Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KONSEP SEHAT DAN SAKIT MENURUT


SUKU BUGIS

NAMA KELOMPOK 4:

1. Tedi Indrawan (1810033002)


2. Sakmawati (1810033011)
3. Dinda Ayu Dwi Putri (1810033020)
4. Rio Valleri R (1810033024)
5. Nor Setia Rahmah (1810033025)
6. Hanifah Nurzannah (1810033026)
7. Rifka Kholifah Lestari (1810033028)
8. Aldy Prawira (1810033240)
9. Shombro Andika (1810033046)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MULAWARMAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini yang berjudul “Konsep Sehat dan Sakit Menurut Suku Bugis” dapat selesai
pada waktunya.

Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi


dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
dan rapi, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para
pembaca.

Namun terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapakan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi
dan kami mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan. Sekian dan
terimakasih

Samarinda, 24 Februari 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sehat Sakit 4


B. Pengertian Sehat Sakit Menurut Suku Bugis 5
C. Penanganan Pada Penyakit Menurut Suku bugis 9
D. Metode Pengobatan Penyakit Menurut Suku Bugis 13
E. Hasil wawancara pandangan tentang sehat dan sakit menurut
suku bugis di tanah datar 9

BAB III PEMBAHASAN

Pembahasan 16

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 18
B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyembuhan terhadap suatu penyakit di dalam sebuah masyarakat
dilakukan dengan cara-cara yang berlaku di dalam masyarakat sesuai
kepercayaan masyarakat tersebut. Ketika manusia menghadapi berbagai
masalah di dalam hidup, di antaranya sakit, manusia berusaha untuk mencari
obat untuk kesembuhan penyakitnya itu. Bukan hanya pengalaman, faktor
sosial budaya, dan faktor ekonomi yang mendorong seseorang mencari
pengobatan. Akan tetapi, organisasi sistem pelayanan kesehatan, baik modern
maupun tradisional, sangat menentukan dan berpengaruh terhadap perilaku
mencari pengobatan (Rahmadewi, 2009).
Secara umum, Kalangie membagi sistem medis ke dalam dua golongan
besar, yaitu sistem medis ilmiah yang merupakan hasil perkembangan ilmu
pengetahuan (terutama dalam dunia barat) dan sistem non medis (tradisional)
yang berasal dari aneka warna kebudayaan manusia (Rahmadewi, 2009).
Pengobatan kedokteran berbasis pembuktian ilmiah, sedangkan pengobatan
tradisional berdasarkan kearifan lokal yang berasal dari kebudayaan
masyarakat, termasuk di antaranya pengobatan dukun, yang dalam mengobati
penyakit menggunakan tenaga gaib atau kekuatan supranatural. Pengobatan
maupun diagnosis yang dilakukan dukun selalu identik dengan campur tangan
kekuatan gaib ataupun yang memadukan antara kekuatan rasio dan batin.
Salah satu ciri pengobatan dukun adalah penggunaan doa-doa atau bacaan-
bacaan, air putih yang diisi rapalan doa-doa, dan ramuan dari tumbuh-
tumbuhan . Pada masyarakat Bugis dan Makassar, orang yang ahli mengobati
penyakit secara tradisional dipanggil sanro, yang juga berarti dukun (Rahman,
2006).

1
Bruce Kapferer (Alhumami, 2010) mengatakan, kepercayaan
kepada dukun dan praktik perdukunan merupakan local beliefs yang
tertanam dalam kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai local beliefs,
keduanya (dukun dan praktik perdukunan) tak bisa dinilai dari sudut
pandang rasionalitas ilmu karena punya nalar dan logika sendiri yang
disebut rationality behind irrationality. Orang yang kemudian
mempercayai dukun dan praktik perdukunan tidak lantas digolongkan ke
dalam masyarakat tradisional atau tribal, yang melambangkan
keterbelakangan. Hal ini sejalan dengan pemikiran E.E. Evans Pritchard
(Pals, 2001), yang menyatakan, kepercayaan terhadap kekuatan
supranatural itu tidak mengenal batasan sosial, seperti yang dia teliti pada
Suku Azande di Sudan. Baginya, orang berpikiran modern, termasuk
dirinya sekalipun, percaya terhadap kekuatan supranatural.
Pengobatan dukun masih menjadi sesuatu yang integral dan sulit
terpisahkan dari kehidupan sebagian masyarakat perkotaan, termasuk di
Kota Makassar. Pengobatan dukun telah membudaya dan ada yang
menjadikan sebagai sebuah tradisi dalam lingkungan keluarga mereka.
Meminjam istilah Ward Goodenough (Al-Kumayi, 2011), pengobatan
dukun telah menjadi bagian sistem kognitif masyarakat, yang terdiri atas
pengetahuan, kepercayaan, gagasan, dan nilai yang berada dalam pikiran
anggota-anggota individual masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sehat sakit ?
2. Bagaimana pengertian sehat sakit menurut suku bugis ?
3. Bagaimana penanganan pada penyakit menurut suku bugis ?
4. Apa saja meetode pengobatan penyakit menurut suku bugis ?
5. Bagaimana hasil wawancara pandangan sehat dan sakit menurut suku
bugis di tanah datar ?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sehat sakit
2. Untuk mengetahui pengertian sehat sakit menurut suku bugis
3. Untuk mengetahui penanganan pada penyakit menurut suku bugis
4. Untuk mengetahui metode pengobatan penyakit menurut suku bugis
5. Untuk mengetahui hasil wawancara tentang pandangan sehat sakit
menurut suku bugis di tanah datar

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Sehat Sakit


Hidup sehat merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia walaupun
untuk mencapainya mereka telah menempuh berbagai cara berdasar pola pikir
mereka yang berwujud dalam konsep , teori dan aplikasi yang berbeda
(Jegede, 2002; Ngatimin,2005). Namun demikian dari penelusuran pola
perbuatan dan tindakan mereka secara umum dapat dibagi dua kelompok
utama yaitu kelompok pertama , kegiatannya berusaha kembali hidup sehat
disaat mereka sedang menderita sakit seraya mengandalkan obat dan
pengobatan dan kelompok kedua ,kegiatan kelompok berusaha untuk selalu
hidup sehat sambil mengandalkan upaya pencegahan ( Ngatimin,2005).
Konsep sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu
diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda
penyakit dan kelainan.
Adapun derajat kesehatan yang disebut sebagai psycho socio somatic
health well being, merupakan resultante dari 3 faktor, yaitu :
1. Behavior atau perilaku, antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance.
2. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya.
3. Helath care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Dari tiga faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan


faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya
derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan
pasien klien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial,

4
perbedaan suku bangsa dan budaya. ,maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditetukan secara klinis), bergantung variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan masyarakat.
Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan
baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya (Soejoeti,2008).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehat seseorang diantaranya
adalah status perkembangan yang berkaitan dengankemampuan mengerti
tentang keadaan sehat dan kemampuan berespon terhadap perubahan dalam
kesehatan dikaitkan dengan usia ( Hidayat, 2006; Notoatmojo,2010).
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistic dapat dijelaskan dari
segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan suatu keadaan
atau satu hal yang disebabkan leh gangguan terhadap sistem tubuh
manusia.pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi klasik Yunani,
India, Cina, menunjukkan model keseimbangan (equilibirubim model)
seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin
dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama
ini tercakup dalam konsep tentang humors ayurveda dosha, yin dan yang.
Departemen Kesehatan RI telah mecanangkan kebijakan baru berdasarkan
paradigma sehat.

B. Pengertian dan Hasil Wawancara Sehat Sakit Menurut Suku Bugis


Penyakit pada anak menurut etnis Bugis disebabkan oleh kurangnya
asupan vitamin dan faktor cuaca. Penyebab ini berkaitan dengan penyebab
penyakit secara naturalistik, yakni penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain. Sedangkan
penyebab penyakit yang dianggap karena teguran dari makhluk halus
dianggap sebagai penyakit personalistik, yakni penyakit-penyakit yang
dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan
orang, hantu, makhluk halus dan lain-lain (Fatmawati & Suriah,2018).

