Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Lingkungan kita mengandung bermacam-macam agen infeksi, seperti
virus, jamur, dan parasit dengan ukuran, bentuk dan sifat yang berbeda-beda.
Banyak dari agen ini dapat menyebabkan kerusakan patologis dan akhirnya
membunuh hospes jika penyebarannya tidak dihambat. Pada individu normal.
Sebagian besar infeksi berlangsung dalam jangka waktu terbatas dan
menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanen karena sistem imun
melawan agen infeksi dan mengendalikan atau melenyapkannya sebelum
mendapatkan tempat berpijak. Perlu ditekankan bahwa fungsi primer sistem
imun adalah melenyapkan agen infeksi dan meminimalkan kerusakan yang
terjadi.
Di Indonesia masih banyak masyarakat yang tidak memahami
pentingnya imunisasi, sehingga banyak anak yang kekebalan tubuhnya
menjadi rentan terkena penyakit seperti campak, polio, cacar air dan lain-lain.
Masyarakat juga kebanyakan bingung karena terlalu banyaknya jenis
imunisasi dan lupa jadwal.
Masyarakat masih menganggap imunisasi sebagai suatu hal yang tidak
harus mendapatkannya. Karena dapat menyebabkan anak sakit demam setelah
imunisasi dilakukan. Hal ini menyebabkan rasa takut ibu terhadap imunisasi.
Namun jika anak tidak mendapatkan imunisasi maka akan menurunkan daya
tahan sistem kekebalan tubuhnya dan dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit yaitu dengan cara pemberian
imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam
memberikan asuhan kebidanan terutama pada anak sehat  dan implikasi
konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit.
Imunisasi atau vaksin merupakan salah satu cara yang dilakukan
untuk memberikan kekebalan pada bayi, anak dan balita dalam keadaan sehat.
Secara alamiah tubuh juga memiliki pertahanan terhadap berbagai kuman
yang masuk. Hal ini tentunya peran orang tua atau calon orang tua sangatlah

1
penting untuk mengetahui tentang hakekat imunisasi itu sendiri. Atas dasar
inilah, maka penyusun menyusun makalah ini dengan tujuanuntuk
memberikan informasi kepada para calon orang tua maupun orang tua
mengenai imunisasi dan vaksin.

1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan
masalah tentang :
1. Apa saja jenis – jenis imunisasi ?
2. Bagaimana cara penyimpanan vaksin ?
3. Bagaimana dosis dan cara pemberiannya ?
4. Bagaimana jadwal pemberian imunisasai ?
5. Apa indikasi dan kontraindikasi pemberian imunisasi ?
6. Bagaimana proses rantai dingin?

1. 3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui jenis – jenis imunisasi
2. Untuk mengetahui cara penyimpanan vaksin
3. Untuk mengetahui dosis dan pemberian imunisasi
4. Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi
5. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemberian imunisasi
6. Untuk mengetahui rantai dingin vaksin imunisasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi
A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau
resisten. Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh
tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang (Lisnawati, 2011). Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
(Kemenkes RI, 2013). Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak
terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan
yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun
aktif (Ranuh et.al, 2011).
B. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada
sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari
dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola
(Ranuh et.al, 2011). Program imunisasi bertujuan untuk memberikan
kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi
serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit
(Proverawati dan Andhini, 2010).
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah
mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan
oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong

3
pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak prasekolah.
C. Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi
tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
1. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini
mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan
berkualitas.
3. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
D. Dampak Imunisasi
Nilai (value) vaksin dibagi dalam tiga kategori yaitu secara individu,
sosial dan keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional.
Secara individu, apabila anak telah mendapat vaksinasi maka 80%-
95% akan terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak
bayi/anak yang mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi),
makin terlihat penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian
(mortalitas) (Ranuh et.al, 2011).
Kekebalan individu ini akan mengakibatkan pemutusan rantai
penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa
yang hidup bersamanya, inilah yang disebut keuntungan sosial, karena
dalam hal ini 5%-20% anak yang tidak diimunisasi akan juga
terlindung, disebut Herd Immunit.

4
Menurunnya angka morbiditas akan menurunkan biaya pengobatan
dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang
akan menjadi beban masyarakat seumur hidupnya. Upaya pencegahan
penyakit infeksi pada anak, berarti akan meningkatkan kualitas hidup
anak dan meningkatkan daya produktivitas karena 30% dari anak-
anak masa kini adalah generasi yang akan memegang kendali
pemerintahan dimasa yang akan datang (Ranuh et.al, 2011).
Dalam hal menunjang sistem kesehatan nasional, program
imunisasi sangat efektif dan efisien apabila diberikan dalam cakupan
yang luas secara nasional. Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu
negara tentunya akan lebih baik bila masyarakatnya lebih sehat
sehingga anggaran untuk kuratif/pengobatan dapat dialihkan pada
program lain yang membutuhkan. Investasi dalam kesehatan untuk
kesejahteraan dan peningkatan kualitas anak di masa depan (Ranuh
et.al, 2011).

2.2 Program Imunisasi


Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan
terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia
Subur (WUS) dan ibu hamil. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya,
imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.
A. Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam
rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari
penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin,
tambahan dan khusus (Kemenkes RI, 2013).
1. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang secara rutin dan
terus menerus harus dilaksanakan pada periode tertentu yang
telah ditetapkan. Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin
dibagi menjadi:

5
a. Imunisasi rutin pada bayi
b. Imunisasi rutin pada wanita usia subur
c. Imunisasi rutin pada anak sekolah
Berdasarkan tempat pelayanan, imunisasi rutin dibagi menjadi :
a. Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis)
dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, rumah
sakit atau rumah bersalin.
b. Pelayanan imunisasi di luar gedung dilaksanakan di
posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah.
c. Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh
swasta (seperti rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan
praktek) (Lisnawati, 2011).
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
a. Imunisasi Dasar
Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun.
Jenis imunisasi dasar terdiri atas Hepatitis B pada bayi baru
lahir, BCG, Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-
Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib),
IPV(Inactivated Poliomyelitis Vaccine) campak dan MR
(Kemenkes RI, 2013).
b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan
kepada anak usia bawah tiga tahun (batita), anak usia
sekolah, dan Wanita Usia Subur (WUS) termasuk ibu hamil
sehingga dapat mempertahankan tingkat kekebalan atau
untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan
pada WUS dimulai sejak catin. Jenis imunisasi lanjutan yang
diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (batita) terdiri
atas Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Haemophilus
Influenza type B (DPT-HB-Hib) pada usia 18 bulan dan
campak pada usia 24 bulan. Imunisasi lanjutan pada anak

