Disusun Oleh :
Tyas Ratna Pangestika
1813020047
Disusun Oleh :
Tyas Ratna Pangestika
1813020047
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, imunisasi
merupakan salah satu upaya prioritas Kementerian Kesehatan untuk
mencegah terjadinya penyakit menular yang dilakukan sebagai salah satu
bentuk nyata komitmen pemerintah untuk menurunkan angka kematian pada
anak. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, angka kematian bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup dan angka
kematian balita (AKBA) 44/1000 kelahiran hidup. Hasil survei Riskesdas
tahun 2013 didapatkan data cakupan imunisasi HB-0 (79,1%), BCG (87,6%),
DPT-HB-3 (75,6%), Polio-4 (77,0%), dan imunisasi campak (82,1%). Survei
ini dilakukan pada anak usia 12– 23 bulan (Kemenkes RI, 2015). Menurut
Riskesdas (2018), presentase anak usia 12-23 bulan yang mendapat imunisasi
dasar lengkap hanya 57,9%, menurun dari tahun 2013 yaitu sebesar 59%.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan. Lewat program imunisasi Indonesia dinyatakan
bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, selanjutnya
kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi
(PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), yaitu Tuberkolosis, Difteri,
Pertusis, Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis-B, serta Pneumonia. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke dalam
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Upaya tersebut
didukung dengan kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru
(Rotavirus, Jappanese Encephalitis, dan lain-lain). Perkembangan teknologi
lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi
yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah
suntikan dan kontak dengan petugas (Kemenkes RI, 2015).
4
Seperti kita ketahui, bahwa di masyarakat masih ada pemahaman yang
berbeda mengenai imunisasi, sehingga masih banyak bayi dan balita yang
tidak mendapatkan pelayanan imunisasi. Alasan yang disampaikan orangtua
mengenai hal tersebut, antara lain karena anaknya takut panas, sering sakit,
keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
imunisasi, serta sibuk/ repot. Karena itu, pelayanan imunisasi harus
ditingkatkan di berbagai tingkat unit pelayanan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan capaian imunisasi pada wilayah kerja
Puskesmas Sokaraja 2
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan capaian imunisasi DPT pada wilayah kerja
Puskesmas Sokaraja 2
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang
dimiliki Puskesmas Sokaraja 2 dalam capaian imunisasi.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat
diterapkan di Puskesmas Sokaraja 2.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai imunisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah program
imunisasi.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan capaian imunisasi khususnya di Puskesmas
Sokaraja 2, sebagai gambaran secara global permasalahan capaian
imunisasi.
5
BAB II
PROFIL PUSKESMAS
A. Visi Puskesmas
Pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat sebagai visi
Pembangunan saat ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyaratkat, bangsa dan
negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan
dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Indonesia.
Mengacu pada tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia
Sehat 2018 tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Banyumas telah
menetapkan beberapa program pokok pembangunan kesehatan yang
dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 2 Tahun
2001 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPERDA) Kabupaten
Banyumas Tahun 2002 – 2006 yaitu :
“Pembangunan di bidang kesehatan diarahkan pada masih
rendahnya derajat kesehatan masyarakat Banyumas”
Guna mendukung visi Pemerintah Kabupaten Banyumas seperti
tercantum dalam instruksi Bupati Banyumas nomor 9 Tahun 1999 tentang
Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instalasi di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Banyumas yaitu : “BANYUMAS DALAM
KEMANDIRIAN”. Adapun visi dan misi Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas adalah : “BANYUMAS SEHAT DAN SEJAHTERA
DALAM KEMANDIRIAN”.
Visi Puskesmas II Sokaraja adalah “PELAYANAN
KESEHATAN DASAR PARIPURNA MENUJU MASYARAKAT
SEHAT MANDIRI”.
6
B. Misi Puskesmas
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang
diharapkan mampu mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang
dimaksud adalah:
1. MENDORONG KEMANDIRIAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP
SEHAT
2. MENINGKATKAN KINERJA DAN MUTU PELAYANAN
KESEHATAN
3. MENINGKATKAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA MANUSIA
4. MENINGKATKAN KERJASAMA LINTAS PROGRAM DAN LINTAS
SEKTORAL
5. MENINGKATKAN TERTIB ADMINISTRASI DAN KEUANGAN.
1. Keadaan Geografis
Puskesmas II Sokaraja terletak di jalur perbatasan antara Kabupaten
Banyumas dan Kabupaten Purbalingga, berlokasi di kecamatan Sokaraja
yang memiliki 18 desa. Wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja meliputi 8
(delapan) desa binaan, yaitu :
1. Desa Jompo Kulon, dengan luas wilayah : 99,77 km2
2. Desa Banjarsari Kidul, dengan luas wilayah : 161,23 km2
3. Desa Banjaranyar, dengan luas wilayah : 258,25 km2
4. Desa Klahang, dengan luas wilayah : 180,9 km2
5. Desa Lemberang, dengan luas wilayah : 152,28 km2
6. Desa Karangduren, dengan luas wilayah : 182,24 km2
7. Desa Sokaraja Lor, dengan luas wilayah : 155,5 km2
8. Desa Kedondong, dengan luas wilayah : 91,33 km2
Luas wilayah Puskesmas Sokaraja II adalah 1281,5 km², desa yang terkecil
Desa Kedondong (91,33 km²) dan desa terluas adalah Desa Banjaranyar
(258,25 km²). Jarak dari ibukota Kecamatan 4 KM, dan dari ibukota
Kabupaten 12 KM. Secara Administratif Puskesmas Sokaraja II
mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
7
Sebelah Utara : Desa Kramat, Kecamatan Kembaran
Sebelah Selatan : Desa Sokaraja Wetan, Kecamatan Sokaraja
Sebelah Timur : Desa Jompo Wetan, Kabupaten Purbalingga
Sebelah Barat : Desa Sokaraja Kulon, Kecamatan Sokaraja
8
2. Kondisi Puskesmas
a. Struktur Organisasi Puskesmas
9
8. Gizi 2
9. Tehnisi Medis -
.10. Sanitasi 2
11. Kesmas 1
12. Laborat 1
Sumber : Data Sekunder, 2018
c. Sarana yang Dimiliki
Sarana yang dimiliki oleh disajikan pada Tabel II.2 berikut.
Tabel II.2. Jumlah Sarana yang dimiliki Puskesmas II Sokaraja
No Sarana Jumlah
1) Posyandu 49
2) Polindes/ PKD 8
3) Pustu 1
4) Rumah Dinas Dokter 1
5) Rumah Dinas Paramedis 1
6) Puskesling 1
7) Ambulance 1
8) Kendaraan Roda 4 0
9) Kendaraan Roda 2 4
3. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja pada
tahun 2018 adalah 31.099 jiwa yang terdiri dari laki-laki 15.412 jiwa
(49,55%) dan perempuan sebanyak 15.687 jiwa (50,45%) dengan
jumlah rumah tangga 10.045. Jumlah penduduk terbanyak yaitu di
desa Karangduren sebesar 4.870 jiwa atau sebesar 48,44% dari
keseluruhan jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja.
Desa Jompo Kulon merupakan desa dengan jumlah penduduk terkecil
yaitu 1.939 atau hanya sebesar 19,30% dari keseluruhan jumlah
penduduk.
10
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin perdesa di wilayah
kerja puskesmas II Sokaraja Tahun 2018 dapat dilihat pada tabel
berikut. Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur
di wilayah tahun 2018 pada tabel II.3 sebagai berikut.
Tabel II.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur di Wilayah Tahun 2018.
Kelompok Jumlah Penduduk Jumlah
No
(Tahun) Laki-laki Perempuan L+P
1. 0-4 1186 1119 2305
2. 5-9 1274 1217 2491
3. 10-14 1219 1131 2350
4. 15-19 1086 1145 2231
5. 20-24 1120 1134 2254
6. 25-29 1213 1182 2395
7. 30-34 1193 1193 2386
8. 35-39 1421 1310 2731
9. 40-44 1166 1253 2419
10. 45-49 1095 1143 2238
11. 50-54 851 952 1803
12. 55-59 736 843 1579
13 60-64 601 658 1259
14. 65-69 518 538 1056
15. 70-74 341 385 726
16 75+ 392 484 876
Jumlah 15.412 15.687 31.099
Sumber : Data Sekunder, 2018
12
c. Klinik sanitasi
d. Pembinaan dan penyuluhan TTU, tempat kerja dan industri yang
belum memenuhi syarat kesehatan
e. Penyusunan profil kesehatan puskesmas
3. Program Upaya Pelayanan Kesehatan
a. Peningkatan sarana prasarana termasuk alat kesehatan
b. Peningkatan derajat KIA program KHPPIA
c. Peningkatan mutu pelayanan KIA
d. Pemberantasan penyakit menular
e. Peningkatan status gizi balita dalam rangka program KHPPIA
f. Peningkatan surveilans dan pencegahan penyakit termasuk
imunisasi
g. Pemberantasan penyakit malaria
h. Peningkatan kesehatan lansia
4. Program Pengawasan Makanan Minuman dan Bahan Berbahaya
a. Kegiatan sosialisasi, pengawasan, pemantauan makanan dan bahan
berbahaya
b. Pengawasan dan pembinaan bahan berbahaya
c. Pembinaan/penyuluhan tentang penyalahgunaan obat dan bahan
berbahaya kepada masyarakat
d. Pemantauan / pengawasan penyehatan makanan
5. Program Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan
a. Kegiatan dokter kecil/penataran, kegiatan pertemuan guru UKS
b. Pelatihan petugas kesehatan
6. Program Peningkatan Gizi dan KB
a. Peningkatan status gizi perempuan
b. Peningkatan status gizi bayi, balita, melalui makanan
tambahan/PMT
13
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
