Anda di halaman 1dari 66

KARYA ILMIAH TULIS

STUDI LITERATUR

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI

SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

NAMA : ALDI PRAWIRA

NIM : 1810033040

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2021
KARYA TULIS ILMIAH

STUDI LITERATUR

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI

SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya keperawatan

NAMA : ALDI PRAWIRA

NIM : 1810033040

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2021

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Karya Tulis Ilmiah

“PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI

SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA”.

Disusun Oleh:
NAMA : ALDI PRAWIRA
NIM : 1810033040

Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal : Samarinda 18 JUNI 2021

Menyetujui

Pembimbing

NAMA : Ns. Ediyar Miharja S.kep. MH

NIP : 197505211998031003

Koordinator ketua prodi D3 keperawatan Universitas Mulawaraman

Mengetahui

NAMA : Muhammad Aminuddin S.Kep, Ns. M.Sc

NIP: 197501011998031010

iii
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

“pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori terhadap kemampuan


mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di rumah sakit jiwa”
Di susun Oleh
NAMA: ALDI PRAWIRA
NIM: 1810033040
Telah dipertahankan dalam seminar di depan Dewan
Penguji pada tanggal:
18 JUNI 2021

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Pembimbing,
Ns. Ediyar Miharja S.kep. M.H
NIP : 197505211998031003 (. ………………………)

Penguji I,
Syukma Rhamadani FN, S.ST, MKM.
NIP: 198605272009031002 (. ………………………)

Penguji II,
Iwan Samsugito S,Kp, M.Kes
NIP: 196605191989031009 (. ………………………)

Samarinda, 18 JUNI 2021

Koordinator Prodi D3 KEPERAWATAN UNMUL

Muhammad Aminuddin S.Kep, Ns. M.Sc

197501011998031010

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. Penulisan ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli

Madya Keperawatan pada program Studi D3 keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman. Karya Tulis Ilmiah ini terwujud atas bimbingan dan

pengarah dari bapak dosen Ns. Ediyar Miharja S.kep. MH selaku pembimbing serta

bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebtkan satu persatu. Penulis pada

kesempatan ini menyampaikan ucapan terim kasih kepada:

1. Prof. Dr. Masjaya, M.Si., Rektor Universitas Mulawarman

2. dr. Ika Fikriah, M.Kes., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

3. Muhammad Aminuddin, S.kep, NS, M.sc.., Ketua Program Studi D3 Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

4. Ns. Ediyar Miharja S.kep. MH., pembimbing, yang telah memberikan saran dan

bimbingan dalam penyusunan Karya tulis ilmiah Karya Tulis Ilmiah ini

5. penguji I dan penguji II

6. Seluruh Dosen dan Tenaga Akademik Program Studi D3 Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Mulawarman

7. Kedua orangtua Saya Bapak Kaldius dan Ibu Mesah, saudara Saya Wira Wiguna

dan Petty Agatha

8. Terimakasih PSDK FK UNMUL 2018/Angkatan 1 dan semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan Karya tulis ilmiah Karya Tulis Ilmiah ini.

v
Akhir kata, semoga kita semua dimudahkan dalam karya tulis ilmiah ini dapat

bermanfaat untuk kemajuan dunia Pendidikan dimasa mendatang dan semua pihak

yang membutuhkan.

Samarinda, 4 Mei 2021

Aldi prawira

DAFTAR ISI

vi
i
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAM.......................................................................................iv
KATA PENGANTAR..................................................................................................v
DAFTAR ISI...............................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA5
A. 5
1. 5
2. 6
3. 6
4. 10
5. 11
6. 12
7. 14
B. 17
1. 17
2. 18
3. 20
4. 24
5. 26
C. 28
1. 28

vii
2. 28
3. 28
4. 33

BAB III 37
A. 37
37
39
40
41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 43


A. 43
46

BAB V 50
A. 50
50

51

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

16

20

33

40

43

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

iii

iv

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan

sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit atau kecacatan (Riyadi &

purwanto, 2009). Definisi orang yang jiwanya sehat adalah jika kondisi mental

sejahtera dan kehidupannya harmonis, produktif sebagai bagian yang utuh dari

kualitas hidup seseorang itu sendiri (Afnuhazi, 2015).

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang mampu mengendalikan diri dalam

menghadapi stressor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam

keselaran tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis. Baik secara internal maupun

eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir & Muhith, 2011).

Kesehatan jiwa merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk

menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik,

tepat, dan bahagia, (Yusuf dkk, 2015). Definisi kesehatan jiwa adalah kondisi dimana

seseorang individu dapat berkembang secara fisik,mental, spiritual, dan sosial

sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,

dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya (Kemenkuham, 2014).

Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna

yang berkaitan langsung dengan distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya

(disabilitas) langsung pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia(Keliat dkk,

2015). Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan

xi
adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan

hambatan dalam dalam melaksanakan peran sosial (Depkes RI, 2012). Disimpulkan

seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi

mental sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat.

Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 21 juta terkena skizofrenia. Di

Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan

keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang

berdampak pada penambahan beban Negara dan penurunan produktivitas manusia

untuk jangka panjang. Penderita gangguan jiwa di Indonesia masih cukup besar, pada

data yang didapatkan Riskesdas 2018 cukup signifikan jika dibandingkan dengan

Riskesdas 2013, naik dari 1,7%. Penderita gangguan jiwa di Kota Samarinda pada

tahun 2015 tercatat sebanyak 1345 orang penderita gangguan jiwa (Dinas Kesehatan

Kota samarinda, 2015).

Berdasarkan data Riskesdas (2018) diketahui data penderita gangguan jiwa

berat cukup banyak di wilayah Indonesia dan sebagaian besar tersebar di masyarakat

dibandingkan yang menjalani perawatan di rumah sakit, sehingga peran perawat

terhadap masyarakat dalam penanggulangan gangguan jiwa akan dapat terbangun jika

masyarakat memahami tentang peran dan tanggung jawabnya dalam penanggulangan

gangguan jiwa di masyarakat.

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat

signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan

jiwa bertambah. Hal tersebut tentunya tentunya membutuhkan upaya untuk

menangani fenomena gangguan jiwa. Kebijakan pemerintah dalam menangani

xii
penderita gangguan jiwa tercantum dalam Undang – Undang No 18 tahun 2014

tentang kesehatan jiwa disebutkan dalam pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa

pemerintah dan masyarakat menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan untuk mewujudkan derajat kesehatan

jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Salah satunya melalui pendekatan

kuratif. Pendekatan kuratif adalah upaya yang merupakan kegiatan pemberian

pelayanan kesehatan terhadap penderita gangguan jiwa (Pasal 17 UU No 18 Tahun

2014). Kegiatan tersebut disebutkan di dalam Pasal 18 yaitu upaya kuratif kesehatan

jiwa ditunjukan untuk penyembuhan atau pemulihan, pengurangan penderitaan,

pengendalian disabilitas dan pengendalian gejala penyakit pada penderita gangguan

jiwa.

Penatalaksanaan keperawatan pasien gangguan jiwa untuk mengatasi

halusinasi adalah terapi aktivitas kelompok, Salah satu intervensi keperawatan yang

ada adalah terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu

terapi modalitas yang merupakan upaya untuk memfasilitasi perawat atau psikoterapis

terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama. Tujuan dari terapi aktivitas adalah

untuk memantau dan meningkatan antar anggota (Purwanto, 2015).

Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi bisa kendalikan dengan

terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi. Terapi aktivitas kelompok

(TAK) stimulasi persepsi adalah pasien dilatih mempersepsikan stimulus yang

disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi pasien

dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respons

xiii
pasien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif (Sustrami &

sundari, 2014).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat disimpulkan rumusan

masalah yaitu “ bagaimanakah penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

sensori pasien halusinasi pada lima penelitian berbeda dirumah sakit jiwa”?

C. Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan dari beberapa penerapan terapi aktivitas kelompok (TAK)

stimulasi persepsi sensori pada pasien gangguan halusinasi di rumah sakit

jiwa.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Jiwa

Manfaat karya ilmiah tulis studi literatur ini diharapakan dapat memberikan

sumbangan bagi ilmu keperawatan jiwa tentang penerapan terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi sensori pada pasien halusinasi di rumah sakit

jiwa.

2. Bagi pasien gangguan persepsi sensori mengontrol halusinasi

Manfaat yang dapat dirasakan langsung dengan dilakukan penerapan terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi yaitu mampu mengontrol halusinasinya.

3. Bagi mahasiswa D3 keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Mahasiswa dapat memperdalam pengetahuan tentang penerapan terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi pada pasien gangguan persepsi

halusinasi.
xiv
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi adalah gangguan persepsi pasien dimana mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Muhith, 2015). Halusinasi adalah suatu

keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola

stimulasi yang dating (diprakarsai dari internal dan eksternal) disertai dengan

respons menurun atau dilebih – lebihkan atau kerusakan respons pada

rangsangan ini (sutejo, 2017). Sehingga dapat disimpulkan halusinasi adalah

suatu persepsi melalui indera pasien tanpa stimulus dari luar, persepsi palsu.

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada

pasien gangguan jiwa. Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya

persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan

stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada

stimulus suara (Varcalis dalam Yosep,2010). Halusinasi adalah hilangnya

kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal dan rangsangan

eksternal. Pasien memberi pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau

rangsangan yang nyata, misalnya pasien mengatakan mendengar suara padahal

tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).

xv
2. Rentang Respon Halusinasi

Rentang respon neurologi menurut Prabowo (2014) yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

a. Pikiran Logis a. Distorsi pikiran a. Gangguan pikir atau

delusi
b. Persepsi akurat b. Ilusi b. Sulit merespon

emosi
c. Emosi konsisten c. Reaksi emosi >/< c. Perilaku

dengan disorganisasi

pengalaman
d. Perilaku sesuai d. Perilaku aneh d. Isolasi sosial

dan tidak biasa


e. Berhubungan e. Menarik diri

sosial
Gambar tabel 1.

3. Etiologi

Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep

stress adaptasi menurut Yosep (2010) yang meliputi stressor dari faktor

predisposisi dan presipitasi.

a. Faktor Predisposisi

Faktor perdisposisi halusinasi terdiri dari :

xvi
1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan pasien yang teganggu misalnya rendahnya

kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan paisen tidak mampu

mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih

rentan terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak kecil

(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

3) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti

Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

Misalnya terjadi ketidakseimbagan acetylcholine dan dopamine.

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi

masa depannya. Pasien lebih memilih kesempatan sesaat dan lari dari

alam nyata menuju alam hayal. Faktor pencetus lain missal memiliki

riwayat kegagalan yang berulang, menjadi korban, pelaku maupun

xvii
seksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih saying dari orang-

orang disekitar atau overprotektif.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menujukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan

bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Menurut Rawlins dan Heacock (dalam Yosep,2010) bahwa seorang

individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur – unsur bio-

psiko-sosio-spiritual sehingga dapat dilihat dari lima dimensi yaitu:

1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan

yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,

intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang

lama.

2) Dimensi Emosional

Halusinasi dapat ditimbulkan ketika individu merasakan cemas

yang berlebihan. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan

menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah hingga

kondisi tersebut mengakibatkan pasien melalukan sesuatu yang

berbahaya.

xviii
3) Dimensi Intelktual

Individu dengan halusinasi akan mengalami penurunan ego.

Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian pasien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku

pasien.

4) Dimensi Sosial

Pasien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal

comforting, pasien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat

membahayakan. Pasien lebih asyik dengan halusinasinya

seolah-olah itu merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan

sosialisasinya.

5) Dimensi Spiritual

Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang

berupaya secara spiritual unutk menyucikan diri. Irama

sirkardiannya terganggu, karena dia sering tidur larut malam dan

bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa tanpa arah

tujuan. Sering menyalahkan takdir namun lemah dalam

mengupayakan rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain

yang menyebabkan takdirnya memburuk.

xix
4. Jenis/Tipe

Tipe halusinasi menurut Baradero, Mary dan Anastasia (2016) sebagai berikut:

a. Halusinasi Pendengaran

Mendengar kegaduhan atau suara, paling sering dalam bentuk suara. Suara

berkisar dari kegaduhan atau suara sederhana, suara berbicara tentang

pasien, menyelesaikan percakapan Antara dua orang atau lebih tentang

orang yang berhalusinasi. Pikiran mendengar dimana pasien mendengar

suara-suara yang berbicara pada pasien dan perintah yang memberitahu

pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang berbahaya.

b. Halusinasi penglihatan

Rangsangan visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geomtris, tokoh

kartun, atau adegan atau bayangan rumit dan kompleks. Bayangan dapat

menyenangkan atau menakutkan, seperti melihat monster.

c. Halusinasi penghidu

Mencium tidak enak, busuk, dan tengik seperti darah, urin, atau feses;

kadang-kadang bau menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya

berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan demensia.

d. Halusinasi perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Merasa

sensasi listrik datang dari tanah,benda mati, atau orang lain.

e. Halusinasi gustatory

Merasakan tidak enak, kotor dan busuk seperti darah, urin, atau feses.

xx
f. Halusinasi kenestetik

Merasa fungsi tubuh seperti denyut darah melalui darah dan arteri,

mencerna makanan, atau membentuk urin.

g. Halusinasi kinestetik

Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak.

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien

serta ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi khususnya

halusinasi pengdengaran menurut Direja (2011) adalah sebagai berikut:

a. Data subjektif

Pasien mengatakan :

1) Mendengar suara-suara kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya.

4) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.

b. Data objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telingan kea rah tertentu

4) Menutup telinga

5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

xxi
6. Fase halusinasi

Halusinasi yang dialami pasien bisa berbeda intensitas dan

keparahannya. Semakin berat fase halusinasinya, pasien semakin berat

mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.

Berikut 4 fase halusinasi menurut Sutejo (2017) :

a. Fase I. comforting (halusinasi menyenangkan)

Pasien mengalami perasaan yang mendalam seperti ansietas,

kesepian, rasa bersalah, takut sehingga mencoba untuk berfokus

pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansientas. Individu

mengenali bahwa pikiran – pikiran dan pengalaman sensori berada

dalam kendali kesadaran jika ansientas dapat ditangani. Gejala

yang dapat terlihat seperti tersenyum atau tertawa yang tidak

sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,

respon verbal lambat jika sedang asyik dan diam serta asyik sendiri

(non psikotik).

Videback (2009), salah satu teknik komunikasi yang digunakan

dalam fase comforting adalah dengan Presenting Reality artinya

menyediakan informasi yang sesuai dengan kenyataan yang ada,

dengan kata lain menghadirkan realitas atau kenyataan.

b. Fase II condemning (halusinasi menjadi menjijikan)

Pengalaman sensori yang menjijikan, pasien mulai lepas

kendali dan mungkin mencoba mengambil jarak dirinya dengan

sumber yang dipersepsikan, menarik diri dari orang lain,

xxii
merasa kehilangan kontrol, tingkat kecemasan berat. Gejala

yang dapat terlihat seperti meningkatkan tanda – tanda sistem

saraf otonom akibat ansietas, rentang perhatian menyempit,

asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan

membedakan halusinasi dan realita, menyalahkan, menarik diri

dengan orang lain dan konsentrasi terhadap pengalaman sensori

kerja (non psikotik).

