PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan, dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat, yaitu preventif, kuratif atau pengobatan, dan rehabilitatif. Dua puluh tahun
terakhir, upaya pencegahan telah membuahkan hasil yang dapat mengurangi kebutuhan
kuratif dan rehabilitatif. Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit
infeksi yang berbahaya, akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada
anak, terutama kelompok di bawah umur lima tahun. Penyediaan air bersih, nutrisi yang
masyarakat. Namun, disayangkan masih banyak negara berkembang yang masih belum
dapat mencapai Universal Child Immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yang
rendah.1
tahun 1997. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna
mencapai komitmen internasional UCI pada akhir tahun 1982. UCI secara nasional
dicapai pada tahun 1990, yaitu cakupan DTP 3, Polio 3, dan campak minimal 80%
sebelum umur 1 tahun. Sedangkan, cakupan DTP 1, Polio 1, dan BCG minimal 90%.
Imunisasi yang termasuk dalam PPI adalah BCG, Polio, DTP, campak, dan hepatitis B.1
1
Peningkatan cakupan pemberian imunisasi akan meningkatkan penggunaan
vaksin dan begitupun kejadian yang berhubungan dengan imunisasi. Dalam menghadapi
kejadian yang berhubungan dengan imunisasi tersebut penting diketahui apakah kejadian
tersebut berhubungan dengan vaksin yang diberikan atau terjadi secara kebetulan,
Immunisation (AEFI) atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). KIPI adalah semua
kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. 2
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi
setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Untuk mengetahui
hubungan antara pemberian imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan pencatatan
semua reaksi yang tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi. Surveilans
masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling
efektif. Gejala dan tatalaksana serta pelaporan KIPI akan dibahas dalam makalah ini.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Imunisasi merupakan proses yang dapat melindungi seseorang dari suatu penyakit
melalui vaksinasi. Sedangkan, vaksinasi adalah tindakan yang menstimulasi sistem imun
seseorang agar dapat membentuk kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Melalui
masalah penyakit infeksi, maka akan lebih baik apabila kita dapat mencegah terjadinya
penyakit infeksi. 4
Reaksi simpang yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
adalah semua kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek
vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau akibat
kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat
ditentukan.5,6
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena
kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang
timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee,
Institute of Medikine (IOM) USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena
kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan
3
B. MANFAAT IMUNISASI
1. Bagi anak
penduduk dapat menjadi lebih terlindungi dari beberapa penyakit. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan kematian pada anak telah dapat dihilangkan oleh adanya
vaksin yang aman dan efektif. Contohnya adalah polio yang merupakan penyakit
kelumpuhan di seluruh negeri, namun saat ini dengan adanya vaksinasi tidak ada lagi
2. Bagi keluarga
anak sakit serta mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa
3. Bagi masyarakat
Imunisasi dapat menghemat waktu dan menghemat uang. Seorang anak yang
beberapa penyakit yang dapat menyebabkan cacat berkepanjangan pada anak yang
dapat menyita waktu untuk bekerja dan menyebabkan bertambahnya biaya medis
atau perawatan.7
4. Bagi negara
4
Imunisasi dapat memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
5. Bagi dunia
vaksinasi telah menghilangkan cacar di seluruh dunia serta dengan vaksinasi anak
terhadap rubella (campak Jerman), risiko wanita hamil yang akan menularkan virus
ini pada janin atau bayi baru lahir telah menurun drastis, dan kecacatan lahir yang
berhubungan dengan virus tidak lagi terjadi di Amerika Serikat. Jika vaksinasi terus
dilakukan, anak-anak di masa depan tidak akan menderita penyakit yang ada pada
saat ini.7
C. EPIDEMIOLOGI
Kejadian ikutan pasca imunisasi akan timbul setelah pemberian vaksin dalam
jumlah besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji klinis
yang lazim,yaitu fase 1,2,3 dan 4. Uji klinis fase 1 dilakukan pada binatang percobaan
sedangkan fase selanjutnya pada manusia. Uji klinis fase 2 untuk mengetahui kemanan
vaksin (reactogenicity dan safety), sedangkan pada fase 3 selain keamanan juga
dilakukan uji efektivitas (imunogenitas) vaksin. Pada jumlah penerima vaksin yang