5
secara umum diperoleh informasi bahwa pandangan orang Bugis
terhadap sehat sakit bervariasi,persepsi sehat -sakit dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : Sehat adalah kemampuan melakukan pekerjaan sehari –hari.
Sehat berati memiliki penampilan fisik yang baik. Seseorang sehat dilihat dari
fisiknya dan dari makan yang dikonsumsi dengan komposisi nasi, sayur
seperti kangkung,terong, nangka dan ikan. Jika makanan sehat maka
orangnyapun sehat. Sakit tidak memiliki penampilan fisik yang baik (Harjati,
Ridwan, dan Sudirman, 2012)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan seorang ibu


rumah tangga, dan dua orang nenek yang disebut sehat adalah keadaan fungsi
organ berjalan sesuai fungsinya dan tidak adanya gangguan mental ”keadaan
dimana seseorang dapat melakukan semua aktivitas sehari-hari dengan
mandiri tanpa bantuan orang lain” ( hj. Hasbiah, ibu rumah tangga).

Selanjutnya informasi mengenai pandangan sehat menurut seorang


nenek adalah keadaan tubuh dimana tubuh masih dapat melakukan aktivitas
keseharian tanpa adanya keluhan sakit dan mudah lelah “ye,ko mekkanja ale ,
idi nulle jokka ko derre sibawa de matekko” (hj. Lijah, masyarakat suku
bugis)

Dan yang terakhir informasi mengenai pandangan sehat menurut


seorang nenek adalah keadaan tubuh dimana tubuh dapat mengerjakan
kegiatan sehari-hari yang biasa di lakukan ”sehat itu ya saat kita bisa
melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa, seperti mannasu andre,
mabbisa wejaju” (hj. I nomming, masyarakat suku bugis)

Adapun pendapat masyarakat suku bugis di tanah datar mengenai


keadaan sakit antara lain yaitu keadaan tubuh seseorang yang lemah dan
sulit melakukan aktivitas diakibatkan kondisi tubuh yang tidak berjalan
normal dan biasa dibantu dengan mengkonsumsi obat untuk
mengembalikan kondisi tubuhnya. Seperti hasil wawancara berikut “sakit
itu ya ujian dari allah yang sudah diberikan kepada saya yang harus di

6
lewati dan dengan cara mengkonsumsi obat, ketika telah mengkonsumsi
obat tetapi tidak sembuh juga selama lebih dua hari biasa pergi ke
sandro/dukun” (hj. Hasbiah, ibu rumah tangga).

Selanjutnya informasi mengenai pandangan sakit menurut seorang


nenek ,sakit dapat digolongkan dua kategori yaitu sakit ringan dan sakit
berat yang dalam bahasa bugis di istilahkan dengan meladde lasanna yang
berarti parah penyakitnya. Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil
wawancara diantaranya “ko melasa ki tabbagi mencaji dua, engka melasa
maringeng sibawa meladde lasanna, ko melasa maringeng nulle mopi ki
jokka, ko melasa meladde de nulle ki jokka sibawa nettewi ki rumah sakit”
(hj. Lijah , masyarakat suku bugis).

Adapun pendapat masyarakat suku bugis di tanah datar mengenai


keadaan sakit antara lain yaitu keadaan tubuh seseorang yang lemah dan
sulit melakukan aktivitas diakibatkan kondisi tubuh yang tidak berjalan
normal dan biasa dibantu dengan mengkonsumsi obat untuk
mengembalikan kondisi tubuhnya dan banyak karena keteguran oleh
makhluk halus . Seperti hasil wawancara berikut “sakit itu ya ujian dari
allah yang sudah diberikan kepada saya yang harus di lewati dan dengan
cara mengkonsumsi obat, ketika telah mengkonsumsi obat tetapi tidak
sembuh juga selama lebih dua hari biasa pergi ke sandro/dukun, dan
biasanya sakit itu banyak yang disebabkan karena keteguran , contohnya
seperti ada seseorang jalan saat hujan panas ,sehabis itu dia pasti demam
karena keteguran oleh makhluk halus, dan biasanya di beri daun serikaya
ditempel di dahi, mereka melakukan pengobatan tradisional ini karena
fasilitas kesehatan jauh dari rumah mereka ” (hj. Hasbiah, ibu rumah
tangga).