Wicaksono (2017), teknik distraksi sangat berpengaruh

pada pasien yang mengalami gangguan jiwa terutama

halusinasi pendengaran yang dilakukan dengan cara

mengalihkan perhatian pasien dan menurunkan tingkat

kewaspadaan ke hal lain sehingga stimulus sensori yang

menyenangkan dapat merangsang sekresi endorphin dan sudah

berhasil dilakukan, ditandai dengan klien mampu mengontrol

rasa takut saat halusinasi muncul. Teknik distraksi tersebut

Antara lain teknik menghardik, melakukan kegiatan secara

terjadwal dan bercakap-cakap dengan orang lain.

c. Fase III. Controlling (pengalaman sensori jadi berkuasa)

Pasien berhenti melakukan perlawanan terhadap halusinasi dan

menyerah pada halusinasi tersebut, isi halusinasi menjadi

menarik, pasien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika

sensori halusinasi berhenti. Gejala yang dapat terlihat seperti

kemauan yang dikendalikan halusinasi akan diikuti, kesukaran

berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya

xxiii
beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansientas

berat: berkeringat,tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah,

dan isi halusinasi menjadi antraktif (psikotik).

d. Fase IV. Conquering (umumnya menjadi melebut dalam

halusinasinya)

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti

perintah halusinasinya, halusinasi berakhir dari beberapa jam

atau hari jika tidak ada intervensi terapuetik. Gejala yang dapat

terlihat seperti perilaku error akibat panic, potensi kuat suicide

atau homicide aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti

perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonik, dan

tidak mampu merespon lebih dari satu orang (psikotik).

7. Terapi psikofarmakologi

Psikofarmakologi adalah bagian utama tritmen pengobatan untuk

respon neurobiologis maladaptive. Ada beberapa macam obat bagi

penderita gangguan jiwa berat maupun mental emosional. Pada

gangguan jiwa berat atau skizofrenia umumnya menggunakan obat

psikotik yaitu antagonis reseptor dopamine dianggap lebih efektif pada

terapi gejala positif skizofrenia (halusinasi, waham, dan agitasi).

Berikut obat-obatan antipsikotik.

Pengobatan untuk mengatasi gejala-gejala skizofrenia

membutuhkan waktu yang lama. Pada umumnya perilaku pasien

skizofrenia sulit untuk diarahkan. Mereka cenderung mudah bosan dan

malas melakukan sesuatu. Lamanya penyakit memberikan efek negatif

xxiv
terhadap kepatuhan minum obat. Semakin lama pasien menderita

skizofrenia, maka semakin kecil pasien tersebut patuh pada

pengobatannya.

Adapun obat-obat antipsikotik yang digunakan pada penderita

skizofrenia antara lain :

Tabel 2. Obat-obat antipsikotik, obat Antagonis Reseptor Dopamine

Nama Generik Kisaran Dosis Dewasa yang Biasa

(mg/hari)
Phenotiazine

Alifatik

Chlorpomazine 300-800

Triflupromazine 100-150

Promazine 40-800
Piperazine

Prochlorperazine 40-150

Perfenazine Trifluoperazine 8-40

Fluphenazine 6-20

Acetophenazine 1-20

Butaperazine 60-120

Carphenazine -

-
Piperidine

Thioriidazine 200-700h

Mesoridazine 75-300

Piperacetazine -
Thioxanthenes
xxv
Chlorprothixene 50-400

Thiothixene Dibenzoxapine 6-30

Loxapine Dihydroindole 60-100

Molindone 50-100
Butyrophenones

Haloperidole 6-20

Droperidole -

Diphenylbutylpiperidine

Pimozidec 1-10
Sumber : Kaplan & Sadock (2010)

B. Proses keperawatan

1. Pengkajian

xxvi
Pengkajian merupakan langkah awal dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi

pada pasien dan keluarga. Selama wawancara pengkajian, perawat

mengumpulkan baik data subjektif maupun objektif termasuk observasi

yang dilakukan selama wawancara (O’Brien dkk, 2014). Pengkajian umum

dapat mencakup :

a. Keluhan/masalah utama

b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional secara umum.

c. Riwayat pribadi dan keluarga

d. System dukungan dalam keluarga, kelompok social atau komunitas.

e. Kegiatan hidup sehari – hari (activities of daily living).

f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan.

g. Pemakaian atau penyalahgunaan zat, pemakaian obat yang diresepkan.

h. Hubungan interpersonal.

i. Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain.

j. Pola koping.

k. Keyakinan dan nilai spiritual.

Selanjutnya pengkajian untuk mendapatkan data mengenai gangguan

sensori persepsi halusinasi pendengaran menurut Yosep (2010) dapat

ditemukan melalui wawancara dengan menanyakan:

a. Jenis (halusinasi pendengaran) dan isi halusinasi.

b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya

halusinasi.

xxvii
c. Respon terhadap halusinasi

Menurut Damaiyanti dan Iskandar (dalam Tokalese & Aminudin,

2016), pasien dengan halusinasi biasanya menunjukan respon

psikososial meliputi proses piker terganggu adalah proses piker yang

menimbulkan gangguan. Ilusi adalah miss intrepetasi atau penilaian

yang salah tentang penerapan yang benar – benar terjadi (objek nyata)

karena rangsangan panca indera. Emosi berlebihan atau berkurang,

perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi

dengan orang lain. Adapun batasan karakteristik halusinasi

pendengaran menurut SDKI (2017) yaitu mendengar suara bisikan,

distorsi sensori, respons tidak sesuai, menyatakan kesal, berbicara

sendiri, bersikap seolah mendengar.

2. Diagnosa keperawatan

Langkah kedua dalam asuhan keperawatan adalah menetapkan diagnose

keperawatan yang dirumuskan berdasarkan wawancara dan gejala

gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran yang ditemukan. Data

hasil observasi dan wawancara dilanjutkan dengan menetapkan diagnose

keperawatan (Townsend, 2010). Sebelum membuat diagnose keperawatan,

anda dapat membuat analisis data terlebih dahulu untuk menentukan

masalah juga etiologi berdasarkan data yang ditemukan pada saat

wawancara dan observasi pasien.

xxviii
Langkah selanjutnya adalah mampu membuat analisis serta rumusan

masalah, dengan membuat pohon masalah. Berikut ditampilkan contoh

bagan pohon masalah, diharapkan dapat menentukan pengelompokan

masalah sehingga dapat ditentukan penyebab, masalah utama dan efek dari

masalah utama.

Gambar dibawah ini merupakan contoh pohon masalah untuk

gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran menurut Yosep

(2010)

Pohon Masalah

Efek / Akibat Risiko perilaku kekerasan

Masalah utama Halusinasi Pendengaran

Penyebab Isolasi sosial

Gambar 3. Pohon Masalah

Menurut Zelika dan Dermawan (2015), diagnosis keperawatan yang

muncul adalah:

a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

b. Resiko perilaku kekerasan

c. Isolasi social

3. Rencana keperawatan

xxix
Setelah menetapkan diagnose keperawatan selanjutnya adalah

tahap perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan

sensori persepsi: halusinasi pendengaran (Dermawan & Rusdi, 2013).

Rencana keperawatanya sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi

pendengaran.

b. Tujuan

1) TUM

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x pertemuan,

pasien dapat mengontrol halusinasi.

2) TUK

a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

b) Pasien dapat mengenal halusinasi.

c) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik.

d) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan.

e) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

f) Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

c. Kriteria Hasil

1) TUK 1

a) Menunjukan ekpresi wajah bersahabat.

b) Menunjukan rasa senang.

c) Adanya kontak mata.

xxx
d) Mau berjabat tangan.

e) Mau menyebutkan nama, menjawab salam, duduk

berdampingan dengan perawat, dan maumengutarakan

masalah yang dihadapinya.

2) TUK 2

Pasien dapat menyebabkan waktu, isi, dan frekuensi timbulnya

halusinasi.

3) TUK 3

Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi

dengan teknik menghardik.

4) TUK 4

pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi

dengan membuat jadwal kegiatan harian.