terbatas mungkin KIPI belum tampak, maka untuk menilai KIPI diperlukan uji klinis fase
4 dengan sampel besar yang dikenal sebagai post marketing surveillance (PMS), tujuan
PMS adalah untuk memonitor dan mengetahui keamanan vaksin setelah pemakaian yang
cukup luas di masyarakat. Data PMS dapat memberikan keuntungan bagi program
apabila semua KIPI dilaporkan, dan masalahnya segera diselesaikan. Sebaliknya akan
5
merugikan apabila program tidak segera tanggap terhadap masalah KIPI yang timbul
sehingga terjadi keresahan masyarakat terhadap efek samping vaksin dengan segala
akibatnya. 3
Medicine (IOM) di USA sangat sulit mendapatkan data KIPI oleh karena :
Mengingat hal tersebut, makan sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI yang
sebenarnya. Kejadian ikutan pasca imunisasi dapat ringan sampai berat, terutama pada
Data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, di Indonesia terdapat 33,4% anak
yang mengalami KIPI dari 91,3% anak yang mendapatkan imunisasi yaitu dengan gejala
Penelitian yang dilakukan di Sumatera Barat terdapat 41,4% anak yang mengalami KIPI
dari 86,6% anak yang mendapatkan imunisasi yaitu dengan gejala 67,8% bengkak, 57,7%
kemerahan dan 32,1% bernanah. Penelitian Nur Asnah pada tahun 2012 di Rumah Sakit
Fajar Polonia kota Medan mendapatkan 86,6% anak yang mengalami KIPI DPT dari 30
anak yang mendapatkan imunisasi DPT. Sementara itu, di Sulawesi Tenggara yang
melakukan imunisasi pada tahun 2013 yaitu 47,3% dan belum data terkait angka KIPI di
6
Gambar 1. Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-
D. ETIOLOGI 11
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar
ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan
7
penyebab, yaitu kesalahan program, reaksi suntikan, reaksi vaksin, koinsiden,
dan sebab tidak diketahui. Klasifikasi lapangan ini dapat dipakai untuk
imunisasi, misalnya:
- Penyimpanan vaksin
8
- Pelarut vaksin yang sudah disediakan oleh produsen vaksin
b. Reaksi Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope. Reaksi ini
- Gejala Syncope yaitu sering kali pada anak >5 tahun, terjadi
9
- Suasana tempat penyuntikan yang tenang
- Atasi rasa takut yang muncul pada anak yang lebih besar
c. Induksi Vaksin
10
infeksi campak tetapi berat pada kasus imunodefisiensi, pada
anafilaksis, ensephalopti
mencemaskan
11
bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik
suntik dengan baik, alat yang sekali pakai atau alat suntik reusable,
dilaksanakan.
12
2. Klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas
PP KIPI
a. Very likely
vaksin adalah sesuai berhubungan dan yang tidak dapat dijelaskan oleh
b. Probable
bersamaan.
c. Possible
d. Unlikely
13
e. Unrelated
f. Unclassifable
dengan obat atau penyakit dengan pemberian obat atau penyakit lain.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi
menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada
umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya. Baku keamanan suatu vaksin
dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya produk
farmasi diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi.
Karena itu toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada obat obatan
untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satu pun jenis vaksin yang aman tanpa efek
samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi pelru diobservasi selama
15 menit.3,16
14
- Kejang
Lain-lain - Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis
- Edema
- Reaksi anafilaksis
- Syok anafilaksis
- Atralgia
- Demam tinggi .38.5 C
- Episode hypotensif-hiporesponsif
Tabel 1. Gejala Klinik KIPI menurut Lokasinya
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka
apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat,
sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya
sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus
klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala
klinis.
1. Hepatitis B
Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam jiwa dan disebabkan
oleh virus hepatitis B. Hepatitis B adalah masalah kesehatan global utama.Hal ini
dapat menyebabkan infeksi kronis dan memiliki risiko tinggi terjadinya kematian oleh
sirosis dan kanker hati.Sebuah vaksin terhadap hepatitis B telah tersedia sejak
1982.Vaksin ini 95% efektif dalam mencegah infeksi dan perkembangan penyakit
dan kanker hati kronis akibat hepatitis B. Pencegahan Hepatitis B dapat dilakukan
15
Seri vaksin lengkap menginduksi kadar antibodi lebih dari 95% dari bayi, anak-
anak dan remaja. Perlindungan berlangsung minimal 20 tahun dan mungkin dapat
Secara umum, vaksin hepatitis B dianjurkan bagi semua bayi baru lahir, individu
yang berisiko tertular hepatitis B karena pekerjaan, serta individu yang serumah
Hepatitis B.1
b. Jadwal anjuran: tiga kali, diberikan segera setelah lahir (sebelum 12 jam), usia 1,
dan 6 bulan.