Selanjutnya informasi mengenai pandangan sakit menurut seorang


nenek ,sakit itu banyak disebabkan karena adanya orang yang tidak
menyukai orang lain atau terdapat rasa dendam terhadap orang tertentu

7
dan memilih membalas dendam dengan cara tidak baik yang bertujuan
untuk menyakiti orang tersebut, biasanya dengan cara menaruh sesuatu
yang diberi dari dukun dan ditaruh di lingkungan tempat tinggal orang
tersebut, ketika orang yang dibenci itu merasa bahwa dirinya seperti
diguna-guna maka dirinya akan pergi ke tempat dukun/sandro untuk
mengetahui apa penyebab dari yang dia alami saat itu, ketika orang yang
membenci tidak puas dengan apa yang terjadi maka dia akan terus
menerus menyakiti orang yang dibencinya dan orang yang dibenci ini juga
akan mencari cara agar dirinya tidak mendapat gangguan yang dikirim
oleh orang yang membencinya dengan cara meminta pada dukun/sandro
yang biasa disebut dengan tolak bala ” (hj. Lijah , masyarakat suku bugis).

Dan yang terakhir informasi mengenai pandangan sakit menurut


seorang nenek adalah keadaan tubuh dimana kita tidak bisa melakukan
kegiatan aktivitas seperti biasa, dan harus dibantu oleh keluarga, dan sakit
itu biasa juga terjadi karena ada seseorang yang tidak mengikuti peraturan
di suatu tempat sehingga dirinya mendapat teguran dari mahkluk halus,
biasanya sebagai pertanda bahwa orang-orang yang berada di daerah itu
harus menghormati keberadaannya, contohnya ada salah satu masyarakat
di desa ini yang pernah mengalami suatu kejadian saat dirinya bekerja,
ketika dirinya ingin mencuci tangan di telaga dirinya merasa seperti ada
yang ingin menarik tangannya, keesokan harinya sebagian tubuhnya
terdapat kebiruan dan dirinya mengalami demam dan sesak nafas, karena
itu dirinya dibawa ke dukun/sandro karena dirinya merasa bahwa ada
makhluk halus yang menggangu dirinya, saat dia tiba disana dia diberitahu
untuk membawa seekor ayam kampung untuk dilepaskan di telaga tersebut
karena sebagian orang bugis mempercayai bahwa orang yang diberi
teguran dengan makhluk halus seperti itu harus mengganti nyawanya yang
telah terselamatkan dengan cara memberikan pengganti tubuhnya seperti
hewan yang juga makhluk hidup yang mepunyai nyawa (hj. I nomming,
masyarakat suku bugis).

8
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan
universal karena ada faktor-faktor lain diluar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam
konteks pengertian yang lain. Masalalah sehat dan sakit merupakan proses
yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia
beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun
sosial budaya.

Sedangkan sehat menurut masyarakat adalah sebagai suatu


kemampuan fungsional dalam menjalankan peran-peran sosial dalam
kehidupan sehari-hari

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks dari berbagai


masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan
manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan
sebagainya. Saat ini persepsi mengenai konsep sehat dan sakit
dimasyarakat masih beraneka ragam, hal ini dipengaruhi oleh banyak hal
dan yang menjadi faktor utamanya adalah adanya keanekaragaman budaya
dan adat istiadat.

C. Penanganan Pada Penyakit Menurut Suku bugis

Pengetahuan tentang tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai


obat diperoleh masyarakat melalui beberapa cara. Pertama, memperoleh
pengetahuan dengan membaca lontarak (pabbura) yakni naskah kuno yang
berisi pengetahuan tentang tanaman dan cara penggunaannya untuk
penyembuhan penyakit. Kedua, seperti keterangan beberapa pengobat
diperoleh karena turunan, atau warisan dari orang tua dan leluhurnya, dan
beberapa di antaranya karena keistimewaan yakni secara gaib. Pengertian
gaib ini tidak dapat dijelaskan secara ilmiah karena berkaitan dengan
sistem kepercayaan yang mereka miliki. Ketiga, berdasarkan pengalaman

9
yakni mendengar dari orang lain dan mencoba meramu obat sendiri, hal
ini dapat dilakukan karena umumnya tumbuhan yang digunakan dapat
dijumpai di sekitar lingkungan hidup mereka (Dinas Kesehatan Kota
Makassar, 2011).

