Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS BAYI DAN BALITA

“IMUNISASI DPT”

Dosen Pengampu: Yuniarti,SKM,MPH

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
KELAS B SEMESTER III

Febi Yogantini P07124119025


Mega Lutfiana Tasya P07124119045
Nor Hidayati P07124119069
Novia Darmayanti P07124119064
Rania Salma Putri P07124119078

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Asuhan Kebidanan
Neonatus Bayi dan Balita dengan judul “Imunisasi DPT”. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Banjarbaru, 27 Juli 2020

Kelompok 3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................1


B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendamping...........................................................................3
B. Syarat Pendamping Persalinan...............................................................4
C. Peran Pendamping Persalinan................................................................. 5
D. Suami Sebagai Pendamping Persalinan..................................................5
E. Pendamping Lainnya Dalam Persalinan..................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................9
B. Saran.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2005). Imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila
kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2005). Imunisasi
penting untuk mencegah penyakit berbahaya, salah satunya adalah imunisasi DPT
(Diphteria, Pertussis, Tetanus). Kebanyakan anak menderita panas setelah mendapat
imunisasi DPT, tetapi itu adalah hal yang wajar, namun seringkali ibu-ibu tegang, cemas
dan khawatir (Tecyya, 2009).

Progam imuniasi merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi.


hal ini terbukti dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan negara
lain sejak pertengahan abad ke-20. Di Indonesia sejak tahun 1990, cakupan imunisasi
dasar telah mencapai lebih dari 95% (Ranuh, 2005). Di Indonesia terdapat imunisasi yang
diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana juga yang di wajibkan WHO seperti imunisasi
BCG, DPT, Hepatitis, Campak dan polio. Menurut data yang didapat dari Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
Indonesia, pada tanggal 27 Mei 2011 menunjukkan angka cakupan imunisasi di tahun
2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai
91%. Dari data yang 2 ada, terlihat angka cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah
cukup tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah
standar nasional (Depkes RI, 2011).

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis
dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebebkan komplikasi yang serius atau fatal, Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi
bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasan yang melengking. Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia
menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5
juta meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada
maupun yang terbaru.Oleh karena itu sangat jelas babwa imunisasi sangat penting untuk
mengurangi seluruh kematian anak. Keberhasilan program imunisasi untuk mencapai
target yang diharapkan akan sangat tergantung dari hasil cakupan program tersebut dan
pada akhir Pelita IV ditentukan bahwa cakupan imunisasi harus mencapai 659, dan pada
lahun 1990 secara nasional Indonesia dapat mencapai status Universal Child
Immunization (UCI) yaitu DPI minimal 90% .Berdasarkan lalar belakang dan penomena
di atas, pembahasan mengenai DPT sangat penting di lakukan.

B.Rumusan Masalah

C.Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

Imunisasi DPT

Vaksin DPT merupakan jenis vaksin gabungan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan
tetanus. Difteri merupakan kondisi serius yang dapat menyebabkan sesak napas, paru-paru
basah, gangguan jantung, bahkan kematian.
Tidak jauh berbeda dengan difteri, pertusis atau batuk rejan adalah penyakit batuk parah yang
dapat memicu gangguan pernapasan, paru-paru basah (pneumonia), bronkitis, kerusakan
otak, hingga kematian. Sedangkan tetanus adalah penyakit berbahaya yang dapat
menyebabkan kejang, kaku otot, hingga kematian.
Pemberian vaksin DPT harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.
Vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun sebagai penguatan.
Kemudian, pemberian vaksin lanjutan dapat diberikan pada usia 10-12 tahun, dan 18 tahun.
Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit Difteri,
Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis, tetanus yang telah
dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang
pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit ketiga penyakit tersebut
(Markum, 2005).
Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit difteri. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang
mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih
dapat merangsang pembentukkan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT
adalah tiga kali, dengan maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit
(tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti,
kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup (Alimul, 2008)

