Aldi
Seminar Hasil“Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok stimulasi persepsi
sensori terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pasien
halusinasi di rumah sakit
jiwa”
NAMA : ALDI PRAWIRA
NIM : 1810033040
01 02 03
Latar Rumusan Tujuan dan
Belakang Masalah Manfaat
Penelitian
04 05 06
Tinjauan Metode Hasil dan
Pustaka penelitian pembahasan
07 08
Kesimpulan Daftar pustaka
dan saran
Latar belakang
Kesehatan jiwa merupakan seseorang yang Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan bisa kendalikan dengan terapi aktifitas kelompok
diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan stimulasi persepsi halusinasi. Terapi aktivitas
berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia, kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah pasien
(Yusuf dkk, 2015). dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan
atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola persepsi pasien dievaluasi dan ditingkatkan pada
perilaku yang secara klinis bermakna yang tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respons
berkaitan langsung dengan distress pasien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan
(penderitaan) dan menimbulkan hendaya menjadi adaptif (Sustrami & sundari, 2014).
(disabilitas) langsung pada satu atau lebih
fungsi kehidupan manusia (Keliat dkk, 2015). Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami
peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun
Penatalaksanaan keperawatan pasien gangguan di berbagai belahan dunia jumlah penderita
jiwa untuk mengatasi halusinasi adalah terapi gangguan jiwa bertambah. Hal tersebut tentunya
aktivitas kelompok, Salah satu intervensi tentunya membutuhkan upaya untuk menangani
keperawatan yang ada adalah terapi aktivitas fenomena gangguan jiwa.
kelompok. Terapi aktivitas kelompok adalah
salah satu terapi modalitas yang merupakan
upaya untuk memfasilitasi perawat atau
psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada
waktu yang sama. Tujuan dari terapi aktivitas
adalah untuk memantau dan meningkatan antar
anggota (Purwanto, 2015).
Lanjutan latar belakang
Menurut data WHO
(2016)
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 21 juta terkena skizofrenia. Di
Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban Negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Data Riskesdas
(2018)
menunjukan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan
gejala-gejala depresi kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar
6.1% dari jumlah penduduk Indonesia.
04
observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien.
Tanda dan gejala pasien halusinasi khususnya
halusinasi pengdengaran menurut Direja (2011)
05
05
dan keparahannya. Semakin berat fase halusinasinya,
pasien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya. Berikut 4 fase
adalah sebagai berikut: halusinasi menurut Sutejo (2017) :
•
Fase II condemning (halusinasi menjadi
menjijikan)
Fase III. Controlling (pengalaman sensori jadi
•
cakap.
Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
5 •
berkuasa)
Fase IV. Conquering (umumnya menjadi melebut
dalam halusinasinya)
• Merasa takut atau senang dengan
halusinasinya.
Terapi
psikofarmakologi
Psikofarmakologi adalah bagian utama tritmen
Data objektif
•
•
•
Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab 04 06
Mengarahkan telingan kea rah tertentu
pengobatan untuk respon neurobiologis maladaptive. Ada
beberapa macam obat bagi penderita gangguan jiwa berat
maupun mental emosional. Pada gangguan jiwa berat
• Menutup telinga atau skizofrenia umumnya menggunakan obat psikotik
• Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas yaitu antagonis reseptor dopamine dianggap lebih efektif
pada terapi gejala positif skizofrenia (halusinasi, waham,
dan agitasi).
Proses keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengkajian
dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga. Selama
wawancara pengkajian, perawat mengumpulkan baik data subjektif maupun objektif
termasuk observasi yang dilakukan selama wawancara (O’Brien dkk, 2014). ). Pengkajian
umum dapat mencakup :
• Keluhan/masalah utama
• Status kesehatan fisik, mental, dan emosional secara umum.
• Riwayat pribadi dan keluarga
• System dukungan dalam keluarga, kelompok social atau komunitas.
• Kegiatan hidup sehari – hari (activities of daily living).
• Kebiasaan dan keyakinan kesehatan.
•
Pengkajian •
Pemakaian atau penyalahgunaan zat, pemakaian obat yang diresepkan.
Hubungan interpersonal.
• Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain.
• Pola koping.
• Keyakinan dan nilai spiritual.
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan
Efek / Akibat
Masalah utama Halusinasi Pendengaran
Menurut Zelika dan Dermawan (2015), diagnosis keperawatan yang muncul adalah:
Gangguan persepsi sensori :
• halusinasi pendengaran
• Resiko perilaku kekerasan
• Isolasi sosial
ncana keperawatan
Rencana keperawatan
Setelah menetapkan diagnose keperawatan selanjutnya adalah tahap
perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran (Dermawan & Rusdi, 2013).
Rencana keperawatanya sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.
Tujuan
TUM
• Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x pertemuan, pasien
dapat mengontrol halusinasi.
TUK
• Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
• Pasien dapat mengenal halusinasi.
• Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik.
• Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
• Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
• Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
utan Rencana keperawatan
Kriteria Hasil:
TUK
• Menunjukan ekpresi wajah bersahabat.
• Menunjukan rasa senang.
• Adanya kontak mata.
• Mau berjabat tangan.
• Mau menyebutkan nama, menjawab salam, duduk berdampingan
dengan perawat, dan maumengutarakan masalah yang dihadapinya.
Strategi pelaksanaan pada keluarga dan pasien gangguan sensori persepsi halusinasi
pendengaran.
Untuk pasien
SP 1
• Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
• Mengidentifikasi ini halusinasi pasien.
• Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien.
• Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien.
• Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
• Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi.
• Mengajarkan pasien menghardik halusinasi.
• Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah dilalukan
untuk keluarga dan pasien ganggaun sensori persepsi halusinasi
pendengaran (Azizah, 2011) adalah sebagai berikut :
Pasien mampu:
Pembahasan pada penelitian ini dilakukan dengan mengkaji artikel untuk menghasilkan kesimpulan
pengaruh mengenai dilakukan perlakuan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi-sensori terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di rumah sakit jiwa. Penatalaksanaan keperawatan
pasien gangguan jiwa untuk mengatasi halusinasi adalah terapi aktivitas kelompok, Salah satu intervensi
keperawatan yang ada adalah terapi aktivitas kelompok dimana teknik distraksi tersebut Antara lain teknik
menghardik, melakukan kegiatan secara terjadwal dan bercakap-cakap dengan orang lain, Wicaksono (2017).
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang merupakan upaya untuk memfasilitasi
perawat atau psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama. Tujuan dari terapi aktivitas adalah
kelompok stimulasi persepsi – sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di
RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Menunjukan dari 10 sampel bahwa kemampuan mengontrol
halusinasi sebelum diberikan perlakuan mendapat nilai 2,9 dengan standard Deviasi 1,174 dan sesudah
diberikan perlakuan TAK dengan metode menghardik mendapat nilai 3,4 dengan nilai P value 0,129 yang
artinya tidak ada perubahan yang terlalu signifikan antara nilai sebelum dengan setelah pemberian TAK metode
menghardik ini. Berdasarkan isi penelitian ini terdapat 10 sampel diketahui memiliki umur responden dengan
rata – rata 30 tahun , dimana umur merupakan usia responden berdasarkan tahun. Gangguan sensori : halusinasi
dapat terjadi pada berbagai tingkat umur, menerangkan bahwa terjadinya halusinasi melalui proses
ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal (pikiran dan
stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di ruang Kenanga rumah sakit
khusus daerah Provinsi Sulawesi Selatan” menyimpulkan bahwa dilakukan terhadap 10 sampel, didapatkan hasil
kemampuan mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan terdapat 9 orang yang kurang mampu sebesar (90%)
dan 1 orang (10%) yang mampu mengontrol halusinasi sebelum di lakukan terapi aktivitas kelompok sedangkan
setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dengan metode melakukan kegiatan terjadwal:
menggambar terdapat hasil 10 orang (100%) mampu mengontrol halusinasi dan tidak terdapat yang kurang mampu.
