IMUNISASI
Pembimbing :
dr. Nurdiani, Sp. A
Disusun Oleh :
Siti Anisya Agustina Husin 20360114
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan referat judul ini
dengan judul “Imunisasi”.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurdiani, Sp.A selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan referat ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dara cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Sehingga penulis menerima
saran dan kritik konstruktif dari semua pihak. Namun terlepas dari semua kekurangan yang
ada, semoga dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Akhirnya semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi adalah upaya membuat individu menjadi kebal terhadap suatu
penyakit infeksi (Soejatmiko et al., 2015). Imunisasi membuat tubuh kebal terhadap
penyakit infeksi melalui administrasi vaksin. Vaksin menstimulasi sistem imun
tubuh untuk melindungi diri dari suatu infeksi. Imunisasi telah terbukti sebagai cara
yang efektif dalam mengontrol dan mengeliminasi penyakit infeksi berbahaya yang
menyebabkan kematian antara dua sampai tiga juta jiwa tiap tahun (WHO, 2017).
Tujuan imunisasi adalah untuk melindungi individu terhadap penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi prevalensi penyakit pada penyakit,
dan mengeradikasi penyakit tersebut. Penyakit yang telah berhasil dieradikasi
adalah penyakit cacar (variola). Imunisasi dapat mencegah 2-3 juta kematian yang
disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) (Soejatmiko
et al., 2015). Imunisasi dapat mencegah kematian yang disebabkan difteri, tetanus,
pertusis, dan measles dan apabila cakupan imunisasi dapat dioptimalkan angka
kematian dapat diturunkan lagi sebanyak 1,5 juta jiwa (WHO, 2017).
Selama tahun 2015 sekitar 86% bayi diseluruh dunia telah medapatkan 3
dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP3). Sebanyak 126 negara telah mencapai
angka 90% cakupan vaksin DTP3. Namun saat ini sekitar 19,4 juta bayi di seluruh
dunia masih belum mendapatkan vaksin rutin seperti vaksin DTP3. Sekitar 60%
bayi ini berasal dari 10 negara yaitu: Indonesia, Angola, Kongo, Etiopia, India,
Iraq, Nigeria, Pakistam Filipina, dan Ukraina.
Saat ini penyakit infeksi yang bisa mengakibatkan penderitaan dan kematian
antara lain campak, Haemophilus influenza (Hib), pertusis, dan tetanus neonatal.
Penyakit-penyakit ini memiliki mortalitas terbesar di antara yang dapat dicegah
dengan vaksinasi. Setiap tahun 10,6 juta anak meninggal sebelum usia 5 tahun dan
1,4 juta diantaranya adalah diakibatkan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penghentian pemberian vaksin dapat mengakibatkan terjadi lagi
penularan dan penyebaran penyakit atau bahkan kejadian luar biasa atau wabah
penyakit tersebut (Satgas Imunisasi IDAI, 2014).
Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program
imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti difteri, pertusis
(penyakit pernapasan), tetanus, Tuberkulosis (TBC), campak, polio, hepatitis B dan
haemophilus influenza tipe B (Hib). Program imunisasi sangat penting agar tercapai
kekebalan masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia
dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status
Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan
imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, ada perbaikan untuk cakupan
imunisasi lengkap yang angkanya meningkat dari 41,6% (2007) dan 53,8% (2010)
menjadi 59,2% (2013), akan tetapi masih dijumpai 32,1% yang diimunisasi tapi
tidak lengkap, serta 8,7% yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas,
sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
imunisasi, serta sibuk/repot. Untuk kesehatan anak, cakupan imunisasi dasar
lengkap semakin meningkat jika dibandingkan tahun 2007, 2010 dan 2013 yaitu
menjadi 58,9% di tahun 2013. Persentase tertinggi di DI Yogyakarta (83,1%) dan
terendah di Papua (29,2%).Di tahun 2018 justru terjadi penurunan angka cakupan
imunisasi lengkap dari 59,2% (2013) menjadi 57,9% (2018).
Program imunisasi nasional disusun berdasarkan keadaan epidemiologi
penyakit yang terjadi saat itu. Maka jadwal program imunisasi nasional dapat
berubah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui jadwal
program imunisasi nasional yang terbaru yakni tahun 2014.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini untuk mengatahui dan memahami
imunisasi dasar pada bayi sebagai upaya pencegahan primer terhadap suatu
penyakit dan sebagai salah satu pemenuhan tugas kepanitraan anak Fakultas
Kedokteran Universitas Malahayati.
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang hal imunisasi dasar pada bayi
2. Menambah informasi kapan seharusnya imunisasi dilakukan dan seberapa
pentingnya imunisasi harus didadapatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit
yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak
menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan
pasif maupun aktif (Ranuh et.al, 2011).
Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat, yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau pengobatan,
dan rehabilitatif. Dua puluh tahun terakhir, upaya pencegahan telah membuahkan
hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif dan rehabilitatif. Imunisasi sendiri
merupakan suatu upaya pencegahan primer guna menghindari terjadinya sakit atau
kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan
cacat.
Di Indonesia, program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan
Program Imunisasi (PPI) yang dilaksanakan sejak tahun 1977. Imunisasi yang
termasuk dalam PPI adalah Hep.B, BCG, polio, DTP, Hib, dan campak.
Tujuan imunisasi adalah untuk melindungi individu terhadap penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi prevalensi penyakit pada
penyakit, dan mengeradikasi penyakit tersebut. Penyakit yang telah berhasil
dieradikasi adalah penyakit cacar (variola). Imunisasi dapat mencegah 2-3 juta
kematian yang disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) (Soejatmiko et al., 2015). Imunisasi dapat mencegah kematian yang
disebabkan difteri, tetanus, pertusis, dan measles dan apabila cakupan imunisasi
dapat dioptimalkan angka kematian dapat diturunkan lagi sebanyak 1,5 juta jiwa
(WHO, 2017).
B. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian
sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui
vaksinasi. Radang paru yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat
utama (716.000 kematian), diikuti penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus
(diare), Haemophilus influenza tipe B, pertusis dan tetanus. Dari jumlah semua
kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi dinegara-negara sedang
berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).
WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui
vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam hal
ini bisa tercapai bila lebih dari > 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi
terhadap penyakit tersebut ( Suharjo, 2010).
C. Tujuan
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti
imunisasi cacar. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis
penyakit yang hanya dapat di tularkan manusia ( Ranuh, 2014).
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi juga
mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur (calon
mempelai). Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi dibawah umur
1 tahun (0 – 11 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 – kelas 6).
D. Manfaat
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya
dirasakan oleh pemerintah dengan menurunya angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang di sebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikolog pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong
penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
E. Jenis-jenis Imunisasi
Imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
a. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien,
dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus
memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.
Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau
pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus
.Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan
antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester
pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi
dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah
immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara
didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang
mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan
tubuhnya.Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak
berlangsung lama, sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh
anak bukan sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif
diperoleh karena pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi
pasif adalah Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit
campak (measles).
b. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan
bertahan selama bertahun-tahun.Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup
dan mati”. Vaksin yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ)
yang dilemahkan, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang
pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus,
atau dari bahan toksit yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya
dan disebut toxoid. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak
Saat ini menurut WHO terdapat 25 vaksin yang telah ditemukan dan
dipergunakan di seluruh dunia (available vaccine) serta masih ada 24 vaksin yang
sedang dalam proses penelitian dan pengembangan (Pipeline vaccines). Berikut
adalah tabel available vaccine dan pipeline vaccine:
Available Vaccine Pipeline Vaccine
Kolera Campylobacter jejuni
Dengue (Dengvaxia) Chagas Disease
Difteria Chikungunya
Hepatitis A Dengue
Hepatitis B Enterotoxigenic Escherichia coli
Hepatitis E Enterovirus 71 (EV71)
Haemophilus influenza type b (Hib) Group B Streptococcus (GBS)
Human papimolavirus (HPV) Herpes Simplex Virus
Influenza HIV-1
Japanese encephalitis Human Hookworm Disease
Malaria Leishmaniasis Disease
Measles Malaria
Meningococcal meningitis Nipah Virus
Mumps Nontyphoidal Salmonella Disease
Pertusis Norovirus
Pneumococcal disease Paratyphoid fever
Rabies Respiratory Syncytial Virus (RSV)
Rotavirus Schistosomiasis Disease
Rubella Shigella
Tetanus Staphylococcus aureus
Tick-orne encephalitis Streptococcus pneumoniae
Tuberculosis (BCG) Streptococcus pyrogenes
Typoid Tuberculosis
Varicella Universal Influenza Vaccine
Yellow fever
4. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah
penyakit poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun
1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi
pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun
1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara
luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan molekul yang lebih
besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan
tahun 1988. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus
yang sudah mati dengan formaldehid, sedangkan OPV adalah virus
yang masih hidup dan mempunyai kemampuan enterovirulen, tetapi
tidak bersifat patogen karena sifat neurovirulensinya sudah hilang
(Ranuh, 2014).
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan
diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat
masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut
anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru (Proverawati dan Andhini, 2010). Dosis pertama
dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan
kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang tertinggi (Lisnawati,
2011).
5. Imunisasi Campak
Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak. pemberian vaksin campak diberikan 1 kali pada
umur 9 bulan secara subkutan walaupun demikian dapat diberikan secara
intramuskuler dengan dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi
campak dosis kedua diberikan pada program school based catch-up
campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1 dalam program
BIAS (Ranuh, 2014).
Vaccine Vial Monitor: VVM untuk menilai apakah vaksin sudah pernah
terpapar suhu diatas 8 C dalam waktu lama atau belum. VVM dicek dengan
membandingkan warna kotak segi empat dengan warna lingkaran disekitarnya.
