Anda di halaman 1dari 25

LONGCASE

GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI (F41.2)

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Salatiga

Diajukan Kepada :

dr. Iffah Qoimatun, Sp.KJ, M.Kes

Disusun Oleh :
Tyas Ratna Pangestika
1813020047

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan Long Case dengan judul

Gangguan Campuran Cemas dan Depresi

Disusun Oleh:
Tyas Ratna Pangestika
1813020047

Telah dipresentasikan pada :

28 September 2019

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr.Iffah Qoimatun, Sp. KJ, M.Kes

1
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I STATUS PASIEN .......................................................................................1
A. Identitas pasien ............................................................................................1

B. Anamnesis ...................................................................................................1

C. Pemeriksaan status mental ..........................................................................6

D. Diagnosis ....................................................................................................9

E. Penatalaksanaan ........................................................................................10

F. Prognosis ...................................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................12


A. Definisi ......................................................................................................12

B. Epidemiologi..............................................................................................12

C. Etiologi.......................................................................................................13

D. Faktor risiko...............................................................................................13

E. Patofisiologi...............................................................................................14

F. Manifestasi klinik ......................................................................................14

G. Pedoman diagnostik ..................................................................................16

H. Diagnosis Banding.....................................................................................17

I. Tatalaksana ...............................................................................................18

BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN .................................................21


A. Pembahasan ...............................................................................................21

B. Kesimpulan ...............................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

2
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas
1. Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sraten, Kab. Semarang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Menikah
2. Suami Pasien
Nama : Tn.
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sraten, Kab. Semarang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Menikah

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Merasa sedih
2. Riwayat Penyakit Sekarang (home visit 17 September 2019 )
Autoanamnesis:
Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Salatiga untuk kontrol.
Pasien mengatakan keluhannya sudah berkurang dan sudah merasa cukup
nyaman. 1 minggu sebelumnya pasien dirawat inap di RSUD Salatiga
karena merasa lemas dan merasa sedih. Saat dirawat pasien mengeluh

1
merasa takut dosa dan takut mati sejak beberapa bulan. Pasien juga
mengeluh cemas dan khawatir yang dirasakan semakin lama semakin
mengganggu. Pasien juga mengatakan aktifitas dirasakan agak terganggu
akibat keluhan yang dirasakan. Pasien merasa cemas jika meninggalkan
ayahnya sendiri di rumah karena kakaknya juga sedang sakit sehingga
tidak bisa merawat ayahnya secara maksimal sedangkan pasien harus
mengikuti suaminya tinggal di rumah mertuanya. Pasien juga mengeluh
sulit tidur dan terkadang malas makan. Keluhan sakit kepala, gemetar,
jantung berdebar-debar, sesak napas disangkal oleh pasien. Keluhan hilang
minat, pikiran ingin bunuh diri, dan perasaan bersalah disangkal oleh
pasien.
Saat dilakukan homevisit, pasien sudah tidak ada keluhan.
Perasaan sedih dan khawatir kadang masih sering muncul akan tetapi
sudah bisa dikendalikan oleh pasien dan dengan bantuan obat-obatan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Berdasarkan anamnesis dengan pasien, keluhan ini sudah dialami
sebanyak 3 kali. Keluhan pertama muncul saat suami pertama pasien
meninggal pada tahun 2010 di tempat pemancingan. Setelah suami pasien
meninggal, pasien merasa sangat sedih, tidak nafsu makan dan sulit tidur
selama 1 bulan. Pasien menjadi jarang keluar rumah dan lebih sering
menyendiri di kamar. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan
hingga berat badannya turun 10 kg. Pasien mengaku setiap kali ada
masalah pasien akan sangat mudah untuk mendalami dan memikirkan
masalah tersebut sehingga menyebabkan pasien sulit untuk tidur. Pasien
tidak menjalani pengobatan, tetapi pasien selalu mendapat dukungan dari
keluarga terutama ibu pasien.
Pada tahun 2016 ibu pasien meninggal karena penyakit DM. Pasien
sangat terpukul dan merasa sangat sedih. Pasien jadi merasa malas
melakukan hal-hal apapun termasuk bekerja sebagai pedagang di pasar.
Saat pasien mencoba bekerja kembali, pasien merasa orang-orang yang
terlihat di pasar menjadi aneh seperti orang gila. Pasien juga merasa ada

2
orang gila yang merangkulnya sehingga pasien sering berlari-lari di pasar.
Ketika bertanya dengan orang disekitarnya, mereka tidak ada yang melihat
apa yang dilihat pasien. Saat pasien berada dirumah, pasien merasa
penciumannya menjadi lebih tajam. Pasien seperti mencium bau kopi
tetapi tidak ada kopi disekitar pasien. Kopi tersebut ternyata jauh dari
rumah pasien. Pasien juga sering mencium bau kotoran, tetapi tidak ada
kotoran di dekat pasien. Setelah ibu pasien meninggal, pasien merasa takut
dosa dan takut mati. Pasien berusaha menghilangkan keluhan tersebut
dengan berkonsultasi dengan tokoh agama. Setelah menemui tokoh agama,
pasien merasa lebih baik dan keluhannya mulai berkurang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Gangguan Mental

Keluarga pasien memiliki riwayat adanya gangguan mental yaitu


kakaknya yang ketiga menderita depresi. Selama ini, kakak ketiganya
rajin mengkonsumsi obat dari puskesmas.
b. Riwayat Gangguan Fisik

Ibu pasien merupakan penderita diabetes mellitus. Riwayat tekanan


darah tinggi, jantung dan asma disangkal
c. Riwayat Keluarga
Genogram

Keterangan :
: Pasien
Biru : Menderita depresi

3
Hitam : Sudah meninggal
Merah : Tinggal dengan pasien

5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien tidak memiliki masalah saat lahir. Tidak terdapat
permasalahan saat proses kelahiran. Kondisi fisik dan mental ibu saat
mengandung dalam keadaan baik.
b. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Menurut pasien, tidak ada masalah pada masa kanak-kanaknya
dan gizi yang diberikan oleh orang tuanya cukup. Riwayat imunisasi
dan penyakit pada masa kanak-kanak pasien mengaku sudah lupa
tentang hal tersebut, tetapi seingat pasien, pasien tidak memiliki
masalah kesehatan yang berarti pada masa kanak-kanak. Pasien tinggal
dengan neneknya sejak kecil sampai memasuki sekolah dasar.
c. Masa Kanak Pertengahan sampai Remaja
Pasien mengaku tidak ada masalah pada masa remajanya dan
gizi yang diberikan oleh orang tua cukup. Riwayat penyakit pada masa
remaja, pasien mengaku sudah lupa tentang hal tersebut, tetapi seingat
pasien pasien tidak memiliki masalah kesehatan yang berarti pada
masa remaja. Pasien mengaku bahwa pasien adalah orang yang
penakut dan pemalu sehingga terlihat lebih pendiam di sekolah. Pasien
memiliki teman yang dekat dengan pasien hingga sekarang.
d. Masa Dewasa
1) Riwayat aktivitas sosial
Saat ini, pasien banyak beraktivitas di lingkungan
rumahnya. Pasien juga sering mengobrol dengan tetangga sekitar.
Dulu pasien masih malu untuk berinteraksi dengan tetangga, akan
tetapi sekarang pasien sudah tidak merasa malu lagi.
2) Riwayat perkawinan

4
Pasien menikah sebanyak dua kali. Pernikahan pertama
dilaksanakan pada tahun 2010, akan tetapi suami pertama pasien
meninggal pada tahun yang sama saat memancing di sungai. Pasien
belum dikaruniai anak dari pernikahan pertamanya tersebut. Pasien
kemudian menikah kembali pada tahun 2013. Saat ini pasien juga
belum dikarunai momongan.
3) Riwayat pendidikan
Pasien merupakan lulusan SMA dan mengaku bahwa
pendidikannya lancar dan tidak ada hambatan serta tidak ada
masalah. Pasien tidak pernah tinggal kelas saat bersekolah.
4) Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pedagang ayam di pasar pagi. Setiap
pagi pasien bangun pukul 2 pagi kemudian menjajakan
dagangannya di pasar sampai dagangannya habis. Pasien mengaku
berdagang ayam sejak kecil saat ibunya masih hidup. Pasien
merasa tidak ada masalah dengan pekerjaannya dari dulu hingga
sekarang.
5) Riwayat kehidupan terkini
Saat ini pasien tinggal di Salatiga bersama suami dan
mertuanya. Pasien merasa cukup nyaman dengan kehidupan
sekarang. Akan tetapi pasien masih takut dan merasa tidak enak
jika berkumpul dengan saudara suaminya.
6) Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak memiliki riwayat pelanggaran hukum.
7) Aktivitas keagamaan
Pasien merupakan seorang muslim sejak kecil dan tidak
pernah berganti keyakinan. Pasien rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti kegiatan keagamaan di desanya. Pasien juga rajin
membaca kitab alquran.
8) Mimpi dan Fantasi
Saat ini harapan pasien hanyalah agar keluarganya bahagia
dan pasien dapat sembuh total dari penyakitnya.

5
C. Pemeriksaan Status Mental
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan: Seorang perempuan berusia 34 tahun tampak sesuai umur,
kulit sawo matang, cara berpakaian rapi, kesan gizi baik, rawat diri
baik, kooperatif.
b. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor: Selama proses anamnesa pasien
kooperatif dan tidak banyak bergerak/tenang.
c. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, setiap pertanyaan dijawab sesuai
oleh pasien dan terbuka.
2. Mood dan Afek
a. Mood : eutimik
b. Afek : normoafek
3. Pembicaraan
a. Kualitas : pasien lancar dalam menjawab pertanyaan, jawaban dapat
dipahami, intonasi tidak monoton, volume suara terdengar jelas,
artikulasi jelas.
b. Kuantitas :Bicara cukup, koheren dan relevan, logorhoe (-), blocking
(-), mutisme (-).
c. Kecepatan produksi: spontan
4. Persepsi
a. Halusinasi : auditorik, visual, taktil tidak ditemukan
b. Ilusi : tidak ditemukan
5. Pikiran
a. Bentuk pikir : Realistik
b. Isi pikir :Tidak ditemukan preokupasi, waham curiga,
waham kejar, waham kebesaran, waham dikendalikan, pikiran obsesi,
maupun kompulsi.
c. Arus pikir : Koheren (+), flight of ideas (-), asosiasi longgar (-)
, neologisme (-).
6. Sensorium dan Kognisi
a. Kesadaran : Compos Mentis
Kuantitatif : E4V5M6 (Compos Mentis)
Kualitatif : Tidak berubah
b. Orientasi
1) Waktu: baik
2) Tempat: baik
3) Orang: baik
4) Situasi: baik

6
c. Memori
1) Jangka pendek: baik, pasien dapat menyebutkan apa yang ia makan
saat sarapan pagi
2) Daya ingat segera: baik, pasien dapat menghitung angka 1-6 ke
depan dan sebaliknya
3) Jangka menengah: pasien mampu mengingat kejadian beberapa
hari lalu.
4) Jangka panjang: pasien masih mengingat dengan detail kejadian
saat suaminya meninggal
d. Konsentrasi dan perhatian
1) Konsentrasi : baik
2) Perhatian : baik
e. Pikiran abstrak
Pasien dapat membedakan apel dan jeruk
f. Informasi dan intelegensia
1) Taraf pendidikan: pendidikan terakhir SMA
2) Pasien mengetahui lawan kata dari gelap yaitu terang.
7. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien saat wawancara baik.
8. Daya Nilai
a. Daya nilai sosial: Penilaian pasien tentang norma – norma sosial baik
Pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam bayangan
situasi tersebut dengan baik. Pasien ditanya apa yang akan dilakukan
pasien dengan dompet yang dia temukan dijalan. Pasien menjawab
akan dikembalikan kepada pemiliknya atau diberikan ke kantor polisi.
b. Uji daya nilai realitas: dapat membuat kesimpulan.
9. Persepsi pemeriksaan terhadap pasien
Pasien seorang perempuan berusia 34 tahun berpenampilan baik
dan sesuai dengan usianya , pasien juga mampu merawat diri dengan baik.
Pasien datang dengan keluhan merasa sedih. Tidak ditemukan halusinasi
ataupun waham. Pasien berobat menggunakan BPJS.
10. Insight
Tilikan derajat 5, ketika pasien menyadari sepenuhnya apa yang
mendasari gejala yang dialaminya, dan pasien melakukan perubahan pada
perilaku dan kepribadiannya untuk mencapai pemulihan.
11. Taraf dapat dipercaya

