PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Imunisasi telah diakui sebagai upaya pencegahan suatu penyakit infeksi yang
paling sempurna dan berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu, kebutuhan akan vaksin makin meningkat seiring dengan keinginan
dunia untuk mencegah berbagai penyakit yang dapat menimbulkan kecacatan dan
kematian. Peningkatan kebutuhan vaksin telah ditunjang dengan upaya perbaikan
dalam produksi vaksin guna meningkatkan efektifitas dan keamanan.
Bulan Imunisasi Anak Sekolah atau disingkat BIAS adalah bentuk
kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan
pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia
Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh
Indonesia. BIAS dilaksanakan di seluruh Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta, Institusi pendidikan setara SD lainnya (Pondok
Pesantren, Seminari, SDLB). Tujuan diadakannya BIAS ini tentunya untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat yang nantinya akan menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas. Penyakit menular masih merupakan masalah di
Indonesia, dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular
tertentu maka pencegahan berpindahnya penyakit dari satu daerah ke daerah lain
dapat dilakukan secara relative singkat dan program yang dipilih adalah imunisasi.
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk
melindungi terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai
memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang
diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB)
yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS).
Manfaat
Dengan penulisan mini project ini diharapkan seluruh masyarakat pada
umumnya dan tenaga kesehatan pada khususnya lebih memahami kepentingan
imunisasi serta KIPI yang mungkin terjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Imunisasi
2.1.1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Imunisasi adalah
suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke
dalam tubuh manuasia. Kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai
daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi
serangan kuman tertentu, namun kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
belum tentu kebal terhadap penyakit lain.
Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang
menjadi penyebab penyakit, namun telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil
sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja
dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan
merangsang timbulnya zat antipenyakit tertentu pada orang-orang tersebut.
2.1.2. Manfaat Imunisasi
nyaman.
Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai
antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau
protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia,
maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman,
zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi. Zat anti terhadap racun kuman disebut
antitoksin. Berhasil tidaknya tubuh anak memusnahkan antigen atau kuman,
bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk.
Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat.
Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas/virulen. Karena itu anak akan menjadi
sakit bila terjangkit kuman ganas.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk
antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum
mempunyai pengalaman untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti. Pembentukannya
pun sangat cepat. Dalam waktu yang singkat setelah antigen atau kuman masuk ke
dalam tubuh, akan dibentuk jumlah zat anti yang cukup tinggi.
Dari uraian tersebut maka hal yang terpenting ialah bahwa dengan
imunisasi anak dapat terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan
pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen-antibodi ini tubuh akan memberikan
reaksi perlawanan terhadap benda asing dari luar (kuman, virus, racun dan bahan
kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Akan tetapi setelah beberapa
bulan/tahun jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang karena diubah oleh
tubuh, sehingga imunitas tubuh pun akan menurun. Agar tubuh tetap kebal
diperlukan perangsangan kembali oleh antigen artinya anak tersebut harus
mendapatkan suntikan/imunisasi ulang.
2.1.4
Jenis-jenis imunisasi
digunakan
Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya
Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah
yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa
kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
2.1.5. Imunisasi di Indonesia
Di Indonesia imunisasi adalah program kesehatan yang diatur oleh
Departemen Kesehatan. Dalam pelaksanaannya selain dilakukan oleh unit
pelayanan kesehatan pemerintah, pelayanan imunisasi juga dilakukan oleh swasta
dan masyarakat dengan prinsip keterpaduan dan kebersamaan antara berbagai
pihak. Pemerintah dan badan dunia seperti WHO maupun para ahli nasional
menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tata cara
bagaimana memberikan vaksin kepada anak-anak atau kelompok umur penerima
vaksin lainnya. Target jumlah sasaran anak yang harus mendapat imunisasi amat
penting untuk diketahui dan ditetapkan. Kaitannya dengan status herd immunity
atau kekebalan kelompok dalam satu wilayah. Institusi swasta yang turut dalam
memberikan imunisasi harus memberikan laporan tentang jumlah orang yang
mendapat imunisasi. Pelaporan diperlukan untuk mengetahui apakah imunitas
kelompok tercapai atau tidak.
Dalam catatan internasional, pada akhir tahun
1990-an,
Indonesia
Jenis Vaksin
Manfaat
BCG
Memberikan kekebalan secara aktif
terhadap
tuberculosis (TBC). Tuberkulosis (TBC)
adalah
suatu penyakit menular langsung
yang
disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium
tuberculosis). Penyakit TBC ini
dapat
DPT
Memberikan kekebalan secara
simultan
terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
1. Difteri merupakan penyakit infeksi
yang
disebabkan oleh
Corynebacterium
diphtheria. Penyakit ini merangsang
saluran
pernafasan terutama terjadi pada
balita.
2. Pertusis atau batuk rejan adalah
penyakit
infeksi akut yang disebabkan
oleh
Bordotella pertusis pada saluran
pernafasan.
Penyakit ini merupakan penyakit
Polio
Memberikan kekebalan aktif
Hepatitis B
Kandungan
vaksin bentuk beku kering
yang
mengandung
mycobacterium
bovis hidup yang
sudah
dilemahkan dari strain
Paris no
1173.P2 (Vademecum
Vaksin jerap DPT
(Difteri
Pertusis Tetanus) adalah
vaksin
yang terdiri dari toxoid,
difteri
dan tetanus yang
dimurnikan
serta bakteri pertusis yang
telah
diinaktivasi dan
teradsorbsi
kedalam 3 mg/ml
aluminium
fosfat.
2.2.2. Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar
ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk
menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
Penyimpanan vaksin
10
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada
tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa
takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan
secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala
klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian.
Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam
petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra,
indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain.
Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana
imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi
secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini
ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada
kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak
mendapatkan imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI.
11
Gejala KIPI
Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya
SSP
selulitis, BCG-itis
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Lain-lain
Kejang
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
(3jam)
Sindrom syok septik
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka
apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat,
sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi
sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis
imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan
12
kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka
waktu tertentu timbulnya gejala klinis.
Tabel 2.3 Gejala dan Onset KIPI menurut jenis vaksin
Jenis Vaksin
Gejala Klinis KIPI
Toksoid Tetanus (DPT, Syok anafilaksis
DT, TT)
Neuritis brakhial
2-18 hari
tidak tercatat
Pertusis
whole
(DPwT)
Campak
dan kematian
cell Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
72 jam
tidak tercatat
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
5-15 hari
tidak tercatat
dan kematian
Trombositopenia
7-30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
Polio hidup (OPV)
dan kematian
Polio paralisis
tidak tercatat
30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
Hepatitis B
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
tidak tercatat
dan kematian
BCG
BCG-itis
2.2.4. Angka Kejadian KIPI
4-6 minggu
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka
kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang
benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang
13
lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau
lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum
dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.
2.2.5. Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah
resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok
resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP
KIPI dengan menggunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk
penanganan segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi
cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan
adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar
pada bayi cukup bulab
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi
ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau
berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2
bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin
polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia,
sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar
atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid
jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk
pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia.
Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan
14
pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak
dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari
atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat
diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3
bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk
menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
2.2.6. Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat
kecuali untuk kelompok resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat
petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian
khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi.
(cfs/pedoman tata laksana medik KIPI bagi petugas kesehatan)
2.2.7. Pencatatan dan Pelaporan
Pada pelaksanaannya, penyebab KIPI tidaklah mudah ditentukan. Untuk
menentukan penyebab KIPI diperlukan keterangan rinci mengenai riwayat
pemberian vaksin terdahulu, adakah ditemukan alternatif penyebab, kerentanan
individu terhadap vaksin, kapan KIPI terjadi (tanggal, hari, jam), bagaimana
gejala yang timbul, berapa lama interval waktu sejak diberi vaksin sampai timbul
gejala, apakah dilakukan pemeriksaan fisis serta ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium, serta pengobatan apa yang telah diberikan. Dari data yang tersedia
kemudian diperlukan analisis kasus untuk mengambil kesimpulan. Daftar KIPI
yang harus dilaporkan tertera pada Tabel 3.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada pelaporan.
1. Identitas: Nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur), jenis kelamin, nama
orang tua, dan alamat.
15
2. Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomer lot, siapa yang memberikan. Vaksin
sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin yang masih utuh (perhatikan cold
chain).
3. Nama dokter yang bertanggung jawab
4. Apakah pernah menderita KIPI pada imunisasi terdahulu?
5. Gejala klinis yang timbul dan/atau diagnosis (bila ada); tulis dalam kolom
laporan yang tersedia. Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit,
sembuh, dirawat atau meninggal. Sertakan hasil laboratorium yang pernah
dilakukan. Tulis juga apabila terdapat penyakit lain yang menyertainya.
6. Waktu pemberian imunisasi, tanggal, jam.
7. Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui berapa lama interval waktu
antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI.
8. Apabila dirawat dan sembuh, apakah terdapat gejala sisa?
9. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis)
10. Adakah tuntutan dari keluarga ?
Tabel 3. KIPI yang harus dilaporkan
KIPI terjadi dalam waktu 48 jam setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)
Anafilaksis
Syok
Episod hipotonik hiporesponsif
KIPI terjadi dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)
Ensefalopati
Kejang
Meningitis aseptik
Trombositopenia
Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)
Meninggal
Penyebab lain yang berat termasuk bila anak perlu perawatan
Reaksi KIPI dapat dipantau melalui sistem surveilans yang baik untuk
mendapatkan profil keamanan penggunaan di lapangan. Untuk mengetahui
besarnya masalah KIPI di Indonesia diperlukan pelaporan dan pencatatan kasus
16
17
18
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA
3.1. Sumber data
3.1.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan saat
dilakukan suatu kegiatan atau penelitian. Pada kegiatan mini project ini
data primer didapatkan langsung saat melakukan kegiatan di lapangan,
yaitu pada saat pelaksanaan BIAS tanggal 10-16 November 2014. Penulis
berpartisipasi aktif dalam kegiatan BIAS mulai dari persiapan, pelaksanaan serta pemantauan pasca imunisasi. Tindak lanjut dilakukan bila
ditemukan KIPI pada saat pelaksaan mini project.
Data primer yang didapatkan berisi fakta mengenai jumlah siswa
yang diimunisasi, cakupan imunisasi, KIPI yang mungkin terjadi dan
penanganannya.
3.1.2. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari data di Puskesmas Blora berupa profil
UPTD Puskesmas Blora pada bulan Januari 2014.
3.2. Sampel
Sampel pada kegiatan ini siswa SDN Andongrejo kelas 1, 2 dan 3 yang
masing berjumlah 22, 26 dan 26 anak. Kegiatan BIAS di sekolah ini
dilaksanakan pada hari Senin, 10 November 2014.
3.3. Langkah pelaksanaan mini project
Dalam melaksanakan mini project ini dilakukan beberapa persiapan.
Pembentukan tim BIAS dilakukan sebelum jadwal pelaksaan BIAS pada
minggu kedua November 2014. Satu tim berjumlah 3-6 orang bergantung
pada jumlah siswa yang diimunisasi. Ketua tim bertugas mengambil data
awal mengenai jumlah siswa yang akan diimunisasi, serta data mengenai
berapa jumlah anak yang tinggal kelas, sakit atau memiliki perhatian khusus
19
BAB IV
HASIL KEGIATAN
4.1. Profil Puskesmas Blora
4.1.1 Pembentukan UPTD Puskesmas
Dasar pembentukan UPTD Puskesmas adalah Peraturan Daerah Kabupaten Blora
Nomor 7 Tahun 2008 tetang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten
Blora ( Lembaran Daerah Kabupaten Blora Tahun 2008 Nomor : 7, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Blora Nomor : 7 ) yang dijabarkan dalam Peraturan
20
Bupati Blora No. 58 Tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok dan fungsi Dinas
Kesehatan Kabupaten Blora.
4.1.2 Kedudukan, Tupoksi UPTD Puskesmas Blora.
UPTD Pusat Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan sebagian
kegiatan teknis operasional dan / atau kegiatan teknis penunjang di bidang
perencanaan kesehatan dasar dan rujukan serta melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan sesuai bidang tugasnya.
4.1.3 Susunan Organisasi
Susunan Organisasi UPTD Puskesmas terdiri dari :
a. Kepala UPTD.
b. Sub Bagian Tata Usaha.
c. Jabatan fungsional.
Pegawai UPTD Puskesmas Blora tahun 2014 terdiri dari 47 orang.
4.1.4 Visi dan Misi UPTD Puskesmas Blora
Visi :
Mewujudkan masyarakat Blora Sehat, dengan memberikan pelayanan kesehatan
secara terpadu, bermutu serta terjangkau kepada seluruh lapisan masyarakat .
Misi :
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui terciptanya
Tamat SLTP
: 11.290 jiwa
Tamat SLTA
: 18.689 jiwa
Akademi
: 1.832 jiwa
Universitas
: 5.657 jiwa
f. Sarana Pendidikan.
Jumlah TK/ PAUD
: 53 buah
Jumlah SD / MI
: 44 buah
Jumlah SLTP
: 11 buah
Jumlah SLTA
: 11 buah
Jumlah PT
: 1 buah
g. Pekerjaan Penduduk.
Tani/ Buruh Tani
: 35.932 jiwa
Pensiunan/ PNS/ ABRI
: 17.325 jiwa
Pedagang
: 6.336 jiwa
Lain-lain
: 20.420 jiwa
h. Sosial Ekonomi.
Sarana Perekonomian :
- Jumlah Pasar
: 5 buah
- Jumlah toko/warung/kios
: 772 buah
- Jumlah KUD
: 1 buah
- Jumlah koperasi simpan pinjam
: 9 buah
- Jumlah Badan Kredit
: 9 buah
- Jumlah Lumbung Desa
: 8 buah
Jumlah Industri Rumah Tangga
: 91 buah
Jumlah Tempat Tinggal :
- Rumah Sehat
: 17.003 buah
- Rumah Tidak Sehat : 4.720 buah
i. Sosial Budaya.
Sebagian besar penduduk beragama Islam.
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan :
- BAB ( Buang Air Besar ) di sembarang tempat.
- Kerja Bhakti tiap 1 minggu sekali sulit dilaksanakan.
Kebiasaan masyarakat yang mendukung kesehatan :
- Gotong royong
- Jimpitan
- Selapanan PKK / desa
4.1.7 Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya kesehatan yang dimiliki oleh UPTD Puskesmas Blora adalah
sebagai berikut :
N
o
Jenis Ketenagaan
Jumlah
23
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Kesmas
Perawat
Perawat Gigi
Bidan
Gizi
Farmasi
Sanitasi
Analis
Rekam Medik
Pekarya
TU/ Staff
Jumlah
0
1
1
0
9
1
21
1
1
1
2
1
3
3
45
Jumlah diimunisasi
20
24
25
69
Tidak diimunisasi
2
2
1
5
Keterangan
tidak masuk
tidak masuk
sakit
24
BAB V
PEMBAHASAN
Program BIAS adalah program yang rutin dilakukan oleh Puskesmas Blora selaku
UPTD Kesehatan di wilayah Kecamatan Blora. Setiap tahun BIAS dilaksanakan
pada bulan Agustus untuk Campak dan pada bulan November untuk DT (kelas I)
dan Td (kelas II dan III). Pelayanan imunisasi di sekolah dikoordinir oleh tim
pembina UKS. Peran guru menjadi sangat strategis dalam memotivasi murid dan
orangtuanya. Ketidak hadiran murid pada saat pelayanan imunisasi akan
merugikan murid itu sendiri dan lingkungannya karena peluang untuk
memperoleh kekebalan melalui imunisasi tidak dimanfaatkan.
Dari sampel yang diambil dari siswa SDN Andongrejo 2, terdapat 5 anak
yang tidak diimunisasi, dengan cakupan imunisasi sebesar 93,2% kurang dari
target 100%. Keempat anak tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas yang
diketahui oleh wali kelasnya. Sebagai catatan, keempatnya masuk sekolah sehari
sebelumnya. Berbagai asumsi seperti mungkin tidak adanya motivasi dari pihak
orangtua, sudah mendapat vaksin di tempat lain, sakit mendadak, dll.
Satu anak tidak mendapat vaksin karena sedang menderita ISPA.
Pemberian vaksin ditunda hingga kondisi anak pulih sepenuhnya. Penundaan
disebabkan karena pada saat kondisi anak sedang sakit, sistem imun sedang dalam
kondisi yang kurang optimal, sementara vaksin yang akan diberikan adalah jenis
25
26
27