Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kebiasaan buruk masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia pada umumnya
adalah mudah menerima segala sesuatu hal yang bersifat baru tanpa pernah menganalisanya.
Misalkan vaksinasi dan imunisasi, masyarakat masih kebingungan apakah vaksinasi dan
imunisasi akan berdampak positif ataukah akan berdampak negatif terhadap mereka nantinya.
Sebagai contoh, berbagai kalangan ramai-ramai mempromosikan wajibnya vaksinasi dan
imunisasi, dan banyak masyarakat menerima begitu saja informasi yang mereka dapat tanpa
menganalisanya apakah berita tersebut benar atau tidak. Begitu pun terkadang sebaliknya.
Banyak kasus-kasus mencurigakan yang pernah terjadi di berbagai belahan dunia
(terutama negara miskin dan berkembang) yang di sebabkan oleh vaksinasi dan imunisasi. Para
pakar kesehatan dengan berbagai alasan menyimpulkan bahwa hal di atas adalah efek negatif
yang ditimbulkan oleh vaksin tersebut dikarenakan adanya zat-zat berbahaya di dalam vaksin
tersebut. Atau ada pula beberapa pakar yang menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah efek
sementara yang ditimbulkan oleh vaksin sebagai reaksi peningkatan kekebalan antibodi
tubuh.
Kasus-kasus mencurigakan tersebut tentu sangat menjadi perhatian. Mengapa hal
tersebut bisa terjadi bahkan hingga sekarang. Seolah-olah dengan sengaja hal tersebut di
ciptakan dikarenakan ada agenda tersembunyi dan terkendali, yang jauh-jauh hari sudah
dirancang sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan dibalik kejadian
tersebut. Atau apakah hal tersebut terjadi secara kebetulan saja lalu tidak menjadi perhatian
banyak kalangan dan dibiarkan begitu saja.
Dibalik hal mencurigakan vaksinasi dan imunisasi. Terdapat banyak kerugian yang di
derita oleh negara yang menjalankan program tersebut, baik secara moril maupun materil.
Sebagai contoh, banyak negara yang mengalami kerugian karena harus mengeluarkan dana
untuk penyembuhan warganya akibat dampak vaksin tersebut. Atau ada juga sebagian negara
justru merasa tertolong karena vaksin mampu mencegah suatu penyakit yang terjadi di negara
tersebut.
Tentunya hal tersebut di atas menimbulkan pro dan kontra di kalangan para peneliti,
pakar kesehatan, akademisi, termasuk masyarakat. Di balik persoalan, pasti ada solusi
penyelesaian atas suatu masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Artikel Pro Kontra Imunisasi


Judul Artikel : “Pro-Kontra Imunisasi”
Oleh : Ilham Akhsanu Ridlo, Tanggal 12 Maret 2016

Mulai 8 Maret hingga 15 Maret 2016, pemerintah mengadakan pekan imunisasi


nasional (PIN) untuk memperluas cakupan imunisasi polio, terutama pada anak-anak usia 0-59
bulan. Pemerintah juga menetapkan target eradikasi polio pada 2020 dengan meningkatkan
level imunitas terhadap polio di populasi (herd immunity) di atas 95 persen.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Balitbang Kementerian
Kesehatan pada 2013, cakupan imunisasi dasar lengkap masih jauh dari target Renstra
Kemenkes tahun 2010-2014. Pada 2013, Kemenkes menetapkan target cakupan imunisasi
dasar sebesar 88 persen. Sedangkan, data Riskesdas menunjukkan cakupan imunisasi dasar
baru mencapai 59,2 persen. Oleh karena itu, diperkirakan masih ada 3,9 juta balita yang
diimunisasi tidak lengkap atau bahkan tak pernah diimunisasi sama sekali.
Di antara berbagai alasan keengganan orang tua untuk mengimunisasi anaknya, yang
paling menonjol adalah persoalan sulitnya akses terhadap layanan kesehatan. Dan yang paling
ironis, perdebatan soal kehalalan dan keamanan vaksin.
Saat ini, penyakit difteri dapat dikatakan sebagai penyakit langka dengan angka
kejadian sangat kecil, hanya 713 kasus per tahun. Namun, menariknya pada Februari 2016 lalu,
penyakit ini ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di Kabupaten Cirebon, Majalengka,
dan Indramayu. Penyebabnya adalah penolakan komunitas tertentu terhadap vaksinasi DPT
yang dianggap tidak halal.
Perdebatan klasik halal-tidaknya vaksin, nyatanya mampu menutup mata sebagian
orang terhadap manfaatnya yang jauh lebih besar. Padahal, dalam kacamata kebijakan,
imunisasi mempunyai dampak luar biasa.
Tidak hanya berpotensi menyelamatkan banyak jiwa, imunisasi juga menjamin
kesejahteraan suatu bangsa.
Relasi antara kesehatan dan kesejahteraan merupakan topik yang amat digemari para
peneliti kebijakan kesehatan. Sudah menjadi logika umum bahwa kesehatan dan kesejahteraan
memiliki hubungan timbal balik.
Bangsa yang sejahtera memiliki rakyat yang sehat, dan sebaliknya, bangsa yang
rakyatnya sehat tentunya akan sejahtera.
Vaksinasi dalam kacamata kebijakan merupakan proses penting dalam mencegah
keluarnya inefficient cost. Misalnya, dengan melakukan vaksinasi DPT pada anak-anak kita,
orang tua (dan negara) dapat terhindar dari potensi pengeluaran biaya kesehatan yang harus
ditanggung bila anaknya menderita difteri, pertusis, atau tetanus.
Vaksinasi juga dapat mencegah kecacatan permanen yang mungkin diderita anak bila
ia menderita penyakit seperti polio. Dengan memberikan imunisasi kepada anak, mereka dapat
tumbuh sehat dan menjadi manusia produktif.
Sedangkan, orang tua (dan negara) akan terhindar dari pengeluaran yang tidak perlu.
Prinsip inilah yang dikenal dengan eksternalitas positif dalam kajian ekonomi kesehatan.
Dalam riset oleh Bloom, Canning, dan Weston (2005) disebutkan, potensi keuntungan
ekonomis yang mungkin dicapai dengan melakukan imunisasi adalah sekitar 12 persen pada
2005 dan 18 persen pada 2020. Penelitian lainnya oleh Ozawa dkk (2011) menyebutkan,
imunisasi tak hanya berpotensi menyelamatkan 6,4 juta jiwa bayi di seluruh dunia, tetapi juga
231 juta dolar AS treatment costyang tidak perlu.
Dengan cakupan imunisasi yang tinggi, imunitas kelompok dapat tercapai. Artinya,
semakin banyak anak yang diimunisasi, penyakit akan tereradiksi dengan sendirinya, sekaligus
melindungi penularan kepada anak yang tidak diimunisasi.
Imunisasi tak hanya sekadar melindungi satu-dua anak saja, tapi punya amplifikasi efek
positif yang cukup besar di level sosiologis.
Deviasi logika Pada Januari 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa
yang menyebutkan imunisasi hukumnya wajib bila dapat berpotensi menyebabkan kematian,
penyakit berat, dan kecacatan permanen. Pun halnya beberapa ormas Islam lain, seperti
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang mengonfirmasi bolehnya penggunaan vaksin
dengan mempertimbangkan derajat urgensitasnya.
Tentunya dapat disimpulkan bahwa imunisasi dasar (BCG, polio, DPT-HiB, hepatitis
B, dan campak) wajib untuk diberikan dan tidak ada lagi alasan kuat untuk bersikap resisten
terhadap imunisasi.
Pertanyaan soal kehalalan vaksin merupakan isu usang yang berkali-kali
dikumandangkan. Enzim tripsin yang diekstraksi dari pankreas babi hanya berfungsi sebagai
katalisator yang membantu melepaskan induk bibit vaksin dari tempat ia disemai. Setelahnya,
induk vaksin itu dicuci hingga bersih hingga enzim tripsin tersebut tidak lagi dapat dideteksi
dalam produk akhir vaksin.
Sebagian penggiat kampanye antivaksin bahkan menyertakan alasan irasional
menyesatkan, seperti konspirasi untuk membodohi anak-anak Indonesia, bahkan
mempertentangkan imunisasi dengan thibun nabawi (pengobatan cara Nabi).
Menurut mereka, thibun nabawi sudah mampu melindungi anak-anak dari penyakit.
Hal ini tak sepenuhnya salah, tapi thibun nabawi tidak serta-merta menghilangkan urgensitas
imunisasi.
Yang berbahaya, para antivaksin menanamkan pemahaman kepada orang awam bahwa
tidak apa-apa membiarkan anak mereka terjangkit penyakit polio, tetanus, difteri, campak dan
sebagainya supaya terbentuk kekebalan alami.
Hal ini menyesatkan karena penyakit tersebut mematikan yang amat berbahaya bagi
bayi dan balita yang sistem ke kebalan tubuhnya belum sempurna. Iro nisnya, tak hanya orang
awam, nyatanya tak sedikit tenaga kesehatan yang justru meng ambil bagian dalam kampanye
antivaksin.
Imunisasi sudah selayaknya dipandang lebih dari sekadar persoalan mikro. Seharusnya
orang tua sadar, dengan memvaksinasi anaknya, mereka juga sedang melindungi anak lainnya
yang tidak berkesempatan mendapatkan imunisasi.
Berupaya mencari informasi dari tenaga ahli yang kompeten juga merupakan hal
penting agar orang tua tak lagi disesatkan oleh logika irasional dan informasi menyesatkan soal
imunisasi. Oleh karenanya, orang tua tak perlu ragu untuk memberikan anaknya imunisasi
dasar yang lengkap sesuai anjuran pemerintah sebagai wujud cinta kasih orang tua kepada
anaknya.

2.2 Analisis Artikel “Pro Kontra Imunisasi”


1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit infeksi tertentu.

2. Manfaat Imunisasi
Manfaat fungsi pemberian imunisasi bagi kesehatan anak adalah penting untuk
diketahui oleh para orang tua yang tentunya menginginkan kesehatan serta
pertumbuhan perkembangan buah hati anaknya berjalan dengan baik serta optimal.
Penting juga untuk mengenal akan manfaat vaksinasi imunisasi itu sendiri.
Daya tahan tubuh anak yang belum sempurna, membuat anak sangat mudah untuk
tertular penyakit. Hal inilah yang berusaha dicegah dengan pemberian imunisasi. Tubuh
anak yang tidak dilindungi oleh imunisasi, akan menyebabkan anak mudah terserang
penyakit. Beberapa penyakit menular tersebut bahkan dapat menyebabkan kematian.

3. Pandangan imunisasi menurut Islam dan Hindu.


Dalam Islam disebutkan adanya Fatwa yang dimaksud mengenai imunisasi yaitu:
Ketentuan Umum:
a. Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin.
b. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang
sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein
rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lain, yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu.
c. al-Dlarurat adalah kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat
mengancam jiwa manusia.
d. al-Hajat adalah kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan
dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.
Ketentuan Hukum:
a. Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk
mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit
tertentu.
b. Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci.
c. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya
haram.
d. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan kecuali:
1) Digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat.
2) Belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci.
3) Adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak
ada vaksin yang halal.
e. Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian,
penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan
pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya
wajib.
f. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang
kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar).

Dalam pandangan Agama Hindu menganggap imunisasi jika memberikan


manfaat bagi umatnya boleh dilakukan asalkan tidak melanggar dari aturan-aturan
Weda.

4. Alasan yang menjadi pro dan kontra imunisasi


Berikut ini merupakan alasan imunisasi masih menjadi pro dan kontra di masyarakat
yaitu:
a. Masalah halal dan haram
Menurut beberapa masyarakat kandungan dalam vaksin adanya zat berunsur babi
sehingga vaksinasi ini dianggap haram dan tidak halal karena juga MUI belum
mengeluarkan sertifikasi halalnya untuk vaksin ini. Tetapi MUI telah
mengularkan Fatwa nomor 4 tahun 2016 dijelasakan bahwa imunisasi pada
dasarnya dibolehkan sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh
dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Jika seseorang yang tidak
diimunisasi akan meyebabkan kematian, penyakit berat atau kecacatan permanen
yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan para ahli yang kompeten dan
dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib. Meskipun sudah dikelurkan dan
dipublikasikan Fatwa tersebut masyarakat masih enggan untuk melakukan
imunisasi kepada anak-anaknya.
b. Anak-anak memiliki kekebalan tubuhnya sendiri dan menerapkan pola hidup
sehat
Salah satu orang tua yang enggan melakukan imunisasi kepada anak-anaknya
yakin bahwa dengan menerapkan pola hidup sehat, memberikan asupan nutrisi
yang baik, diberikan madu, dan istriahat yang cukup dapat menjaga kekebalan
tubuh anaknya tanpa harus dilakukan imunisasi.
c. Dapat menyebabkan kematian dan kelumpuhan setelah diimunisasi
Salah satu alasan orang tua untuk menolak imunisasi adalah terjadinya
kelumpuhan dan kematian setelah dilakukan imunisasi, karena sebelumnya
mereka pernah mendengar berita bahwa ada seorang anak meninggal setelah
dilakukan imunisasi. Jika para orang tua lebih memikirkan kondisi kesehatan
anaknya sebaiknya orang tua menyaring informasi-informasi yang salah dan
benar. Mungkin saja saat dilakukan imunisasi anak tersebut sedang berada pada
kondisi yang tidak baik dan dilakukan imunisasi sehingga terjadinya resisten
terhadap vaksin tersebut dan terjadinya kelumpuhan bahkan kematian.
d. Setelah diimunisasi terjadi demam
Alasan setelah diimunisasi terjadi demam ini juga menjadi ketakutan orang tua
untuk melakukan imunisasi kepada anaknya. Padahal demam merupakan suatu
respon tubuh untuk memberi tahu kita bahwa vaksin tersebut sudah masuk
kedalam tubuh dan mulai diterima oleh tubuh. Demam ini menandakan bahwa
tubuh mulai membentuk imunitas sesuai dengan vaksin yang dimasukkan ke
dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya imunisasi dapat memberikan manfaat kepada anak-anak untuk dapat
tercegah dari penyakit campak dan rubella yang dapat menyebakan komplikasi serius seperti
diare, radang paru (pneumonia), radang otak (ensefalitis), kebutaan bahkan kematian.
Meskipun pemerintah dan MUI sudah mengeluarkan peraturan dan Fatwa agar dapat
terlaksananya imunisasi, masyarakat masih menanggap bahwa imunisasi tersebut tidak halal
dan haram serta imunisasi dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian pada anak.
Beberapa orang tua menganggap imunisasi dapat membantu mencegah penyakit pada anak.

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat memahami imunisasi dan memberikan informasi yang tepat
mengenai imunasi dapat membantu masyarakat untuk memperoleh informasi yang tepat
mengani informasi imunisasi. Saya menyadari tugas saya ini kurang sempurna sehingga
memerlukan masukan dari pihak lain.
ANALISIS KASUS PRO DAN KONTRA
DARI PELAKSANAAN IMUNISASI DI INDONESIA

OLEH
PUTU GEDE PARTHA WIJAYA
16.321.2528
A10 B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2018

Anda mungkin juga menyukai