90 Sokaraja 7 7 9 9 6 7 7 7 7 8 8 8 82 91,1
Lor %
74 Kedawun 6 8 10 3 6 4 5 4 8 5 7 8 66 89,1
g %
95 Lemberan 7 7 15 23 6 6 4 7 7 6 7 0 95 100
g %
34 Jompo 3 2 1 3 2 3 3 2 4 4 2 5 34 100
Kulon %
65 Banjarsari 29 4 7 4 4 6 6 11 6 7 5 5 65 100
Kidul %
90 Banjarany 9 7 6 1 8 8 8 8 11 11 6 7 90 100
ar %
14
B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks :
Tabel III.I Martikulasi Masalah
No DaftarMasalah I T R Jumlah
IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1 Terdapat keluarga 2 2 3 3 4 2 3 189
yang menolak
imunisasi
2 Perpindahan 4 4 3 3 4 4 3 363
penduduk
3 Kesalahan dalam 5 5 4 3 5 3 4 504
pencatatan dan
pelaporan
4 Orang tua lupa jadwal 2 2 3 2 4 2 2 112
imunisasi
Keterangan :
Kriteria penilaian :
1 : tidakpenting
2 : agakpenting
15
3 : cukuppenting
4 : penting
5 : sangatpenting
16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
a. Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak
diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum
tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya
untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
(Kemenkes RI, 2015).
b. Vaksin
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah
diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi
toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang
akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
infeksi tertentu (Kemenkes RI, 2015).
17
penelitiannya. Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem
kekebalan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan
menyebarnya agen infeksi. Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua
kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik yang
saling bekerja sama (Kemenkes RI, 2017).
Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran
mukosa, selsel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai
faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis
pertahanan pertama. Semua pertahanan ini merupakan bawaan (innate)
artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya
dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi
sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi
antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem
pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi
spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi
pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik tersebut
sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas
infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah
terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar
imunisasi (Wahab & Julia, 2014).
Bila ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha
menolaknya dengan membuat zat anti. Reaksi tubuh pertama kali
terhadap antigen, berlangsung lambat dan lemah, sehingga tidak cukup
banyak antibody terbentuk. Pada reaksi atau respon kedua, ketiga dan
selanjutnya tubuh sudah mengenal antigen jenis tersebut. Tubuh sudah
pandai membuat zat anti, sehingga dalam waktu singkat akan dibentuk
zat anti yang lebih banyak. Setelah beberapa lama, jumlah zat anti
dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap
kebal, perlu diberikan antigen/ suntikan/imunisasi ulang sebagai
rangsangan tubuh untuk membuat zat anti kembali. Saat ini banyak
penyakit telah dapat dicegah dengan imunisasi. Misalnya vaksin
Baccillus Calmete-Guerin (BCG) untuk mencegah penyakit
18
tuberculosis, Toksoid Diphteri untuk mencegah penyakit difteri, Vaksin
pertusis untuk mencegah penyakit pertusis, toksoid tetanus untuk
mencegah penyakit tetanus, vaksin hemophilus influenza untuk
mencegah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh kuman
haemophyllus influenza, dll. Bahkan saat ini sedang dikembangkan
pembuatan vaksin demam berdarah, Human immunodeficiency
virus/Acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), dan
penyakit infeksi lain yang banyak menimbulkan kerugian baik bagi
individu, masyarakat maupun negara. Pada dasarnya vaksin dibuat dari:
1. Kuman yang telah dilemahkan/ dimatikan
Contoh yang dimatikan : Vaksin polio salk, vaksin batuk rejan
Contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio sabin,
vaksin campak
2. Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid)
Contoh : toksoid tetanus, toksoid diphteri
3. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa
protein khusus
Contoh : vaksin hepatitis B (Kemenkes RI, 2017).
19
3. Imunisasi Di Indonesia
Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah, bertanggungjawab
menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta
tatacara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi
dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta.