6
usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) dengan jenis imunisasi lanjutan yang diberikan
pada anak usia sekolah dasar terdiri atas campak, Difhteria
Tetanus (DT), dan Tetanus Difhteria (Td). Jenis imunisasi
lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa Tetanus
Toxoid (Kemenkes RI, 2013).
2. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan
atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau
evaluasi. Kegiatan ini sifatnya tidak rutin, membutuhkan biaya
khusus, kegiatan dilaksanakan dalam suatu periode tertentu
(Lisnawati, 2011).
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:
a. Backlog fighting
Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi
Imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah tiga tahun.
Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desanon UCI
setiap 2 tahun sekali..
b. Crash program
Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang ditujukan
untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk
mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan
dilakukan crash program adalah:
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi;
2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang; dan
3) Untuk memberikan kekebalan pada kelompok sasaran
yang belum mendapatkan pada saat imunisasi rutin.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis
Imunisasi, misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
Karena biasanya kegiatan ini menggunakan biaya dan
tenaga yang banyak serta waktu yang relatif panjang, maka
perlu diikuti pemantauan, supervisi dan evaluasi. Indikatornya

7
perlu ditetapkan misalnya cakupan DPT-1 dan DPT-3/Campak
untuk indikator pemantauan cakupan dan angka morbiditas dan
atau mortalitas untuk indikator penilaian damapk (evaluasi).
Hasil sebelum dan sesudah crash program menunjukkan
keberhasikan program tersebut. Hasil evaluasi ini akan
menetukan follow up dari kegiatan ini.
c. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan Imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-
masing.
d. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Merupakan kegiatan Imunisasi massal yang dilaksanakan secara
serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN
bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran suatu
penyakit dan meningkatkan herd immunity (misalnya polio,
campak, atau Imunisasi lainnya). Imunisasi yang diberikan pada
PIN diberikan tanpa memandang status Imunisasi sebelumnya,
pemberian imunisasi dilakukan 2 kali masing-masing 2 tetes
dengan selang waktu 1 bulan. Pemberian imunisasi polio pada
waktu PIN disamping untuk memutus mata rantai penularan,
juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio.
e. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan
pada wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota)
dengan pemberian 2 kali imunisasi polio dalam ineterval 1 bulan
secara setentak pada seluruh sasaran berumur kurang dari satu
tahun.
f. Catch up Campaign Campak
Merupakan suatu upaya memutuskan transmisi penularan agent
(virus atau bakteri) campak pada anak sekolah dan balita.
Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak

8
secara serentak pada anak sekolah dasar sari kelas 1 hingga
kelas 6, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign
campak di samping untuk memutus rantai penularan, juga
berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).
3. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit
tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu yang dimaksud
tersebut antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis
penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa (KLB). Jenis
imunisasi khusus antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis
Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning), dan
imunisasi Anti Rabies (VAR) (Kemenkes RI, 2013).
a. Imunisasi Meningitis Meningokokus
Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput
otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan
dan kematian di seluruh dunia. Case fatality rate-nya melebihi
50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif,
case fatality rate menjadi 5-15%. Pencegahan dapat dilakukan
dengan Imunisasi dan profilaksis untuk orang-orang yang
kontak dengan penderita meningitis dan carrier. Imunisasi
meningitis meningokokus diberikan kepada masyarakat yang
akan melakukan perjalanan ke negara endemis meningitis,
yang belum mendapatkan Imunisasi meningitis atau sudah
habis masa berlakunya (masa berlaku 2 tahun). Pemberian
Imunisasi meningitis meningokokus diberikan minimal 30
(tiga puluh) hari sebelum keberangkatan.Setelah divaksinasi,
orang tersebut diberi ICV yang mencantumkan tanggal
pemberian Imunisasi. Bila Imunisasi diberikan kurang dari 14

9
(empat belas) hari sejak keberangkatan ke negara yang
endemis meningitis atau ditemukan adanya kontraindikasi
terhadap Vaksin meningitis, maka harus diberikan profilaksis
dengan antimikroba yang sensitif terhadap Neisseria
Meningitidis. Bagi yang datang atau melewati negara
terjangkit meningitis harus bisa menunjukkan sertifikat vaksin
(ICV) yang masih berlaku sebagai bukti bahwa mereka telah
mendapat imunisasi meningitis.
b. Imunisasi Yellow Fever (Demam Kuning)
Demam kuning adalah penyakit infeksi virus akut dengan
durasi pendek masa inkubasi 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam)
hari dengan tingkat mortalitas yang bervariasi. Disebabkan
oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, vektor perantaranya adalah nyamuk Aedes
aegypti. Icterus sedang kadang ditemukan pada awal penyakit.
Setelah remisi singkat selama beberapa jam hingga 1 (satu)
hari, beberapa kasus berkembang menjadi stadium intoksikasi
yang lebih berat ditandai dengan gejala perdarahan seperti
epistaksis (mimisan), perdarahan ginggiva, hematemesis
(muntah seperti warna air kopi atau hitam), melena, gagal
ginjal dan hati, 20%-50% kasus ikterus berakibat fatal. Secara
keseluruhan mortalitas kasus di kalangan penduduk asli di
daerah endemis sekitar 5% tapi dapat mencapai 20% - 40%
pada wabah tertentu. Pencegahan dapat dilakukan dengan
Imunisasi demam kuning yang akan memberikan kekebalan
efektif bagi semua orang yang akan melakukan perjalanan
berasal dari negara atau ke negara/daerah endemis demam
kuning. Vaksin demam kuning efektif memberikan
perlindungan 99%. Antibodi terbentuk 7-10 hari sesudah
Imunisasi dan bertahan seumur hidup.Semua orang yang
melakukan perjalanan, berasal dari negara atau ke negara yang
dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis

10
dikeluarkan oleh WHO yang selalu di update) kecuali bayi di
bawah 9 (sembilan) bulan dan ibu hamil trimester pertama
harus diberikan Imunisasi demam kuning, dan dibuktikan
dengan International Certificate of Vaccination (ICV). Bagi
yang datang atau melewati negara terjangkit demam kuning
harus bisa menunjukkan sertifikat vaksin (ICV) yang masih
berlaku sebagai bukti bahwa mereka telah mendapat
Imunisasi demam kuning. Bila ternyata belum bisa
menunjukkan ICV (belum di Imunisasi), maka terhadap
mereka harus dilakukan isolasi selama 6 (enam) hari,
dilindungi dari gigitan nyamuk sebelum diijinkan melanjutkan
perjalanan mereka. Demikian juga mereka yang surat vaksin
demam kuningnya belum berlaku, diisolasi sampai ICVnya
berlaku. Pemberian Imunisasi demam kuning kepada orang
yang akan menuju negara endemis demam kuning selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum berangkat, bagi yang
belum pernah di Imunisasi. Setelah di vaksinasi, diberi ICV
dan tanggal pemberian vaksin dan yang bersangkutan setelah
itu harus menandatangani di ICV. Bagi yang belum dapat
melakukan tanda tangan (anak-anak), maka yang
menandatanganinya orang tua yang mendampingi bepergian.
c. Imunisasi Rabies
Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies
merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang ditularkan oleh
anjing, kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah menunjukkan
gejala klinis pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan
kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan
takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran
serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya. Vaksin
rabies dapat mencegah kematian pada manusia bila diberikan
secara dini pasca gigitan.Vaksin anti rabies (VAR) manusia

11
diberikan kepada seluruh kasus gigitan hewan penular rabies
(HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan kematian
akibat rabies dapat dicegah.
B. Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan
kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka
melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu.
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam
imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan
dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-
masing penyakit. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi
Haemophilus Influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus,
Influenza, Varisela, Measles Mump Rubella (MMR), Demam Tifoid,
Hepatitis A, Human Papiloma Virus (HPV), dan Japanese
Encephalitis (Kemenkes RI, 2013).

2.3 Jenis-Jenis Imunisasi


Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing
imunitas tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun
secara pasif.
A. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman
yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang
tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi aktif merupakan
pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu
proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi
spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta
dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi
maka tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per oral/melalui
mulut. Terhadap pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat
zat-zat anti terhadap penyakit bersangkutan (oleh karena itu

12
dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat diukur dengan
pemeriksaan darah) dan oleh sebab itu menjadi imun terhadap
penyakit tersebut. Jenis imunisasi aktif antara lain vaksin BCG,
vaksin DPT (difteri-pertusis-tetanus), vaksin poliomielitis, vaksin
campak, vaksin typs (typus abdominalis), toxoid tetanus dan lain-lain
(Maryunani, 2010).
Namun hanya lima imunisasi (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B,
Campak) yang menjadi Program Imunisasi Nasional yang dikenal
sebagai Program Pengembangan Imunisasi (PPI) atau extended
program on immunization (EPI) yang dilaksanakan sejak tahun 1977.
PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi untuk
mencapai komitmen internasional yaitu Universal Child Immunization
(Ranuh et.al, 2011).
B. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien,
dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa
harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.
Antibodi yang ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan
terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus.
Mekanisme kerja antibodi terhadap infeksi bakteri melalui netralisasi
toksin, opsonisasi, atau bakteriolisis. Kerja antibodi terhadap infeksi
virus melalui netralisasi virus, pencegahan masuknya virus ke dalam
sel dan promosi sel natural-killer untuk melawan virus. Dengan demikian
pemberian antibodi akan menimbulkan efek proteksi segera. Tetapi
karena tidak melibatkan sel memori dalam sistem imunitas tubuh,
proteksinya bersifat sementara selama antibodi masih aktif di dalam
tubuh resipien, dan perlindungannya singkat karena tubuh tidak
membentuk memori terhadap patogen/ antigen spesifiknya (Ranuh
et.al, 2011).
Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima
plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang kekebalan tubuhnya (Ranuh et.al, 2011). Imunisasi pasif

13
dimana zat antinya didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan
atau serum yang mengandung zat anti. Zat anti ini didapat oleh anak
dari luar dan hanya berlangsung pendek, yaitu 2-3 minggu karena zat
anti seperti ini akan dikeluarkan kembali dari tubuh anak
(Maryunani, 2010).

2.4 Jenis – Jenis dan Sifat Vaksin


Vaksin adalah sutau produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen
kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna
untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang.
A. Penggolongan vaksin
Vaksin dapat digolongkan menurut sensivitas terhadap suhu. Ada 2
golongan, yaitu:
1. Vaksin sensitif terhadap beku (Freeze sensitive = FS), yaitu: vaksin
DPT, DT, TT, Hepatitis B dan DPT-HB.
2. Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat sensitive = HS), yaitu
vaksin campak, polio dan BCG.
B. Jenis-jenis vaksin
Vaksin – vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di
Indonesia adalah :
1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dan Dosis
a. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril
(ADS 5 ml).
b. Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
c. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertio musculus deltoideus).
d. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3
jam.

14
Kontraindikasi
a. Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim,
furunkulosis dan sebagainya.
b. Mereka yang sedang menderita TBC
Efek simpang
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifatumum seperti
demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan di
tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah
menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar rgional di ketiak dan atau leher, terasa padat,
tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
2. Vaksin DPT
Deskripsi
Vaksin jerap DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri
dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis
yang telah diinaktivasi.
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan secara stimulan terhadap difteri, pertusis
dan tetanus.
Cara pemberian dan dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
b. Disuntikan secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml
sebanyak 3 dosis.
c. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya
diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1bulan)
Kontraindikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau
gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi
pertuisis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis

15
pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan
untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT
Efek Simpang
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam,
kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala
berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya
terjadi 24 jam setelah imunisasi
3. Vaksin TT
Deskripsi
Vaksin jerap TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung
toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan teradsorbsi kedalam 3mg/ml
alumunium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU.
Dipergunakan untuk mencegah tatanus pada bayi yang baru lahir
dengan mengimunisasi WUS (wanita usia subur) atau ibu hamil, juga
untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi. (vademecum Bio Farma Jan
2002)
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
Cara Pemberian dan Dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
b. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis
primer yang disuntikan secara Intra muskular atau subkutan dalam,
dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu.
Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk
mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia
subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan
kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah
pemberian dosis ketiga dan keempat. Imunisasi TT dapat diberikan
secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester
pertama.

16
Kontraindikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT.
Efek Simpang
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti
lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara,
dan kadang-kadang gejala demam.
4. Vaksin DT
Deskripsi
Vaksin Jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang
mengandung toxoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan
(Vademecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi
Untuk pemberian kekbalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
Cara Pemberian dan Dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen
b. Disuntikan secara Intramaskular atau subkutan dalam, dengan
dosis pemberian 0,5 ml dianjurkan untuk anak usia dibawah 8
tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td.
Kontraindikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT
Efek Simpang
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang
berifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
5. Vaksin Polio(Oral Polio Vaccine=OPV)
Deskripsi
Vaksin oral Polio hidup adalah vaksin polio Trivalen yang teridiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain Sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biarkan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa. (Vademecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomelitis.

17
Cara Pemberian dan Dosis
a. Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 (dua) tetes
sebanyak 4 kali (dosis) pemberian dengan interval setiap dosis
minimal 4 minggu.
b. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper)
yang baru.
Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “Immune deficiency” tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang
sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
Efek Simpang
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang
dari 0,17 :1.000.000; Bull WHO 66 : 1988)
6. Vaksin IPV (inactivated Poliomyelitis Vaccine)
Vaccine Polio tidak aktif yang berisi tipe 1, 2,dan 3 dibiakkan pada
sel-sel vero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid.
Pada penggunaan bersamaan OPV vaksin ini menurunkan risiko
muncul kembalinya virus polio tipe 2, baik virus polio liar maupun
yang berasal dari sabin.
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomelitis.
Cara pemberian/dosis
Suntikan Intramuskuler atau IM 0,5 ml dipaha kiri bagian luar perdosis
1 dosis IPV pada usia 4 bulan diberikan bersamaan dengan OPV dan
DPT HB HiB tetapi dengan jarum suntik dan lokasi suntikan yang
berbeda.
Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “Immune deficiency” tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang
sedang sakit.

18
Efek Simpang
Reaksi yang terjadi setelah pemberian IPV kemasan tunggal pada
umumnya adalah reaksi non serius. Reaksi lokal adalah yang paling
sering ditemukan yang memang biasa terjadi pada semua jenis vaksin
yang dimatikan.
7. Vaksin Campak
Deskripsi
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Setiap dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit
virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100mcg residu kanamycin
dan 30 mcg residu erythromycin (Vademecum Bio Farm Jan 2002)
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara Pemberian dan Dosis
a. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml
cairan pelarut.
b. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikan secara subkutan pada lengan
kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (Booster) pada usia 6-
7 tahun (kelas 1 SD) setelah catch up campaign campak pada anak
Sekolah Dasar kelas 1-6.
Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu
yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia,
limfoma.
Efek Simpang
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
8. Vaksin Hepatitis B
Deskripsi
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat noninfecious, berasal dar HbsAg yang

19
dihasilkan dalam sel ragi (hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNA rekombinan. (Vademecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi
Untuk pemberian kekbalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh
virus hepatitis B)
Cara Pemberian dan Dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen
b. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID,
pemberian suntikan secara inta muskuler, sebaiknya pada
anterolateral paha.
c. Pemberian sebanyak 3 dosis
d. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7hari, dosis berikutnya
dengan interval minimum 4 minggu (1bulan)
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Semua halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi
berat yang disertai kejang.
Efek Simpang
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
9. Vaksin DPT/HB
Deskripsi
Vaksin mengandung DPT berupatoxoid difteri dan toxoid tetanus yng
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan
bersifat infectious (Vademecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,
pertusis dan Hepatitis B

20
Cara Pemberian dan dosis
a. Pemberian dengan cara intramuskuler, 0,5 ml sebanyak 3 dosis
b. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval
minimal 4 minggu (1 bulan)
Kontraindikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau
gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontaindikasi
pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama, komponen pertussis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan
untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi
berat yang disertai kejang.
Efek Simpang
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas demam,
pembengkakan dan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang-
kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan
meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang
terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
10. Vaksin MR
Deskripsi
Vaksin MR adalah jenis imunisasi yang berfungsi untuk melindungi
tubuh dari dua penyakit sekaligus — campak (Measles) dan campak
Jerman (Rubella). Sejatinya, vaksin MR merupakan bagian dari vaksin
MMR (Measles, Mumps, Rubella), tapi di Indonesia vaksin Mumps
sengaja dipisahkan dari keduanya. Hal ini dilakukan karena penyakit
Mumps alias gondongan sudah jarang ditemui di kalangan masyarakat
Indonesia.
Vaksin MR merupakan pengganti vaksin MMR yang kini sudah tidak
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Vaksin MMR
merupakan vaksin untuk mencegah penyakit campak, rubella dan
gondongan. Perbedaan antara vaksin MR dan MMR adalah

21
kandungan mumps untuk melawan gondongan yang tidak dimasukkan
ke dalam vaksin MR.
Indikasi
Untuk merangsang terbentuknya imunitas atau kekebalan terhadap
penyakit campak, dan campak jerman. Manfaat pemberian imunisasi
MR (Measles, Rubella) adalah untuk memberikan perlindungan
terhadap kedua penyakit tersebut pada saat yang bersamaan (Hidayat,
2008).
Cara pemberian dan dosis
Jadwal pemberian vaksin campak dan vaksin MMR atau MR
berbeda. Untuk vaksin campak, pemberian pertama dilakukan ketika
anak masih berusia 9 bulan. Pemberian vaksin campak ini masuk
dalam program imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan Kemenkes
RI. Setelah menerima vaksin campak di usia 9 bulan, anak harus
menerima 2 lagi dosis booster. Dosis booster pertama diberikan ketika
anak berusia 18 bulan, atau berusia 15 bulan bila menerima vaksin
MMR/MR. Apabila anak belum juga menerima vaksin campak hingga
berusia 12 bulan, maka vaksin MMR/MR dapat langsung
diberikan. Booster kedua diberikan ketika anak berusia 5-7 tahun.
Vaksin juga dapat diberikan pada remaja dan orang dewasa. Pemberian
vaksin campak pada remaja dan orang dewasa yang belum menerima
vaksin sebelumnya dilakukan setidaknya satu kali. Namun, akan lebih
baik jika penerimaan vaksin dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
dokter.
Center For Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa
kombinasi vaksin MR (Measles, Rubella) dan vaksin varisela dapat
diberikan sebagai dosis awal pemberian imunisasi pada kelompok usia
12-47 bulan ( WHO, 2011 ).
Vaksin MR diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai
dengan kurang dari 15 tahun selama kampanye imunisasi MR.
Selanjutnya, vaksin MR masuk dalam jadwal imunisasi rutin dan
diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan, dan kelas 1 SD/sederajat.

22
Campak dan Rubella merupakan penyakit yang sangat menular. Anak-
anak dan orang dewasa yang belum pernah diimunisasi Campak dan
Rubella, atau yang belum pernah mengalami penyakit Campak dan
Rubella memiliki risiko tinggi tertular penyakit ini
Bagi anak yang sebelumnya sudah melakukan vaksinasi campak,
vaksinasi MR ini tetap perlu diberikan. Fungsinya agar si kecil juga
mendapatkan kekebalan terhadap rubella. Selain untuk anak, vaksin ini
juga direkomendasikan pada wanita yang ingin merencanakan
kehamilan. 
Cara pemberian vaksi MR diberikan secara subkutan dengan dosis
0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan
dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segara
digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan. tenaga
kesehatan akan menyuntikan vaksin pada bagian otot lengan atas atau
paha anak.
Kontraindikasi
a. Anak atau orang dewasa yang sedang melakukan radioterapi atau
mengonsumsi obat tertentu seperti kortikosteroid dan
imunosupresan.
b. Ibu hamil (namun wanita yang berencana hamil sangat disarankan
untuk imunisasi MR).
c. Leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya.
d. Kelainan fungsi ginjal berat.
e. Setelah transfusi darah.
f. Riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn).
g. Selain itu, pemberian vaksin MR harus ditunda jika pasien sedang
mengalami demam, batuk-pilek, atau diare (dalam kondisi yang
tidak sehat).
Efek Simpang
Sama halnya dengan vaksin suntik lainnya, demam ringan, ruam
merah, bengkak ringan dan nyeri di lokasi suntikan setelah imunisasi

23
adalah reaksi normal yang akan menghilang dalam 2-3 hari. Kejadian
pascaimunisasi yang serius sangat jarang terjadi.

2.5 Cara Penyimpanan Vaksin


Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai
didistribusikan ketingkat berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu
disimpan pada suhu yang telah ditetapkan, yaitu:
A. Provinsi
Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada
freezerroom atau freezer. Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d.
8°C pada cold room atau vaccine refrigerator
B. Kabupaten/Kota
Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freezer
Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau
vaccine refrigerator.
C. Puskesmas
Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada vaccine
refrigerator. Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada
suhu ruangan, terlindung dari sinar matahari langsung.

Tabel 1 Penyimpanan Vaksin


PROVINSI KAB/KOTA PKM/PUSTU Bides/UPK
VAKSIN MASA SIMPAN VAKSIN
2 BLN+1 BLN 1 BLN+1 BLN 1 BLN+1 MG 1 BLN+ 1 MG
POLIO -15°C s.d. -25 °C

DPT-HB-Hib

DT
BCG
2°C s.d. 8°C
MR
Td
IPV
Hepatitis B Suhu ruang
Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu
ruang terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan,

24
pelarut disimpan pada suhu 2°C - 8°C.Beberapa ketentuan yang harus
selalu diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara berurutan adalah
paparan vaksin terhadap panas, masa kadaluwarsa vaksin, waktu
pendistribusian/penerimaan serta ketentuan pemakaian sisa vaksin.

1. Keterpaparan Vaksin terhadap Panas


Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang
dinyatakan dengan perubahan kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM)
A ke kondisi B) harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa
kadaluwarsanya masih lebih panjang.Vaksin dengan kondisi VVM C
dan D tidak boleh digunakan.

2. Masa Kadaluarsa Vaksin


Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang
lebih pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO).
Waktu Penerimaan vaksin (First In First Out/ FIFO)
Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih
dahulu.Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima
lebih awal mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek.
3. Pemakaian Vaksin Sisa

25
Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit atau
praktek swasta) bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
a. Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C,
b. VVM dalam kondisi A atau B
c. Belum kadaluwarsa
d. Tidak terendam air selama penyimpanan
e. Belum melampaui masa pemakaian.

Tabel 2 Masa Pemakaian Vaksin Sisa


Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan
Polio 2 Minggu Cantumkan pada tanggal
IPV 4 Minggu pertama kali vaksin
Dt 4 Minggu digunakan
Td 4 Minggu
DPT-HB-Hib 4 Minggu
BCG 3 jam Cantumkan waktu vaksin
MR 6 jam yang dilarutkan

Gambar 1 Distribusi Logistik Imunisasi

2.6 Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi

26
Tabel 3 Dosis, Cara dan Tempat Pemberian Imunisasi
Jenis Vaksin Dosis Cara Tempat
Pemberian
Hepatitis B 0,5 ml Intra Muskuler Paha
BCG 0,05 ml Intra Kutan Lengan Kanan Atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
IPV 0,5 ml Intra Muskuler Paha Kiri
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra Muskuler Paha Untuk Bayi
Lengan Kanan Untuk
Balita
MR 0,5 ml Sub Kutan Lengan Kiri Atas
DT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan Kiri Atas
Td 0,5 ml Intra Muskuler Lengan Kiri Atas

1. Interval pemberian
Jarak minimal antar dua pemberian antigen yang sama adalah satu bulan.
Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian Imunisasi.
2. Tindakan antiseptic
Setiap petugas yang akan melakukan pemberian Imunisasi harus mencuci
tangan dengan sabun terlebih dahulu. Untuk tempat suntikan dilakukan
tindakan aseptik sesuai aturan yang berlaku.
3. Kontra indikasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi Imunisasi untuk individu
sehat kecuali untuk kelompok risiko.Pada setiap sediaan vaksin selalu
terdapat petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra
serta perhatian khusus terhadap vaksin.

2.7 Jadwal Pemberian Imunisasi


1. Imunisasi rutin
a. Imunisasi Dasar

27
Tabel 4 Imunisasi Dasar
Umur Jenis Interval Minimal untuk jenis
Imunisasi yang sama
0-24 Jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2 1 bulan
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4,
IPV
9 bulan Campak

Catatan :
1) Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24
jam pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3
jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit, pemberian
Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
2) Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik
Swasta, Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum
dipulangkan.
3) Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat
diberikan sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes
mantoux.
4) Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1,
DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval
sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T2.
5) IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
6) Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat
diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun

b. Imunisasi Lanjutan

28
Tabel 5 Imunisasi Lanjutan
Umur Jenis Imunisasi Interval minimal setelah
imunisasi dasar
18 bulan DPT-HB-HIB 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3
Campak 6 bulan dari Campak dosis pertama

Catatan :
1) Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib dan
Campak dapat diberikan dalam rentang usia 18-24 bulan
2) Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar dan mendapatkan
Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T3.
Tabel 6 Sasaran Imunisasi Lanjutan
Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 5 SD Td November

Catatan:
1) Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap Imunisasi dasar dan
Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib serta mendapatkan Imunisasi
DT dan Td dinyatakan mempunyai status Imunisasi T5

Tabel 7 Status Imunisasi TT

Status Imunisasi Interval Pemberian Masa Perlindungan


TT1 - -
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun
TT5 1 tahun setelah TT4 Lebih dari 25 tahun

Catatan:

29
1) Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T
(screening) terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan
antenatal.
2) Pemberian Imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila status T
sudah mencapai T5, yang harus dibuktikan dengan buku
Kesehatan Ibu dan Anak, kohort dan/atau rekam medis.

c. Imunisasi Lanjutan
1. Backlob fighting, diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang
selama 2 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI
2. Crash Program, ditujukan untuk wilayah yang memerlukan
intervensi secara cepat untuk mencegah KLB.
3. Pekan Imunisasi Nasional, dilaksanakan secra serentak disuatu
Negara dalam waktu singkat untuk memutuskan mata rantai
penyebaran suatu penyakit.
4. Cath Up Campaign ( Kampanye ), dilaksanakan pada awal
pelaksanaan kebijakan pemberian imunisasoi dalam upaya
memutuskan tranmisi penularan agent ( virus atau bakteri )
penyebab PD3I
5. Sub PIN, serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada wilayah
terbatas
6. Imunisasi dalam Penanggulangan KLB, disesuaikan dengan
situasi epidemiologis penyakit masing-masing.

30
2.8 Indikasi dan Kontraindikasi

Tabel 8 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Bukan Indikasi Kontra


(Imunisasi dapat dilakukan)
Berlaku untuk semua vaksin DPT-HB-Hib, Polio, Campak, Dan Hepatitis B
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Bukan Indikasi Kontra
(Imunisasi dapat dilakukan)
Vaksin DPT, HB-Hib
Enselopati dalam 7 hari pasca DPT-HB-
Hib sebelumnya.
Perhatian Khusus
Demam lebih > 40,5◦ C dalam 48 jam Demam < 40,5◦ C pasca DPT-HB- Hib
pasca DPT-HB-Hib sebelumnya, yang sebelumnya
tidak berhubungan dengan penyebab lain Riwayat kejang dalam keluarga
Kolaps dan keadaan seperti syok (episode Riwayat SIDS dalam keluarga
hiotrnik-hiporesponsip) dalam 48 jam Riwayat KIPI dalam keluarga pasca DPT-
pasca DPT-HB-Hib sebelumnya. HB-Hib
Kejang dalam tiga hari pasca DPT-HB=Hib
sebelumnya
Menangis terus ≥ 3 jam dalam 48 jam
pasca DPT-HB-Hib sebelumnya.
Sindrom Guillan-Barre dalam 6 minggu
pasca vaksinasi.
Vaksin Polio
Kontra Indikasi Bukan Kontra Indikasi
Indikasi HIV aau kontak HIV serumah Menyusui
Imunodefisiensi ( keganasan hematologi Sedang dalam terapi antibiotika
atau tumor padat, imun defisiensi Diare Ringan
congenital ) terapi imunosepresan jangka
panjang )
Perhatian Khusus
Kehamilan
Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan Kontra Indikasi
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan

Catatan :
Yang dimaksud dengan perhatian khusus adalah pemberian imunisasi
diberikan di fasilitas kesehatanyang lengkap.

31
2.9 Vaccine Cold Chain (Rantai Dingin)
Vaccine Cold chain atau Rantai Dingin Vaksin adalah sistem
penyimpanan dan pendistribusian vaksin pada kisaran suhu yang
direkomendasikan dari proses pembuatan hingga penggunaan vaksin.
Dilakukan bertujuan untuk memberikan vaksin ampuh dan efektif agar
manfaat vaksin bisa optimal maka diperlukan infrastruktur rantai dingin.
harus memiliki sebuah jaringan penyimpanan vaksin, Walk-in-cooler
(WIC), Walk-in-freezer (WIF), Deep Freezer (DF ), Ice lined Refrigerators
(ILR), truk pendingin, mobil van vaksin untuk mendistribusi vaksin, cold
boxes, vaccine carriers dan icepacks. Vaksin diangkut dari produsen
melalui transportasi udara di bawah kisaran suhu +2 oC sampai dengan +8oC
ke penyimpanan vaksin primer atau disebut GMSDs (Government Medical
Store Depots) atau State head quarter.
A. Jenis peralatan rantai vaksin
1. Lemari es
Lemari es berdasarkan sistem pendinginannya dibagi 2, yaitu:
sistem kompresi dan absorpsi. Perbedaan kedua sistem tersebut
adalah:
a. Sistem Kompresi
Pada sistem pendinginan kompresi, vaccine
refrigerator/freezer menggunakan kompresor sebagai jantung
utama untuk mengalirkan refrigerant (zat pendingin) ke ruang
pendingin melalui evaporator.Kompresor ini digerakkan oleh
listrik AC 110volt/220 volt/380 volt atau DC 12 volt/24
volt.Bahan pendingin yang digunakan pada sistem ini adalah
refrigerant tipe R-12 atau R-134a.
b. Sistem absorpsi
Pada sistem pendingin absorpsi, Vaccine
Refrigerator/freezer menggunakan pemanas litrik (heaterdengan
tegangan 110 volt AC/220 volt AC/12 Volt DC) atau
menggunakan nyala api minyak tanah atau menggunakan nyala

32
api dari gas LPG (Propane/Butane). Panas ini diperlukan untuk
menguapkan bahan pendingin berupa amoniak (NH3) agar
dapat berfungsi sebagai pendingin di evaporator.
Perbedaan antara sistem kompresi dan absorpsi
berdasarkan penggunaan di lapangan dapat digambarkan seperti
di bawah ini:

Tabel 9 Perbandingan Sistem Kompresi dan Sistem Absorpsi

Sistem Kompresi Sistem Absorpsi


a. Pendinginan lebih lambat
a. Lebih cepat dingin b. Tidak menggunakan mekanik
a. Menggunakan kompresor sehingga tidak ada bagian yang
sebagai mekanik yang dapat bergerak sehingga tidak ada aus
menimbulkan aus c. Dapat dengan listrik AC/DC atau
b. Hanya dengan listrik AC/DC nyala api minyak tanah / gas
c. Bila terjadi kebocoran pada d. Bila terjadi kebocoran pada sistem
sistem mudah diperbaiki tidak dapat diperbaiki

 Bila suhu lemari es sudah stabil antara +2° C - +8° C,maka posisi
termostsat jangan diubah-ubah BERI SELOTIP !
 Mengubah thermostat bl suhu pd lemari es dibawah +2 °C atau
diatas +8° C
 Perubahan thermostat tidak dpt mengubah suhu lemari es dalam
sesaat
 Perubahan suhu dapat diketahui setelah 24 jam

Menurut bentuk pintunya, lemaries dibagi dua yaitu buka atas dan
buka samping. Perbedaan antara bentuk pintu buka depan dan bentuk pintu
buka keatas:

33
Bentuk buka dari depan Bentuk buka dari atas

a. Suhu tidak stabil a. Suhu lebih stabil


Pada saat pintu lemari es dibuka b. Pada saat pintu lemari es
kedepan maka suhu dingin dr atas dibuka keatas maka suhu dingin
akan turun kebawah dan keluar. dari atas akan turun ke bawah dan
b. Bila listrik padam relatif tidak dapat tertampung
bertahan lama c. Bila listrik padam relatif suhu
c. Jumlah vaksin yang dapat dapat bertahan lama
ditampung sedikit d. Jumlah vaksin yang dapat
d. Susunan vaksin mejadi mudah ditampung lebih banyak
danvaksin terlihat jelas dari samping e. Penyusunan vaksin agak sulit
depan karena vaksin bertumpuk dan
tidak jelas dilihat dari atas

2. Vaccine Carrier / Thermos


Suatu alat untuk mengirim / membawa vaksindari Puskesmas atau
tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat mempertahankan
suhu +2° C-+8°C
3. Kotak Dingin Cair ( Cool Pack )
Suatu wadah plastik berbentuk segi empat,besar ataupun kecil yang
disi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu +2° C dalam
lemari es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada dibuat dalam
kantong plastik bening.
4. Kotak Dingin Beku ( Cold Pack)
Wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi
air yang kemudian didinginkan pdaa suhu -5° C – 15° C dalam
freezer selama 24 jam. Bila tidak ada dibuat kantong plastik bening.

B. Perawatan Lemari Es
1. Harian :

34
a. Periksa suhu lemari es 2 kali sehari setiap pagi dan sore
kemudian catat suhu pada buku grafik suhu.
b. Buka lemari es jangan lebih dari 5 menit,hindari buka tutup
lemari es.
c. Thermostat tidak perlu dirubah bila suhu sudah stabil antara +2°
C - + 8° C
2. Mingguan :
a. Bagian luar dari lemari es / freezer bersihkan untuk menghindari
karat (korosif)
b. Periksa kontak listrik pada stop kontak,upayakan jangan
kendor.
3. Bulanan
a. Bersihkan bagian luar dan dalam lemari es / freezer
b. Bersihkan karet seal pintu dan periksa kerapatannya
denganselembar kertas , Bila perlu beri bedak atau talk.
c. Bila pada bagian dinding yang telah dilapisi lempeng aluminium
atau acrylic atau multiplex telah timbul bunga es segera
lakukan pencairan.
C. Suku Cadang Lemari Es
Penyediaan suku cadang merupakan salah satu upaya agar lemari dapat
selalu berfungsi dengan baik dan benar.
D. Penempatan Lemari Es
1. Jarak minimal dengan dinding belakang 10 – 15 cm / pintu
dapatlemari es dapat dibuka.
2. Tidak terkena matahari langsung
3. Mempunyai sirkulsi udara yang cukup.
4. Setiap 1 unit lemari es menggunakan hanya 1 stop kontak listrik
tersendiri.

Penangaanan vaksin
1. Penyimpanan Vaksin
a. Semua vaksin disimpan pada suhu antata + 2C° - +8° C

35
b. Sebagai penahan dingin & kestabilan suhu bagian bawah lemari es
diletakkan cool pack.
c. Vaksin HS : BCG. Campak, Polio penempatannya dekat evaporator.
d. Vaksin FS : DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT–HB letak penempatannya
lebih jauh dari evaporator.
e. Agar terjadi sirkulasi udara yg baik, beri jarak antara kotak vaksin min
1-2 m / 1 jari tangan.
Catatan :
a. Vaksin HB Uniject (ADS PID) dan BDD (Bidan di Desa) disimpan
pada suhu ruangan ataupun dibawa saat kunjungan rumah tanpa rantai
vaksin. Kelayakan pemakaian vaksin diukur dengan melihat status
VVM.
b. Pelarut vaksin campak dan BCG jangandisimpan dalam lemari
es/freezer. Simpanlah ditempat yang sejuk atau pada suhu kamar.
c. Pelarut tidak boleh beku.
d. Lemari es tempat menyimpan vaksin tidak boleh dicampur dengan
barang selain vaksin (makanan, minuman, barang-barang
laboratorium).

Pemantauan Suhu
Tujuannya :
a. Mengetahui suhu vaksin selama pendistribusian & penyimpanan, apa
vaksin pernah terpapar / terkena panas yang berlebih ataupun suhu yang
terlalu dingin / beku.
b. Sehingga petugas mengetahui kondisi vaksin yang digunakan dalam
keadaan baik atau tidak.

36
Gambar2 Susunan vaksin lemari es buka atas ( type RCW 42 EK)

Gambar3 Susunan vaksin lemari es buka atas (RCW 50 EK ) tingkat Puskesmas.

37
Gambar 4 SusunanVaksin di lemari es buka depan (Front opening) dengan
modifikasi.

Rak 1 : Vaksin Polio, Campakdan BCG


Rak II : Vaksin Hept. B-ADS (PID)/Hept B-vial,DPT
Rak III: DT, TT
Fungsi Cold Pack & Cool Pack sebagai penahan suhu ketika terjadi kerusakan
pada lemari es dan agar suhu tetap stabil.
Thermometer : letakkan bersama vaksin pada rak ke-2 sabagai pengontrol
suhu.Freeze watch/ freeze tag
Lakukan pencataan suhu 2 kali dalam sehari pada grafik suhu.
Suhu sudah antara +2° C - +8° C, maka POSISI THERMOSTAT JANGAN
DIRUBAH.

38
Di tingkat Puskesmas ada beberapa alat pemantau suhu untuk mengetahui kondisi
vaksin yaitu :
1. VVM ( Vaccine Vial Monitor )
a. Alat pemantau suhu panas
b. Fungsinya memantau suhu vaksin selama dalam perjalanan maupun
dalam penyimpanan
c. Ditempelkan pada setiap vial vaksin
d. Mempunyai bentuk lingkaran dengan bentuk segi empat pada
bagiandalamnya.
e. Diameter VVM sekitar 0,7 cm ( 7 mm )
f. Mempunyai karakteristik yang berbeda,spesifik untuk tiap jenis
vaksin. VVM untuk vaksin Polio tidak dapat digunakanuntuk vaksin
HB, demikian juga sebaliknya.
g. Setiap jenis vaksin mempunyai VVM tersendiri.
h. Cara membaca VVM

Gambar5 Vaksin Hepatitis B PID dan letak VVM pd vaksin.

39
Catatan :
a. Tidak bias memantau suhu paparan dingin dibawah 0 °C
b. Potensi vaksin secara langsung tidak bisa diukur, tetapi memberikan
tentang informasi layak pakai vaksin yang telah terkena paparan panas.

40
c. Pembacaan harus teliti dan berhati-hati, mengingat bentuknya sangat
kecil.
d. Semua vaksin dilengkapi dengan VVM kecuali BCG

2. Thermometer Muller
Suatu alat pengukur suhu tanpa menggunakan sensor pengukur
Cara penggunaan :
a. Masukkan kedalam lemari es atau freezer untuk mengukur suhu bagian
dalamnya.
b. Dapat digunakan untuk memantau suhu selama pengiriman vaksin
berlangsung atau penyimpanan.

Gambar 6 Thermometer Muller, Freeze Watch/Freeze Tag

3. Freeze Watch / Freeze Tag :


Suatu alat pemantau suhu dingin dibawah 0 °C
Cara kerja :

41
a. Freeze Watch :
Alat ini menggunakan cairan berwarna biru sbg indikatornya.Bila alat
ini terpapar pada suhu dibawah 0 C maka latar belakang putih yg ada
didalam berubah menjadi biru. Kedaluwarsa alat ini 5 tahun dari tahun
produksi
b. Freeze Tag:
a. Digerakkan dengan baterai 1,5 volt yang dapat bertahan sampai 3
tahun.
b. Menggunakan system elektronik dengan menampilkan
tandarumput ( V ) atau silang (X ).Bl tanda rumput pada
monitorberubah menjadi tanda silang , hal ini menunjukkan sudah
terpapar pada suhu dibawah 0° C selama lebih 1jam

Gambar 7 Menyusun vaksin dalam vaksin carrier

1.Masukkan 4 cool pack /air dingin 2.Vaksin letakkan ditengah-tengah cool


dalam plastik. Pack /air dingin dalam plastik

3.Tutup vaksin carrier. 4.Vaksin siap dibawa

42
Gambar 8 Thermos berisi vaksin.

Penyusunan vaksin dalam thermos

Sepulang dari lapangan sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda khusus untuk
didahulukan penggunaannya selama VVM kondisi A atau B

43
Setiap lemari es dilengkapi:
a. 1 thermometer Muller
b. 1 freeze wtch atau freeze tag
c. 1 buku grafik pencatatan suhu
d. Poster SOP pengelolaan vaksin
e. 1 buku stok vaksin.

Penanganan Rantai Vaksin Pada Saat Pelayanan


Perlakuan vaksin di unit sangat penting :
1. Di Puskesmas dan unit pelayanan statis ( RS, Klinik Bersalin, Praktek
swasta )
a. Vaksin yg diperlukan jumlah nya disesuaikan dg pengalaman rata-rata
setiap hari pelayanan.
b. Vaksin disimpan dalam thermos yg diberi kotak dingin cair.
c. Thermos vaksin letakkan dimeja yang tidak terkena sinar matahari
langsung.
d. Dalam penggunaan, letakkan vaksin diatas spon / busa yang berada
didalam thermos.
e. Thermos didalamnya tidak boleh ada air yang merendam vaksin,untuk
mencegah kontaminasi vaksin dengan bakteri.
2. Di Posyandu dan komponen lapangan lainnya.Prinsip vaksin tetap pada
suhu +2° C - + 8° C.Perlu diperhatikan :
a. Jumlah vaksin yang dibawa ditambah cadangan secukupnya
b. Vaksin disusun kedalam vaccine carrier / thermos seperti gambar
dibawah.
c. Pengelolaan vaksin selama pelaksanaan imunisasi di Posyandu

Penanganan Vaksin

1. Penanganan vaksin rusak


Yang disebut vaksin rusak yaitu:
a. VVM menunjukkan tingkat C dan D berarti rusak
b. Yg sudah tanggal kedaluwarsa (expired date)

44
c. Vaksin yang beku
d. Vaksin yang pecah
2. Penanganan sisa vaksin.
a. Yang telah dibuka pada pelayanan di Posyandu tidak boleh
dipergunakan lagi.
b. Yang pada pelayanan statis misalnya: di Puskesmas, Poliklinik sisa dpt
dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Vaksin tidak kedaluwarsa
2) Tetap disimpan pada suhu + 2° C - +8° C
3) Kemasan vaksin tidak pernah tercampur / terendam air.
4) Ditulis pada label tanggal saat Vial pertama kali dipakai /
dibuka.
5) Vaksin DPT, DT,TT,Hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan
kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka.
6) Vaksin Polio dapat digunakan kembali sampai 3 minggu sejak
vial dibuka.
7) Vaksin Campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya
boleh digunakan tidak lebih dari 8 jam.
8) Vaksin BCG hanya boleh digunakan sampai 3 jam setelah
dilarutkan.

45
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila ia terpapar pada Ag yang serupa, tidak
terjadi penyakit. Jadi imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan
kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Tujuan
utama pemberian imunisasi pada seseorang, yaitu mencegah terjadinya
penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu pada
sekelompok masyarakat (populasi), serta menghilangkan penyakit tertentu
dari dunia (misalnya cacar), hanya mungkin pada penyakit yang ditularkan
melalui manusia (misalnya difteria). Sedangkan pemberian imunisasi dapat
bermanfaat bukan hanya untuk anak, tetapi juga untuk keluarga dan Negara.
Jenis kekebalan imunisasi ada kekebalan aktif dan kekebalan
pasif.Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk
menolak suatu penyakit tertentu, prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.
Sedangkan kekebalan pasif adalah tubuh anak tidak membuat zat anti bodi
sendiri tetapi kekebalan diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolak,
sehingga proses cepat terjadi.Lokasi penyuntikan imunisasi yaitu pada Vastus
lateralis. Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar yang mengisi
bagian anterolateral paha, sepertiga bagian atas dan tengah. Paha anterolateral
adalah bagian tubuh yang dianjurkan tubuh untuk divaksinasi pada bayi,
dengan alasan: menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan
daerah gluteal.
Imunisasi dibutuhkan oleh setiap anak agar sistem kekebalan tubuhnya
bisa bekerja secara optimal dan meminimalisir terkena penyakit.Imunisasi
hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari
penyakit sebelum terjadi.
3.2 Saran
Diharapkan dengan makalah ini mahasiswa calon bidan dapat lebih
memahami mengenai konsep dasar imunisasi, tujuan dan manfaatnya.

46
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2006. Modul Pelatihan Tenaga Kesehatan.

Deslidel. 2011. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: EGC

Marimbi, hanum. 2012. Tumbuh Kembang,status gizi dan imunisasi pada balita.
Jogjakarta: Nuha Medika.

Maryanti, Dwi. 2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi Dan Balita. Jakarta: Trans Info
Media.

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jogjakarta:


Fitramaya.

47

Anda mungkin juga menyukai