2. Poliomielitis 13,14,15
Poliomielitis akut adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan virus
kelumpuhan yang bersifat flaksid. Respon terhadap vaksin polio sangat bervariasi
mulai dari tanpa gejala sampai adanya gejala kelumpuhan total atau atrofi otot, pada
umumnya mengenai tungkai bawah dan bersifat asimetris, dan dapat menetap
16
Ada dua jenis vaksin untuk melindungi terhadap polio: Inactivated Polio Vaccine
(IPV) dan Oral Polio Vaccine (OPV). IPV, digunakan di Amerika Serikat sejak tahun
2000, diberikan sebagai suntikan di kaki atau lengan, tergantung pada usia. OPV
diminum. Vaksin Polio dapat diberikan pada saat yang sama dengan vaksin lainnya.
Pada tahun 2014, WHO telah menyatakan Indonesia sebagai negara bebas
Vaksin polio oral bekerja dalam dua cara, yaitu dengan memproduksi
antibodi dalam darah (imunitas humoral) terhadap ketiga tipe virus polio sehingga
kekebalan lokal pada dinding usus sehingga virus polio masih dapat
berkembangbiak dalam usus orang yang sudah mendapat IPV saja. Hal ini
17
orang-orang di sekitarnya. Vaksin ini tidak dapat mencegah penyebaran virus
polio liar.
b. Jadwal anjuran: usia 2-3 bulan tiga dosis berturut-turut dengan interval waktu
Dosis IPV: Untuk vaksinasi primer serangkaian tiga dosis adalah diberikan
diberikan satu dosis 0,5 ml, pada awal 6bulan setelah serangkaian vaksinasi
(VAPP) pada 1 : 3,3 juta dosis, dan vaccine derived polio virus (VDVP) pada
OVP.
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang
dibiak berulang kali selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen
terhadap tuberkulin.1
b. Jadwal anjuran: usia<3 bulan, optimal usia 2 bulan; apabila> 3 bulan harus
18
d. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi): ulkus superfisial 3 minggu pasca
penyuntikan, limfadenitis.
lama), demam tinggi, menderita gizi buruk, kehamilan, pernah sakit TB.1
4. DTP
Saat ini telah ada vaksin DTaP (DTP dengan komponen aceluller pertussis)
selain vaksin DtwP (DTP dengan komponen wholecell pertussis) yang telah dipakai
selama ini. Kedua vaksin DTP tersebut dapat dipergunakan secara bersamaan dalam
jadwal imunisasi.1
b. Jadwal anjuran: diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan denan interval 4-8
c. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi): reaksi lokal berupa kemerahan dan
nyeri pada lokasi injeksi, demam ringan, anak gelisah dan menangis tanpa
sebab yang jelas selama beberapa jam, ensefalopati akut, reaksi anafilaksis.
5. Campak
paramyxovirus. Virus campak sangat sensitif terhadap panas, sangat mudah rusak
19
Saat ini ada beberapa macam vaksin campak, yaitu monovalen, kombinasi
vaksin campak dengan vaksin Rubela (MR), kombinasi dengan mumps dan rubela
b. Jadwal anjuran: usia 9 bulan, 24 bulan dan diberikan lagi saat sekolah kelas 1
c. Dosis: 0,5 mL
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat terjadi pada hari
ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Reaksi KIPI berat
jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalopati pasca
imunisasi.1
resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko
adalah:
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI
segera
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup
bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
20
a. Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi
cukup bulan
b. Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan;
imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu
c. Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang
3. Pasien imunokompromais.
imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan
pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek.
Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik
dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednisone 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14
4. Responnya terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang tetapi kasus HIV
memerlukan imunisasi
Ada pertimbangan bila diberikan terlambat mungkin tidak akan berguna karena
penyakit sudah lanjut dan efek imunisasi tidak ada atau kurang. Apabila diberikan
21
terlalu dini, vaksin hidup akan mengaktifkan system imun yang dapat meningkatkan
replikasi virus HIV sehingga memperberat penyakit HIV. Pasien HIV dapat
diimunisasi dengan mikroorganisme yang dilemahkan atau yang sudah mati, sesuai
H. TATALAKSANA KIPI
Tatalaksana KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan kasus, pelacakan kasus
lebih lanjut, analisis kejadian, tindak lanjut kasus, dan evaluasi Dalam waktu 24 jam
setelah penemuan kasus KIPI yang dilaporkan oleh orang tua (masyarakat) ataupun
petugas kesehatan, maka pelacakan kasus harus segera dikerjakan. Pelacakan perlu
dilakukan untuk konfirmasi apakah informasi yang disampaikan tersebut benar. Apabila
memang kasus yang dilaporkan diduga KIPI, maka dicatat identitas kasus, data vaksin
(jenis, pabrik, nomor batchlot), petugas yang melakukan, dan bagaimana sikap
terdapat kasus lain yang sama, terutama yang mendapat imunisasi dari tempat yang sama
dan jenis lot vaksin yang sama. Pelacakan dapat dilakukan oleh petugas Puskesmas atau
petugas kesehatan lain yang bersangkutan. Sisa vaksin (apabila masih ada) yang diduga
umumnya (perhatikan cold chain). Kepala Puskesmas atau Pokja KIPI daerah dapat
menganalisis data hasil pelacakan untuk menilai klasifikasi KIPI dan dicoba untuk
mencari penyebab KIPI tersebut. Dengan adanya data kasus KIPI dokter Puskesmas
dapat memberikan pengobatan segera. Apabila kasus tergolong berat, penderita harus
segera dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan diberikan pengobatan segera. Evaluasi
akan dilakukan oleh Pokja KIPI setelah menerima laporan. Pada kasus ringan tatalaksana
22
dapat diselesaikan oleh Puskesmas dan Pokja KIPI hanya perlu diberikan laporan. Untuk
kasus berat yang masih dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau kasus meninggal,
diperlukan evaluasi ketat dan apabila diperlukan Pokja KIPI segera dilibatkan. Evaluasi
akhir dan kesimpulan disampaikan kepada Kepala Puskesmas untuk perbaikan program
23
KIPI Gejala Tindakan
24
Reaksi Khusus Lumpuh layu, simetris, asendens Rujuk segera ke RS untuk
: Sindrom (menjalar ke atas) biasanya perawatan dan
Guillain Barre tungkai bawah pemeriksaan lebih lanjut
(jarang terjadi) Ataksia
Penurunan refleksi tendon
Gangguan menelan
Gangguan Pernafasan
Parestesi
Meningismus
Tidak demam
Peningkatan protein dalam
cairan serebrospinal tanpa
pleositosis
Terjadi antara 5 hari sd 6
minggu setelah imunisasi
Perjalanan penyakit dari 1 s/d
3-4 hr
Prognosis umumnya baik.
25
Tatalaksana Program
Faktor Penerima
26
I. TATA CARA PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI 6,11
Sebagian yang beranggapan bahwa vaksin sebagai penyebab KIPI juga keliru. Penyebab
sebenarnya adalah kesalahan program yang dapat dicegah. Untuk menemukan penyebab
KIPI kejadian tersebut harus dideteksi dan dilaporkan. Tujuan Utama pemantauan kasus
KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon kasus KIPI dengan cepat dan tepat,
27
Dengan adanya data KIPI dokter Puskesmas dapat memberikan pengobatan
segera. Apabila KIPI tergolong serius harus segera dirujuk untuk pemeriksaan lebih
tidak mudah untuk menemukannya. Untuk menentukan penyebab kasus KIPI dan diduga
kasus KIPI diperlukan laporan dengan keterangan rinci sebagaimana yang diuraikan di
bawah ini. Data yang diperoleh dipergunakan untuk menganalisis kasus dan mengambil
kesimpulan
Semua KIPI harus dilaporkan, baik yang ringan maupun yang berat. Termasuk
1. Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungaN
dengan imunisasi.
2. Semua kasus rawat inap, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat
3. Semua kecacatan, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungan
dengan imunisasi.
Pelapor KIPI :
28
3. Peneliti yang melakukan studi klinis atau penelitian lapangan.
1. Apabila orang tua membawa anak sakit yang baru diimunisasi, petugas
definisi kasus.
3. Pada kasus ringan, petugas kesehatan harus tenang dan member nasehat
pada orang tua untuk mengobati pasien. Reaksi ringan, seperti limfadenitis
BCG dan abses kecil pada tempat suntikan, tidak perlu dilaporkan kecuali
4. Pada orang tua dan masyarakat harus mengetahui reaksi yang diharapkan
dengan segera anak yang sakit yang dikhawatirkan ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan
29
FORMULIR PELAPORAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI
(KIPI) SERIUS
30
BAB III
Data yang dikumpulkan dari kasus yang terjadi dilapangan, beberapa sumber
buku, jurnal dan beberapa penelitian yang telah diteliti oleh para peneliti dibeberapa
daerah.
Data yang diambil dari laporan kasus ini merupakan data sekunder yang
dikategorikan sebagai data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data
berbentuk angka yang akan dianalisis. Data kualitatif laporan kasus ini mencakup studi
pustaka tentang jurnal dan peraturan terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serta
31
BAB IV
KUNJUNGAN RUMAH
A. TINJAUAN KASUS
Tempat kunjungan : Jln. Pendidikan Kel. Anggalomelai, Kec. Abeli, Kota Kendari.
Umur : 3 bulan
Suku : Buton
Agama : Islam
C. SUSUNAN KELUARGA
Tidak
1 Ny. N 57 th Nenek pasien SD Baik
diketahui
27 th / Tidak
2. Tn. P Ayah Pasien SMA / Buruh Baik
L diketahui
25th / Tidak
3. Ny. R Ibu Pasien SMA/ IRT Baik
P diketahui
Hep B,
3 bulan
4. An. A Pasien - BCG, DPT1, Sakit
/P
Polio 1
32
Genogram keluarga
Keterangan :
: Pasien
: Ibu Pasien
: Ayah Pasien
: Nenek Pasien
: Kakek pasien
: Meninggal
D. ANAMNESIS
Pada saat melakukan kunjungan kami melakukan alloanamnesis dengan ibu by.
A. setelah dilakukan imunisasi pada tanggal 20 mey 2019, ibu mengeluhkan tampak
adanya pembengkakan pada paha kanan sejak 1 hari setelah diberi suntikan
imunisasi DPT. Keluhan lain pasien tampak demam dan rewel setelah diimunisasi.
33
Pasien tampak sadar, bergerak aktif, tidak sesak, tidak muntah dan tidak diare. Nafsu
6. Riwayat pengobatan :
7. Riwayat Sosial
Pasien tinggal drumah bersama nenek, ayah dan ibunya. Ny. R hanyalah ibu
8. Riwayat Kebiasaan
Pasien selalu pada pagi hari digendong oleh Ny. R keliling rumah agar
mendapat sinar matahari dan diberikan ASI setiap 3 jam sekali dalam sehari dan
E. PEMERIKSAAN FISIS
Tanda-tanda vital :
34
Suhu : 37,50C
Kepala : Normosefal
Mata : Kedua konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, lensa jernih, pupil isokor,
Thorak anterior :
tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Thorax posterior :
Abdomen :
35
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
F. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
BB : 8 kg
Panjang badan : 65 cm
BBL : 3,6 kg
PBL : 50 cm
IMT : BBL + (Usia x 600 gr) = 3600 + (3x600 gr) = 5400 gram (5,4 kg)
1. Masalah dalam organisasi keluarga : Pasien adalah seorang anak perempuan dari
seorang ibu rumah tangga dan ayah pasien adalah seseorang yang mencari
keluarganya.
2. Masalah dalam fungsi biologis: Saat ini pasien menderita reaksi ikutan pasca
imunisasi.
penghasilan utama pada keluarga adalah dari hasil bekerja ayah sebagai tulang
punggung keluarga. Untuk biaya kesehatan, pasien telah memiliki Kartu BPJS.
36
6. Masalah perilaku kesehatan: Tidak ada. Keluarga cukup mengerti akan
H. DIAGNOSTIK HOLISTIK
a. Alasaan
b. Harapan
c. Kekhawatiran
d. Persepsi
Keluarga pasien menganggap imunisasi adalah hal yang sangat penting untuk
pasien.
Diagnoisi banding : -
kesehatan pasien)
Untuk kesehariannya pasien sering mengkonsumsi ASI dari Ny. R, tiap 3 jam
37
4. Aspek psikososial keluarga: (faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
Berdasarkan skor Karnofsky pasien memilki skor 100% dimana pasien menjalani
aktifitas sehari-hari dengan normal, tidak disertai dengan keluhan yang berkaitan
dengan penyakitnya.
38
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu by. A. setelah dilakukan imunisasi pada tanggal
20 mey 2019, ibu mengeluhkan tampak adanya pembengkakan pada paha kanan sejak 1 hari
yang lalu setelah diberi suntikan imunisasi DPT 1. Keluhan lain pasien tampak demam dan rewel
setelah diimunisasi. Pasien tampak sadar, bergerak aktif, tidak sesak, tidak muntah dan tidak
diare dan nafsu minum ASI pasien cukup baik. Riwayat pemberian imunisasi sebelumya yaitu
hepatitis B dan BCG. Berdasarkan penelitian Nur Asnah (2012) juga menunjukan hampir semua
anak mengalami KIPI yaitu 26 orang (86,6%) dari 30 responden. Gejala yang paling banyak
penyuntikan. Pernyataan Ranuh et al (2014) juga menjelaskan bahwa KIPI imunisasi DPT
diantaranya adalah kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi penyuntikan. Anak akan
menderita demam ringan, sering gelisah dan menangis terus-menerus selama beberapa jam pasca
imunisasi. Gejala yang ditimbulkan setelah imunisasi berhubungan dengan induksi vaksin yang
umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan
secara klinis biasanya ringan, serta reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan
tercantum dalam petunjuk pemakaian. Hampir semua gejala terjadi pada hari pertama setelah
imunisasi. Pada gejala demam, awitan gejala KIPI dapat muncul pada hari kedua setelah
imuniasi, begitupun dengan lama gejala yang ditimbulkan yaitu gejala paling banyak menetap
pada anak yaitu selama satu hari. Menurut WHO (2018) yang mengatakan bahwa gejala KIPI
biasanya muncul sehari atau dua hari setelah imunisasi dan berlangsung satu sampai beberapa
hari. Penelitian Anna (2006) juga mengatakan bahwa gejala KIPI timbul beberapa jam dengan
puncaknya pada 12-36 jam setelah imunisasi. IDAI (2015) menjelaskan bahwa reaksi KIPI yang
39
timbulkan setelah imunisasi umumnya ringan dan mudah diatasi oleh orang tua.Gejala tersebut
seperti timbulnya kemerahan, pembengkakan dan nyeri selama 1-2 hari, bahkan pembengkaan
Ibu pasien memberikan pengobatan parasetamol drops untuk mengatasi demam pasien
dan pasien melakukan pengompresan air hangat pada daerah lokal yang mengalami
pembengkakan yaitu pada paha kanan pasien setelah melakukan komunikasi kepada pihak
kesehatan. Menurut teori Tatalaksana KIPI jika menimbulkan reaksi lokal cukup dengan
40
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi
setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Untuk mengetahui
hubungan antara pemberian imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan pencatatan
semua reaksi yang tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi. Surveilans
masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling
efektif.
B. SARAN
memberikan edukasi terkait kejadian ikutan pasca imunisasi kepada orang tua pasien dan
penanganan dini yang dilakukan serta melakukan pelaporan kejadian ikutan pasca
41
DAFTAR PUSTAKA
1. U.S. Department of Health & service. 2014. Immunization: The Basic. Central for
2. Sari PM. 2018. Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Anak yang
3. Hadinegero. 2000. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri Vol 2. No 1. Jakarta
4. Vaccine Fact Book. 2012. Basic Concept of Vaccination: Definition of Vaccine. Hlm 4-
10
Jakarta
9. Norlita. 2016. Analisis Simtomatik Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Pada Bayi di
Muhammadiyah .Riau
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2017 tentang
42
12. Ismoedijanto, dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
13. Ismoedijanto, dkk. 2014. Poliomielitis dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta:
15. Public Health. 2015. Gejala Klinis dan Etiologi KIPI. http://www.indonesian-
publichealth.com/gejala-klinis-dan-etiologi-kipi/
43