7
Pemeriksa memperoleh kesan secara menyeluruh bahwa jawaban
pasien dapat dipercaya, karena pasien konsisten terhadap setiap
pertanyaan.
12. Hubungan Jiwa
Mudah ditarik dan mudah dicantum. Empati mudah diraba rasakan.
13. Studi Diagnosis Lebih Lanjut
a. Sistem interna
Keadaan Umum : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg; Nadi
88x/menit; nafas 24 x/menit, suhu afebris
Sistem kardiovasuler : S1 / S2 reguler, bising (-)
Sistem respiratori : Suara dasar vesikukler (+/+), rokhi (-/-),
wheezing (-/-)
Sistem gastrointestinal : Supel, BU (+) dbn, nyeri tekan (-)
Sistem urogenital : BAK dalam batas nomal
Sistem musculoskeletal : Dalam batas normal
Sistem integumeter : Dalam batas normal
Kelainan khusus : Tidak ada
b. Sistem neurologi
Saraf cranial : Tidak ada peningkatan kelainan syaraf
cranial atau peningkatan tekanan kranial
Saraf motorik : Gerakan (+/+); Kekuatan 5/5 5/5; Tonus
eutoni/eutoni eutoni/eutoni; Klonus inferior (-/-); Reflek fisiologi +/+ +/
+; Reflek patologi -/- -/-
Sensibilitas : Dalam batas normal
Susunan saraf vegetatif : Dalam batas normal
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Gangguan khusus : Tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan lab dan penunjang lain: tidak ada

D. Diagnosis

Dari hasil autoanamnesis, alloanamnesi, dan pemeriksaan status


mental pasien ditemukan adanya gangguan psikologis yang secara klinis
bermakna dan menimbulkan distress yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan
diagnosis multi axial sebagai berikut:
- Aksis I : F41.2 Gangguan Campuran Cemas dan Depresi

8
- DD : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
F32.0 Episode Depresif Ringan
F43.2 Gangguan Penyesuaian
- Aksis II : Kepribadian Paranoid
- Aksis III : Tidak ada diagnosis
- Aksis IV : Masalah dengan Primary support group (keluarga)
- Aksis V : GAF scale 80-71 pada pasien gejala sementara dan dapat
diatasi, disabilitas ringan dalam sosial

E. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
- Clobazam 1 x 10 mg
- Fluoxetine HCL 1 x 20 mg

2. Psikoterapi
a) Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens
(pertahanan) pasien terhadap stres. Perlu diadakannya terapi untuk
meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan memberikan motivasi
hidup.
b) Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien dengan mengawasi pasien
untuk minum obat teratur.
c) Psikoterapi rekonstruktif bertujuan membangun kembali kepercayaan
diri pasien, menjelaskan kepada pasien bahwa pasien memiliki semangat
hidup dan keinginan kuat untuk melihat keluarga pasien bahagia. Menolak
semua pikiran negatif.

F. Prognosis
1. Ad vitam : bonam
2. Ad functionam : bonam
3. Ad Sanationam : bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2) merupakan gejala-
gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan
rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri.
Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik, harus ditemukan walaupun harus
tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan
(Maslim, 2015).

G. Epidemiologi
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif
memiliki gejala ansietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi
kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan bahwa 20-90 %
pasien dengan ganggguan panik memiliki episode gangguan depresif berat.
Data ini mengesankan bahwa keberadaan gejala depresif dan ansietas secara
bersamaan, tidak ada di antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik
gangguan depresif atau ansietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun
demikian, sejunlah klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa pravelensi
gangguan ini pada populasi umum adalah 10 % dan di klinik pelayanan
primer sampai tertinggi 50 %, walaupun perkiraan konservatif mengesankan
prevalensi sekitar 1 % pada populasi umum.

12
H. Etiologi
Empat bukti utama menyatakan bahwa gejala kecemasan dan gejala
depresi berhubungan sebab akibat pada beberapa pasien yang terkena, yaitu:
1. Ditemukannya neuroendokrin yang sama pada gangguan depresi dan
gangguan kecemasan, khususnya gangguan panik.
2. Hiperaktivitas sistem noradregenik relevan sebab menyebab pada
beberapa pasien dengan gangguan depresi dan pada beberapa pasien
dengan gangguan panik.
3. Obat serotogenik berguna dalam mengobati gangguan depresi maupun
kecemasan.
4. Gejala kecemasan dan depresi berhubungan secara genetik pada
beberapa keluarga (Sadock & Sadock, 2008)

I. Faktor resiko
Faktor risiko untuk gangguan campuran kecemasan-depresi sering tumpang
tindih dengan faktor risiko untuk kecemasan dan depresi. Faktor-faktor risiko
ini dapat mencakup :
 Memiliki riwayat keluarga dengan gangguan kesehatan mental,
termasuk gangguan penyalahgunaan zat
 Hidup dalam kemiskinan atau berjuang secara finansial
 Kurangnya dukungan keluarga atau sosial
 Memiliki penyakit serius atau kronis
 Memiliki harga diri yang rendah
 Pernah mengalami trauma masa kecil
 Harus berurusan dengan peningkatan jumlah stres harian
 Usia tua
Adanya stress cenderung menjadi faktor risiko utama dalam perkembangan
gangguan campuran ansietas dan depresi. Ada kemungkinan bahwa langkah-
langkah untuk mengurangi stres dapat menurunkan kejadian gangguan
tersebut (Howland & Michael, 2006).

13
J. Patofisiologi
Pada sistem saraf pusat (CNS), mediator utama dari gejala gangguan
kecemasan adalah norepinefrin, serotonin, dopamin, dan asam gamma-
aminobutyric (GABA). Neurotransmitter dan peptida lain, seperti faktor
pelepas kortikotropin, mungkin terlibat. Secara periferal, sistem saraf otonom,
terutama sistem saraf simpatis, memediasi banyak gejala (Freitas-Ferrari et al,
2010).
Pada orang dengan gangguan cemas depresi mengalami peningkatan
aktivitas pada hemisfer kanan dibanding orang yang sehat. Selain itu,
individu dengan depresi cemas mungkin memiliki disfungsi aksis HPA,
sebagaimana dibuktikan oleh respons abnormal yang ditimbulkan oleh
stimulasi sistem eksogen (Ionescu et al, 2013). Secara klinis, mereka yang
menderita depresi dan cemas memiliki perjalanan penyakit yang unik yang
ditandai dengan hasil yang lebih buruk dan respons pengobatan yang buruk.
Secara khusus, pasien dengan depresi cemas menunjukkan gejala depresi
yang lebih parah, lebih sering episode depresi berat, dan proporsi ide bunuh
diri yang lebih tinggi dan upaya bunuh diri sebelumnya pasien dengan depresi
yang tidak cemas. Selain itu, mereka membutuhkan waktu dua kali lebih lama
untuk pulih dari depresi dan juga lebih mungkin untuk menunjukkan gejala
somatik (seperti gejala gastrointestinal), depersonalisasi, dan derealisasi.
Penelitian oleh Sequenced Treatment Alternatives to Relieve Depression
study (STAR*D) menemukan secara demografis, individu dengan depresi dan
cemas lebih cenderung menjadi lebih tua, menganggur, dan kurang
berpendidikan (Ionescu et al, 2013)
.
K. Manifestasi Klinis
Kombinasi beberapa gejala gangguan kecemasan dan beberapa
gejala gangguan depresi. Disamping itu, gejala hiperaktivitas sistem saraf
otonom, seperti keluhan gastrointestinal, sering ditemukan. Diagnosis
gangguan anxietas menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala
antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan
takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang

14
mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu
spesifik untuk gangguan anxietas menyeluruh adalah kecemasanya terjadi
kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi
kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas
kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering
penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. Untuk lebih jelasnya gejala-
gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar


2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan berkurang 14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung

Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu mood depresif,


kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.
Gejala utama :
1. Afek depresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya
aktifitas.

Gejala lainnya dapat berupa :

15
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang.
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai
berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya
keluarga pasien (Maslim, 2015; Tomb, 2000; Sadock & Sadock, 2008).

L. Pedoman Diagnostik
Untuk mendiagnosis pasien Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
(F41.2) harus memenuhi pedoman diagnostik menurut PPDGJ III, yaitu:
a) Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik, harus
ditemukan walaupun hasus tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
b) Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka
harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.
c) Bila ditemukan sindrom depresi dan cemas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan,
dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu
hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.
d) Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang
jelas maka harus digunakan kategori F.43.2 (gangguan penyesuaian) (Maslim,
2015; Sadock & Sadock, 2008).

Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif


Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan

16
Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1
bulan:
1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisahm
tidur tidak puas)
3. Lelah atau energi rendah
4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah nangis
7. Hipervigilance
8. Antisipasi hal terburuk
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.
Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth. Penyalahguanaan
obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum
Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan
distimik; gangguan panik, atau gangguan ansietas menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain
(termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.

M.Diagnosis Banding
1. Gangguan cemas menyeluruh
2. Gangguan afektif depresi
3. Gangguan penyesuaian
(Amir, 2013).

17
N. Tatalaksana
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan campuran
anxietas dan depresi adalah kemungkinan pengobatan yang
mengkombinasikan psikoterapetik, farmakoterapetik, dan pendekatan
suportif. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi
yang terlibat, terlepas dari apakah klinisi adalah seorang dokter psikiatrik,
seorang dokter keluarga, atau spesialis lainnya

1. Psikofarmaka
Farmakoterapi untuk gangguan campuran ansietas-depresif dapat
mencakup obat antiansietas, obat antidepresif, atau keduanya. Dua
golongan obat utama yang dipakai dalam pengobatan gangguan
anxietas adalah Benzodiazepine dan Non-Benzodiazepine, dengan
Benzodiazepine sebagai pilihan utama. Sedangkan untuk depresi
dipakai golongan Trisiklik, Tetrasiklik, MAOI-reversible, SSRI, dan
anti depresi atipikal, dimana SSRI menjadi pilihan utama. Diantara obat
ansiolitik, sejumlah data menunjukkan bahwa penggunaan
triazolobenzodiazepine ( Alprazolam (Xanax) ) dapat di indikasikan
karena efektivitas nya dalam mengobati depresi yang disertai ansietas.
Obat yang mempengaruhi reseptor 5-HT, seperti busipron juga dapat di
indikasikan. Diantara anti depresan, meskipun teori noradrenergik
menghubungkan gangguan ansietas dengan gangguan depresif, anti
depresif serotonergik ( contohnya, fluoxetine) dapat menjadi obat yang
paling efektif dalam mengobati gangguan campuran ansietas-depresif.
Antidepresan
a) Golongan trisiklik : amitriptilin, imipramin, clomipramin, tianeptin
b) Golongan tetrasiklik : maprotiline, mianserin, amoxapine
c) Golongan MAOI Reversible : maclobemide
d) Golongan SSRI : sertraline, paroxetin, fluvoxamine, fluoxetine,
duloxetine, citalopram
e) Golongan atipikal : trazodone, mirtazapine, venlafaxine
No Jenis Obat Sediaan Dosis
1 Amitriptilin Tab 25 mg 75-150 mg/hr
Imipramine Tab 25 mg 75-150 mg/hr
Clomipramine Tab 25 mg 75-150 mg/hr

18
Tianeptne Tab 12,5 mg 25-50 mg/hr
2 Maprotiline Tab 10;25;50;75 mg 75-150 mg/hr
Mianserin Tab 10 mg 30-60 mg/hr
Amoxapine Tab 100 mg 200-300 mg/hr
3 Maclobemide Tab 150 mg 300-600 mg/hr
4 Sertraline Tab 50 mg 50-100 mg/hr
Paroxetine Tab 20 mg 20-40 mg/hr
Fluvoxamine Tab 50 mg 50-100 mg/hr
Fluoxetine Cap 20 mg 20-40 mg/hr
Duloxetine Caplet 30;60 mg 30-60 mg/hr
Citalopram Tab 20 mg 20-60 mg/hr
5 Trazodone Tab 50;150 mg 100-200 mg/hr
Mirtazapine Tab 30 mg 15-45 mg/hr
Venlafaxine Cap 75 mg 75-150 mg/hr
Anti Ansietas
No Nama obat Sediaan Dosis
1 Diazepam Tab 2;5 mg Oral : 2-3 x 2-5
Amp 10 mg/2 cc mg/hr
Inj : 5-10 mg
(IV/IM)
2 Chlordiazepoxide Tab 5; 10 mg 2-3 x 5-10
mg/hr
3 Lorazepam Tab 0,5;1;2 mg 2-3 x 1 mg/hr
4 Clobazam Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr
5 Alprazolam Tab 0,25;0,5;1 mg 3 x 0,25 – 0,50
mg/hr
6 Sulpiride Caps 50 mg 2-3 x 50 – 100
mg/hr
7 Buspirone Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr
8 Hydroxyzine Caplet 25 mg 3 x 25 mg/hr
(Maslim , 2015)
2. Psikoterapi
a) Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens
(pertahanan) pasien terhadap stres. Perlu diadakannya terapi untuk
meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan memberikan motivasi
hidup.
b) Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien dengan mengawasi pasien
untuk minum obat teratur.

19
c) Psikoterapi rekonstruktif bertujuan membangun kembali kepercayaan
diri pasien, menjelaskan kepada pasien bahwa pasien memiliki semangat
hidup dan keinginan kuat untu melihat anak pasien bahagia. Menolak
semua pikiran negatif.
3. Edukasi
Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada
pasien, jangan membatasi aktivitas positif yang disukai pasien, ajak pasien
bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor. Berdiskusi
terhadap pentingnya pasien untuk minum obat teratur dan kontrol lagi.

20
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2) merupakan gejala-
gejala anxietas maupun depresi, dimana masingmasing tidak menunjukkan
rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri.
Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik, harus ditemukan walaupun harus
tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Berdasarkan PPDGJ III untuk mendiagnosis pasien Gangguan Campuran


Anxietas dan Depresi (F41.2) harus memenuhi pedoman diagnostik, yaitu:

a) Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing


tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik, harus
ditemukan walaupun hasus tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.

b) Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.

c) Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan
diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.

d) Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas
maka harus digunakan kategori F.43.2 (gangguan penyesuaian).

21
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluh merasa lemas dan merasa
sedih. Pasien juga mengeluh merasa takut dosa, takut mati dan merasa sedih
sejak beberapa bulan. Pasien juga mengeluh cemas dan khawatir yang
dirasakan semakin lama semakin mengganggu. Pasien juga mengatakan
aktifitas dirasakan agak terganggu akibat keluhan yang dirasakan. Pasien
merasa cemas jika meninggalkan ayahnya sendiri di rumah karena kakaknya
juga sedang sakit sehingga tidak bisa merawat ayahnya secara maksimal
sedangkan pasien harus mengikuti suaminya tinggal di rumah mertuanya.
Pasien juga mengeluh sulit tidur dan terkadang malas makan. Keluhan sakit
kepala, gemetar, jantung berdebar-debar, sesak napas disangkal oleh pasien.
Keluhan hilang minat, pikiran ingin bunuh diri, dan perasaan bersalah
disangkal oleh pasien. Keluhan bermula saat suami pasien meninggal 9 tahun
yang lalu, kemudian disusul oleh ibu pasien juga meninggal 3 tahun yang lalu
akibat penyakit DM. Pasien merasa cemas dan sedih harus meninggalkan
ayahnya dengan kakak ketiganya, karena pasien harus mengikuti suami
keduanya. Dari anamnesis hasil pemeriksaan status mental ditemukan gejala
anxietas dan depresi yang masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala
yang cukup berat dan tidak ditemukan gangguan isi pikir dan gangguan realitas
sehingga pasien di diagnosis dalam kategori Gangguan campuran Anxietas dan
Depresi (F41.2). Terapi yang diberikan pada pasien adalah fluoxetine 1x 20 mg
dan Clobazam 1 x 10 mg. Rencana terapi pada kasus ini sudah tepat karena
pemberian obat disesuaikan berdasarkan keluhan. Untuk anti depresannya
diberikan fluoxetin. Penggunaan obat golongan SSRI juga dapat digunakan
pada gangguan cemas menyeluruh. Fluoxetin memiliki efek sedatif dan
membuat pasien menjadi lebih tenang. Penggunaan dosis awal 5-10 mg/hari.
Untuk antianxietas, kelompok obat yang digunakan terutama untuk mengatasi
kecemasan dan memiliki efek sedasi obat yang dapat dipilih salah satunya
adalah clobazam. Clobazam merupakan salah satu obat golongan
benzodiazepin yang berkhasiat mengatasi keadaan ansietas dan psikoneurotik
yang disertai ansietas serta sebagai antikonvulsan, dimana obat ini bekerja
berdasarkan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gama-aminobutirat
(GABA) sebagai mediator. Penggunaan clobazam dosis tinggi dan jangka

22
panjang dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis serta
menimbulkan efek samping dari yang ringan berupa sedasi, pusing (diz-ziness),
rasa kering di mulut, konstipasi, mual dan kadang- kadang menyebabkan
tremor halus sampai berat seperti penurunan kesadaran disertai gangguan
pernafasan sehingga diperlukannya pengawasan dokter untuk menentukan
dosis dan lamanya pemakaian obat ini.

O. Kesimpulan

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien memenuhi kriteria


diagnosis untuk penyakit jiwa non psikotik yaitu gangguan campuran ansietas
dan depresi. Penyakit ini menyebabkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.
Diagnosis multiaksial pasien adalah:
- Aksis I : F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
DD : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
F32.0 Episode Depresif Ringan
F43.2 Gangguan Penyesuaian
- Aksis II : Kepribadian Paranoid
- Aksis III : Tidak ada diagnosis
- Aksis IV : Masalah dengan Primary support group (keluarga)
- Aksis V : GAF scale 80-71 pada pasien gejala sementara dan dapat
diatasi, disabilitas ringan dalam sosial
Terapi pada pasien ini menggunakan psikofarmaka dan psikoterapi
Psikofarmaka menggunakan fluoxetin 1x20 mg dan clobazam 1x10 mg.

23
DAFTAR PUSTAKA

Amir, N. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran FK UI

Freitas-Ferrari MC, Hallak JE, Trzesniak C, Filho AS, Machado-de-Sousa JP,


Chagas MH. 2010. Neuroimaging in social anxiety disorder: a systematic
review of the literature. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry.
May 30. 34(4):565-80

Howland, RH & Michael ET. 2006.“Comorbid Depression and Anxiety: When


and How to Treat.” Journal of Psychiatry, 329, 11: 891-
1047. Web. www.ccspublishing.com/j_psych/depression_and_anxiety.ht
m

Ionescu et al. 2013. Neurobiology of Anxious Depression: A Review. Depress


Anxiety. 30(4): 374–385

Maslim, Rusdi. 2015. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

Sadock BJ, Sadock VA.2008. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. Edisi ke-3. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110

24

Anda mungkin juga menyukai