Berdasarkan data rekam medis yang diperoleh di Puskesmas Kandai, ditemukan seorang pasien Tuan K, 48 tahun yang didiagnosis sebagai pasien kusta tipe MB (multibasiler) dengan hasil pemeriksaan BTA (+). Tuan K mengawali pengobatan dengan multi drug treatment (MDT) pada tanggal 22 Oktober 2016 sampai tangal 2 September 2017. Tuan K melakukan pengobatan MDT kurang lebih selama 11 bulan sampai dinyatakan Release From Treatment (RFT). Setelah beberapa bulan, pasien kembali berkunjung ke Puskesmas Kandai pada tanggal 2 Juli 2018 dan setelah dilakukan pemeriksaan pasien didiagnosis mengalami reaksi kusta tipe 2 atau tipe Eritema Nodusum Leprosum (ENL). Pasien kemudian diberikan terapi kortikosteroid terus menerus sampai akhirya pasien dinyatakan sembuh dimana kunjungan terakhir yang tercatat yaitu pada tanggal 8 November 2018. B. Pembahasan 1. Tatalaksana Kusta a. Terapi Farmakologis Obat anti kusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil sulfon) atau Dapson kemudian Klofamizin, dan Rifampisin. DDS mulai dipakai sejak 1948 dan di Indonesia digunakan pada tahun 1952, Klofazimin dipakai sejak 1962 oleh BROWN dan HOGERZEIL, dan rifampisin sejak tahun 1970. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotik lain untuk pengobatan alternatif, yaitu ofloksasin, minosiklin dan klaritromisin. Pada tahun 1951 pengobatan kusta telah menggunakan multi drug treatment (MDT) untuk mencegah resistensi. Pada saat ini ada berbagai macam dan cara MDT yang dilaksanakan di Indonesia sesuai rekomendasi WHO , dengan obat alternatif sejalan dengan kebutuhan dan kemampuan. Hal yang paling dirisaukan ialah resistensi terhadap DDS, karena DDS adalah obat antikusta yang paling banyak dipakai dan paling murah. Obat ini sesuai dengan para penderita yang ada di negara berkembang dengan sosial ekonomi rendah. MDT digunakan sebagai usaha untuk mencegah dan mengobati resistensi, memperpendek masa pengobatan, empercepat pemutusan mata rantai penularan. Pada saat menyusun kombinasi obat perlu diperhatikan efek terapeutik obat, efek samping obat, ketersediaan obat, harga obat dan kemmungkinan penerapannya. Cara pemberian MDT untuk multibasiler (BB, BL, LL, atau semua tipe dengan BTA positif) adalah: 1) Rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan 2) DDS/Dapson 100 mg setiap hari 3) Klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan, diteruskan 50 mg sehari atau 100 mg selama sehari atau 3 kali 100 mg setiap minggu Awalnya kombinasi obat tersebut diberikan 24 dosis dalm 24 sampai 36 bulan dengan syarat bakterioskopis harus negatif. Apabila bakterioskopis masih positif, pengobatan harus dilanjutkan sampai bakterioskopis negatif. Selama pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan secara bakterioskopis minimal setiap 3 bulan. Jadi besar kemungkinan pengobatan kusta multibasilar ini hanya selama 2 sampai 3 tahun. Hal ini adalah waktu yang relatif sangat singkat dan dengan batasan watu yang tegas, jika dibandingkan dengan cara sebelumnya yang memerlukan waktu minimal 10 tahun sampai seumur hidup. Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment (RFT). Setelah RFT dilakukan tindak lanjut (tanpa pengobatan) secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama 5 tahun. Kalau bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From Control (RFC). Saat ini, apabila secara klinis sudah terjadi penyembuhan, pemberian obat dapat dihentikan, tanpa memperhatikan bakterioskopis. b. Terapi Non-Farmakologis 1) Pasien kusta secara rutin perlu menjaga kebersihan diri, terutama pada regio yang mengalami penurunan fungsi neurologis. Tangan atau kaki yang anastetik dapat direndam setiap hari selama 10-15 menit. Lesi kalus atau kulit keras disekitar ulkus dapat di abrasi, paling baik dilakukan oleh tenaga medis dengan bilah skapel. Selanjutnya, untuk menjaga nutrisi dan kelembapan yang adekuat pada kulit, dapat diberikan pelembab topikal. 