Salah satu bentuk pelaksanaan terapi aktivitas kelompok yaitu dengan cara melakukan kegiatan menggambar bagi
pasien gangguan jiwa merupakan bentuk komunikasi dari alam bawah sadarnya, berdasarkan pemikirannya atau
benda – benda yang muncul akan menimbulkan gambaran yang merupakan ekpresi diri sendiri. Dengan menggambar
pasien gangguan jiwa dapat memperbaiki aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Menggambar merupakan salah
aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori (halusinasi) pada klien halusinasi di rumah sakit jiwa
Provinsi jambi” menyimpulkan bahwa dilakukan terhadap 20 sampel, didapatkan hasil sebelum
dilakukan tindakan atau kegiatan terdapat 20 orang (100%) tidak mampu mengetahui mengontrol
halusinasi, sesudah diberikan kegiatan metode caramah,diskusi,tanya jawab 15 orang (75%) mampu
mengetahui mengontrol halusinasi dan 5 orang sisanya kurang mampu mengontrol halusinasi. Dapat
disimpulkan pada penelitian ini terjadi peningkatan signifikan sesudah diberikan kegiatan terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi yang menggunakan aktivitas stimulus yang terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok dan hasil diskusi dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif masalah. Salah satu aktivitas yaitu mempersepsikan stimulus yang
tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, khususnya untuk klien halusinasi (keliat dan
Akemat, 2004)
Dari penelitian pendahuluan yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa masalah dengan kasus yang sama
namun dengan hasil yang berbeda – beda, Maupun dalam penerapan intervensi terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi sensori mempunyai kekurangan dan kelebihan maupun nilai statistik tidaklah sama secara hasil maupun
kemandirian pasien dalam mentindak lanjuti apa yang telah diajarkan dan didukung oleh peneliti diatas dalam
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi. Dari pemaparan di atas dapat dijadikan suatu tindakan bahwa
penerapan metode menghardik oleh Afifah Nur Hidayah (2015) mempunyai hasil dimana responden atau sampel
setelah diberikan perlakuan tidak terlalu berpengaruh lebih dalam mengontrol halusinasi secara data yang diapaparkan
peneliti, penerapan metode bercakap –cakap yang kedua oleh penelitian Purba,Nauli,Utami (2014) terdapat perubahan
yang signifikan dalam menurunkan tingkat halusinasi pada pasien dan meningkatkan mengontrol halusinasinya.
Sedangkan penerapan ketiga dari Purwati Ningsih, Murtiani, Muh. Ilyas (2013) dengan metode
melakukan kegiatan terjadwal pada Terapi Aktivitas Kelompok oleh peneliti ini terdapat nilai sangat siginifikan
yaitu dari 10 sampel setelah diberikan perlakuan 100% pasien dapat mengontrol halusinasi dan menurunkan
tingkat halusinasi. Pada penelitian keempat dengan metode ceramah diskusi tanya jawab oleh Sutinah sutinah,
Isti Harkomah dan Nofrida Saswati (2020) dimana dapat peningkatan yang signifikan sesudah diberikan
kegiatan atau perlakuan terhadap kemampuan mengontrol halusinasi yaitu 15 sampel mampu mengontrol
halusinasi 75% dari 20 sampel yang dijadikan sebagai subjek experiment. Mengingatkan dari keempat metode
ini , hanya tiga perlakuan yang mendapatkan perubahan secara baik dalam mengontrol halusinasi terhadap
sampel sedangkan satu metode menghardik masih belum terjadi perubahan signifikan secara baik. Dari beberapa
metode perlakuan tadi yang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing , sehingga pasien
gangguan jiwa membutuhkan terapi pelayanan secara khusus yang diberikan di pelayanan kesehatan, khususnya
rumah sakit jiwa. Mengingatkan jumlah kasus halusinasi meningkat secara data, maka diperlukan intervensi
yang diberikan secara optimal pada pasien halusinasi untuk mengontrol halusinasinya. Berdasarkan hal tersebut
maka penulis tertarik untuk membedah lebih rinci tentang penerapan dari beberapa metode terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi sensori pada pasien halusinasi. pada hasil penelitian yang berbeda dalam
mengungkapkan konsep data – data yang berbeda di Rumah Sakit dan hasil penerapannnya dengan topik yang
relevan.
A. Kesimpulan
Hasil dari studi literatur pada keempat artikel ini menunjukan peningkatan, pengetahuan pemahaman
tentang cara mengontrol halusinasi dan tahu hasil setelah diberikan beberapa metode dari perlakuan secara
menghardik,bercakap – cakap, melakukan kegiatan terjadwal dan berceramah terhadap pasien halusinasi yang
Dimana terapi aktivitas kelompok persepsi sensori adalah kegiatan yang sangat berpengaruh terhadap pasien
halusinasi dari masing-masing jurnal mempunyai hasil dan sampel yang berbeda tapi tetap tujuan sama yaitu
membantu pasien dalam menurunkan halusinasi dan mengontrol halusinasi. Tujuan dari terapi aktivitas adalah
1. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori setiap pasien harus mendapatkan tindakan secara
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk melanjutkan penelitian lanjutan mengenai Pengaruh
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di
1. Hidayah, Afifah Nur. "Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi-Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
2. Purba, T., Fathra A.N., Sri U. (2014). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien
Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.Jurnal Keperawatan. Diakses dari http://jom.unri.ac.id, tanggal 6
Januari2018.
3. Ningsih, P., Murtiani, M., & Ilyas, M. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan
Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal
4. Sutinah, S., Harkomah, I., & Saswati, N. (2020). TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI SENSORI
(HALUSINASI) PADA KLIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAMBI. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam
Kesehatan, 2(2).
Thank
s