Institusi swasta dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang
memenuhi persyaratan perijinanyang telah ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan, Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar/ imunisasi rutin
dapat diperoleh pada :
a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti
Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau
Rumah Bersalin
b. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh
pemerintah misalnya pada saat diselenggarakan program Bulan
Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau
melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
c. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta,
dokter praktik swasta atau rumah sakit swasta.
4. Dasar Hukum Penyelenggaraan Program Imunisasi
a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.
f. Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang
Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska
Imunisasi (KIPI).
20
5. Tujuan Imunisasi di Indonesia
a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat
PD3I.
b. Tujuan Khusus
1) Program Imunisasi
a) Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata
pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010
b) Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu
tahun) pada tahun 2005.
c) Eradikasi polio pada tahun 2008.
d) Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun
2005.
2) Program Imunisasi Meningitis Meningokus
Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis,
Meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan
pada calon jemaah haji.
3) Program Imunisasi Demam Kuning
Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang
melakukan perjalanan berasal dari atau ke negara endemis
demam kuning sehingga dapat mencegah masuknya penyakit
demam kuning di Indonesia.
4) Program Imunisasi Rabies
Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan
penular
6. Sasaran Imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :
a. Program Imunisasi
Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah
Indonesia. Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di bawah umur
satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15 hingga 39
21
tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada
bayi disebut dengan imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada
anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur disebut dengan
imunisasi lanjutan. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin
meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan campak.
Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak dan
Tetanus Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur
diberikan Tetanus Toksoid. Pada kejadian wabah penyakit
tertentu di suatu wilayah dan waktu tertentu maka Imunisasi
tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi tambahan
diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan sering
dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu
dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian polio pada
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi campak
pada anak sekolah.
b. Program Imunisasi Meningitis Meningokokus
Seluruh calon/jemaah haji dan umroh, petugas Panitia
Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, Tim
Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas menyertai jemaah
(kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/ debarkasi.
c. Program Imunisasi Demam Kuning
Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi dibawah
9bulan dan ibu hamil trimester pertama, berasal dari negara atau
ke negara yang dinyatakan endemis demam kuning (data negara
endemis dikeluarkan oleh WHO yang selalu di update).
d. Program Imunisasi Rabies
Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang
berindikasi rabies, terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun
terakhir pernah ada kasus klinis, epidemiologis, dan laboratoris
dan desa-desa sekitarnya dalam radius 10 km).
22
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi jenis imunisasi
sebagai berikut:
a. Imunisasi Program
Imunisasi Program adalah Imunisasi yang diwajibkan
kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka
melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari
penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi. Imunisasi
Program terdiri atas Imunisasi rutin, Imunisasi tambahan, dan
Imunisasi khusus.
Menteri dapat menetapkan jenis Imunisasi Program selain
yang diatur dalam Peraturan Menteri ini denga
mempertimbangkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli
Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization). Introduksi Imunisasi baru ke dalam Imunisasi
program dapat diawali dengan kampanye atau demonstrasi
program di lokasi terpilih sesuai dengan epidemiologi penyakit.
Imunisasi diberikan pada sasaran yang sehat untuk itu sebelum
pemberian Imunisasi diperlukan skrining untuk menilai kondisi
sasaran (Wahab & Julia, 2014). Prosedur skrining sasaran
meliputi:
1) Kondisi Sasaran
2) Jenis da manfaat Vaksin yang diberikan
3) Akibat bila tidak di imunisasi
4) Kemungkinan KIPI dan upaya yang harus dilakukan
dan
5) Jadwal imunisasi berikutnya
23
1) Imunisasi Rutin
a) Imunisasi Dasar
Catatan :
a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan
pada bayi <24 jam pasca persalinan, dengan
didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya,
khusus daerah dengan akses sulit, pemberian
Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
24
e. IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun
2016
b) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk menjamin terjaganya tingkat imunitas
pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia
subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Vaksin DPT-HB-Hib terbukti aman dan memiliki
efikasi yang tinggi, tingkat kekebalan yang protektif
akan terbentuk pada bayi yang sudah mendapatkan tiga
dosis Imunisasi DPT- HB-Hib.Walau Vaksin sangat
efektif melindungi kematian dari penyakit difteri, secara
keseluruhan efektivitas melindungi gejala penyakit
hanya berkisar 70-90 %.
Hasil penelitian (Kimura et al,1991) menunjukkan
bahwa titer antibodi yang terbentuk setelah dosis
pertama <0.01 IU/mL dan setelah dosis kedua berkisar
0.05-0.08 IU/mL dan setelah 3 dosis menjadi 1,5 -1,7
IU/mL dan menurun pada usia 15-18 bulan menjadi
0.03 IU/mL sehingga dibutuhkan booster. Setelah
booster diberikan didapatkan titer antibodi yang tinggi
sebesar 6,7 – 10.3 IU/mL.
Hasil serologi yang didapat pada anak yang
diberikan DPT- HB-Hib pada usia 18-24 bulan
berdasarkan penelitian di Jakarta dan Bandung (Rusmil
et al,2014) diketahui Anti D 99.7 %, Anti T 100 %,
HbSAg 99.5%. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa Imunisasi DPT harus diberikan 3 kali dan
25
tambahan pada usia 15-18 bulan untuk meningkatkan
titer anti bodi pada anak-anak.
Penyakit lain yang membutuhkan pemberian
Imunisasi lanjutan pada usia baduta adalah campak.
Penyakit campak adalah penyakit yang sangat mudah
menular dan mengakibatkan komplikasi yang berat.
Vaksin campak memiliki efikasi kurang lebih 85%,
sehingga masih terdapat anak-anak yang belum
memiliki kekebalan dan menjadi kelompok rentan
terhadap penyakit campak (Kemenkes RI, 2017).
Tabel II.2 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada
Anak Bawah Dua Tahun
Catatan :
26
difteri pada anak sekolah dasar diketahui titer antibodi
adalah 20.13% – 29,96% setelah Imunisasi difteri pada
BIAS diketahui titer antibodi meningkat menjadi
92.01% - 98.11%.
Catatan :
Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap Imunisasi dasar
dan Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib serta mendapatkan
Imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T5.
Tabel II.4 Imunisasi Lanjutan pada Wanita usia Subur
(WUS)
Status Imunisasi Interval Mnimal Masa Perlindungan
Pemberian
T1 - -
Catatan :
28
mata rantai penyebaran suatu penyakit dan
meningkatkan herd immunity (misalnya polio, campak,
atau Imunisasi lainnya). Imunisasi yang diberikan pada
PIN diberikan tanpa memandang status Imunisasi
sebelumnya.
d. Catch Up
Merupakan kegiatan Imunisasi Tambahan massal
yangdilaksanakan serentak pada sasaran kelompok
umur dan wilayah tertentu dalam upaya memutuskan
transmisi penularan agent (virus atau bakteri) penyebab
PD3I. Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada awal
pelaksanaan kebijakan pemberian Imunisasi, seperti
pelaksanaan jadwal pemberian Imunisasi baru.
e. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi
dilaksanakan pada wilayah terbatas (beberapa provinsi
ataukabupaten/kota).
f. Imunisasi dalam Penanggulangan KLB (Outbreak
Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan Imunisasi dalam penanganan
KLB disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit
masing-masing (Kemenkes RI, 2017).
3) Imunisasi Khusus
a) Imunisasi Meningitis Meningokokus
b) Imunisasi Yellow Fever
c) Imunisasi Rabies
d) Imunisasi Polio
c. Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan adalah Imunisasi lain yang tidak termasuk
dalam Imunisasi program, namun dapat diberikan pada bayi,
29
anak, dan dewasa sesuai dengan kebutuhannya dan
pelaksanaannya juga dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sesuai dengan kebutuhan program, Menteri dapat
menetapkan jenis Imunisasi pilihan menjadi Imunisasi program
setelah mendapat rekomendasi dari ITAGI. Dalam membuat
rekomendasi, ITAGI mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut:
1) Beban Penyakit
2) Penilaian Vaksin, yang terdiri dari: kemampuan vaksin
5) Kesinambungan pembiayaan.
Introduksi Imunisasi Pilihan ke dalam Imunisasi Program dapat
diawali dengan kampanye atau demonstrasi program di lokasi terpilih
sesuai dengan epidemiologi penyakit. Beberapa vaksin yang digunakan
dalam pelaksanaan Imunisasi Pilihan saat ini adalah;
1) Vaksin Measles, Mumps, Rubela
2) Vaksin Tifoid
3) Vaksin Varisela
4) Vaksin Hepatitis A
5) Vaksin Influenza
30
6) Vaksin Pneumokokus
7) Vaksin Rotavirus
8) Vaksin Japanese Encephalitis
9) Vaksin Human Papillomavirus (HPV)
10) Vaksin Herpes Zoster
11) Vaksin Hepatitis B
12) Vaksin Dengue (Kemenkes RI, 2017).
31
Gambar IV. 1 Rumus menetukan sasaran imunisasi dasar pada bayi
Jumlah bayi yang bertahan hidup (Surviving Infant)
dihitung/ditentukan berdasarkan jumlah bayi baru lahir
dikurangi dengan jumlah kematian bayi yang didapat dari
perhitungan angka kematian bayi (AKB) dikalikan dengan
jumlah bayi baru lahir. Jumlah ini digunakan sebagai
sasaran Imunisasi bayi usia 2-11 bulan.
32
Batasan Wanita Usia Subur WUS
yang menjadi sasaran Imunisasi lanjutan
adalah antara 15-49 tahun. Jumlah
sasaran WUS ini didapatkan dari data
Kementerian Kesehatan. Wanita usia
subur terdiri dari WUS hamil dan tidak
hamil.
33
Gambar IV.2 Rumus kebutuhan vaksin
Indek Pemakaian vaksin (IP) adalah pemakaian
rata–rata setiap kemasan vaksin. Cara menghitung IP
adalah dengan membagi jumlah cakupan dengan
jumlah vaksin yang dipakai.
34
Gambar IV.4 Ukuran ADS
3) Perencanaan Safety Box
Safety box digunakan untuk menampung alat suntik
bekaspelayanan Imunisasi sebelum dimusnahkan.
Safety box ukuran 2,5 liter mampu menampung 50
alat suntik bekas, sedangkan ukuran 5 liter
menampung 100 alat suntik bekas. Limbah Imunisasi
selain alat suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke
dalam safety box. Berdasarkan sistem bundling maka
penyediaansafety box mengikuti jumlah ADS. Safety
box yang sudah berisi alat suntik bekas tidak boleh
disimpan lebih dari 2 x 24 jam.
4) Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain
Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah
rusak sehingga harus disimpan pada suhu tertentu
(pada suhu 2 s/d 8 oC untuk vaksin sensitif beku atau
pada suhu -15 s/d -25 oC untuk vaksin yang sensitif
panas) (Depkes RI, 2006).
G
a
m
b
a
r
35
Gambar IV.6 Volume Beberapa Jenis Vaksin /
Kemasan
c. Penyimpanan dan Pemeliharaan Logistik
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima
sampai didistribusikan ketingkat berikutnya (atau digunakan),
36
vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan,
yaitu:
1) Provinsi
a) Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C
s.d. -25°C pada freeze room atau freezer
b) Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
pada cold room atau vaccine refrigerator
2) Kabupaten
a) Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C
s.d. -25°C pada freezer
b) Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
pada cold room atau vaccine refrigerator.
3) Puskesmas
a) Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
pada vaccine refrigerator
b) Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan desa
disimpan pada suhu ruangan, terlindung dari
sinar matahari langsung.
37
yang harus selalu diperhatikan dalam pemakaian
vaksin secara berurutan adalah paparan vaksin
terhadap panas, masa kadaluwarsa vaksin, waktu
pendistribusian/penerimaan serta ketentuan
pemakaian sisa vaksin (Depkes RI, 2017).
38
5) Belum melampaui masa pemakaian.
Monitoring vaksin
Setiap akhir bulan atasan langsung pengelola vaksin
melakukanmonitoring administrasi dan fisik vaksin serta
logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada kartu stok
dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan
laporan cakupan Imunisasi. Sarana penyimpanan vaksin:
1) Kamar Dingin dan Kamar Beku
2) Vaccine Refrigator dan freezer
3) Alat Pembawa vaksin
4) Alat untuk mempertahankan suhu
Gambar IV.11 Dosis, Cara dan Tempat Pemberia Imunisasi (Kemenkes RI,
2017)
39
Gambar IV.11 Kontraindikasi dan Bukan Pada Imunisasi
Program
8. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam pelaksanaan Imunisasi program
sangat penting dilakukan di semua tingkat administrasi guna
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan
kegiatan maupun evaluasi.
a. Pencatatan
1) Tingkat Desa
a) Sasaran Imunisasi
40
Pencatatan bayi, baduta dan WUS untuk
persiapan pelayanan Imunisasi meliputi nama,
orang tua, suami, tanggal lahir dan alamat.
Petugas mengkompilasikan data sasaran tersebut
ke dalam buku pencatatan hasil Imunisasi bayi,
baduta dan WUS. Status Imunisasi juga dicatat
dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Kohort, dan rekam medis. Pencatatan Hasil
Imunisasi bayi dan baduta
b) Perencanaan hasil untuk bayi dan baduta
Pencatatan hasil Imunisasi untuk bayi dan
Baduta dibuat oleh petugas Imunisasi di kohort
bayi (tercantum dalam formulir 4 terlampir) dan
kohort anak balita dan anak prasekolah
(tercantum dalam formulir 9 terlampir). Masing-
masing formulir untuk satu desa.
Dalam perkembangan introduksi vaksin
program, untuk pencatatan yang belum
tercantum dalam kohort maka formulir
pencatatan hasil Imunisasi akan ditetapkan
kemudian.
c) Pencatatan hasil imunisasi Td untuk WUS
Pencatatan hasil Imunisasi Td untuk WUS
termasuk ibu hamil dan calon pengantin
menggunakan buku catatan Imunisasi WUS atau
dicatat buku kohort ibu. Imunisasi Td hari itu
juga dicatat dalam buku KIA.
d) Pencatatan dan pelaporan imunisasi Anak USia
Sekolah Dasar
Untuk pencatatan Imunisasi anak usia
sekolah Dasar, Imunisasi DT, campak atau Td
yang diberikan,dicatat di buku KIA/Buku Sehat
41
anak Sekolah dan dicatat pada format pelaporan
BIAS dan satu salinan diberikan kepada
sekolah. Bila pada waktu bayi terbukti pernah
mendapat DPT-HB-Hib1 dicatat sebagai T1.
Kemudian mendapat DPT-HB-Hib2 dicatat
sebagai T2. Kemudian mendapat DPT-HB-Hib
pada usia baduta dicatat sebagai T3.Sehingga
pemberian DT dan Td di sekolah dicatat sebagai
T4 dan T5. Bila tidak terbukti pernah mendapat
suntikan DPT-HB-Hib pada waktu bayi dan
Baduta, maka DT dicatat sebagai T1.
e) Pencatatan dan Pelaporan untuk Fasilitas
Kesehatan Swasta
Format pelaporan pelayanan Imunisasi yang
dilaporkan minimal memuat data sebagai
berikut : nama sasaran, nama orang tua, tanggal
lahir, alamat lengkap, jenis kelamin, dan jenis
Imunisasi serta tanggal pemberiannya
(Kemenkes RI, 2017).
2) Tingkat Puskesmas
a) Hasil Cakupan Imunisasi
Hasil kegiatan Imunisasi di lapangan
dicatat di kohort desa dan direkap di
buku pencatatan Imunisasi puskesmas
(buku biru)
42
Hasil Imunisasi anak sekolah di rekap di
buku hasil Imunisasi anak sekolah
(tercantum dalam formulir 15 terlampir).
Laporan hasil Imunisasi di pelayanan
swasta menggunakan format buku kohort
kemudian dicatat di buku kohort desa
asal sasaran.
Setiap catatan dari buku biru ini dibuat
rangkap dua. Lembar ke 2 dibawa ke
kabupaten sewaktu mengambil
vaksin/konsultasi.
Dalam menghitung persentase cakupan,
yang dihitung hanya pemberian
Imunisasi pada kelompok sasaran dan
periode yang dipakai adalah tahun
anggaran mulai dari 1 Januari sampai
dengan 31 Desember pada tahun
tersebut.
b) Pencatatan Vaksin
Keluar masuknya vaksin terperinci menurut
jumlah nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
harus dicatat ke dalam laporan penerimaan
vaksin atau kartu stok (tercantum dalam
formulir 20 terlampir). Sisa atau stok vaksin
harus selalu dihitung pada setiap kali
penerimaan dan pengeluaran vaksin. Masing-
masing jenis vaksin mempunyai kartu stok
tersendiri. Selain itu kondisi VVM sewaktu
menerima dan mengeluarkan vaksin juga perlu
dicatat di SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).
Jumlah vial dan dosis vaksin yang
digunakan dan tersisa dalam penyelengaraan
43
Imunisasi harus dilaporkan kembali (tercantum
dalam formulir 16 terlampir) beserta jumlah
limbah Imunisasi ADS dan vial bekas untuk
dimusnahkan dengan berita acara.
44
d) Pencatatan Logistik Imunisasi
Disamping vaksin, logistik Imunisasi lain
seperti cold chainharus dicatat jumlah, keadaan,
beserta nomor seri serta tahun (Vaccine
Refrigerator, mini freezer, vaccine carrier,
container) harus dicatat ke dalam kolom
keterangan. Untuk peralatan habis pakai seperti
ADS, safety box dan spare part cukup dicatat
jumlah dan jenisnya (Depkes RI, 2017).
b. Pelaporan
Hasil pencatatan Imunisasi yang dilakukan oleh setiap unit
yang melakukan kegiatan Imunisasi, mulai dari puskesmas
pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, Kantor Kesehatan
Pelabuhan, balai Imunisasi swasta, rumah sakit swasta, klinik
swasta disampaikan kepada pengelola program Imunisasi
kabupaten/kota (tercantum dalam formulir 7 dan formulir 11
terlampir) dan provinsi (tercantum dalam formulir 8 dan
formulir 12 terlampir) sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Sebaliknya, umpan balik laporan dikirimkan secara berjenjang
dari tingkat atas ke tingkat lebih bawah (Kemenkes RI, 2017).
46
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Strength
1. Jumlah dan Distribusi Vaksin Baik
Jumlah vaksin pada tahun 2019 cukup untuk kebutuhan Puskesmas
Sokaraja 2. Selain itu, vaksin juga terdistribusi dengan baik sehingga
mencapai seluruh sasaran.
2. Jumlah petugas kesehatan cukup memadai
Pendistribusian vaksin serta pelaksanaannya dibantu oleh bidan
desa pada masing-masing desa. Selain itu, petugas imunisasi di puskesmas
juga sudah memadai.
Weakness
1. Perpindahan penduduk
Seperti halnya masyarakat di desa lain, ada sebagian penduduk
yang harus mencari nafkah diluar kota terutama warga dengan usia
produktif. Hal ini mempengaruhi jumlah penduduk yang tinggal di
wilayah ini. mereka biasanya akan menikah dan tinggal di luar kota.
Namun, seringkali pada saat akan melahirkan hingga bayinya berusia
beberapa bulan warga kembali pulang kampung. Selain itu, ada juga yang
melahirkan dan mengikuti program imunisasi di wilayah kerja Puskesmas
Sokaraja 2 akan tetapi hanya sebentar. Hal tersebut dikarenakan mereka
47
harus kembali merantau ke luar kota sehingga mengurangi target capaian
imunisasi.
2. Kesalahan dalam pencatatan pelaporan
Perpindahan penduduk yang ada sangat mempengaruhi proses
pencatatan atau pendataan dan pelaporan kependudukan dan sasaran
imunisasi. Diperlukan ketelitian dalam pendataan dan pelaporan supaya
tercapai sasaran program imunisasi. Sedikit keteledoran akan
menyebabkan kesalahan dalam penentuan sasaran dan capaian program
universal child immunization (UCI).
Opportunity
Threat
48
3. Tidak terdeteksinya warga yang seharusnya memperoleh imunisasi
Jika terjadi kesalahan pendataan pelaporan jumlah penduduk khususnya
bayi atau balita, dapat menyebabkan tidak tercapainya sasaran imunisasi.
Selain itu, hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya jumlah penduduk dan
perpindahan warga yang fluktuatif.
Plan of Action
50
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan terjangkitnya
penyakit tertentu yaitu Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) seperti TBC, difteri, pertusis, campak, tetanus, hepatitis B, polio dan
campak. Sebagian besar desa di wilayah kerja Puskesmas Sokaraja 2 sudah
memenuhi target capaian imunisasi yaitu 100%. Hanya dua desa yang
belum memenuhi target 100% sehingga masih ada kendala dalam
pelaksanaan imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Sokaraja 2. Diantara
kendala itu antara lain terdapat keluarga yang menolak imunisasi,
perpindahan penduduk yang berujung pada permasalahan kesalahan dalam
pencatatan dan pelaporan penduduk serta sasaran dan capaian imunisasi
yang berimbas pada kemungkinan berlebihnya atau kurangnya jumlah
vaksin yang dibutuhkan serta adanya kelalaian orang tua terhadap jadwal
imunisasi. Oleh karena itu, diperlukan ketelitian lebih dalam pencatatan dan
pelaporan.
B. Saran
1. Mahasiswa lebih menggali permasalahan yang mungkin mempengaruhi
pelaksanaan imunisasi.
2. Hasil pembahasan dapat dijadikan masukan untuk puskesmas sehingga
pelaksanaan imunisasi semakin baik.
51
DAFTAR PUSTAKA
Depkes R.I. (2006) Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi
Puskesmas. Jakarta: Depkes RI.
Depkes R.I. (2017) Modul 1 Pelatihan Safe Injection, Pengenalan Penyakit
dan Vaksin Program Imunisasi. Diperbanyak oleh Dinkes Jateng
Depkes R.I. (2017)Modul 3 Pelatihan Safe Injection, Perencanaan Program
Imunisasi. Diperbanyak oleh Dinkes Jateng.
Depkes R.I. (2017)Modul 4 Pelatihan Safe Injection, Penyuntikan yang
Aman (Safe Injection). Diperbanyak oleh Dinkes Jateng
Depkes R.I. (2017)Modul 4 Pelatihan Safe Injection, Penyuntikan yang
Aman (Safe Injection). Diperbanyak oleh Dinkes Jateng
Hadianti, Dian Nur. Mulyati, Elis. Ratnaningsih, Ester, et al. (2014) Buku
Ajar Imunisasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Kemenkes RI. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta : Kementrian Kesehatan
RI
Kemenkes RI . (2017) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta :
Menteri kesehatan Republik Indonesia
Markum, A.H. (2010) Imunisasi, Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Wahab, A.S., Julia, M. (2014). Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit
Imun,Jakarta: Widya Medika.
52