PENDAHULUAN
Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam
mencegah beberapa penyakit berbahaya. Sejarah telah mencatat besarnya peranan imunisasi
dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat
penyakit-penyakit seperti Cacar, Polio, Tuberkulosis, Hepatitis B yang dapat berakibat pada
kanker hati, Difteri, Campak, Rubela dan Sindrom Kecacatan Bawaan Akibat Rubela
(Congenital Rubella Syndrom/CRS), Tetanus pada ibu hamil dan bayi baru lahir, Pneumonia
(radang paru), Meningitis (radang selaput otak), hingga Kanker Serviks yang disebabkan oleh
infeksi Human Papilloma Virus.1
Dalam imunisasi terdapat konsep Herd Immunity atau Kekebalan Kelompok. Kekebalan
Kelompok ini hanya dapat terbentuk apabila cakupan imunisasi pada sasaran tinggi dan merata
di seluruh wilayah. Kebalnya sebagian besar sasaran ini secara tidak langsung akan turut
memberikan perlindungan bagi kelompok usia lainnya, sehingga bila ada satu atau sejumlah
kasus Penyakit- penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di masyarakat maka
penyakit tersebut tidak akan menyebar dengan cepat dan Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat
dicegah. Konsep ini merupakan bukti bahwa program imunisasi sangat efektif juga efisien
karena hanya dengan menyasar kelompok rentan maka seluruh masyarakat akan dapat
terlindungi.1
Dari sisi ekonomi, upaya pencegahan penyakit sejatinya akan jauh lebih hemat biaya, bila
dibandingkan dengan upaya pengobatan. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) sebagian besarnya merupakan penyakit- penyakit yang bila sudah menginfeksi seseorang
maka akan membutuhkan biaya pengobatan dan perawatan yang cukup tinggi yang tentunya
akan membebani negara, masyarakat serta keluarga. Biaya yang dikeluarkan untuk program
imunisasi sangat jauh lebih rendah dibandingkan total potensi biaya yang harus dikeluarkan bila
masyarakat terkena PD3I.1
Sejak Indonesia melaporkan kasus COVID-19 pertama pada bulan Maret 2020,
cakupan imunisasi rutin dalam rangka pencegahan penyakit anak seperti campak, rubella,
1
dan difteri semakin menurun. Misalnya, tingkat cakupan imunisasi difteri, pertusis dan tetanus
(DPT3) dan campak dan rubella (MR1) berkurang lebih dari 35% pada bulan Mei 2020
dibandingkan periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya.2
Selain itu, untuk lebih memahami efek pandemi COVID-19 terhadap imunisasi,
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan UNICEF juga telah melakukan penilaian cepat pada
April 2020: hasilnya menunjukkan bahwa 84% dari semua faskes melaporkan layanan
imunisasi terganggu di kedua level yaitu Puskesmas dan Posyandu. Gangguan dalam layanan
imunisasi sangat besar dan langsung dirasakan, dengan beberapa hambatan yang diamati di
berbagai tingkatan. Hambatan-hambatan tersebut seperti hambatan akses akibat penghentian
layanan disertai dengan menurunnya permintaan disebabkan masyarakat takut tertular COVID-
19. Dari survei tersebut ditemukan kendala berkurangnya tenaga kesehatan akibat petugas
pengelola program imunisasi dan sumber daya imunisasi dialihkan ke penanganan
COVID-19, terbatasnya alat pelindung diri untuk imunisasi yang aman, dan kekurangan
komoditas.3
Sehubungan dengan hal ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
dampak pandemi COVID-19 terhadap cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Kuta Cot Glie,
Kabupaten Aceh Besar.
1. Menjadi wadah penerapan ilmu peneliti tentang riset baik secara teori maupun
praktik.
2
2. Meningkatkan wawasan peneliti tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap
angka cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh
Besar.
3. Salah satu sarana untuk menjadi seven stars doctor.
4. Sebagai media pelatihan peneliti dalam bidang kedokteran komunitas.
1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmas
1. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi petugas kesehatan di
Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar untuk mengetahui lebih jauh
tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap angka cakupan imunisasi dasar di
Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
1. Mendapatkan informasi tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap angka
cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar.
2. Mendapat informasi tentang pentingnya untuk tetap melakukan imunisasi dasar
pada anak-anak mereka di masa pandemic ini untuk mencegah terjadinya PD3I.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi
penyakit. Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di berikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal
terhadap penyakit yang lain.1
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG,
DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio).1
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut
adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis.
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah
penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.1
4
3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka
kematian) pada balita.1
1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
cacat atau kematian.
2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.1
1. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif,
terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
a. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein
pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak
komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen
harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
b. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan
agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah
5
tumbuhnya mikroba. Bahan- bahan yang digunakan seperti air raksa dan
antibiotik yang biasa digunakan.
c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan
yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein
serum, dan bahan kultur sel.
d. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan
sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen
dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.1
2. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian
zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta)
atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah
masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan
ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain
adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak.1
7
pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika
sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.4
Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan
ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan
intrakutan, agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek
yang sangat halus (10 mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas
imunisasi sangat diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat.4
c. Kontra Indikasi
Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti
eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang
menderita TBC.4
d. Efek Samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi
dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu
diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang
berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara spontan.
Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran
kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.4
a. Fungsi
8
langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung
karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan
0
mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38 C, mual,
muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di
faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher
membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher
dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau
hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan
menyebarkan racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat menglami tekanan
darah rendah, sehingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan
miopati perifer. Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder
pada kulit penderita.4
Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung.
Difteri menyebabkan selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput
tersebut dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa
mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar
keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan
dan gagal jantung. Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat
penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena
penyakit ini.4
9
makin keras. Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul
gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas
panjang disertai bunyi “whoops”. Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu.
Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak ada tetapi sering disertai
penghentian napas sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk
yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau
pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital). Pada pemeriksaan laboratorium
asupan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis).4
Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan
sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang
berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk
bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan batuk
dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi
bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap dirumah
sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan,
kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak
permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak
di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk
rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.4
10
Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut
sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk,
selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher
dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada
lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan
menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu
toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang rangsang
sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke 3 atau
ke 4 dan berlangsung 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang
rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan
opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan.4
Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan.
Bakteri ini dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak
dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang
menyerang sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus
menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang.
Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit,
dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit
tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada
orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah
disuntik ulang (disuntik vaksin dosis booster).4
b. Cara Pemberian
3. Imunisasi Campak
a. Fungsi
Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal
masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi
disebarkan lewat udara (airborne).4
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet melalui udara, menempel dan
berkembang biak pada epitel nasifaring. Tiga hari setelah infasi, replikasi dan
kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi vitemia yang
pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses
peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga
terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan
penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C =
coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala
panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal
infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan. Virus juga dapat berbiak pada susunan syaraf
pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa konvalesen
12
menurun, hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi semakin gelap,
berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disababkan karena
pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.4
b. Cara Pemberian
Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-
11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut.
Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan.4
c. Efek Samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.4
d. Kontra Indikasi
Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami
immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun
karena leukimia, dan limfoma.4
4. Imunisasi Polio
a. Fungsi
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis. Pemberian
vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin
polio:
Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus polio
yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang
telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.4
b. Cara Pemberian
Imunisasi dasar polio diberiakn 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio
IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD
13
(12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan
sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau dengan atau dengan
menggunakan sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus
menggunakan penetes (dropper) yang baru.4
c. Efek Samping
Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang
disebabkan oleh vaksin jarang terjadi.4
d. Kontra Indikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita
defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian
polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang
menderita diare, maka dosis ulang dapat diberikan setelah sembuh.4
5. Imunisasi Hepatitis B
a. Fungsi
Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan terhadap penyakit
hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati). Virus
ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang terjangkit virus
hepatitis berisiko terkena kanker hati atau kerusakan pada hati. Virus hepatitis B
ditemukan didalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air
mani.4
b. Cara Pemberian
Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi intramuskular.
Kandungan vaksin adalah HbsAg dalam bentuk cair. Terdapat vaksin Prefill
Injection Device (B-PID) yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada
usia 0-7 hari. Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini,
menggunakan Profilled Injection Device (PID), merupakan jenis alat suntik yang
hanya diberikan pada bayi. Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang
dimasa kecilnya belum diberi vaksin hepatitis B. Selain itu orang –orang yang
berada dalam rentan risiko hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini.4
c. Efek Samping
14
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat
penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.4
d. Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin- vaksin lain,
vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.4
BCG
POLIO 0 1 2 3 4 5
Hepatitis B 1 2
DPT 1 2 3 4 5 6
Campak 1 2
1 bulan - dosis 2
6 bulan - dosis 3
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat penelitian dilakukan di poli Imunisasi Puskesmas Cot Glie Kabupaten Aceh
Besar. Pengambilan data penelitian di lakukan pada tanggal 15 Februari 2021.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang menjalani imunisasi dasar
di Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar periode tahun 2019 dan 2020.
17
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari pelaporan cakupan imunisasi dasar pada program imunisasi Puskesmas Kuta Cot Glie
periode tahun 2019 dan 2020.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Puskesmas Kuta Cot Glie terletak di jalan Banda Aceh - Medan KM 33,5 Dekat dengan
Pasar Lamtui Kecamatan Kuta Cot Glie kabupaten Aceh Besar provinsi Aceh, dibangun pada
tahun 2004. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Cot Glie adalah 312,77 km2 dengan batas-batas
adminsistrasi sebagai berikut:5
1. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Seulimum dan Wilayah Kerja Puskesmas kecamatan Jantho
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan kabupaten Aceh Jaya
3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas kecamatan
Indrapuri dan Wilayah Kerja Puskesmas kecamatan leupung
4. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas kecamatan
Indrapuri dan Wilayah Kerja Puskesmas Ie Alang.5
Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Cot Glie terdiri atas 26 desa, yaitu:
1) Desa Bithak 14) Desa Lamleupueng
18
2) Desa Tutui 15) Desa Keumireu
3) Desa pakuk 16) Desa Cot Bayu
4) Desa pasar Lampakuk 17) Desa Gle jai
5) Desa Lamtui 18) Desa Kruweung Krueng
6) Desa Banda Safa 19) Desa Kruweung Blang
7) Desa Lampoh Raja 20) Desa Siron Krueng
8) Desa Lampakuk 21) Desa Siron Blang
9) Desa Lamkleng 22) Desa Bungsimek
10) Desa Barih Lhok 23) Desa Sigapang
11) Desa Lamsie 24) Desa Baksukon
12) Desa lam Aling 25) Desa Lamleuoet
13) Desa lambeugak 26) Desa Leupueng Baleu
Berdasarkan data tahun 2019, penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kuta Cot Glie
berjumlah 12.320 jiwa dimana 6.210 jiwa laki-laki dan 6.110 jiwa perempuan dengan kelompok
umur tertinggi pada usia 30 – 34 tahun yang berjumlah 1.073 jiwa dan kelompok umur terendah
pada usia 70 – 74 tahun yang berjumlah 242 jiwa.5
4.2 Sarana dan Prasarana Puskesmas Kuta Cot Glie
Beberapa ruangan yang dimiliki Puskesmas Kuta Cot Glie untuk menunjang pelayanan
kesehatan antara lain:5
1. Puskesmas/Rawat Jalan
1) Ruang Poli Umum 9) Gudang Obat
2) Ruang Poli Umum 10) Ruang Poli Gigi
3) Ruang Kartu 11) Ruang MTBS
4) Ruang TU 12) Ruang Imunisasi
5) Ruang IGD 13) Ruang P-CARE
6) Ruang KIA/KB 14) Ruang Bendahara/Surveilans
7) Ruang GIZI 15) Ruang Promkes/Kesling
8) Ruang Laboratorium 16) Ruang PI
19
2. Rawat Inap
1) Ruang Rawat Inap 3) Ruang Aula
2) Ruang Jaga Perawat
3. 2 Unit Pustu
1) Pustu Keumireu di Desa Keumireu
2) Pustu Kruweung Blang Di desa Kruweung Blang
4. 12 Unit Polindes
1) Polindes Baksukon 7) Polindes Lambeugak
2) Polindes Bungsimek 8) Polindes Lam Aling
3) Polindes Siron Blang 9) Polindes Lamkleng
4) Polindes Kruweung krueng 10) Polindes Lampoh Raja
5) Polindes Cot Bayu 11) Polindes Tutui
6) Polindes Lamleupueng 12) Polindes Lamsie
Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Kuta Cot Glie tahun 2019 adalah sebanyak 76
orang, 44 orang Pegawai Negeri Sipil dan 32 orang dari Tenaga Kontrak dan Bakti. Pegawai
Negeri Sipil terdiri dari dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, tenaga kesehatan masyarakat,
sanitarian, tenaga gizi, apoteker, tenaga laboratorium, staff administrasi dan pekarya dengan
kualifikasi dan jenjang pendidikan masing masing.5
20
4.4 Hasil Penelitian
Hasil cakupan imunisasi dasar periode tahun 2019 dan tahun 2020 dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil cakupan imunisasi dasar periode tahun 2019 dan tahun 2020
21
11 POLIO 4 22,1 % 33,3 %
12 IPV 7,5 % 4,3 %
13 CAMPAK 0,0 % 0,0 %
14 CAMPAK + RUBELLA (MR) 0,3 % 0,0 %
4.5 Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif, yaitu dengan pengambilan data sekunder
cakupan imunisasi dasar periode tahun 2019 dan tahun 2020 untuk melihat perbandingan angka
cakupan imunisasi sebelum dan selama pandemi terjadi. Pengambilan data dilakukan di poli
imunisasi Puskesmas Kuta Cot Glie Aceh Besar. Hasil Penelitian di atas di dilihat di grafik
berikut:
Grafik 4.1 Perbandingan Angka Cakupan Imunisasi Dasar di Puskesmas Kuta Cot Glie Periode
Tahun 2019-2020
22
Campak + Rubella
(MR) 0.0%
0.3%
Campak
0.0%
0.0%
IPV 4.3%
7.5%
Polio 4 33.3%
22.1%
DPT/HB-Hib 3 19.7%
26.9%
Polio 3 55.3%
39.1%
DPT/HB-Hib 2 24.7%
23.8%
Polio 2 64.7%
48.3%
DPT/HB-Hib 1 39.3%
37.4%
Polio 1 58.1%
53.3%
BCG 46.1%
46.9%
2020 2019
Dari grafik diatas di dapatkan hasil bahwa terjadi penurunan angka cakupan imunisasi
dasar pada beberapa jenis imunisasi dasar yaitu seperti imunisasi BCG yang turun 0.8% dari
tahun 2019, DPT/HB-Hib 3 yang turun 7,2% dari tahun 2019, IPV yang turun 3,2% dari tahun
2019, dan campak + rubella (MR) yang juga ikut turun dari 0,3% menjadi 0% di tahun 2020. Jika
dilihat dari angka penurunan cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Kuta Cot Glie, Kabupaten
Aceh Besar maka dapat disimpulkan bahwa penurunan angka tersebut tidak terlalu signifikan,
hal ini dikarenakan penurunan angka imunisasi dasar tahun 2020 yang tidak terlalu jauh
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut nakes program imunisasi Puskesmas Kuta Cot
23
Glie, di Puskesmas Kuta Cot Glie sendiri minat masyarakat untuk melakukan imunisasi dasar
terhadap anaknya di masa pandemi Covid-19 masih cukup tinggi, namun ada juga laporan
beberapa masyarakat yang takut untuk membawa anaknya ke fasilitas kesehatan untuk
melakukan imunisasi dasar di masa pandemi Covid-19. Hal ini membuat peran sweaping
imunisasi di desa-desa di Kecamatan Kuta Cot Glie dianggap sangat membantu untuk tetap
menjangkau masyarakat yang takut datang ke fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan
imunisasi di rumahnya selama masa pandemi Covid-19. Sehingga angka cakupan imunisasi
dasar sebelum dan selama masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kuta Cot Glie tidak menurun
secara drastis.
Pada masa pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini, hendaknya pelayanan imunisasi
sebagai salah satu pelayanan kesehatan esensial tetap menjadi prioritas untuk dilaksanakan.
Perlu dilakukan langkah-langkah penting untuk memastikan setiap sasaran imunisasi, yaitu anak
yang merupakan kelompok rentan menderita PD3I, sehingga terlindungi dari penyakit-penyakit
berbahaya dengan imunisasi.6
24
Adapun, prinsip – prinsip yang menjadi acuan dalam melaksanakan program imunisasi
pada masa pandemi COVID-19 yaitu:
1. Imunisasi dasar dan lanjutan tetap diupayakan lengkap dan dilaksanakan sesuai jadwal
untuk melindungi anak dari PD3I
2. Secara operasional, pelayanan imunisasi baik di posyandu, puskesmas, puskesmas
keliling maupun fasilitas kesehatan lainnya yang memberikan layanan imunisasi
mengikuti kebijakan pemerintah daerah setempat
3. Kegiatan surveilans PD3I harus dioptimalkan termasuk pelaporannya
4. Menerapkan prinsip PPI dan menjaga jarak aman 1 – 2 meter.6
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan penularan Covid-19 saat pemberian
imunisasi di fasilitas kesehatan menurut WHO 2020 adalah sbb:
1. Lakukan imunisasi di ruang yang berventilasi baik dan disinfeksi ruangan tersebut secara
rutin.
2. Pastikan penyanitasi tangan (hand sanitizer) atau fasilitas cuci tangan dengan air yang
mengandung klorin tersedia untuk umum di pintu masuk fasilitas kesehatan.
3. Pasang isyarat visual di fasilitas kesehatan seperti poster yang memuat informasi tentang
COVID-19 dan strategi pencegahan yang dapat dilakukan semua orang. Terutama
terkait:
a. Cuci tangan dan cara cuci tangan yang benar;
b. Upaya kebersihan pernapasan pasien selain dengan menggunakan masker
(mis.penggunaan tisu atau lipatan lengan untuk menutup mulut saat batuk atau
bersin);
c. Pembatasan interaksi fisik yang harus senantiasa dilakukan (mis. beri jarak satu
meter).
4. Batasi jumlah pengasuh yang hadir saat kunjungan imunisasi.
5. Pastikan ruang tunggu tidak ramai. Beberapa strategi yang dapat dilakukan mencakup:
a. Membuat jadwal janji temu imunisasi;
25
b. Menggabungkan imunisasi dengan layanan kesehatan preventif penting lainnya yang
disesuaikan dengan usia, guna membatasi jumlah waktu yang dihabiskan penerima
imunisasi dan pengasuh di pusat pelayanan kesehatan;
c. Memberikan layanan imunisasi berskala kecil secara lebih sering;
d. Menggunakan ruang terbuka, jika mungkin, dan menerapkan pembatasan interaksi
fisik di lokasi pemberian imunisasi;
e. Menggunakan sesi khusus untuk memberikan imunisasi bagi orang-orang lanjut usia
dan yang memiliki kondisi medis (misalnya darah tinggi, penyakit jantung, penyakit
pernapasan, atau diabetes).
6. Bilamana memungkinkan, ruang pemberian imunisasi dan ruang tunggu harus dipisahkan
dari ruang pemberian layanan kuratif (mis. menerapkan waktu pemberian layanan yang
berbeda atau menyediakan ruang yang berbeda tergantung pada kapasitas fasilitas
kesehatan).7
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar
selama masa pandemi tidak menurun secara signifikan.
2. Pentingnya untuk mengikuti pedoman imunisasi yang dianjurkan selama masa
pandemi untuk memberikan kenyamanan dan juga keselamatan kepada pasien dan
keluarga pasien agar keluarga pasien tidak takut membawa anaknya ke fasilitas
kesehatan untuk melakukan imunisasi.
3. Pentingnya menerapkan protokol kesehatan di ruang imunisasi dan saat
melaksanakan imunisasi untuk mencegah penularan covid-19 kepada pasien,
keluarga pasien dan juga petugas kesehatan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Bagi Puskesmas
1. Pentingnya melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat agar tetap memberikan
imunisasi dasar kepada anak-anak mereka selama masa pandemi Covid-19 untuk
mencegah PD3I.
2. Pentingnya melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat terkait prosedur
imunisasi selama masa pandemi Covid-19 supaya masyarakat tidak takut dan
merasa lebih aman ketika membawa anak-anaknya ke fasilitas kesehatan selama
pandemi Covid-19.
3. Pentingnya untuk selalu menerapkan protokol kesehatan yang sesuai dengan
pedoman dari KEMENKES atau WHO di fasilitas kesehatan khususnya bagian
imunisasi untuk mencegah penularan covid-19.
4. Tetap menjalankan program sweaping imunisasi dasar untuk mencari dan
melengkapi imunisasi dasar bagi masyarakat yang tidak mau atau masih takut
untuk datang ke fasilitas kesehatan.
5.2.2 Saran Bagi Masyarakat
1. Tetap melengkapi imunisasi dasar anak-anaknya demi mencegah PD3I.
2. Tetap mematuhi protokol kesehatan saat datang ke fasilitas kesehatan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. KEMENKES RI. Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi pada Masa Pandemi Covid-19.
2020.
2. Laporan cakupan imunisasi Kementerian Kesehatan, Juni 2020.
3. Kementerian Kesehatan dan UNICEF: Rapid Assessment: Immunization Services
in Indonesia, Mei 2020.
4. KEMENKES RI. Imunisasi Rutin Anak Selama Pandemi Covid-19 di Indonesia: Persepsi
Orang Tua dan Pengasuh. 2020.
5. Profil Puskesmas Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar Tahun 2019
6. Coe, Martha, Gergen, Jessica, Phily, Caroline, and Annette Ozaltin. August 2017.
“Indonesia Country Brief”. Sustainable Immunization Financing in Asia Pacific.
Washington, DC: ThinkWell.
7. WHO. Imunisasi Selama Pandemi. 2020.
28