Adapun pengobatan/ penyembuhan melalui pemanfaatan ramuan obat


yang berasal dari tanaman, pada umumnya dilakukan dengan cara digosokkan
ataupun dibuat parem. Ramuan tersebut terdiri atas bahan-bahan antara lain:
buah pala, kepingan batang kayu atakka (sejenis pohon kayu yang berukiran
besar dan tinggi dengan daun yang rimbun). Kayu tersebut dipandang
memiliki kekuatan magis dan sakral karena bertalian dengan proses kehadiran
manusia pertama ke bumi (dewa). Ramuan lain yang digunakan berasal dari
jenis rempahrempah antara lain, merica putih, bawang putih, intan hitam dan
putih, temu, daun jeringo, jeruk purut, tapak dara, kunyit, kencur dan
sebagainya. Semua bahan tadi biasanya dicampur menjadi satu kemudian
dilumat dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit. Ramuan tersebut
digunakan untuk penyembuhan jenis penyakit luar (S.Doyana Kusuma, 2017)

Para penyembuh tradisional ini rata-rata sudah bergelar haji/hajah,


hingga setiap tindakan penyembuhan yang dilakukannya selain menggunakan
ramuan dari berbagai tumbuhan, juga dilengkapi dengan mantera-mantera,
atau doa yang diambil dari ayat suci Al –Quran.

Masih banyak warga masyarakat yang memanfaatkan tanaman


sebagai bahan pengobatan untuk macam-macam penyakit, dalam arti sistem
pengobatan tradisional masih tetap digunakan oleh masyarakat
pendukungnya, sekalipun unsur pengobatan modern telah dikenal dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Di lain pihak, penggunaan pengobatan tradisional tersebut bisa


menjadi alternatif pilihan, ketika obat- obatan modern tidak mampu
dijangkau oleh masyarakat kelas bawah/kalangan masyarakat yang kurang
mampu secara finansial.

10
Pada umumnya pengobat tradisional itu bukanlah seorang paramedis
yang berpendidikan formal di bidang kesehatan, melainkan seorang
anggota masyarakat biasa yang mempunyai keahlian dan kemampuan
dalam bidang pengobatan tradisional.mengetahui dengan dalam berbagai
jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk men gobati jenis-jenis
penyakit tertentu. Dengan demikian, dapat dipastikan seorang sanro(dukun
kampong) akan memiliki banyak koleksi tanaman yang berkhasiat obat.

Sanro adalah anggota masyarakat Bugis dan Makassar yang


mampu membaca tulisan lontarak. Oleh sebab itu pengetahuan yang
semula hanya ada dalam naskah kemudian digali dan diungkapkan lewat
keahlian para sanro menjadi sistem pengobatan tradisional. Jika kini
sistem pengobatan tradisional tersebut tetap bertahan dalam kehidupan
masyarakat Bugis-Makassar itu tidak lain karena tumbuhan yang menjadi
bahan dasar pembuatan obat tersedia di sekitar lingkungan hidup
mereka. Kemampuan mengolah tumbuhan menjadi obat, juga harus
dilengkapi dengan persyaratan lain yakni kemampuan menghafal sejumlah
mantera yang diwarisi dari para pendahulunya, juga doa-doa yang dicuplik
dari Al Quran. Dengan demikian tidak heran apabila sanro-sanro tadi
sebagian besar dari mereka sudah bertitel haji dan hajah.

Menurut Dyolana Kusumah 2017, masyarakat setempat


mengelompokkan sanro menjadi beberapa kategori seperti:

1. Sanro pekdektek tolo, atau pemotong ari-ari bayi.


2. Sanro pabbura-bura, ahli mengobati berbagai macam penyakit dengan
ramuan tanaman obat.
3. Sanro pajjappi, mengobati melalui pembacaan mantera-mantera.
4. Sanro tapolo, ahli pengobatan dan penyembuhan penyakit patah tulang,
melalui praktik urut dan pembacaan mantera.
5. Sanro pattirotiro, pengobat tradisional yang memusatkan diri pada usaha
pengobatan melalui ramalan/nujum.

11
Menurut konsep kebudayaan orang Bugis sanro tidak hanya dikenal
sebagai orang yang mampu memberikan bantuan kepada orang sakit yang
datang kepadanya melalui praktik pengobatan, akan tetapi sanro juga dikenal
sebagai orang yang mampu mengendalikan bahkan melakukan pemunahan
penyakit-penyakit tertentu. Dengan demikian sanro memiliki pengertian yang
lebih luas, artinya tidak sekedar pengobat tradisional. Warga masyarakat di
Makassar dan Barru, mengatakan bahwa sanro dapat disebut sebagai
penyembuh tradisional karena kemampuannya tidak terbatas pada
pengetahuan tentang ramuan herbal (tumbuh-tumbuhan) tetapi juga
kemampuan melakukan penyembuhan dengan sistem doa, dan mantera-
mantera.

Hal ini mengandung arti bahwa mereka dikenal sebagai penyembuh


bukan semata-mata penyakit lahir internal (tubuh manusia) tetapi juga yang
berkaitandengan penyakit batin (umumnya berasal dari luar/eksternal,
“dibuat” orang). Sementara itu latar belakang mengapa kepercayaan
terhadap alam gaib masih bertahan terus sampai kini, dijelaskan dengan
teori cara berfikir yang salah, koinsidensi, predileksi (kegemaran) secara
psikologis umat manusia untuk percaya kepada yang gaib-gaib, ritus
peralihan hidup, teori keadaan dapat hidup terus (survival), perasaan
ketidaktentuan akan tujuan-tujuan yang sangat didambakan, ketakutan
akan akan hal-hal yang tidak normal atau penuh resiko dan takut akan
kematian; serta pengaruh kepercayaan bahwa tenaga gaib dapat tetap hidup
berdampingan dengan ilmu pengetahuan dan agama.

Selain itu, untuk mencegah penyakit pada anak adalah dengan


membacakan jampi-jampi dan memasangkan panini (bangle) pada pakaian
anak. Dalam kepercayaan masyarakat etnis Bugis dikenal istilah parakang,
merupakan manusia yang dapat berubah wujud menjadi apa saja, namun
perubahannya tidak pernah sempurna. Parakang dipercaya merupakan
jelmaan manusia yang dulunya menuntut ilmu hitam, tapi salah menerima.
Parakang menyukai darah dan rektum terutama bayi, ibu hamil, dan orang

12
sakit. Untuk melindungi anak dari gangguan parakang, masyarakat etnis
Bugis memasangkan panini (bangle) yang telah dibacakan jampi-jampi pada
pakaian anak dengan menggunakan peniti. Panini dalam bahasa Bugis
memiliki arti “menghindarkan”. Panini dipercaya dapat menghindarkan dari
gangguan makhlus halus (Fatmawati & Suriah,2018).

D. Metode Pengobatan Penyakit Menurut Suku Bugis

Hasil observasi yang didapatkan dilapangan bahwa sebagian


masyarakat Bugis yang masih awam, membiarkan penyakitnya dan masih
menganggap bahwa penyakitnya akan sembuh dengan beristirahat dirumah
saja, dan sebagian kecil melakukan penyembuhan atau pengobatan
penyakitnya menggunakan pengobatan tradisonal umumnya metode ini
digunakan oleh para orang tua atau masyarakat menengah kebawah.
Sedangkan pada masyarakat menegah keatas mereka sudah menggunakan
obat-obatan medis untuk menyembuhkan penyakitnya. Adapun pengobatan
tradisonal yang biasa digunakan masyarakat suku bugis antara lain sebagai
berikut :

1. Tumbuhan sebagai bahan obat


Salah satu kebiasaan masyarakat Bugis dilokasi pengamatan yang masih
ada sampai sekarang ini yaitu pemanfataan tumbuh-tumbuhan sebagai
media pengobatan untuk menyembuhkan berbagai penyakit diantaranya:
2. Dengan bantuan dukun (Sandro)
Dukun atau dikenal dengan sebutan sandro bagi masyarakat
dipercaya dapat mengobati beberapa penyakit diantaranya patah tulang
yang diobati dengan cara diurut atau dikenal dengan istilah disaula bagi
masyarakat setempat. Selain itu,sandro juga biasa mengobati beberapa
penyakit dalam dengan menggunakan air yang didoakan biasanya sandro
atau dukun didaerah ini merupakan seseorang haji yang biasanya
mendoakan air bacaan Al-Qur’an.