2) Istirahatkan regio yang terlihat kemerahan atau melepuh. Hindari tekanan yang berlebihan pada regio lesi, misalnya dengan elevasi tungkai saat istirahat atau mencegah berjalan kaki dalam jangka waktu yang lama 3) Untuk mencegah dan menangani komplikasi yang ada, dibutuhkan kerja samadengan bagian bedah ortopedi, pediatrist, neurologi, oftalmologi, dan rehabilitasi medis. c. Pengobatan reaksi kusta tipe 2 atau ENL Reaksi kusta merupakan episode akut dari perjalanan kronis penyakit yang terdiri atas dua jenis yaitu ENL dan reaksi reversal. ENL sendiri timbul pada tipe LL dan BL dan merupakan reaksi imun humoral yang terjadi biasanya pada tahun kedua pengobatan. Reaksi ini mucul karena banyaknya basil lepra yang mati dan hancur sehingga banyak antigen yang tersebar dan memicu reaksi imun humoral. Pada ENL tidak terjadi perubahan tipe. Obat yang paling sering dipakai ialah tablet kortikosteroid, antara lain Prednison. Dosisnya bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednison 15-30 mg sehari, kadang-kadang lebih. Makin berat reaksinya makin tinggi dosisnya, tetapi sebaliknya bila reaksinya terlalu ringan tidak perlu diberikan. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Prinsip penanganan reaksi tipe 2 atau ENL adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi tingkat keparahan reaksi tipe 2 (Apakah ringan/sedang/berat) 2) Melanjutkan pemberian MDT. Pemberian MDT bila terjadi reaksi harus tetap dilanjutkan, dan bila MDT belum diberikan saat terjadi reaksi, harus segera diberikan bersamaan dengan terapi spesifik ENL, terutama pada pasien LL/BL 3) Penatalaksanaan manifestasi klinis ENL reaksi tipe 2 Terapi reaksi tipe 2 sesuai dengan tingkat keparahan adalah sebagai berikut: 1) Terapi reaksi tipe 2 ringan: obat analgetik dan obat antiinflamasi, misalnya Aspirin dan OAINS lainnya 2) Terapi reaksi tipe 2 berat Terapi reaksi tipe 2 episode pertama ENL berat Pilihan pertama: Prednison Pemberian prednison jangka pendek, tetapi dengan dosis awal tinggi, 40-60 mg sampai ada perbaikan klinis kemudian tapering 5-10 mg setiap minggu selama 6-8 minggu atau lebih. Dosis rumatan 5-10 mg diperlukan selama beberapa minggu untuk mencegah rekurensi ENL. Skema pemberian prednison: - 2 minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan - 2 minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan - 2 minggu ketiga 20 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan - 2 minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan - 2 minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan - 2 minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan Pilihan kedua: kombinasi prednisolon dan klofazimin Kombinasi prednisolon (dosis seperti diatas) dan klofazimin diberikan dengan dosis sebagai berikut: - 300 mg/hari selama 1 bulan - 200 mg/hari selama 3-6 bulan - 100mg/hari selama gejala masih ada Terapi reaksi tipe 2 episode ulangan atau ENL kronik Pilihan pertama; Prednisolon + Klofazimin Dosis klofazimin: - 300 mg selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan - 200 mg selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan - 100 mg selma gejala dan tanda masih ada. Dosis prednison: - Prednisolon 30 mg/hari selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan: 25 mg/hari selama 2 minggu 20 mg/hari selama 2 minggu 15 mg/hari selama 2 minggu 10 mg/hari selama 2 minggu 5 mg/hari selama 2 minggu, kemudian dihentikan. 2. Tatalaksana Kusta di Puskesmas Kandai a. Pengobatan awal Pengobatan yang diberikan pada pasien pada hari pertama kunjungan adalah pengobatan MDT tipe Multibasiler yaitu: 1) Klofazimin (C) 300 mg + Rifampisin (R) 600 mg + DDS (D) 100 mg, yang diberikan pada hari pertama dan diminum langsung didepan pengawas. 2) Pada hari ke 2 sampai hari ke 28, pasien dianjurkan untuk minum obat Klofazimin (C) 50 mg + DDS (D) 100 mg setiap hari. Pasien diberikan pengobatan seperti diatas selama kurang lebih 12 bulan. b. Pengobatan reaksi kusta tipe 2 atau ENL Pasien datang ke Puskesmas pada tanggal 2 Juli 2018, dan setelah dilakukan pemeriksaan pasien dinyatakan mengalami reaksi kusta tipe ENL. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut: 1) Kunjungan I (2 Juli 2018): Pasien diberikan obat Prednison 40 mg/hari (1x8 tab) ditambah beberapa obat untuk mengatasi manifestasi klinis lain yang ditemukan. 2) Kunjungan II (13 Juli 2018): Pasien diberikan obat Prednison 30 mg/hari (1x6 tab) ditambah beberapa obat untuk mengatasi manifestasi klinis lain yang ditemukan. 3) Kunjungan III (7 Agustus 2018): Pasien diberikan obat Prednison 40 mg/hari (1x8 tab) 4) Kunjungan IV (16 Agustus 2018): Pasien diberikan obat Prednison 30 mg/hari (1x6 tab) ditambah beberapa obat untuk mengatasi manifestasi klinis lain yang ditemukan. 5) Kunjungan V (18 September 2018): Pasien diberikan obat Prednison 30 mg/hari (1x6 tab) ditambah beberapa obat untuk mengatasi manifestasi klinis lain yang ditemukan. 6) Kunjungan VI (18 Oktober 2018): Pasien diberikan obat Prednison 5 mg/hari (1x1 tab) ditambah beberapa obat untuk mengatasi manifestasi klinis lain yang ditemukan. 7) Kunjungan VII (8 November 2018): Pasien dinyatakan sembuh dan hanya diberikan obat Paracetamol 1500 mg/hari (3x1) Pasien dinyatakan sembuh setelah diberikan pengobatan seperti diatas selama kurang lebih 4 bulan. 3. Perbandingan Tatalaksana Kusta di Puskesmas Kandai dengan Tatalaksana Kusta yang Sesuai Standar. Tabel 1. Perbandingan Tatalaksana Kusta di Puskesmas Kandai dengan Tatalaksana Kusta yang Sesuai Standar. Tatalaksana kusta sesuai standar Tatalaksana kusta di PKM Kandai 1. Pengobatan awal (12 bulan) 1. Pengobatan awal (± 12 bulan) a. Hari pertama tiap bulan a. Hari pertama tiap bulan - Rifampisin 300 mg - Rifampisin 300 mg - Klofamizin 100 mg - Klofamizin 100 mg - DDS/Dapson 100 mg - Dapson 100 mg b. Hari 2 – 28 b. Hari 2 – 28 - Klofazimin 50 mg - Klofazimin 50 mg - Dapson 100 mg - Dapson 100 mg 2. Pengobatan reaksi kusta ENL 2. Pengobatan reaksi kusta ENL Skema pemberian prednison: a. Kunjungan I (2 Juli 2018): Prednison a. 2 minggu pertama 40 mg/hari 40 mg/hari (1x8 tab) (1x8 tab) pagi hari sesudah b. Kunjungan II (13 Juli 2018): makan Prednison 30 mg/hari (1x6 tab) b. 2 minggu kedua 30 mg/hari c. Kunjungan III (7 Agustus 2018): (1x6 tab) pagi hari sesudah Pasien diberikan obat Prednison 40 makan mg/hari (1x8 tab) c. 2 minggu ketiga 20 mg/hari d. Kunjungan IV (16 Agustus 2018): (1x1 tab) pagi hari sesudah Pasien diberikan obat Prednison 30 makan mg/hari (1x6 tab) d. 2 minggu keempat 15 mg/hari e. Kunjungan V (18 September 2018): (1x3 tab) pagi hari sesudah Pasien diberikan obat Prednison 30 makan mg/hari (1x6 tab) e. 2 minggu kelima 10 mg/hari f. Kunjungan VI (18 Oktober 2018): (1x2 tab) pagi hari sesudah Pasien diberikan obat Prednison 5 makan mg/hari (1x1 tab) f. 2 minggu keenam 5 mg/hari g. Kunjungan VII (8 November 2018): (1x1 tab) pagi hari sesudah Pasien dinyatakan sembuh dan hanya makan diberikan obat Paracetamol 1500 mg/hari (3x1)
Berdasarkan tabel 1. diatas dapat dilihat bahwa tata cara
penatalaksanaan penyakit kusta di Puskesmas Kandai telah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan kusta yang benar. Meskipun terdapat sedikit perbedaan, namun hal tersebut bukanlah sesuatu yang sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien.