Anda di halaman 1dari 41

CASE BASED DISCUSSION

HIPERTENSI, HIPERKOLESTEROLEMIA, DAN


HIPERURISEMA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas Sokaraja II

Disusun Oleh :
Tyas Ratna Pangestika 1813020047

Pembimbing :
dr. Sesia Pradestine

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 4 NOVEMBER 2019 – 11 JANUARI 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

Hipertensi, Hiperkolesterolemia, dan Hiperurisemia

Disusun Oleh :

Tyas Ratna Pangestika 1813020047

Telah dipresentasikan
Hari, tanggal: Senin, 23 Desember 2019

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Sesia Pradestine


BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini di Indonesia terjadi perubahan epidemiologi, dimana terjadi


peningkatan epidemik penyakit tidak menular. Indonesia harus menghadapi
dua beban, peningkatan penyakit tidak menular dan masih tingginya angka
penyakit menular. Perubahan gaya hidup dan transisi nutrisi telah membawa
banyak perubahan pada pola penyakit. Beberapa penyakit tidak menular yang
harus menjadi perhatian adalah hipertensi, dislipidemia, jantung koroner,
diabetes melitus dan sebagainya.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit
yang diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia.
Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di
negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset
Kesehatan Daasar (RISKESDAS) tahun 2007 mendapatkan prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi
yakni mencapai 31,7% dengan penduduk yang mengetahui dirinya menderita
hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4%.
Sedangkan Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1
milyar orang menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan WHO, hipertensi
merupakan penyebab nomor 1 kematian di dunia.1,2,3,4,5
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam
urat serum di atas normal. Salah satu survei epidemiologik yang di lakukan di
Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683
sampel berusia antara 15 – 45 tahun di dapatkan bahwa prevalensi
hiperurisemia sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita. Secara
keseluruhan prevalensi kedua jenis kelamin adalah 17,6%.6,7
Hiperkolesterolemia menjadi salah satu indikator aterosklerosis pada
pembuluh darah dan menjadi prioritas utama dalam penanggulangan masalah
kesehatan di negara maju dan berkembang8.
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Karangduren
Waktu Pemeriksaan : 05 Desember 2019

II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Jari-jari kesemutan
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kesemutan di jari-jari tangan kanan dan kiri yang
memberat sejak 1 minggu yang lalu. Kesemutan terutama dirasakan saat
pagi hari dan bangun tidur. Kesemutan hilang saat istirahat. Pasien juga
mengeluh nyeri pada leher bagian belakang dan sering merasa nyeri kepala
cekot-cekot. Pasien sudah pernah merasa keluhan tersebut tetapi tidak
diobati dan sering kambuh-kambuhan. Keluhan nyeri dada, jantung
berdebar-debar, dan kaki bengkak disangkal. BAB dan BAK tak ada
keluhan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan tersebut sudah lama dirasakan pasien akan tetapi tidak
diobati. Pasien mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak rutin berobat.
Riwayat penyakit jantung (-), DM (-), riwayat penyakit ginjal (-), asma (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
keluhan yang sama. Riwayat hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-),
riwayat penyakit ginjal (-), asma (-).
e. Riwayat Psikososial :
Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang
asin seperti ikan asin. Pasien juga sering mengonsumsi gorengan dan
makanan bersantan. Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta
jarang berolahraga. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,8oC
Berat badan : 63 Kg
Tinggi badan : 157 cm
Status gizi : Obes I dengan IMT 25,6 kg/m2
Status generalis
Kepala-Leher
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut
berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis (-), skelra
ikterik (-), palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
sekret, tidak ada serumen
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi,
tidak ada sekret
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir
lembab, lidah tidak kotor, arkus faring simetris,
letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil
T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Leher : Pembesaran KGB -/-, deviasi trakea (-), massa (-)

Thorax
Inspeksi :
 Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel
chest (-), pergerakan dinding dada simetris
 Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
 Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
 Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri
dan kanan
 Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
 Tipe pernafasan : Torako-abdominal

Palpasi
 Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis
teraba di ICS V linea parasternal sinistra
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
 Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
 Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi
 Sonor seluruh lapang paru
 Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI
 Batas paru-jantung :
 Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
 Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi
 Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
 Pulmo :
 Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
 Rhonki (-/-)
 Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi :
 Bentuk : Simetris
 Umbilicus : Masuk merata
 Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-
) ,massa (-), vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis
(-),spider navy (-).
 Distensi (-)
 Ascites (-)

Auskultasi
 Bising usus (+) normal
 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)

Perkusi
 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
 Nyeri ketok (-)

Palpasi
 Nyeri tekan epigastrium (-)
 Massa (-)
 Hepar / lien : tidak teraba

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

IV. Pemeriksaan Penunjang


GDS : 165 mg/dl
Kolesterol total : 217 mg/dl
Asam Urat : 7,2 mg/dl

V. Diagnosis Kerja
Hipertensi derajat 2
Hiperkolesterolemia
Hiperurisemia
VI. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
a. Promotif :Menjelaskan tentang penyakit hipertensi,
hiperkolesterolemia, hiperurisemia
b. Preventif : Diet rendah garam, rendah purin, rendah kolesterol,
olahraga teratur, menghindari faktor risiko seperti merokok, alkohol
dan stress
c. Kuratif :
 Terapi Medikamentosa :
- Amlodipin 10 mg 1x1 tab
- Allopurinol 100 mg 1-0-0
- Simvastatin 10 mg 0-0-1
 Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh
- Mengurangi makanan berlemak seperti santan, gorengan, daging
dan lain sebagainya. Anjurkan banyak konsumsi buah dan sayur.
- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi
pasien penderita hipertensi.
- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada
pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam
aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu.
d. Rehabilitatif :-
VII. Prognosis : Dubia at bonam
VIII. Konseling :
a. Penyakit yang diderita adalah penyakit tidak menular dan tidak
bisa sembuh dan hanya bisa di kontrol
b. Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit
hipertensi, hiperurisemia dan hiperkolesterolemia dan risiko
penyulit yang mungkin terjadi
c. Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang
asin, serta mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan
makanan yang berlemak
d. Menjelaskan kepada pasien agar tekun meminum obat dan rutin
memerikasan dirinya di puskesmas Sokaraja II, meskipun pasien
sudah merasa sehat.
e. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari
ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi
duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit
sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi
primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan
untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada di dunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah
2
. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini. 3

III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui
dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu
seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan
vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita
hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif
hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. 4

IV. FAKTOR RISIKO


Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi. 2
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 1
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga.5
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan
darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan
pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.6
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh
karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri
akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur
sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal
juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus menurun.7
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause.8 Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada
yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang
lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes
for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria
dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria
dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal
menurut standar internasional). 8
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis
dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan
konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik
potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan
tekanan darah secara terus menerus. 8
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak
lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari.9 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. 10
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi
natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium
klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG),
dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masakmemasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 11
Tabel III.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan. 12

g. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat


dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.3
Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari
Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek
yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,
36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek
terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam
penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek
dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari. 13
h. Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan


prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang
sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan
dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari Rosenman
yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku
tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan
sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu
dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan
mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan prevalensi kadar
kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya
aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas
sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

V. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan
hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa
berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi
hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan; penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan
kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma . 15

VI. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata
dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.
Tabel III.2 Klasifikasi tekanan darah
menurut JNC VII3

VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.5
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkankembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan
sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap
perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,
elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi
esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan
garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala
hipertensi.4 Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi
yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi
hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan
arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas
hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan
meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi
hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan
komplikasi pada usia 40-60 tahun.4

Gambar III.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer


yang tidak terobati 5
VIII. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran berulang
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat sampai enam
minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan sfigmomanometer yang
tepat sehingga menambah jumlah pengukuran untuk analisis.17
Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor risiko
penyakit hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :18
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,
riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau
kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor
psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan
tinggi badan.
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang
dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan
ekokardiografi. 16
IX. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target
tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan
darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80
mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekanan
darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien
dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit
arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung.
Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah
yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal
kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g
proteinuria.2
b) Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar III.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 3

c) Modifikasi Gaya Hidup


Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah
memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk
individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat
pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung
secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan
darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan
jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga
telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada
penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan
penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat,
jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah
dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah
adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan
asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat
secara keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk
menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata
penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan
berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti
berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.
Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap
NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan
hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan
setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan
tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih
rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang
mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi
~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan
konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula
dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet
kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam
menurunkan tekanan darah. 2
Tabel III.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi
hipertensi. 3