13
Pada saat akan dan sedang mengobati, dukun mendengar “suara-
suara” di dalam hatinya yang dianggap sebagai kekuatan supranatural.
Suara-suara inilah yang kemudian memberi petunjuk mengenai apa yang
harus dukun lakukan untuk pasien. Suara yang dukun yakini berasal dari
dalam hati itu berupa petunjuk mengenai penyakit yang diderita pasien,
doa-doa yang dibacakan, serta ramuan tumbuh-tumbuhan (kalau ada).
Namun, setiap kali mengobati, dukun tidak menggunakan semua media
tersebut. Kadang hanya air putih yang dijampe-jampe, dan kadang pula
hanya doa-doa yang ditiupkan ke bagian tubuh yang sakit. Terkadang juga
langsung menggabungkan semuanya (air putih yang dijampe-jampe,
meniupniup di bagian tertentu tubuh pasien, mengurut urat-urat untuk
melongggarkan peredaran darah, dan membuat ramuan dari tumbuh-
tumbuhan).
Air putih yang telah diisi doa-doa (jampe-jampe), selain untuk
diminumkan kepada pasien, juga kadang diusap-usapkan ke bagian tubuh
yang sakit. Air yang diminumkan berfungsi untuk menetralkan bagian
tubuh pasien, sedangkan air putih yang diusap-usapkan ke tubuh yang
sakit berfungsi untuk melemaskan urat-urat. Menurut dukun, air putih
sejak zaman nenek moyang sudah dipercaya bermanfaat untuk tubuh dan
dapat dijadikan obat. Air putih juga tidak punya efek samping dan tidak
ada orang yang berpantangan meminumnya. Kalau ada orang sakit dan
tidak dapat makan, dia bisa langsung diberikan air putih. Hal ini berbeda
jika pasien diberikan obat (dokter) yang terlebih dulu mengharuskannya
untuk mengisi perut (makan) meskipun sedikit.
Pengobatan dukun dengan cara-cara tradisional tampaknya
disenangi oleh sebagian masyarakat. Apalagi, dalam mengobati orang
dukun banyak mengutip doa-doa yang bersumber dari ayat-ayat Al-Quran.
Selain itu, komunikasi dengan dukun juga terkesan santai, informal, dan
bersifat kekeluargaan, dan hal inilah yang disenangi oleh sebagian orang.
Itulah sebabnya, ada juga yang menjadikan dukun sebagai “dokter”
keluarga.

14
Pengobatan dukun juga terkesan santai, sehingga membuat pasien
langsung cepat akrab, meski baru pertama kali bertemu dan diobati. Dukun
juga sering mengajak pasiennya berbicara di luar dari pembicaraan
penyakit. Karena itu, pasien kadang tidak menyangka kalau dirinya sedang
sakit dan diobati karena dukun biasa menyelingi dengan tertawa kecil atau
tersenyum. Kalau pasien bertanya tentang penyakitnya, dukun selalu
menjawab,” Ndak apa-apa ji. Insya Allah lekas sembuh, ya!” Apabila
penyakit pasien dianggap belum sembuh pada hari itu, dukun datang lagi
ke rumah pasien keesokan hari atau beberapa hari kemudian untuk
mengontrol kondisi pasien sampai benar-benar sembuh. Komunikasi
dukun dengan pasien juga terkesan santai, informal, dan bersifat
kekeluargaan. Saat mengobati pasien, yang terlihat adalah suasana
kekeluargaan. Terlebih, semua keluarga pasien boleh mendampingi atau
berada di dekat pasien, sehingga pasien merasa nyaman. Selain itu, pasien
juga merasa senang karena dukun bersedia memenuhi panggilannya untuk
diobati di rumah sendiri. Setelah mengobati pasien, dukun biasanya tidak
langsung pulang, melainkan menyempatkan waktu sekitar 5 sampai 10
menit untuk berbincang-bincang dengan pasien dan keluarga pasien. Pada
kesempatan ini, dukun kerap kali menghibur pasien dengan menyatakan
bahwa penyakit yang dideritanya tidak parah. Bagi dukun, merahasiakan
penyakit pasien, apalagi yang dianggap memerlukan penanganan serius,
merupakan sebuah bentuk penghormatan.

15
BAB III

PEMBAHASAN

Dapat disimpulkan bahwa masyarakat bugis hingga kini masih memegang


teguh kebudayaan yang turun menurun dari nenek moyang suku bugis, menurut
suku bugis sakit disebabkan oleh adanya gangguan dari makhluk halus, ilmu gaib
dari orang-orang yang dikirim melalui dukun. Suku bugis mempercayai bahwa
sakit yang dialami dapat disembuhkan melalui mantra-mantra yang dibaca oleh
sandro/dukun dengan beberapa syarat yang ditentukan.

Konsep sakit sakit secara definisi proses dimana fungsi individu dalam
satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya (Nasution, 2010).

Sehat menurut suku bugis adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak
mengalami suatu penyakit dan tidak memiliki keluhan dan mampu melakukan
kegiatan atau aktifitas sehari-hari tanpa adanya gangguan atau hambatan untuk
melakukan aktifitas

Sedangkan pengertian sehat menurut sukidjo notoatmojo adalah suatu


respon seseorang atau organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Kesehatan
menurut UU Kesehatan No. 39 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis [ CITATION Nug08 \l 1033 ]

Menurut UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa kesehatan adalah


keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Setiap orang berhak atas kesehatan.

Sebagian masyarakat suku bugis mempercayai bahwa saat mereka sakit


sandro(dukun) dapat menyembuhkan penyakit yang di alami dengan cara

16
membawa air dan di jampi-jampi atau dibacakan mantra-mantra lalu airnya
diminumkan pada orang yang sedang sakit.

Dalam dunia kesehatan seharusnya jika seseorang sedang sakit harus


segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diberikan penanganan yang
tepat dan obat sesuai dengan sakit yang dialami. Adanya persepsi tentang sehat
sakit yang salah pada masyarakat, mereka akan berkunjung ke puskesmas ketika
mereka sudah tidak bangun dari tempat tidur, masih adanya masyarakat yang
lebih memilih berkunjung kedukun dari pada ke puskesmas ketika mereka sakit.
Masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional atau dukun dari pada tenaga
medis yakni masyarakat masih mempercayai adanya penyakit yang tidak bisa
disembuhkan oleh obat medis melainkan obat dukun.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan


universal karena ada faktor-faktor lain diluar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam
konteks pengertian yang lain. Masalalah sehat dan sakit merupakan proses
yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia
beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial
budaya.

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks dari berbagai


masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Saat
ini persepsi mengenai konsep sehat dan sakit dimasyarakat masih beraneka
ragam, hal ini dipengaruhi oleh banyak hal dan yang menjadi faktor utamanya
adalah adanya keanekaragaman budaya dan adat istiadat.

B. Saran
Guna penyempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari dosen pembimbing beserta teman-teman kelompok lain.
Terimakasih.

18
DAFTAR PUSTAKA

A, H. (2006). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fatmawaty, S. M. (2018). Penamaan Penyakit Pada Anak Oeh Etnis Bugis (Studi
Rapid Ethnography di Kabupaten Sidrap) . Departemen Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku FKM Universitas Hasanuddin .

Harjati, R. d. (2012). Konsep Sehat Sakit Terhadap Kesehatan Ibu dan Anak Pada
Masyarakat Suku Bajo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Jurusan Promosi
Kesehatan, Pascasarjana Universitas Hasanuddin .

Jegede. (2002). The Yoruba Cultural Construction of Health and Illness. Nordic
Jpurnal of African Stusies.

Kusumah, S. (2017). Pengobatan Tradisiona Orang Bugis-Makassar. Pusat


Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , 245-260.

Muhammad Irfan Syuhudi, M. S. (2012). Etnografi Dukun : Studi Antropoogi


Tentang Praktik Pengobatan Dukun Di Kota Makassar. Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Makassar .

Nasution. (2010). Konsep Sehat Sakit Dalam Keluarga.

Ngatimin. (2005). Disability Oriented Approach (DOA), Yayasan PK- 3.


Makassar.

Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugraheni, H., Wiyatini, T., & Wiradona, I. (2008). Kesehatan Masyarakat


dalam Determinan Sosial Budaya. Yogyakarta: Deepublish.

Rahman, N. &. (2006). Cinta, Laut, dan Kekuasaan dalam Epos La Galigo
(Episode Pelayanan Sawerigading ke Tanah Cina; Perspektif Filologi dan
Semiotik). Makassar: Penerbit La Galigo Press.

S, N. (2017). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta.

Sunarti, S. (2005). Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

19
Sunarti, S. (2005). Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen RI. Jakarta.

Tambaru, E. (2017). Keragaman Jenis Tumbuhan Obat Indigenous Di Sulawesi


Selatan . Imu Alam dan ingkungan , 7-13.

20

Anda mungkin juga menyukai