JENIS-JENIS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI DPT


a. Difteri
Penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteria yang disebut Corynebacterium diphtheriae.
Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Seorang anak akan terjangkit difteria bila ia
berhubungan langsung dengan anak lain sebagai penderita difteri atau sebagai pembawa
kuman (karier) : yaitu dengan terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman. Bila
anak nyata menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan. Tetapi seorang karier akan
tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya karena memang ia sendiri tidak sakit. Jadi,
ditinjau dari segi penularannya, anak karier ini merupakan sumber penularan penyakit yang
sulit diberantas. Dalam hal inilah perlunya dilakukan imunisasi. Dengan imunisasi anak akan
terhindar, sedangkan temannya yang belum pernah mendapat imunisasi akan tertular penyakit
difteri yang diperoleh dari temannya sendiri yang menjadi karier.
Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam tinggi. Selain pada tonsil (amandel) atau
tenggorok terlihat selaput putih kotor. Dengan cepat selaput ini meluas ke bagian tenggorok
sebelah dalam dan menutupi jalan nafas, sehingga anak seolah-olah tercekik dan sukar
bernafas. Kegawatan lain pada difteri adalah adanya racun yang dihasilkan oleh kuman
difteri. Racun ini dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut saraf. Kematian
akibat difteri sangat tinggi biasanya disebabkan anak tercekik oleh selaput putih pada
tenggorok atau karena jantung akibat racun difteria yang merusak otot jantung (Markum,
2005).

b. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan, atau yang lebih dikenal dengan batuk seratus hari, disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita anak balita, bahkan dapat
berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1 tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak
tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah atau
kebiruan, keluar air mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena batuk yang sangat
keras, mungkin akan disertai dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan berhenti setelah ada
suara melengking pada waktu menarik nafas, kemudian akan tampak letih dengan wajah yang
lesu. Batuk semacam ini terutama terjadi pada malam hari.
Bila penyakit ini diderita oleh seorang bayi, terutama yang baru berumur beberapa bulan,
akan merupakan keadaan yang sangat berat dan dapat berakhir dengan kematian akibat suatu
komplikasi (Markum, 2005).

c. Tetanus
Penyakit Tetanus masih terdapat diseluruh dunia, karena kemungkinan anak untuk mendapat
luka tetap ada. Misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar, koreng, gigitan binatang, gigi
bolong, radang telinga. Luka tersebut merupakan pintu masuk kuman tetanus yang dikenal
sebagai Clostridium tetani. Kuman ini akan berkembang biak dan membentuk racun yang
berbahaya. Racun inilah yang merusak sel susunan saraf pusat tulang belakang yang menjadi
dasar timbulnya gejala penyakit. Gejala tetanus yang khas adalah kejang, dan kaku secara
menyeluruh, otot dinding perut yang teraba keras dan tegang seperti papan, mulut kaku dan
sukar dibuka (Markum, 2005).

JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI


Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali, karena saat imunisasi pertama belum memiliki kadar
antibody protektif terhadap difteri dan akan memiliki kadar antibody setelah mendapatkan
imunisasi 3 kali dengan interval 4 minggu.
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita
penyakit kejang demam kompleks. Jika tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk yang
diduga mungkin sedang menderita batuk rejan. Bila pada suntikan DPT pertama terjadi reaksi
yang berat maka sebaiknya suntikan berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan DT saja
(tanpa P).
DPT biasanya tidak diberikan pada anak usia kurang dari 6 minggu, disebabkan respon
terhadap pertusis dianggap tidak optimal, sedangkan respon terhadap tetanus dan difteri
adalah cukup baik tanpa memperdulikan adanya antibody maternal (Markum, 2005).
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin
yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan
bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara
subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan
interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala
biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan
seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan
lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005).
Jangan berikan imunisasi lanjutan jika anak Anda mengalami:

 Gangguan pada sistem saraf atau otak, dalam waktu 7 hari setelah mendapatkan
suntikan imunisasi.
 Reaksi alergi berat yang dapat mengancam nyawa, setelah anak mendapatkan imunisasi.

EFEK SAMPING IMUNISASI DPT


Kira-kira pada separuh penerima DPT akan terjadi kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi
injeksi. Proporsi yang sama juga akan menderita demam ringan. Anak juga sering gelisah dan
menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan. Kadang-kadang terdapat efek
samping yang lebih berat seperti demam tinggi atau kejang yang biasanya disebabkan oleh
unsur pertusisnya (Markum, 2005).
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat dapat
menangis hebat kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensefalopati, dan shock (Alimul, 2008).
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Dino. 2004. Masalah Imunisasi BGC. (http://www.nakita.com, diakses 27 juli 2020).
Depkes RI. 2005. Jadwal Pemberian Imunisasi. (http://www.depkes.com, diakses 27 juli
2020).

Anda mungkin juga menyukai