5) TUK 5

Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi

dengan bercakap – cakap bersama orang lain.

6) TUK 6

a) Meminum obat secara rutin.

b) Mengetahui keuntungan minum obat.

c) Mengetahui kerugian tidak minum obat.

d. Intervensi Keperawatan Untuk Pasien

xxxi
1) Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan

pasien.

2) Diskusikan dengan pasien isi, frekuensi, situasim perasaan

dan apa yang dilakukan ketika terjadi halusinasi.

3) Identifikasi cara dilakukan jika terjadi halusinasi.

4) Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya

halusinasi.

5) Ikutkan dalam TAK stimulasi persepsi halusinasi

pendengaran.

6) Kolaborasi pemberian terapi obat sesuai anjuran dokter.

e. Rencana Keperawatan Untuk Keluarga

Tujuan tindakan keperawatan :

1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah

sakit maupun dirumah.

2) Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk

pasien. Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan

keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi

pendengaran. Dukungan keluarga selama pasien dirawat di

rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi

untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di

rumah sakit melainkan di rawat dirumah. Keluarga yang

mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien

mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal.

xxxii
Namun jika keluarga tidak mampu merawat, dapat

menyebabkan pasien kambuh kembali. Untuk itu perawat harus

memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar

keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien

halusinasi pendengaran baik di rumah sakit maupun dirumah

(keliat & Akemat, 2011).

Intervensi keperawatan dapat diberikan untuk keluarga

pasien halusinasi pendengaran adalah :

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam

merawat pasien.

2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian

halusinasi, jenis halusinasi yang di alami pasien, tanda dan

gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara

merawat pasien halusinasi.

3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk

memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi

langsung di hadapan pasien.

4) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang

perawatan lanjutan pasien.

4. Implementasi Keperawatan

xxxiii
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan

keperawatan yang sudah di rencanakan perawat perlu memvalidasi rencana

tindakan keperawatan yang masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi

pasien saat ini (keliat dkk, 2011).

Strategi pelaksanaan pada keluarga dan pasien gangguan sensori

persepsi halusinasi pendengaran.

a. Untuk pasien

1) SP 1

a) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien

b) Mengidentifikasi ini halusinasi pasien.

c) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien.

d) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien.

e) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.

f) Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi.

g) Mengajarkan pasien menghardik halusinasi.

h) Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik

halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.

2) SP II

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

b) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara

bercakap – cakap dengan orang lain.

c) Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan

harian.

xxxiv
3) SP III

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

b) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan

melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien).

c) Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian.

4) SP IV

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

b) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan

obat secara teratur.

c) Mengajurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian.

b. Untuk keluarga

1) SP I

a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien.

b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan

jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses

terjadinya.

c) Menjelaskan cara merawat pasien.

d) Melakukan bermain peran cara merawat pasien.

2) SP II

xxxv
a) Memberikan kesempatan kepada keluarga unutk

memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi

langsung di hadapan pasien.

b) Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang

perawatan lanjutan pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah dilalukan

untuk keluarga dan pasien ganggaun sensori persepsi halusinasi

pendengaran (Azizah, 2011) adalah sebagai berikut :

a. Pasien mampu:

1) Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya.

2) Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang

dialami.

3) Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi.

4) Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi.

5) Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi :

a) Menghardik halusinasi.

b) Bercakap dengan orang lain di sekitarnya bila

timbul halusinasi.

c) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi

hari sampai mau tidur pada malam hari selama 7

hari dalam seminggu dan melaksanakan jadwal

tersebut secara mandiri.

d) Mematuhi program pengobatan.

xxxvi
6) Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dan

mengendalikan halusinasi.

b. Keluarga mampu :

1) Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien.

2) Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi melalui

empat cara mengontrol halusinasi yaitu menghardik,

minum obat, cakap – cakap dan melakukan aktifitas

dirumah.

3) Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi.

4) Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan

untuk mengatasi masalah pasien.

5) Dokumentasi Asuhan keperawatan Keperawatan

Dokumentasi keperawatan menunjukan kualitas

pemberian perawatan. Dengan dokumentasi yang

lengkap, perawat dapat menuntut hak selama memenuhi

tanggung jawabnya yang melekat pada profesinya

(marrelli & Harper, 2008). Pendokumentasian wajib

dilakukan setiap selesai melakukan interaksi dengan

pasien dan keluarga (O’Brien dkk, 2014).

xxxvii
C. Terapi Aktivitas Kelompok

1. Pengertian

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah manual, rekreasi, dan teknik

kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan

respon social dan harga diri. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah

satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien

yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas

kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi,

sensori, orientasi realita, sosialisasi dan penyaluran energy (Keliat &

Akemat, 2016).

2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang

menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait

dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam

kelompok. Tujuan dari terapi untuk membantu pasien yang mengalami

kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi

proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladatif (Sutejo,

2017). Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau

alternative penyelesaian masalah.

3. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

a. Tujuan

1) Tujuan Umum

xxxviii
Pasien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol

halusinasi dalam kelompok secara bertahap.

2) Tujuan Khusus

a) Pasien dapat mengenal halusinasi.

b) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik.

c) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan.

d) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

e) Pasien dapat menfaatkan obat dengan baik.

b. Kriteria Anggota Kelompok

Menurut Sustrami dan Sundari (2014), kriteria anggota kelompok yang

sesuai yaitu :

1) Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran.

2) Pasien halusinasi pendengaran yang sudah tekontrol.

3) Pasien yang dapat diajak kerjasama.

c. Proses seleksi

1) Berdasarkan observasi dan wawancara.

2) Menindak lanjuti asuhan keperawatan.

3) Informasi dan keterangan dari pasien sendiri dan perawat.

4) Penyelesaian masalah berdasarkan masalah keperawatan.

5) Pasien cukup kooperatif dan dapat memahami pertanyaan yang

diberikan.

6) Mengadakan kontrak dengan pasien.

d. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

xxxix
Hari, tanggal

Waktu

Tempat

e. Nama Anggota Kelompok

f. Media dan Alat

1) Boardmarket/spidol

2) Papan tulis

3) Kertas

4) Bolpoin

g. Metode

1) Diksusi

2) Bermain peran

h. Susunan pelaksana

Berikut peran perawat dan uraian tugas dalam terapi aktivitas

kelompok menurut Sutejo (2017) adalah sebagai berikut :

1) Leader

2) Co-leader

3) Fasilitator

4) Observer

i. Uraian Tugas

1) Leader

a) Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas

kelompok sebelum kegiatan dimulai.

xl
b) Memberikan memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok

dan memperkenalkan dirinya.

c) Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan

tertib.

d) Menetralisirkan bila ada masalah yang timbul dalam kelompok.

e) Menjelaskan permainan.

2) Co-leader

a) Menyampaikan informasi dan fasilitator ke leader tentang

aktivitas pasien.

b) Membantu leader dalam memimpin permainan.

c) Mengingat leader jika ada kegiatan menyimpang.

d) Memberikan reward bagi kelompok yang menyelesaikan

perintah dengan cepat.

e) Memberikan punishment bagi kelompok yang kalah.

3) Fasilitator

a) Memfasilitasi pasien yang kurang aktif.

b) Memberikan stimulus pada anggota kelompok.

c) Berperan sebagai role play bagi pasien selama kegiatan.

4) Observer

a) Mengobservasi dan mencatat jalannya proses kegiatan.

b) Mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien selama

kegiatan berlangsung.

c) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok.

d) Mencatat jika ada peserta yang drop out dan alasan drop out.

xli
j. Setting Tempat

L CLO

P
P

F F

P
P

F P F

Keterangan :

L : Leader F : Fasilitator
CL : Co-Leader O :Observer
P :Pasien

Gambar 4. Setting Tempat TAK Sumber : Sutejo (2017)

k. Sesi TAK stimulasi persepsi menurut Wahyu dan Ina (2010) adalah :

1) Sesi I : mengenal halusinasi

2) Sesi II : mengontrol halusinasi dengan teknik menghardik

3) Sesi III : mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal

kegiatan

4) Sesi IV : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

5) Sesi V : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

xlii
4. Kegiatan terapi Aktivtas Stimulasi persepsi sensori terdiri dari 3 sesi,

yaitu sesi 1: mendengarkan musik, sesi 2: menggambar, dan sesi 3:

menonto tv/video (A. B. Keliat, 2012).

a. Prosedur TAK stimulasi sensori sesi 1: mendengarkan musik

Menurut Keliat, (2012) prosedur pemberian terapi aktivitas

kelompok stimulasi sensori sesi 1: mendengarkan musik adalah

sebagai berikut:

1) Tujuan :

a. Pasien mampu mengenali musik yang didengar

b. Pasien mampu memberi respon terhadap musik yang didengar

c. Pasien mampu menceritakan perasaannya setelah


mendengarkan musik

2) Setting :

a. Pasien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran

b. Ruangan yang nyaman dan tenang

3) Alat

a. Tape recorder

b. Kaset lagu dangdut, lagu mellow, rohani (religius)

xliii
c. Bola tenis

d. Jadwal kegiatan pasien

4) Metode

a. Dinamika kelompok

b. Bermain peran/simulasi

c. Diskusi dan tanya jawab

5) Langkah kegiatan

a. Persiapan

1) Membuat kontrak dengan pasien yang sesuai dengan indikasi

gangguan persepsi sensori, isolasi sosial, harga diri rendah dan

tidak mau bicara

2) Mempersiakan alat dan tempat pertemuan

b. Orientasi

1) Salam terapeutik

a) Memberikan salam kepada pasien

b) Pasien dan terapis memakai name tag

2) Evaluasi atau validasi

a) Menanyakan perasaan pasien saat ini

xliv
3) Kontrak

1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan musik

2) Terapis menjelaskan aturan main berikut :

a) Jika ada pasien yang ingin meningalkan kelompok, harus

minta ijin kepeda terapis

b) Lama kegiatan 60 menit

c) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

c. Tahap kerja

1) Terapis mengajak pasien untuk berdikusikan mengenai manfaat

mendengarkan musik, tanyakan ke masing-masing pasien. Bila ada

pasien yang tidak menjawab, beri stimulus hingga pasien bisa

menjawab

2) Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, pasien boleh tepuk

tangan atau berjoget sesuai dengan irama lagu.

3) Terapis memutar lagu pilihan masing-masing pasien, pasien

mendengar boleh berjoget, tepuk tangan. Terapis mengobservasi

xlv
respon pasien terhadap musik

4) Setelah musik selesai diputar, pasien diminta menceritakan isi dari lagu

tersebut dan perasaan mereka setelah mendengarkan lagu hingga

semua pasien mendapat giliran.

5) Terapis memberikan pujian, setiap pasien menceritakan perasaannya,

dan mengajak pasien lain bertepuk tangan.

d. Tahap terminasi

1) Evaluasi

a) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

b) Terapi meminta pasien menjelaskan mengenai musik yang didengar

2) Tindak lanjut

Terapis menganjurkan pasien untuk mendengarkan musik yang

disukai dan bermakna dalam kehidupannya.

3) Kontrak yang akan datang

a) Menyepakati TAK yang akan datang yaitu menggambar.

b) Menyepakati waktu dan tempat.

e. Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya

pada tahap kerja aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai

xlvi
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi sensori mendengar musik,

kemampuan pasien yang diharapkan dalah mengikuti kegiatan, respon

terhadap musik, memberi pendapat tentang musik yang didengar dan

perasaan saat mendengar musik.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

xlvii
Studi literatur adalah cara yang digunakan untuk menghimpun data-data

atau merupakan sebuah pemahaman terhadap bahasa dan perilaku bersifat alamiah

yang dapat menghasilkan suatu temuan makna dan keyakinan yang ada dalam diri

peneliti [ CITATION And17 \l 1057 ]. Jenis penelitian yang digunakan dalam

penyusunan studi literatur karya tulis ilmiah ini adalah deskriptif dengan

pendekatan studi pustaka.

B. Penetapan Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Subjek studi literatur pada penelitian ini adalah 5 jurnal penelitian mengenai

pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori terhadap

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di rumah sakit jiwa

untuk digunakan sebagai bahan menganalisis jurnal. Subjek kasus dirumuskan

dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

Menurut Setiadi (2013) dalam [ CITATION Rid19 \l 1057 ] kriteria inklusi

adalah sebuah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi terget

dan terjangkau yang akan diteliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Artikel Eksperimen

b. Perlakuan dalam bentuk tindakan terapi aktivitas kelompok persepsi

sensori pada pasien halusinasi dalam mengontrol halusinasi.

c. Lokasi penelitian di rumah sakit jiwa dan pusat rehabilitas.

d. Hasil penelitian terpublikasi dalam rentang tahun 2011-2021

e. Jurnal terakreditasi nasional

xlviii
2. Kriteria Eksklusi

Menurut Setiadi (2013) dalam [ CITATION Rid19 \l 1057 ] kriteria eksklusi adalah

mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria eksklusi pada

penelitian ini adalah:

a. Artikel non Eksperimen

b. Tidak ada perlakuan dalam bentuk tindakan terapi aktivitas kelompok

persepsi sensori pada pasien halusinasi dalam mengontrol halusinasi.

c. Jurnal dapat diakses Full Text

C. Alur Pencarian Data

Alur telah pencarian data dalam studi literatur ini dilakukan sebagai berikut:

Artikel mengenai hubungan pengaruh terapi xlix


aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada
pasien halusinasi di rumah sakit jiwa (n=5)
Artikel Kesehatan Artikel Non Kesehatan
(n=5) (n=0)

literature
literature non review
review (n=0) (n=5)

Inklusi (n=4) Eksklusi (n=1)

-Artikel Eksperimen -Artikel non Eksperimen


-Perlakuan dalam bentuk tindakan terapi aktivitas -Tidak ada perlakuan dalam bentuk tindakan
kelompok persepsi sensori pada pasien terapi aktivitas kelompok persepsi sensori
halusinasi dalam mengontrol halusinasi. pada pasien halusinasi dalam mengontrol
-Lokasi penelitian di rumah sakit jiwa dan pusat halusinasi.
rehabilitas. -Jurnal dapat diakses Full Text
-Hasil penelitian terpublikasi dalam rentang tahun
2011-2021
-Jurnal terakreditasi nasional

Gambar 5. Alur Pencarian Data


D. Database Pencarian

Penelitian ini dilaksanakan dengan penelusuran google scholar, penelitian studi kasus

pada artikel yang pertama berjudul “Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi

l
persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi

di rumah sakit jiwa DR. Amino Gondohutomo Semarang”, penelitian ini diterbitkan 1

Maret Tahun 2015. Artikel penelitian kedua didapatkan melalui penelusuran google

scholar, artikel ini berjudul “Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa tampan

Provinsi Riau”, artikel penelitian ini terbit pada September Tahun 2018. Artikel

penelitian ketiga didapatkan melalui penelusuran google scholar pada artikel yang

berjudul “Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di ruang kenangan rumah

sakit khusus daerah Provinsi Sulawesi Selatan”, artikel penelitian ini diterbitkan pada

Tahun 2013. Artikel yang keempat didapatkan melalui penelusuran google scholar

pada jurnal yang berjudul “Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori

(halusinasi) pada klien halusinasi di rumah sakit jiwa Provinsi jambi”, Artikel

penelitian ini diterbitkan secara online pada 2 Oktober 2020. Artikel penelitian kelima

didapatkan dengan penelitian google scholar yang berjudul “Pengaruh Terapi

Aktifitas Kelompok Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RSJ

Mutiara Sukma”. Artikel penelitian ini diterbitkan pada 1 Maret tahun 2019.

