Disusun Oleh :
Tyas Ratna Pangestika 1813020047
Pembimbing :
dr. Sesia Pradestine
Disusun Oleh :
Telah dipresentasikan
Hari, tanggal: Senin, 23 Desember 2019
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
PENDAHULUAN
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Karangduren
Waktu Pemeriksaan : 05 Desember 2019
II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Jari-jari kesemutan
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kesemutan di jari-jari tangan kanan dan kiri yang
memberat sejak 1 minggu yang lalu. Kesemutan terutama dirasakan saat
pagi hari dan bangun tidur. Kesemutan hilang saat istirahat. Pasien juga
mengeluh nyeri pada leher bagian belakang dan sering merasa nyeri kepala
cekot-cekot. Pasien sudah pernah merasa keluhan tersebut tetapi tidak
diobati dan sering kambuh-kambuhan. Keluhan nyeri dada, jantung
berdebar-debar, dan kaki bengkak disangkal. BAB dan BAK tak ada
keluhan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan tersebut sudah lama dirasakan pasien akan tetapi tidak
diobati. Pasien mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak rutin berobat.
Riwayat penyakit jantung (-), DM (-), riwayat penyakit ginjal (-), asma (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
keluhan yang sama. Riwayat hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-),
riwayat penyakit ginjal (-), asma (-).
e. Riwayat Psikososial :
Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang
asin seperti ikan asin. Pasien juga sering mengonsumsi gorengan dan
makanan bersantan. Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta
jarang berolahraga. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.
Thorax
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel
chest (-), pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri
dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan : Torako-abdominal
Palpasi
Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis
teraba di ICS V linea parasternal sinistra
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI
Batas paru-jantung :
Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo :
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Umbilicus : Masuk merata
Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-
) ,massa (-), vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis
(-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
Nyeri ketok (-)
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-)
Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba
Ekstremitas
V. Diagnosis Kerja
Hipertensi derajat 2
Hiperkolesterolemia
Hiperurisemia
VI. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
a. Promotif :Menjelaskan tentang penyakit hipertensi,
hiperkolesterolemia, hiperurisemia
b. Preventif : Diet rendah garam, rendah purin, rendah kolesterol,
olahraga teratur, menghindari faktor risiko seperti merokok, alkohol
dan stress
c. Kuratif :
Terapi Medikamentosa :
- Amlodipin 10 mg 1x1 tab
- Allopurinol 100 mg 1-0-0
- Simvastatin 10 mg 0-0-1
Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh
- Mengurangi makanan berlemak seperti santan, gorengan, daging
dan lain sebagainya. Anjurkan banyak konsumsi buah dan sayur.
- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi
pasien penderita hipertensi.
- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada
pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam
aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu.
d. Rehabilitatif :-
VII. Prognosis : Dubia at bonam
VIII. Konseling :
a. Penyakit yang diderita adalah penyakit tidak menular dan tidak
bisa sembuh dan hanya bisa di kontrol
b. Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit
hipertensi, hiperurisemia dan hiperkolesterolemia dan risiko
penyulit yang mungkin terjadi
c. Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang
asin, serta mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan
makanan yang berlemak
d. Menjelaskan kepada pasien agar tekun meminum obat dan rutin
memerikasan dirinya di puskesmas Sokaraja II, meskipun pasien
sudah merasa sehat.
e. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari
ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi
duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit
sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi
primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan
untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada di dunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah
2
. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini. 3
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui
dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu
seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan
vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita
hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif
hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. 4
g. Merokok
V. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan
hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa
berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi
hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan; penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan
kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma . 15
VI. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata
dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.
Tabel III.2 Klasifikasi tekanan darah
menurut JNC VII3
VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.5
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkankembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan
sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap
perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,
elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi
esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan
garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala
hipertensi.4 Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi
yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi
hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan
arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas
hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan
meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi
hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan
komplikasi pada usia 40-60 tahun.4
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada
hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak
hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan
organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
21
melitus. Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia
lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting.
Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10
mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22
XI. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang
tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan
antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak
akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk
menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16
HIPERURISEMIA
I. DEFINISI
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat
serum di atas normal. Pada sebagian besar penelitian epidemiologi, disebut
sebagai hiperurisemia jika kadar asam urat serum orang dewasa lebih dari 7,0
mg/dl dan lebih dari 6,0 mg/dl pada perempuan. Ginjal merupakan organ
yang berperan megendalikan kadar asam urat di dalam darah agar selalu
dalam batas normal. Organ ginjal mengatur pembuangan asam urat melalui
urin. Namun bila produksi asam urat menjadi sangat berlebihan atau
pembuangannya berkurang, kadar asam urat di dalam darah menjadi tinggi,
keadaan ini disebut Hiperurisemia6.
III. PATOFISIOLOGI
Menurut Suiraoka (2012), berdasarkan patofisiologinya hiperurisemia atau
peningkatan asam urat terjadi akibat produksi asam urat yang berlebih,
pembuangan asam urat yang kurang atau kombinasinya22.
a. Produksi asam urat berlebih22
Peningkatan produksi asam urat terjadi akibat peningkatan kecepatan
biosintesa purin dari asam amino untuk membentuk inti sel DNA dan
RNA. Hal ini disebabkan kelainan produksi enzim yaitu Hipoxantin
guanine fosforibosil transferase (HGPRT) dan kelebihan aktivitas enzim
Fosforibosil piro fosfatase (PRPP) sehingga terjadi kelainan metabolisme
purin (inborn errors of purin metabolism). Produksi asam urat dibantu
oleh enzim Xantin Oksidase dengan efek samping menghasilkan radikal
bebas superoksida. Kekurangan enzim HGPRT dapat menyebabkan
akumulasi PRPP dan penggunaan enzim PRPP untuk inhibisi umpan balik
menurun sehingga semua hipoxantin akan digunakan untuk memproduksi
asam urat. Selain itu aktivitas berlebih enzim PRPP akan menyebabkan
pembentukan nukleotida asam guanilat (GMP) dan Adenilat deaminase
(AMP) menurun sehingga menstimulasi proses inhibisi umpan balik yang
akibatnya meningkatkan proses pembentukan asam urat. Keadaan ini
ditemukan pada mereka yang memiliki kelainan herediter (genetik).
b. Pembuangan asam urat berkurang22
Sekitar 90% penderita hiperurisemia mengalami gangguan ginjal dalam
pembuangan asam urat ini. Biasanya penderita gout mengeluarkan asam
urat 40% lebih sedikit dari orang normal. Dalam kondisi normal, tubuh
mampu mengeluarkan 2/3 asam urat melalui urin (sekitar 300 sampai
dengan 600mg perhari). Sedangkan sisanya diekresikan melalui saluran
gastrointestinal. Secara normal, pengeluaran asam urat seecara otomatis
akan lebih banyak jika kadarnya meningkat dalam darah akibat asupan
purin dari luar atau pembentukan purin. Tapi pada penderita gout kadar
asam urat tetap lebih tinggi 1-2 mg/dl dibandingkan orang normal. Di
dalam tubuh, terdapat enzim urikinase untuk mengoksidasi asam urat
menjadi alotinin yang mudah dibuang. Apabila terjadi gangguan pada
enzim urikinas akibat proses penuaan atau stress maka terjadi hambatan
pembuangan asam urat sehingga kadar asam urat akan naik dalam darah.
c. Kombinasi asam urat berlebih dan pembuangan yang berkurang22
Mekanisme kombinasi keduanya terjadi pada kelainan intoleransi
fruktosa, defisiensi enzim tertentu yaitu Glukosa 6-fosfat. Pada kelainan
tersebut akan diproduksi asam laktat berlebihan, pembuangan asam urat
menjadi menurun karena berkompetisi dengan asam laktat dan
hiperurisemia menjadi lebih parah. Kekurangan enzim glukose 6-fosfat
biasanya menyebabkan hiperurisemia sejak bayi dan menderita gout usia
muda.
IV. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosa hiperurisemia meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya faktor keturunan, kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab
hiperurisemia sekunder. Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau
penyakit sekunder seperti tanda-tanda anemia, pembesaran organ limfoid,
keadaan kardiovaskuler dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelainan ginjal
serta kelainan pada sendi. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk
mengarahkan dan memastikan peyebab hiperurisemia. Pemeriksaan
penunjang yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin asam urat
darah, kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin, dan kadar asam urat urin 24
jam23.
V. TATALAKSANA
Prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout :
1. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang
memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang efektif termasuk
tatalaksana terhadap penyakit komorbid.
2. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus diberi nasehat mengenai
modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan hingga ideal,
menghindari alkohol, minuman yang mengandung gula pemanis buatan,
makanan berkalori tinggi serta daging merah dan seafood berlebihan, serta
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah lemak, dan latihan ϐisik
teratur.
3. Setiap pasien dengan gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid terutama yang berpengaruh
terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko kardiovaskular, termasuk
gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke,
penyakit arteri perifer, obesitas, hipertensi, diabetes, dan merokok24.
Hiperurisemia tanpa gejala klinis
Tatalaksana hiperurisemia tanpa gejala klinis dapat dilakukan dengan
modiϐikasi gaya hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip umum
pengelolaan hiperurisemia dan gout. Penggunaan terapi penurun asam urat
pada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih kontroversial. The European
League Against Rheumatism (EULAR), American Colleague of
Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak
merekomendasikan penggunaan terapi penurun asam urat dengan
pertimbangan keamanan dan efektifitas terapi tersebut. Sedangkan
rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism, menganjurkan
pemberian obat penurun asam urat pada pasien hiperurisemia asimptomatik
dengan kadar urat serum >9 atau kadar asam urat serum >8 dengan faktor
risiko kardiovaskular (gangguan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit jantung iskemik)24. Allopurinol adalah obat pilihan pertama untuk
menurunkan kadar asam urat, diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat
dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika fungsi
ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi 300 mg/hari, maka
pemberian obat harus terbagi24.
VI. KOMPLIKASI
Dalam praktik sering ditemukan pengobatan hanya ditujukan untuk
mengatasi radang akut, tidak dilakukan pengobatan jangka panjang untuk
mengendalikan kadar asam urat sehingga sering terjadi kekambuhan dan
komplikasi seperti pembentukan tofus, batu ginjal dan artropati destruktif24.
HIPERKOLESTEROLEMIA
I. DEFINISI
Hiperkolesterolemia adalah total kolesterol dalam darah dengan kadar
kolesterol yang tinggi yaitu ≥ 200 mg/dl25. Kolesterol telah terbukti
mengganggu dan mengubah struktur pembuluh darah yang mengakibatkan
gangguan fungsi endotel yang menyebabkan lesi, plak, oklusi, dan emboli.
Selain itu juga kolesterol diduga bertanggung jawab atas peningkatan stress
oksidatif26.
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi kolesterol dibagi menjadi 2 yaitu jenis kolesterol dan kadar
kolesterol. Jenis kolesterol terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Low Density Lipo-protein (LDL)
LDL atau biasa disebut kolesterol jahat adalah lipoprotein yang
mengandung paling banyak kolesterol. LDL yang tinggi dapat
menyebabkan pembentukan plak kolesterol di dinding pembuluh darah
dan terjadi aterosklerosis27.
b. High Density Lipo-protein (HDL)
HDL atau kolesterol baik mempunyai fungsi untuk mengangkut LDL dari
jaringan perifer ke hepar serta membersihkan kolesterol LDL dari
pembuluh darah yang kemudian akan dikeluarkan melalui saluran empedu
dalam bentuk lemak empedu27.
Kadar Kolesterol
Tabel III.6 Pengelompokan Kadar Kolesterol26,28
Kadar Kolesterol Total Kategori Kolesterol Total
< 200 mg/dl Normal
200-239 mg/dl Batas atas
> 239 mg/dl Tinggi
Kadar Kolesterol LDL Kategori Kolesterol LDL
< 100 mg/dl Optimal
100-129 mg/dl Hampir Optimal
130-159 mg/dl Batas Atas
160-189 mg/dl Tinggi
>190 mg/dl Sangat Tinggi
Kadar Kolesterol HDL Kategori Kolesterol HDL
<40 mg/dl Rendah
>40 mg/dl Normal
IV. TATALAKSANA
Sebelum diberikan terapi sebaiknya kadar kolesterol LDL dan HDL diperiksa
terlebih dahulu sesuai dengan prinsip intervensi dislipidemia yaitu terapi
perubahan gaya hidup dan obat penurun kolesterol LDL dimulai ketika
konsentrasi kolesterol LDL terukur di atas target terapi kecuali pada mereka
dengan infark miokard akut dan mereka dengan risiko kardiovaskular rendah.
Selain itu, mengingat kolesterol non-HDL adalah target parameter lipid
sekunder, maka intervensinya hanya dilakukan jika konsentrasi TG ˃200
mg/dL pada subjek dengan tingkat risiko kardiovaskular tinggi dan sangat
tinggi yang mempunyai konsentrasi kolesterol LDL yang telah mencapai
target dengan terapi farmakologis. Statin merupakan pilihan pertama untuk
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL berdasarkan studi yang ada.
Terdapat beda potensi berbagai statin dalam menurunkan konsentrasi
kolesterol LDL. Atorvastatin dan rosuvastatin termasuk statin intensitas
tinggi. Pada dosis tinggi, atorvastatin dan rosuvastatin berpotensi menurunkan
konsentrasi LDL ˃50%29.
XII. Resume
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
pasien menderita Hipertensi derajat 2, hiperurisemia dan
hiperkolesterolemia. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang
penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang salah, sering makan
ikan asin, gorengan, santan, serta kurang berolahraga. Sebelumnya pasien
sudah mengetahui bahwa pasien memiliki penyakit hipertensi oleh karena
itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan untuk mencegah
komplikasi yang dapat timbul dengan meminum obat secara teratur,
kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga
teratur, mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola makan
dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.
Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan
untuk berperilaku hidup dengan pola makan yang sehat dan berolahraga
dengan teratur.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit
yang diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia.
Jumlah penderita hipertensi sendiri terus bertambah setiap tahunnya.
Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di
negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hiperurisemia merupakan salah satu risiko terjadinya penyakit
gout artritis yang masih banyak dijumpai di masyarakat Indonesia.
Penyakit ini dapat menimbulkan morbiditas seperti menurunnya
produktivitas dan kecacatan. Kondisi hiperkolesterolemia juga merupakan
salah satu faktr risiko terjadinya penyakit seperti stroke dan penyakit
jantung koroner yang masih menjadi beban bagi negara berkembang.
Jumlah penderita hiperkolesterolemia juga meningkat seiring
berkembangnya teknologi dan makanan cepat saji di era milenial ini.
Dari kasus di atas didapatkan bahwa pasien menderita Hipertensi
derajat 2, hiperurisemia dan hiperkolesterolemia. Pasien kurang memiliki
pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang
salah, sering makan ikan asin, gorengan, santan dan kurang berolahraga.
Pasien dianjurkan untuk meminum obat secara teratur, kontrol
tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga teratur,
mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola makan dan
melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan
keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan untuk
berperilaku hidup dengan pola makan yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA