Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan. Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut serta dalam perencanaa, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode dan pendekatan yang partisipatif. Metode PRA mulai menyebar dengan cepat pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk pengembangan dari metode Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid Rural Appraisal (RPA) yang menyebar pada tahun 1980-an. Kedua metode tersebut saling berhubungan etar dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya dan bisa saling melengkapi. Namun dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses pelaksanaan program pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasannya. B. Tujuan Penerapan Metode PRA Pada intinya PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, serta membuat rencana dan tindakan nyata (Chambers, 1996. Metode tersebut dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasional dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh kegiatan. Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakat menjadi peneliti, perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA akan dapat dicapai kesesuaian dan ketepatgunaan program dengan kebutuhan masyarakat sehingga keberlanjutan (sustainability) program dapat terjamin. C. Teknik-Teknik Pra Teknik-teknik PRA adalah alat-alat untuk melakukan kajian keadaan desa. Teknik- teknik ini berupa alat visual (gambar atau bentuk yang dapat dilihat) yang dipergunakan sebagai media diskusi masyarakat tentang keadaan diri mereka sendiri dan lingkungannya. Alat-alat visual ini merupakan media belajar bersama yang dipergunakan baik untuk masyarakat (petani) yang buta aksara ataupun melek aksara. Kajian desa dapat dilakukan sebagai penjajagan kebutuhan dan perencanaan kegiatan, atau dapat juga untuk pemantauan dan evaluasi kegiatan. Teknik-teknik kajian desa atau teknik-teknik PRA selama ini lebih banyak dipergunakan untuk perencanaan kegiatan / program. Hal ini terjadi karena keterampilan untuk melakukan modifikasi (penyesuaian) teknik-teknik PRA bagi kebutuhan lain, belum banyak dimiliki para pemandu. D. Penelusuran Desa/Lokasi (Transect) Teknik Penelusuran Desa/Lokasi (Transect), Hubungan antara manusia dengan lingkungan alam bagi masyarakat pedesaan sangat erat. Mata pencaharian mereka umumnya mengolah alam secara langsung, sehingga keadaan alam dan sumberdaya akan sangat menentukan keadaan mereka. Tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dan curah hujan sangat menentukan kegiatan pertanian masyarakat desa. Eratnya hubungan timbal balik antara kehidupan masyarakat dan lingkungan alam menyebabkan hal ini perlu dipahami dalam mengembangkan program bersama masyarakat. Dengan teknik pemetaan diperoleh gambaran keadaan sumberdaya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan, potensi-potensi yang ada; sedangkan untuk mengamati secara langsung keadaan lingkungan dan sumberdaya tersebut, dipergunakan teknik penelusuran lokasi (transect). Pengertian Secara harfiah, transek berarti gambar irisan muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-wilayah ekologi (pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat khusus keadaannya). Dalam pendekatan partisipatif, teknik penelusuran lokasi (transek) merupakan teknik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan sumberdaya masyarakat, dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut. Berdasarkan jenis informasi (topik kajian), jenis transek mirip dengan pembuatan peta desa. transek menurut topik kajian terbagi menjadi: a) Transek sumberdaya desa (umum) Penelusuran desa adalah pengamatan sambil berjalan melalui daerah pemukiman desa guna mengamati dan mendiskusikan berbagai keadaan. Keadaan-keadaan yang diamati yaitu pengaturan letak perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman rumah, pengaturan air bersih untuk keluarga, keadaan sarana MCK, sarana umum desa (sekolahan, toko, tiang listrik, gapura desa, puskesmas, lapangan olah raga, dsb), juga lokasi kebun dan sumberdaya pertanian secara garis besar. Kajian transek ini terarah terutama pada aspek-aspek umum pemukiman desa tersebut dan sarana-sarana yang dimiliki desa; sedangkan keadaan sumberdaya alam dibahas secara garis besarnya saja. Kajian ini akan sangat membantu dalam mengenal desa secara umum dan beberapa aspek lainya dari wilayah pemukiman yang kurang diperhatikan. b) Transek sumberdaya alam Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahan-nya, terutama sumberdaya pertanian. Seringkali, lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga transek sumberdaya alam ini bisa sampai ke luar desa. Informasi-informasi yang biasanya muncul antara lain: Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi), termasuk kedalamnya adalah kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, daerah tangkapan air dan sumber-sumber air (sungai, mata air, sumur). Pemanfaatan sumberdaya tanah (tataguna lahan), yaitu untuk wilayah pemukiman, kebun, sawah, ladang, hutan, bangunan, jalan, padang penggembalaan, dan sebagainya. Pola usahatani, mencakup jenis-jenis tanaman penting dan kegunaannya (tanaman pangan, tanaman obat, pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya, dan sebagainya. Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumberdaya alam termasuk teknologi tradisional misalnya teknologi penahan erosi dari batu, kayu; pemeliharaan ternak, budidaya tanaman, sistem pengelolaan air, dan sebagainya. Pemilikan sumberdaya alam, biasanya terdiri dari milik perorangan, milik adat, milik desa, milik pemerintah/negara. c) Transek topik-topik lain Transek juga bisa dilakukan untuk mengamati dan membahas topik-topik khusus, seperti halnya dengan pembuatan peta desa. Misalnya, transek yang dilakukan khusus untuk mengamati sarana kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan desa, transek wilayah persebaran hama penyakit, atau transek khusus untuk mengamati sumber air dan sistem pengelolaan aliran air irigasi, dan sebagainya. E. Diagram Pohon Masalah Pohon masalah (problem tree) merupakan sebuah pendekatan/ metode yang digunakan untuk identifikasi penyebab suatu masalah. Analisis pohon masalah dilakukan dengan membentuk pola pikir yang lebih terstruktur mengenai komponen sebab akibat yang berkaitan dengan masalah yang telah diprioritaskan.Metode ini dapat diterapkan apabila sudah dilakukan identifikasi dan penentuan prioritas masalah.Pohon masalah memiliki tiga bagian, yakni batang, akar, dan cabang. Batang pohon menggambarkan masalah utama, akar merupakan penyebab masalah inti, sedangkan cabang pohon mewakili dampak. Penggunaan pohon masalah ini berkaitan dengan perencanaan proyek. Hal ini terjadi karena komponen sebab akibat dalam pohon masalah akan mempengaruhi desain intervensi yang mungkin dilakukan. Silverman (1994) menggunakan istilahTree Diagramdan menyatakan diagram sistematik atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat. Dan Modul Pola Kerja Terpadu (2008) menggunakan istilah pohon masalah yang merupakan bagian dari analisis pohon. Analisis pohon adalah suatu langkah pemecahan masalah dengan mencari sebab dari suatu akibat. F. Tujuan Pembuatan Pohon Masalah Pembuatan pohon masalah memiliki tujuan yakni: 1. Membantu tim kerja organisasi melakukan analisis secara rinci dalam mengeksplorasi penyebab munculnya permasalahan utama yang telah ditetapkan sebelumnya. Eksplorasi penyebab masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode five whys yakni metode menggali penyebab persoalan dengan cara bertanya “mengapa” sampai lima level atau tingkat.
2. Membantu tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan utama
terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.
3. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan
antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama dalam suatu gambar atau grafik.
4. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan
utama dengan melihat komponen sebab akibat dari suatu permasalahan.
G. Model Pembuatan Pohon Masalah
Terdapat dua model dalam membuat pohon masalah. Model pertama, pohon masalah dibuat dengan cara menempatkan masalah utama pada sebelah kiri dari gambar. Selanjutnya, penyebab munculnya persoalan tersebut ditempatkan pada sebelah kanannya (arah alur proses dari kiri ke kanan).
Gambar 2.2 Pohon Masalah model 1
Model kedua, pohon masalah dibuat dengan cara menempatkan masalah utama pada titik sentral atau di tengah gambar. Selanjutnya, penyebab munculnya persoalan tersebut ditempatkan di bagian bawahnya (alur ke bawah) dan akibat dari masalah utama ditempatkan di bagian atasnya (alur ke atas). Gambar 2.3. Pohon masalah model kedua
H. Kelebihan dan Kekurangan Pohon Masalah
1. Kelebihan Pohon Masalah
Pohon masalah membantu proses analisis dan penentuan penyebab masalah semakin jelas dan komprehensif. Berikut merupakan rincian mengenai kelebihan pohon masalah bagi organisasi:
a. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan
persoalan utama atau masalah prioritas organisasi.
b. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis secara rinci
dalam mengeksplorasi penyebab munculnya persoalan dengan menggunakan metode five whys. Metode five whys adalah suatu metode menggali penyebab persoalan dengan cara bertanya “mengapa” sampai lima level atau tingkat.
c. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh
persoalan utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.
d. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan
hubungan antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama dalam suatu gambar atau grafik. e. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan utama yang ada. 2. Kekurangan Pohon Masalah Telah diketahui bahwa pohon masalah sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan, tetapi ada beberapa kekurangan bila menggunakan pohon masalah, antara lain: a. Membutuhkan waktu yang lama. Jika masalah yang terjadi semakin kompleks akan lebih sulit dan lama dalam menentukan penyebab utama masalah. b. Dapat terjadi overlap terutama ketika kriteria yang digunakan jumlahnya sangat banyak. Hal tersebut juga dapat menyebabkan waktu pengambilan keputusan menjadi lebih lama. c. Hasil kualitas keputusan yang didapatkan dari metode pohon masalah sangat bergantung pada bagaimana pohon tersebut didesain. Sehingga jika pohon masalah yang dibuat kurang optimal, maka akan berpengaruh pada kualitas dari keputusan yang didapat. d. Setiap kriteria pengambilan keputusan dapat menghasilkan hasil keputusan yang berbeda. Sehingga perlu kecermatan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan dalam menentukan penyebab utama masalah. e. Pengakumulasian jumlah eror dari setiap tingkat dalam sebuah pohon keputusan yang besar.
Manajemen Risiko Pada Usahatani Padi Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Studi Kasus Di Desa Telang Kecamatan Kamal