E. Kata Kunci Yang Digunakan

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari karakteristik responden dan data

keperawatan. Data yang dikumpulkam dari subjek studi kasus adalah data sekunder.

li
Data sekunder adalah data yang dihasilkan dari dokumen-dokumen grafis (tabel,

catatan, notulen rapat, dll), foto , film, rekaman video, benda-benda, dan barang lain

yang dapat memperkaya data primer [ CITATION San15 \l 1057 ]. Data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini adalah literatur review tentang pengaruh terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori terhadap kemampuan mengontrol

halusinasi pada pasien halusinasi di rumah sakit jiwa.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

pustaka dengan cara pengumpulan data melalui artikel literatur yang

berhubungan dengan judul. Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah:

a. Mencari artikel penelitian melalui google scholar

b. Ketika mencari artikel penelitian, memperhatikan tahun penerbitan. Artikel

yang terpilih merupakan artikel yang terbit dalam jangka waktu 10 tahun

terakhir yaitu tahun 2011-2021

c. Dalam pencarian artikel pertama yang berjudul “Pengaruh terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol

halusinasi pada pasien halusinasi di RSJD DR. Amino Gondohutomo

Semarang”, mencari artikel di google scholar dengan kata kunci “pengaruh

terapi aktivitas kelompok or mengontrol halusinasi”

d. Dalam pencarian artikel kedua dengan judul “Pengaruh terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol

halusinasi di rumah sakit jiwa tampan Provinsi Riau”, mencari artikel di

google scholar dengan kata kunci “terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi or dirumah sakit”

lii
Inklusi
- Artikel full text (n=5)
- penelitian studi kasus dan eksperimen pre test -
post test dengan metode terapi aktivitas
kelompok(n=5)
- Perlakuan dalam bentuk tindakan terapi aktivitas
kelompok persepsi sensori pada pasien halusinasi
dalam mengontrol halusinasi (n=5)
- Hasil penelitiane.terpublikasi
Dalam pencarian artikel tahun
ketiga dengan judul “Pengaruh terapi aktivitas
dalam rentang
2011-2021 (n=5)
kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi

pada pasien halusinasi di ruang kenangan rumah sakit khusus daerah

Provinsi Sulawesi Selatan”, mencari artikel melalui google scholar dengan

kata kunci “terapi aktivitas kelompok pasien halusinasi or mengontrol

halusinasi”.

f. Dalam pencarian artikel keempat yang berjudul “Terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi sensori (halusinasi) pada klien halusinasi di rumah sakit

jiwa Provinsi jambi”, mencari artikel melalui google scholar dengan kata

kunci “Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori (halusinasi)”,

setelah mendapatkan DOI pada artikel maka dapat dimasukan pada kolom

yang ada pada sci-hub.tw untuk mendapatkan artikel yang lengkap.

g. Dalam pencarian artikel kelima berjudul “Pengaruh Terapi Aktifitas

Kelompok Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RSJ

Mutiara Sukma”, mencari melalui google scholar dengan kata kunci

“terapi aktivitas kelompok or mengontrol halusinasi”

liii
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil artikel yang akan diteliti dalam penelitian ini dipaparkan dalam
framework PICO, yaitu :

No Jurnal Populasi Intervensi Comparison Outcome

1. Judul: Pengaruh Populasi: 26 sampel Jenis tindakan: Temuan: Hasil:


terapi aktivitas terapi Terapi Berdasarkan
kelompok stimulasi Teknik sampling: bercakap – aktivitas hasil maka
persepsi terhadap Cluster sampling cakap dengan kelompok terapi aktivitas
kemampuan pasien orang lain. dengan pasien kelompok
mengontrol halusinasi dengan
halusinasi di rumah Instrumen: diberikan perlakuan
sakit jiwa Tampan panduan perlakuan bercakap-
Provinsi Riau wawancara terapi cakap dengan
bercakap- orang lain
Peneliti: Prosedur cakap dengan mendapat
Tiomarlina Purba, pelaksanaan: orang lain pengaruh baik
Fathra Annis Nauli pengumpulan Sebanyak 26 dalam
dan Sri Utami data dilakukan responden, mengontrol
menggunakan terdapat halusinasi atau
Tahun: 2014 panduan tingkat menurunkan
wawancara halusinasi halusinasi.
Tempat penelitian: yang berisi 6 pasien
rumah sakit jiwa pertanyaan menurun
tampan provinsi yang setelah
riau kemudian diberikan
dianalisis perlakuan
Jenis metodologi: secara TAK dengan
Penelitian langsung nilai post test
Kuantitatif dengan menggunakan 5,11 dengan
desain pra pnghitungan standar deviasi
experimental skor di lembar 3,58 dan nilai
dengan observasi sebelumnya
menggunakan adalah pre test
rancangan one 1,42 dengan
group pre test dan standar deviasi
post test. 1,026.
Berdasarkan
durasi penelitian: hasil uji t
dari septemer 2013 dependent
sampai januari didapatkan p
2014 value = 0,000
< α (0,05),
yang
menunjukan
bahwa ada
pengaruh

liv
sebelum dan
sesusdah
dilakukan
terapi aktivitas
kelompok
stimulasi
persepsi
terhadap
kemampuan
pasien
mengontrl
halusinasi.

2. Judul: Pengaruh Populasi: 10 Jenis Temuan: Hasil:


terapi aktivitas responden intervensi: Terapi Berdasarkan
kelompok stimulasi mengontrol aktivitas hasil dapat
persepsi terhadap Teknik sampling: halusinasi kelompok disimpulkan
kemampuan purposive sampling dengan dengan pasien terdapat t
mengontrol melakukan halusinasi pengaruh baik
halusinasi pada Kriteria inklusi: kegiatan Dimana dari dalam
pasien halusinasi di dengan masalah utama terjadwal 10 sampel mengontrol
ruang Kenanga halusinasi,umur 18-45 sebelum halusinasi
rumah sakit khusus tahun,pendidikan,lam Instrumen: diberikan setelah
daerah Provinsi a rawat <1 bulan. panduan perlakuan diberikan
Sulawesi Selatan wawancara hanya 1 orang perlakukan
Kriteria eksklusi: dan kuesioner (10%) yang dengan
Peneliti Purwati Gangguan mental mampu melakukan
Ningsih, Murtiani, oerganik,mengalami Prosedur mengontrol kegiatan
Muh. Ilyas gangguan komunikasi pelaksanaan: halusinasi terjadwal.
verbal, tidak bersedia penelitian sedangkan
Tahun: 2013 jadi sampel sampel pasien setelah
halusinasi ini diberikan
diobservasi perlakuan
Tempat penelitian: dan dinilai terapi aktivitas
di rumah sakit terlebih dahulu kelompok
khusus daerah bagaimana terdapat 10
Provinsi Sulawesi kemampuan orang (100%)
Selatan mengontrol yang mampu
halusinasinya mengontrol
Jenis metodologi: sebelum di halusinasi.
penelitian quasi lakukan TAK, Dengan nilai
ekperimen jenis Lalu uji Wilcoxo,
one group pretest- Kemudian diperoleh nilai
posttest setelah yang
diberikan signifikan
perlakuan 0,003
pada sampel (p ≤ 0,005).
dinilai kembali
bagaimana
kemampuan
mengontrol
halusinasinya.

lv
3. Judul: Populasi : 20 sampel Jenis Terapi Hasil:
Terapi aktivitas intervensi: aktivitas Berdasarkan
kelompok stimulasi metode kelompok hasil setelah
persepsi sensori demonstrasi dengan pasien diberikan
(halusinasi) pada langsung halusinasi dari terapi aktivitas
klien halusinasi di 20 sampel kelompok
rumah sakit jiwa Instrument sesudah dengan
Provinsi jambi panduan: dilakukan perlakuan
Media perlakuan atau demonstrasi
Peneliti: Sutinah menggambar tindakan TAK langsung
sutinah, Isti mendapatkan media gambar
Harkomah dan Prosedur hasil terdapat
Nofrida Saswati pelaksanaan: peningkatan perubahan
Kegiatan yaitu (75%) baik dalam
Tahun: 2020 monitoring 15 sampel baik mengontrol
dilakukan dalam tingkat halusinasi.
Tanggal kegiatan dengan pengetahuan
penelitian: observasi mengontrol
28 mei 2020 langsung pada halusinasi dari
saat sebelumnya
Tempat penelitian: demonstrasi hanya 5 (25%)
di Rumah Sakit terapi aktivitas yang mampu
Jiwa Provinsi kelompok mengontrol
Jambi dengan media halusinasi.
gambar.
Metode penelitian:
demonstrasi
pretest – posttest
control group

1. Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien


mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa Tampan Provinsi Riau
Kompenen intervensi yang dilakukan adalah perlakuan
bercakap – cakap dengan orang lain untuk mengetahui perubahan setelah
dilakukan tindakan terhadap kemampuan pasien halusinasi dalam mengontrol
halusinasi.
2. Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di ruang Kenanga rumah sakit khusus
daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Kompenen yang dilakukan adalah mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan terjadwal pada halusinasi yang dapat mengurangi halusinasi dan dapat
mengontrol halusinasinya dapat melihat sebelum dilakukan perlakuan dan sesudah
diberikan perlakuan.
3. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori (halusinasi) pada klien
halusinasi di rumah sakit jiwa Provinsi jambi
Kompenen intervensi yang dilakukan adalah perlakuan demonstrasi langsung
terhadap pasien halusinasi dalam mengurangi halusinasi dengan serta dapat langsung
mempraktekan cara mengontrol halusinasi dengan bantuan media gambar

lvi
B. Pembahasan

Pembahasan pada penelitian ini dilakukan dengan mengkaji artikel untuk

menghasilkan kesimpulan pengaruh mengenai dilakukan perlakuan terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi-sensori terhadap kemampuan

mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di rumah sakit jiwa.

Penatalaksanaan keperawatan pasien gangguan jiwa untuk mengatasi

halusinasi adalah terapi aktivitas kelompok, Salah satu intervensi keperawatan

yang ada adalah terapi aktivitas kelompok dimana teknik distraksi tersebut

Antara lain teknik menghardik, melakukan kegiatan secara terjadwal dan

bercakap-cakap dengan orang lain, Wicaksono (2017). Terapi aktivitas

kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang merupakan upaya untuk

memfasilitasi perawat atau psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu

yang sama. Tujuan dari terapi aktivitas adalah untuk memantau dan

meningkatan antar anggota (Purwanto, 2015).

Menurut penelitian Purba,Nauli,Utami (2014) tentang “Pengaruh Terapi

Aktivitas Kelompok Stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien

mengontrol halusinasi di Rumah Sakit jiwa Tampan Provinsi

Riau”menyimpulkan bahwa dilakukan terhadap 26 responden, didapatkan

hasil pre test kemampuan pasien mengontrol halusinasi rata – rata sebesar

1,42. Setelah diberikan terapi aktivitas kelompok dengan metode bercakap-

cakap diperoleh nilai rata – rata hasil post test 5,11. Hasil penelitian ini

menunjukan adanya pengaruh atau perubahan terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi setelah

diberikan perlakuan. Dengan Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu

lvii
aktivitas psikoterapi yang dilakukan pada kelompok penderita gangguan jiwa

dengan cara berdiskusi atau bercakap – cakap satu sama lain yang dipimpin

atau diarahkan oleh seseorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih

dapat meningkatkan sosialisasi, orientasi realita, stimulasi persepsi, dan

stimulasi sensori (Keliat, 2005). Demikian dapat disimpulkan bahwa

dengan diberikan perlakuan terapi aktivitas kelompok dengan motode

bercakap - cakap dapat menurunkan tingkat halusinasi pasien dan

meningkatkan mengontrol halusinasi.

Menurut penelitian dari Purwati Ningsih, Murtiani, Muh. Ilyas (2013)

tentang “Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di ruang Kenanga

rumah sakit khusus daerah Provinsi Sulawesi Selatan” menyimpulkan bahwa

dilakukan terhadap 10 sampel, didapatkan hasil kemampuan mengontrol

halusinasi dengan melakukan kegiatan terdapat 9 orang yang kurang mampu

sebesar (90%) dan 1 orang (10%) yang mampu mengontrol halusinasi

sebelum di lakukan terapi aktivitas kelompok sedangkan setelah dilakukan

terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dengan metode melakukan

kegiatan terjadwal: menggambar terdapat hasil 10 orang (100%) mampu

mengontrol halusinasi dan tidak terdapat yang kurang mampu. Salah satu

bentuk pelaksanaan terapi aktivitas kelompok yaitu dengan cara melakukan

kegiatan menggambar bagi pasien gangguan jiwa merupakan bentuk

komunikasi dari alam bawah sadarnya, berdasarkan pemikirannya atau benda

– benda yang muncul akan menimbulkan gambaran yang merupakan ekpresi

diri sendiri. Dengan menggambar pasien gangguan jiwa dapat memperbaiki

lviii
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Menggambar merupakan salah satu

kemampuan dari psikomotorik (Townsend, 2010).

Hasil penelitian dari Sutinah sutinah, Isti Harkomah dan Nofrida Saswati

(2020) tentang “Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori

(halusinasi) pada klien halusinasi di rumah sakit jiwa Provinsi jambi”

menyimpulkan bahwa dilakukan terhadap 20 sampel, didapatkan hasil

sebelum dilakukan tindakan atau kegiatan terdapat 20 orang (100%) tidak

mampu mengetahui mengontrol halusinasi, sesudah diberikan kegiatan metode

caramah,diskusi,tanya jawab 15 orang (75%) mampu mengetahui mengontrol

halusinasi dan 5 orang sisanya kurang mampu mengontrol halusinasi. Dapat

disimpulkan pada penelitian ini terjadi peningkatan signifikan sesudah

diberikan kegiatan terhadap kemampuan mengontrol halusinasi yang

menggunakan aktivitas stimulus yang terkait dengan pengalaman atau

kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok dan hasil diskusi dapat berupa

kesepakatan persepsi atau alternatif masalah. Salah satu aktivitas yaitu

mempersepsikan stimulus yang tidak nyata dan respon yang dialami dalam

kehidupan, khususnya untuk klien halusinasi (keliat dan Akemat, 2004)

Dari penelitian pendahuluan yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa

masalah dengan kasus yang sama namun dengan hasil yang berbeda – beda,

Maupun dalam penerapan intervensi terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi sensori mempunyai kekurangan dan kelebihan maupun nilai statistik

tidaklah sama secara hasil maupun kemandirian pasien dalam mentindak

lanjuti apa yang telah diajarkan dan didukung oleh peneliti diatas dalam

meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi. Dari pemaparan di atas

lix
dapat dijadikan suatu tindakan bahwa, penerapan metode bercakap –cakap

oleh penelitian Purba,Nauli,Utami (2014) terdapat perubahan yang signifikan

dalam menurunkan tingkat halusinasi pada pasien dan meningkatkan

mengontrol halusinasinya. Sedangkan penerapan dari Purwati Ningsih,

Murtiani, Muh. Ilyas (2013) dengan metode melakukan kegiatan terjadwal

pada Terapi Aktivitas Kelompok oleh peneliti ini terdapat nilai sangat

siginifikan yaitu dari 10 sampel setelah diberikan perlakuan 100% pasien

dapat mengontrol halusinasi dan menurunkan tingkat halusinasi. Pada

penelitian dengan metode ceramah diskusi tanya jawab oleh Sutinah sutinah,

Isti Harkomah dan Nofrida Saswati (2020) dimana dapat peningkatan yang

signifikan sesudah diberikan kegiatan atau perlakuan terhadap kemampuan

mengontrol halusinasi yaitu 15 sampel mampu mengontrol halusinasi 75%

dari 20 sampel yang dijadikan sebagai subjek experiment. Mengingatkan dari

ketiga metode ini , tiga perlakuan yang mendapatkan perubahan secara baik

dalam mengontrol halusinasi terhadap sampel setelah diberikan peralakuan.

Dari beberapa metode perlakuan tadi yang mempunyai peralakuan yang

berbeda - beda masing – masingnya, sehingga pasien gangguan jiwa

membutuhkan terapi pelayanan secara khusus yang diberikan di pelayanan

kesehatan, khususnya rumah sakit jiwa. Mengingatkan jumlah kasus halusinasi

meningkat secara data, maka diperlukan intervensi yang diberikan secara

optimal pada pasien halusinasi untuk mengontrol halusinasinya. Berdasarkan

hal tersebut maka penulis tertarik untuk membedah lebih rinci tentang

penerapan dari beberapa metode terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

sensori pada pasien halusinasi.

lx
BAB V

A. Kesimpulan

Hasil dari studi literatur pada ketiga artikel ini menunjukan pengaruh

setelah diberikan terapi aktivitas kelompok dalam mengontrol halusinasi dan

hasil setelah diberikan beberapa metode perlakuan secara bercakap – cakap,

melakukan kegiatan terjadwal dan demonstrasi langsung terhadap pasien

halusinasi yang terdapat perbedaan secara signifikan dari masing – masing

metode tersebut.

Dimana terapi aktivitas kelompok persepsi sensori adalah kegiatan yang

sangat berpengaruh terhadap pasien halusinasi dari masing-masing jurnal

mempunyai hasil dan sampel yang berbeda tapi tetap tujuan sama yaitu

membantu pasien dalam menurunkan halusinasi dan mengontrol halusinasi.

Tujuan dari terapi aktivitas adalah untuk memantau dan meningkatan antar

anggota (Purwanto, 2015).

B. Saran

1. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori setiap pasien harus

mendapatkan tindakan secara khusus sesuai dengan kebutuhan pasien

terhadap kemampuan mengontrol halusinasi.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk melanjutkan penelitian

lanjutan mengenai Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi

persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di Rumah

Sakit jiwa.

lxi
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, R., (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Akemat & Keliat, B. A, (2004), Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas

Kelompok, EGC, Jakarta.

Ah. Yusuf., Rizky Fitryasari PK., Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.
Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2013 tantang Prevalensi Gangguan Jiwa di Provinsi
DIY. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Baradero, M., Mary W., Anastasia M. (2016). Kesehatan Mental Psikiatri.
Chaula, A., Malawati., Teuku Mamfaluti (2017). Perbandingan Antara
Penggunaan Antipsikotik Atipikal Terhadap Peningkataan Kadar
Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Skizofrenia di BLUD RSJ Aceh.
Jurnal, Vol 2.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Departemen Buku


Pedoman Kesehatan Jiwa. Jakarta: Depkes.

Depkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Dermawan, D., Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing:Yogyakarta.
Dinas Kesehatan DIY. (2016). Profil Kesehatan DIY Tahun 2016 tentang
Kasus Gangguan Jiwa di Yogyakarta. Yogyakarta : Data Rutin Dinkes
DIY.
Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

lxii
Fresa, O., Dwi H.R., Muhammad S.A.SN. (2015). Efektivitas Terapi
Individu Bercakap-Cakap Dalam meningkatakan kemampuan
Mengontrol Halusinasi

Hidayah, A.N. (2015)."Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi


Persepsi-Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada
Pasien Halusinasi di RSJD dr. Amino Gondohutomo
Semarang." FIKkeS 8.1.

Iskandar., Saputri,J., Rianto,E. (2020) gambaran dukungan keluarga


dalam merawat klien dengan gangguan jiwa
di wilayah kerja puskesmas palaran : borneo nursing journal (BNJ)
akademi keperawatan yarsi samarinda.
Keliat, B.A., dkk. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN
(Basic Course). Jakarta: EGC.
Keliat, B.A., Akemat. (2016). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Keliat, B.A., dkk. (2011). ManajemenKeperawatan Psikososial dan Kader
Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). EGC: Jakarta.
Kementrian Kesehatan.(2014) Undang Undang No 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa https://ipkindonesia.or.id/media/2017/12/uu-no-18-th-
2014-ttg-kesehatan-jiwa.pdf ( di akses tgl 1 mei 2021 ).
Kusumawati, F., Yudi H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Matappa, A., (2017). Seni Memehami Penelitian Kuliatatif Dalam Bimbingan


Dan. Jurnal Konseling Andi Matappa, pp. 90-100.

Indra, M. (2019). "Penyuluhan Kesehatan Jiwa untuk Meningkatkan


Pengetahuan Masyarakat tentang Masalah Kesehatan Jiwa di
Lingkungan Sekitarnya." Media Karya Kesehatan 2.2

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan


Aplikasi. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Abdul, N., Muhith, A. (2011). Dasar-dasar Keperawatan jiwa, Pengantar dan
Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Nauli, F. A. (2014). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di rumah sakit
jiwa tampan Provinsi riau (Doctoral dissertation, Riau University).

lxiii
Ningsih, P., Murtiani, M., & Ilyas, M. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Di Ruang Kenanga Rumah Sakit
Khusus Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis, 2(4), 28-34.

O’Brien, P.G., Winifred Z.K., Karen. A.B. (2014).Keperawatan Kesehatan


Jiwa Psikiatrik: Teori & Praktik alih bahasa Nike B.S. Jakarta: EGC.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha


Medika: Yogyakarta.
Pujiningsih., Erniawati., and Zulfiarti, F, P. (2019). "Pengaruh Terapi Aktifitas
Kelompok Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RSJ
Mutiara Sukma." Jurnal Ilmu Kesehatan dan Farmasi 
Purba, T., Fathra A.N., Sri U. (2014). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol
Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.Jurnal
Keperawatan. Diakses dari http://jom.unri.ac.id, tanggal 21 april 2021.

Purwaningsih, W., Ina K. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Muha Medika.

Purwanto, T. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Rawa, F., Joy M.R., Posangi. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Jurnal Ilmiah.

Riyadi., Sujono., dan Teguh Purwanto. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:


Literasi Media Publishing.

Sustrami, D., Sri S. (2014).Efektifitas Pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok


Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Skizofrenia

lxiv
Dalam Mengontrol Halusinasi Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya. Jurnal Kesehatan, Vol. 6.
Sutejo, dkk. (2017). Buku Panduan Praktik Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.

Sutejo. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa Prinsip dan Praktik Asuhan


Keperawatan.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sutinah, S., Harkomah, I., & Saswati, N. (2020). terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi sensori (halusinasi) pada klien halusinasi di rumah
sakit jiwa provinsi jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam
Kesehatan, 2(2).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik edisi 1. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.
Tokalese, J.F., Aminuddin N. (2016). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) Terhadap Kemajuan Perawatan Pada Pasien halusinasi Di
Ruangan Manggis Di Rumah Sakit Daerah Madani Palu. Jurnal
Kesehatan Prima, Vol. 10.

Townsend, M.C. (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri :


Rencana Asuhan & Medikasi Psikotoprik. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Videbeck, S.L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Wicaksono, M.S. (2017). Teknik Distraksi Sebagai
Strategi MenurunkanKekambuhan Halusinasi. Jurnal Ilmiah.

World Health Organization, World Organization of National Colleges,


Academies, & Academic Associations of General Practitioners/Family
Physicians. (2008). Integrating mental health into primary care: a
global perspective. World Health Organization.
Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa edisi 1. Bandung: Refika Aditama.

lxv
lxvi

Anda mungkin juga menyukai