartu dilem dengan kuat.
Tuliskan di atas kartu berwarna lain, nama topik untuk setiap kumpulan masalah.
4.
Mengkaji masalah-masalah mana yang menjadi akibat dari masalah yang lain
Masyarakat menilai permasalahan itu sebagai suatu keadaan yang tidak dapat
dipisah-pisah sehingga perlu dipecahkan bersama.
21
Langkah Pelaksanaan
Tempelkan kartu-kartu satu persatu saling berdekatan bila dianggap memiliki sebabakibat. Untuk meudahkan mulailah dengan masalah-masalah yang berada dalam satu
kelompok (satu topik). Tempelah dengan selotip kecil agar mudah dipindahkan
(dikoreksi). Sepakati bersama hubungan sebab-akibat tersebut, jangan hanya ditentukan
oleh satu orang yang dominan.
5.
Gawat :
Faktor penyebab masalah yang akibatnya akan lebih parah dalam waktu singkat dan
akan menyebabkan kerugian besar terhadap masyarakat
Mendesak:
Faktor penyebab yang apabila terlambat diatasi aakan ber-akibat fatal, disini terdapat
tekanan waktu yang tidak dapat ditunda
Penyebaran:
Faktor penyebab masalah yang potensial untuk bertumbuh dan berkembang. Akibat
buruknya akan tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang
Jenis Masalah
Gawat (G)
Nilai Skoring
Mendesak (M)
Penyebaran (P)
Jumlah
Skor
Catatan :
Gawat
Agak Gawat
Tidak gawat
:3
:2
:1
Mendesak
Agak mendesak
Tidak mendesak
:3
:2
:1
Menyebar
Agak menyebar
Tidak menyebar
:3
:2
:1
23
24
OLEH:
Dr. Adi Riyanto Suprayitno, S.Pd, M.Si
(Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Makassar)
25