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi


tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi,
meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular. 3
d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron
Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor
antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara
bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam
beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi
dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis
obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,
baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. 3
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi
pasien adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Tabel III.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat
Antihipertensi. 3
X. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua
sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
19

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak


terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa
disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat
diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: 20
Tabel III.5 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada20hipertensi ringan dan sedang mengenai
Hipertensi

mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada
hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak
hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan
organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
21
melitus. Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia
lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting.
Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10
mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22
XI. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang
tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan
antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak
akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk
menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16

HIPERURISEMIA
I. DEFINISI
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat
serum di atas normal. Pada sebagian besar penelitian epidemiologi, disebut
sebagai hiperurisemia jika kadar asam urat serum orang dewasa lebih dari 7,0
mg/dl dan lebih dari 6,0 mg/dl pada perempuan. Ginjal merupakan organ
yang berperan megendalikan kadar asam urat di dalam darah agar selalu
dalam batas normal. Organ ginjal mengatur pembuangan asam urat melalui
urin. Namun bila produksi asam urat menjadi sangat berlebihan atau
pembuangannya berkurang, kadar asam urat di dalam darah menjadi tinggi,
keadaan ini disebut Hiperurisemia6.

II. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Hiperurisemia terjadi akibat peningkatan produksi asam urat karena diet
tinggi purin atau penurunan ekskresi karena pemecahaan asam nukleat yang
berlebihan atau sering merupakan kombinasi keduanya. Hiperurisemia akibat
peningkatan produksi hanya sebagian kecil dari pasien dengan hiperurisemia
itupun biasanya disebabkan oleh diet tinggi purin (eksogen) ataupun proses
endogen (pemecahan asam nukleat yang berlebihan)6. Menurut Misnadiarly
(2007) ada beberapa penyebab meningkatnya kadar asam urat di dalam tubuh
antara lain :
a. Nutrisi6
Hampir semua makanan yang kita konsumsi memiliki kadar purin hanya
saja kadarnya berbeda. Purin yang berasal dari makanan memiliki peranan
70-80% dalam pembentukan asam urat di dalam tubuh. Sisanya sekitar 20-
30% merupakan sintesis tubuh yang dihasilkan dari bahan seperti glitamin,
glisin, dan asam aspartat.
b. Obat-obatan6
Obat-obatan diuretika (furosemid dan hidroklorotiazida), obat kanker,
vitamin B12 dapat meningkatkan absorbsi asam urat di ginjal sebaliknya
dapat menurunkan ekskresi asam urat urin, sehingga tak jarang dapat
mengakibatkan kadar asam urat di dalam darah meningkat.
c. Obesitas6
Berat badan merupakan salah satu penyebab meningkatnya kadar asam
urat di dalam tubuh. Dimana seseorang dengan kriteria obesitas mempunya
faktor resiko tinggi
d. Riwayat Keluarga6
Seseorang dengan riwayat genetik/keturunan yang mempunyai
hiperurisemia mempunyai risiko 1-2 kali lipat di banding pada penderita
yang tidak memiliki riwayat genetik/ keturunan (Widodo, 2007). Kadar
asam urat dikontrol oleh beberapa gen (Purwaningsih, 2010). Analisis The
National Heart, Lung, and Blood Institute Family studies menunjukkan
hubungan antara faktor keturunan dengan asam urat sebanyak kira-kira
40%. Kelainan genetik FJHN (Familial Juvenile Hiperuricarmic
Nephropathy) merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal
dominant, dan secara klinis sering terjadi pada usia muda. Pada kelainan
ini, terjadi penurunan Fractional Uric Acid Clearance (FUAC) yang
menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara cepat.
e. Usia dan Jenis Kelamin6
Setelah pubertas pada pria kadarnya meningkat secara bertahan dan dapat
mencapai 5, mg/dl. Pada perempuan, kadar asam urat biasanya tetap
rendah , baru pada usia pra menopause kadarnya meningkat mendekati
kadar pada laki-laki, bisa mencapai 4,7 mg/dl. Jadi faktor resiko
hiperurisemia meningkat pada laki-laki ketika usia pubertas sampai diatas
usia 40tahun. Sedangkan pada perempuan meningkat ketika usia pra
menopause hal tersebut diakibatkan karena hormon esterogen. Perempuan
yang telah menopause dan memasuki masa usia lanjut mengalami
penurunan hormon estrogen sehingga terjadi ketidakseimbangan aktivitas
osteoblas dan osteoklas yang mengakibatkan penurunan massa tulang
sehingga menyebabkan tulang menjadi tipis, berongga, kekakuan sendi,
pengelupasan tulang rawan sendi sehingga terjadi nyeri sendi.