Uji kocok: dilakukan apabila vaksin dicurigai pernah membeku. Vaksin
dikocok kemudian diamati mulai 15 hingga 60 menit bila masih terdapat
endapan atau gumpalan berarti vaksin pernh membeku dan vaksin tersebut
tidak boleh digunakan
Pelarut: bila vaksin perlu dilarutkan gunakan pelarut yang telah disediakan
untuk vaksin tersebut. Vaksin perlu diberi label yang memuat keterangan,
tanggal dan jam dilarutkan, tanggal dan jam kadalwarsa, nama dan tanda
tangan yang melarutkan vaksin.
4. Benar Dosis
Dosis vaksin untuk anak umumnya adalah 0,5 mL untuk vaksin DTP-HB-
Hib, DT, Td, campak, dan Hepatitis B. Dosis vaksin OPV adalah 2 tetes. Dosis
vaksin BCG anak < 1th adalah 0,05 mL sedangkan untuk anak lebih dari 1 tahun
adalah 0,1 mL. Dosis vaksin influenza untuk anak 6 bulan sampai kurang dari 3
tahun adalah 0,25 mL sedangkan anak lebih dari 3 th adalah 0,5 mL.
5. Benar Rute, Panjang Jarum, dan Teknik penyuntikan
Rute : Vaksin DTP, Hepatitis B, disuntikkan secara intramuskuler (IM).
Vaksin campak secara subkutan (SK). Vaksin polio inaktif bisa secara
intramuskuler (IM) atau subkutan (SK). Vaksin BCG disuntikkan secara
intrakutan (IK).
Panjang jarum: untuk penyuntikan intramuskuler jarum yang digunakan
ukuran 22-25 G. Untuk penyuntikan subkutan digunakan 23-25 G
Tabel. Panjang dan lokasi penyuntikan intramuskuler
Klasifikasi Umur Panjang Jarum Lokasi Penyuntikan
(inch)
Bayi baru lahir 5/8 Anterolateral femoralis
Bayi s.d 1 th 1 Anterolateral femoralis
Anak 1-2th 1-1 1/4 Anterolateral femoralis
5/8 -1 Otot deltoid
Anak 3-18 th 1-1 ¼ Anterolateral femoralis
5/8 -1 Otot deltoid
Rute Teknik
Intramuskuler Menggunakan jarum sesuai umur anak dan cukup
panjang untuk mencapai otot
Tekan kulit sekitar dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum ditusukkan
Suntikkan dengan arah 90 terhadap kulit
Penyuntikan pada anterolateral paha atau deltoid.
Pada daerah tersebut tidak ada pembuluh darah besar
sehingga tidak perlu aspirsi. Namun, bila saat
penyuntikan terdapat darah maka vaksin tidak boleh
dipakai
Untuk vaksin dengn lebih dari satu suntikan dapat
diberikan pada ekstremitas berbeda
Subkutan Melakukan cubit tebal pada tempat suntikan
Suntikkan dengan arah 45 terhadap kulit
Untuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas
berbeda
Intrakutan Menggunakan semprit tuberkulin jarum pendek dan
kecil
Arah 10-15 terhahap kulit
Vaksin disuntikkan sampai terbentuk indurasi
Polio oral Membuka tutup botol vaksin
Meneteskan 2 tetes vaksin dengan memijat bagian
tengah dropper secara perlahan.
6. Benar Lokasi
Penyuntikan intramuskuler dilakukan di otot paha anterolateral yaitu vastus
lateralis quadriceps femoris untuk bayi sampai anak berumur 2 tahun. Untuk
anak umur 3 tahun ke atas penyuntukan dapat dilakukan pada otot deltoid.
Gambar. Vastus lateralis
memiliki imunitas sebagian akibat imunisasi dengan vaksin campak dari virus yang
vaksin campak yang dilemahkan.Gejala KIPI berupa demam yang lebih dari 39.5˚c
yang terjadi pada 5-15 % kasus,demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah
imunisasi dan berlansung selama 2 hari.Berbeda dengan infeksi alami demam tidak
terjadinya kejang. Ruam dapat timbul pada resipien pada hari ke 7-10 sesudah
1. Anafilaksis
2. Syok
1. Ensefalopati
2. Kejang
3. Meningitis aseptik
4. Trombositopenia
6. Meninggal
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, jenson: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition, Saunders. Hal
620-623
http://eprints.umm.ac.id/41481/3/BAB%20II.pdf
Meadow R, Newell S.. Lectures notes pediatdrika. Edisi ke tujuh. Penerbit Erlangga.
Jakarta.2005.
Ranuh, IG.N.G., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R.S., et al. 2014. Pedoman Imunisasi di
Indonesia Edisi Kelima. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Satgas Imunisasi PP IDAI. 2014. Panduan Imunisasi Anak. Edisi 1. Jakarta: Kompas
Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
WHO. 2008. Module 1: Cold Chain, vaccine and Safe-Injection Equipment
Management. http://www.paho.org/immunization/toolkit/resources/paho-
publication/mid-level-management-training/Module-1-Cold-chain-vaccines-and-safe-
injection-equipment-management.pdf?ua=1. [diakses tanggal 6 Agutus 2020]