III. PATOFISIOLOGI
Menurut Suiraoka (2012), berdasarkan patofisiologinya hiperurisemia atau
peningkatan asam urat terjadi akibat produksi asam urat yang berlebih,
pembuangan asam urat yang kurang atau kombinasinya22.
a. Produksi asam urat berlebih22
Peningkatan produksi asam urat terjadi akibat peningkatan kecepatan
biosintesa purin dari asam amino untuk membentuk inti sel DNA dan
RNA. Hal ini disebabkan kelainan produksi enzim yaitu Hipoxantin
guanine fosforibosil transferase (HGPRT) dan kelebihan aktivitas enzim
Fosforibosil piro fosfatase (PRPP) sehingga terjadi kelainan metabolisme
purin (inborn errors of purin metabolism). Produksi asam urat dibantu
oleh enzim Xantin Oksidase dengan efek samping menghasilkan radikal
bebas superoksida. Kekurangan enzim HGPRT dapat menyebabkan
akumulasi PRPP dan penggunaan enzim PRPP untuk inhibisi umpan balik
menurun sehingga semua hipoxantin akan digunakan untuk memproduksi
asam urat. Selain itu aktivitas berlebih enzim PRPP akan menyebabkan
pembentukan nukleotida asam guanilat (GMP) dan Adenilat deaminase
(AMP) menurun sehingga menstimulasi proses inhibisi umpan balik yang
akibatnya meningkatkan proses pembentukan asam urat. Keadaan ini
ditemukan pada mereka yang memiliki kelainan herediter (genetik).
b. Pembuangan asam urat berkurang22
Sekitar 90% penderita hiperurisemia mengalami gangguan ginjal dalam
pembuangan asam urat ini. Biasanya penderita gout mengeluarkan asam
urat 40% lebih sedikit dari orang normal. Dalam kondisi normal, tubuh
mampu mengeluarkan 2/3 asam urat melalui urin (sekitar 300 sampai
dengan 600mg perhari). Sedangkan sisanya diekresikan melalui saluran
gastrointestinal. Secara normal, pengeluaran asam urat seecara otomatis
akan lebih banyak jika kadarnya meningkat dalam darah akibat asupan
purin dari luar atau pembentukan purin. Tapi pada penderita gout kadar
asam urat tetap lebih tinggi 1-2 mg/dl dibandingkan orang normal. Di
dalam tubuh, terdapat enzim urikinase untuk mengoksidasi asam urat
menjadi alotinin yang mudah dibuang. Apabila terjadi gangguan pada
enzim urikinas akibat proses penuaan atau stress maka terjadi hambatan
pembuangan asam urat sehingga kadar asam urat akan naik dalam darah.
c. Kombinasi asam urat berlebih dan pembuangan yang berkurang22
Mekanisme kombinasi keduanya terjadi pada kelainan intoleransi
fruktosa, defisiensi enzim tertentu yaitu Glukosa 6-fosfat. Pada kelainan
tersebut akan diproduksi asam laktat berlebihan, pembuangan asam urat
menjadi menurun karena berkompetisi dengan asam laktat dan
hiperurisemia menjadi lebih parah. Kekurangan enzim glukose 6-fosfat
biasanya menyebabkan hiperurisemia sejak bayi dan menderita gout usia
muda.

IV. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosa hiperurisemia meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya faktor keturunan, kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab
hiperurisemia sekunder. Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau
penyakit sekunder seperti tanda-tanda anemia, pembesaran organ limfoid,
keadaan kardiovaskuler dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelainan ginjal
serta kelainan pada sendi. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk
mengarahkan dan memastikan peyebab hiperurisemia. Pemeriksaan
penunjang yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin asam urat
darah, kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin, dan kadar asam urat urin 24
jam23.

V. TATALAKSANA
Prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout :
1. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang
memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang efektif termasuk
tatalaksana terhadap penyakit komorbid.
2. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus diberi nasehat mengenai
modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan hingga ideal,
menghindari alkohol, minuman yang mengandung gula pemanis buatan,
makanan berkalori tinggi serta daging merah dan seafood berlebihan, serta
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah lemak, dan latihan ϐisik
teratur.
3. Setiap pasien dengan gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid terutama yang berpengaruh
terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko kardiovaskular, termasuk
gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke,
penyakit arteri perifer, obesitas, hipertensi, diabetes, dan merokok24.
Hiperurisemia tanpa gejala klinis
Tatalaksana hiperurisemia tanpa gejala klinis dapat dilakukan dengan
modiϐikasi gaya hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip umum
pengelolaan hiperurisemia dan gout. Penggunaan terapi penurun asam urat
pada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih kontroversial. The European
League Against Rheumatism (EULAR), American Colleague of
Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak
merekomendasikan penggunaan terapi penurun asam urat dengan
pertimbangan keamanan dan efektifitas terapi tersebut. Sedangkan
rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism, menganjurkan
pemberian obat penurun asam urat pada pasien hiperurisemia asimptomatik
dengan kadar urat serum >9 atau kadar asam urat serum >8 dengan faktor
risiko kardiovaskular (gangguan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit jantung iskemik)24. Allopurinol adalah obat pilihan pertama untuk
menurunkan kadar asam urat, diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat
dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika fungsi
ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi 300 mg/hari, maka
pemberian obat harus terbagi24.

VI. KOMPLIKASI
Dalam praktik sering ditemukan pengobatan hanya ditujukan untuk
mengatasi radang akut, tidak dilakukan pengobatan jangka panjang untuk
mengendalikan kadar asam urat sehingga sering terjadi kekambuhan dan
komplikasi seperti pembentukan tofus, batu ginjal dan artropati destruktif24.

HIPERKOLESTEROLEMIA
I. DEFINISI
Hiperkolesterolemia adalah total kolesterol dalam darah dengan kadar
kolesterol yang tinggi yaitu ≥ 200 mg/dl25. Kolesterol telah terbukti
mengganggu dan mengubah struktur pembuluh darah yang mengakibatkan
gangguan fungsi endotel yang menyebabkan lesi, plak, oklusi, dan emboli.
Selain itu juga kolesterol diduga bertanggung jawab atas peningkatan stress
oksidatif26.

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi kolesterol dibagi menjadi 2 yaitu jenis kolesterol dan kadar
kolesterol. Jenis kolesterol terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Low Density Lipo-protein (LDL)
LDL atau biasa disebut kolesterol jahat adalah lipoprotein yang
mengandung paling banyak kolesterol. LDL yang tinggi dapat
menyebabkan pembentukan plak kolesterol di dinding pembuluh darah
dan terjadi aterosklerosis27.
b. High Density Lipo-protein (HDL)
HDL atau kolesterol baik mempunyai fungsi untuk mengangkut LDL dari
jaringan perifer ke hepar serta membersihkan kolesterol LDL dari
pembuluh darah yang kemudian akan dikeluarkan melalui saluran empedu
dalam bentuk lemak empedu27.
Kadar Kolesterol
Tabel III.6 Pengelompokan Kadar Kolesterol26,28
Kadar Kolesterol Total Kategori Kolesterol Total
< 200 mg/dl Normal
200-239 mg/dl Batas atas
> 239 mg/dl Tinggi
Kadar Kolesterol LDL Kategori Kolesterol LDL
< 100 mg/dl Optimal
100-129 mg/dl Hampir Optimal
130-159 mg/dl Batas Atas
160-189 mg/dl Tinggi
>190 mg/dl Sangat Tinggi
Kadar Kolesterol HDL Kategori Kolesterol HDL
<40 mg/dl Rendah
>40 mg/dl Normal

III. FAKTOR RISIKO


Beberapa faktor risiko hiperkolesterolemia adalah sebagai berikut27 :
a. Faktor genetik27
b. Usia27
Sejak usia seseorang mencapai 20 tahun, maka kadar kolesterol dalam
tubuh akan mulai meningkat. Pada umumnya kaum laki-laki kolesterol
akan terus meningkat hingga usia 50 tahun. Sedangkan pada wanita kadar
kolesterol dalam tubuh cenderung rendah sampai mencapai masa
menopause dimana kadar estrogen menjadi rendah. Estrogen membantu
mencegah penumpukan lemak atau kolesterol dalam tubuh.
c. Kegemukan27
d. Aktifitas Fisik27
Berkurangnya aktifitas fisik dan olahraga dapat meningkatkan resiko
penumpukan kolesterol di dinding pembuluh darah.
e. Penderita Diabetes dan Hipertensi27
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol
LDL dan menurunkan kadar HDL. Semakin tinggi gula darah, maka
resiko peningkatan LDL juga semakin tinggi. selain itu, tekanan darah
yang tinggi akan menyebabkan jantung memompa lebih keras sehingga
aliran darah menjadi lebih cepat. Tekanan tinggi pada pembuluh darah
secara terus menerus dapat merusak dinding pembuluh darah. Jika terjadi
kerusakan pembuluh darah maka plak kolesterol akan mudah menempel
sehingga terjadi penumpukan plak kolesterol.
f. Kebiasaan Merokok27
Merokok dapat menyebabkan konsentrasi LDL meningkat. Zat nikotin
yang ada pada rokok juga menyebabkan terganggunya metabolisme
kolesterol dalam tubuh.

IV. TATALAKSANA
Sebelum diberikan terapi sebaiknya kadar kolesterol LDL dan HDL diperiksa
terlebih dahulu sesuai dengan prinsip intervensi dislipidemia yaitu terapi
perubahan gaya hidup dan obat penurun kolesterol LDL dimulai ketika
konsentrasi kolesterol LDL terukur di atas target terapi kecuali pada mereka
dengan infark miokard akut dan mereka dengan risiko kardiovaskular rendah.
Selain itu, mengingat kolesterol non-HDL adalah target parameter lipid
sekunder, maka intervensinya hanya dilakukan jika konsentrasi TG ˃200
mg/dL pada subjek dengan tingkat risiko kardiovaskular tinggi dan sangat
tinggi yang mempunyai konsentrasi kolesterol LDL yang telah mencapai
target dengan terapi farmakologis. Statin merupakan pilihan pertama untuk
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL berdasarkan studi yang ada.
Terdapat beda potensi berbagai statin dalam menurunkan konsentrasi
kolesterol LDL. Atorvastatin dan rosuvastatin termasuk statin intensitas
tinggi. Pada dosis tinggi, atorvastatin dan rosuvastatin berpotensi menurunkan
konsentrasi LDL ˃50%29.

Gambar III.4. Dosis terapi statin29


BAB IV
PEMBAHASAN
I. Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien seorang perempuan mengeluh kesemutan di
jari-jari tangan kanan dan kiri yang memberat sejak 1 minggu yang lalu.
Kesemutan terutama dirasakan saat pagi hari dan bangun tidur. Kesemutan
hilang saat istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri pada leher bagian
belakang dan sering merasa nyeri kepala cekot-cekot. Pasien sudah pernah
merasa keluhan tersebut tetapi tidak diobati dan sering kambuh-kambuhan.
Keluhan nyeri dada, jantung berdebar-debar, dan kaki bengkak disangkal.
BAB dan BAK tak ada keluhan. Keluhan tersebut sudah lama dirasakan
pasien akan tetapi tidak diobati. Pasien mempunyai riwayat hipertensi
tetapi tidak rutin berobat. Riwayat penyakit jantung (-), DM (-), riwayat
penyakit ginjal (-), asma (-).
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/110
mmHg. Frekuensi nadi: 90 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu
aksila : 36,8oC, berat badan : 63 Kg, tinggi badan : 157 cm, status gizi :
Obes I dengan IMT 25,6 kg/m2 .
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari
ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi
duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit
sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi derajat
2 bila didapatkan tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan tekanan
diastolik > 100, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat
didiagnosis menderita Hiperetnsi derajat 2.
Pasien juga mengeluh jari-jari kesemutan memberat sekitar 1
minggu. Keluhan tersebut sudah berlangsung lama tetapi pasien tidak
pernah memeriksakan keluhannya tersebut. Pasien mengaku suka
mengonsumsi gorengan dan santan sehingga dokter melakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kadar asam urat dan kadar
kolesterol. Hasil pemeriksaan didapatkan kadar asam urat pasien 7,2 mg/dl
dan kadar kolesterol total 217 mg/d. Berdasarkan hasil pemeriksaan
tersebut dapat disimpulkan pasien juga mengalami hiperurisemia dan
hiperkolesterolemia.
Untuk pelaksanaan pada pasien ini diberikan amlodipin 10 mg, 1x1
tablet serta diberikan pula simvastatin 10 mg 1x1 tablet dan allopurinol
300 mg 1x1 tablet untuk membantu menurunkan kadar asam urat dan
kadar kolesterol dalah darah pasien.

XII. Resume
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
pasien menderita Hipertensi derajat 2, hiperurisemia dan
hiperkolesterolemia. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang
penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang salah, sering makan
ikan asin, gorengan, santan, serta kurang berolahraga. Sebelumnya pasien
sudah mengetahui bahwa pasien memiliki penyakit hipertensi oleh karena
itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan untuk mencegah
komplikasi yang dapat timbul dengan meminum obat secara teratur,
kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga
teratur, mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola makan
dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.
Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan
untuk berperilaku hidup dengan pola makan yang sehat dan berolahraga
dengan teratur.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit
yang diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia.
Jumlah penderita hipertensi sendiri terus bertambah setiap tahunnya.
Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di
negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hiperurisemia merupakan salah satu risiko terjadinya penyakit
gout artritis yang masih banyak dijumpai di masyarakat Indonesia.
Penyakit ini dapat menimbulkan morbiditas seperti menurunnya
produktivitas dan kecacatan. Kondisi hiperkolesterolemia juga merupakan
salah satu faktr risiko terjadinya penyakit seperti stroke dan penyakit
jantung koroner yang masih menjadi beban bagi negara berkembang.
Jumlah penderita hiperkolesterolemia juga meningkat seiring
berkembangnya teknologi dan makanan cepat saji di era milenial ini.
Dari kasus di atas didapatkan bahwa pasien menderita Hipertensi
derajat 2, hiperurisemia dan hiperkolesterolemia. Pasien kurang memiliki
pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang
salah, sering makan ikan asin, gorengan, santan dan kurang berolahraga.
Pasien dianjurkan untuk meminum obat secara teratur, kontrol
tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga teratur,
mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola makan dan
melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan
keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan untuk
berperilaku hidup dengan pola makan yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection


Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer
Views of Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun
Vol 17 Issue 6.
2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006
3. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya
dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.
2007.http;//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_c
ontent&tas k=view&id=38&Itemid=12). Diakses tanggal 8 April 2014,
pukul 20.00 WIB.
4. Sharma S, et all. Hypertension. Last Update Aug 8, 2008.
http//:www.emedicine.com. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
5. Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/HIPERTE
NSI PRIMER?autodown=doc. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
6. Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai
Desember 2005, Skripsi, FK UNRI, 2007, hal 41-42.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam:
Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia:
Elsevier Saunders, 2005.
8. Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008.
http//:www.emedicine.com. [Diakses pada tangal 8 April 2014].
9. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and
Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition.
Albania: Journal Epidemiology Community Health 2003.
10. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari
2003. www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1046314663,16713,
- 24k. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
11. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik
Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi RS
Cipto Mangunkusuno, Jakarta, 2004.
12. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of
Cigarette Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And
Women Hospital Massachucetts, 2007.
13. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada
Penyakit Jantung Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-
2.htm.
14. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta :
Kanisius.
15. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
16. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
17. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Depkes RI.
18. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com [diakses tanggal 8 April 2014].
19. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk
Factors in Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
20. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
21. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah
Kedokteran Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.
22. Suiraoka. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012.
23. Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, editor. Buku ajar penyakit
dalam.Edisi 4. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm. 1213-7
24. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2018. Pedoman Diagnosis dan
Pelaksanaan Gout. Jakarta : Perhimpunan Reumatologi Indonesia
25. Expert Panel on Detection E. Executive summary of the Third Report of
the National Cholesterol Education Program (NCEP) expert panel on
detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults
(Adult Treatment Panel III). Jama. 2001 May 16;285(19):2486.
26. Stapleton, P.A., Goodwill, A.G., James, M.E., Brock, R.W., Frisbee, J.
2010. Hypercholesterolemia and microvascular dysfunction: interventional
strategies. Journal of Inflammation. 7:54
27. Sudoyo AW. 2006. Buku ajar penyakit dalam.Edisi 4. Jakarta:Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
28. Murray R.K., Granner D.K., Rodwell V.W., 2006. Biokimia Harper.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
29. PERKENI. 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Jakarta:
PB. PERKENI

Anda mungkin juga menyukai