Disusun oleh:
dr. Dian Pratiwi Burnama
dr. M Helridho Budiman
dr. Surya Prima Kemala Gusti
Pendamping :
dr. Yunita Saraswati, M.Kes
1
Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada anak
Disusun oleh:
dr. Dian Pratiwi Burnama
dr. M Helridho Budiman
dr. Surya Prima Kemala Gusti
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis
Ilmiah berjudul “Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada anak” sebagai tugas mini project program dokter
internsip periode Februari - Juni 2019 di Puskesmas Koto Katik, Padang Panjang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas terselesaikannya
Karya Tulis Ilmiah ini kepada :
1. Erlinda, SKM selaku Kepala Puskesmas Koto Katik dan dokter pendamping
program dokter internsip periode April 2014 – Agustus 2014.
2. dr. Yunita Saraswati, M.Kes selaku dokter pendamping program intersip dokter
Indonesia tahun 2019.
3. dr. Faisal selaku dokter umum di Puskesmas Koto Katik
4. Semua bidan, perawat, dan segenap karyawan Puskesmas Koto Katik yang telah
banyak membantu penulis dalam penelitian ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi Puskesmas dan pembaca dalam meningkatkan mutu dan kinerja puskesmas.
3
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan
penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian
bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak,
mengi) bahkan sampai gejala berat (sianosis, pernapasan cuping hidung).1
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi pada
anak. ASI eksklusif diberikan kepada anak sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa
diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian anak harus diberi
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai anak berusia dua tahun
5
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu maupun
anaknya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin kasih
sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat
pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko terkena
kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan yang bermanfaat
terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA
pada anak. Anak berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif
mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan anak
yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, anak yang mendapat
ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti memberikan
efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada anak berusia 0- 6 bulan.9 Risiko untuk terjadi
ISPA pada anak yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar
daripada anak yang diberikan ASI secara eksklusif.10
6
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada anak di Puskesmas Koto Katik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA
khususnya pemberian ASI eksklusif.
7
pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada anak.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
9
2.1.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
10
- Pneumonia, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas
disertasi napas cepat sesuai golongan umur, yaitu bila umur 2 bulan
hingga <1 tahun sebanyak 50 kali atau lebih/menit; dan bila umur 1
hingga <5 tahun 40 kali atau lebih/menit.
11
perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan,
namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA.17
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada anak dengan riwayat berat badan lahir rendah
(BBLR) dibandingkan dengan anak tanpa riwayat BBLR.22 anak BBLR
memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang
mengakibatkan anak BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain
itu, anak BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum
sempurna, surfaktan paru yang masih kurang jumlahnya, otot-otot
pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. anak BBLR juga mudah
mengalami infeksi paru dan gagal napas.19
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi seseorang.
Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh seperti
antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik sistem
kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan virus
sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh
baik, maka seseorang akan kebal terhadap serangan virus. Selain itu,
kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan lebih cepat. Anak
dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA dibandingkan dengan
anak dengan gizi yang baik.17
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih
sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat
komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu penyit
masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor genetik dan
kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang dapat
12
ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat.20
g. Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga anak berusia 6 bulan
merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi
dan memberikan perlindungan bagi anak dari serangan infeksi khususnya
ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan bermanfaat terhadap
pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal kehidupan anak
hingga anak berusia 6 bulan, salah satunya adalah imunoglobulin.
Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna dan saluran napas
adalah imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama kehidupan (4-6
hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal yang
banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin, komplemen,
lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk
melindungi anak dari serangan infeksi.21
anak yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami
ISPA sedangkan anak yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung lebih
sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara eksklusif
lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara eksklusif. 21
Kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih banyak pada
anak yang diberi susu formula dibandingkan dengan anak yang mendapat
ASI.21
3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan
pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan penyakit
yang penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran
pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko
terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan
13
bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan untuk
memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C
atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan
partikel debu di sekitar tempat tinggal.22
14
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Pernapasan cuping hidung 22
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada anak/anak cukup sulit ditegkkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA.
Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya dan
bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi penyebab
ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO)
bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang, sedangkan
di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus. Diagnosis ISPA ditegakkan
berdasarkan gejala yang timbul pada anak/anak seperti yang telah dijelaskan pada
uraian manifestasi klinis di atas.22
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu anak Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini semua penderita ISPA langsung
ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi anak/anak sudah berada
dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita
langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pengobatan ISPA
dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana diuraikan secara ringkas
pada bagan berikut.
15
Gambar 1. Tatalaksana ISPA pada anak kurang dari 2 bulan
16
Antibiotika yang dapat digunakan adalah kotrimoksazol atau amoksisilin
selama 3 hari, dan dapat juga diberikan penurun panas seperti parasetamol. Setelah
mendapat antibiotika, penderita ditindaklanjuti pada kunjungan ulang setiap dua
hari di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia berat,
pasien harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.11
2.1.9 Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan anak BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.22
17
usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat badan,
barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan tambahan bagi anak
berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae.4 Berdasarkan
stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai
disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum
bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI
matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan
mekonium dari usus anak yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan anak terhadap makanan yang akan datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada anak sampai umur 6 bulan) daripada ASI
matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur.
Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI
matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal
/ 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut
dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung kolostrum
akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur.
Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam
usus anak menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada
anak. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI
matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi.
Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4
18
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi ASI
cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling baik
dan cukup untuk anak sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih
kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan
karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung
antimikrobial lain, seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Komplemen
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4
d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan
mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama
IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu
antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur
pertumbuhan flora di usus.4
19
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi
anak dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan
melindungi anak dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan anak
terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. anak yang diberi ASI
secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan anak yang tidak
mendapat ASI secara eksklusif.4
BAB III
METODE PENELITIAN
20
3.1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada anak. Desain
penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional.
21
Kriteria inklusi subjek penelitian adalah:
a. anak berusia 0-60 bulan datang ke Posyandu anak.
b. Ibu yang membawa anak tersebut bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah:
a. Ibu tidak mengisi kuesioner secara lengkap.
b. anak yang bukan dibawa oleh ibunya.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
4.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas
1. Geografi
Puskesmas Koto Katik terletak di Kelurahan Koto katik Kecamatan Padang
Panjang Timur dengan wilayah kerja meliputi 4 (empat) Kelurahan yang merupakan
sebahagian dari Kecamatan Padang Panjang Timur, terletak di kaki Gunung Merapi dan
deretan Bukit Barisan yang mempunyai kemiringan dari utara ke selatan dan
topografinya dipenuhi lembah-lembah. Relief dan lembah bukit ini makin ke timur
makin melebar sedang makin ke Barat makin menyempit dan menyebabkan dataran
sebelah timur jauh lebih luas bila dibandingkan dengan arah barat. Pada tempat-tempat
ketinggian dijadikan lahan pertanian. Luas wilayah Kecamatan Padang Panjang Timur
1.325 Ha, sedangkan luas wilayah kerja Puskesmas Koto Katik 465 Ha yang berada
pada posisi ketinggian antara 775 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan yang
cukup tinggi yaitu rata-rata 293 hari/tahun dan temperatur antara 180 C - 24 0C.
Wilayah kerja Puskesmas Koto katik terdiri dari :
- Kelurahan Koto Katik
- Kelurahan Koto Panjang
- kelurahan Tanah Pak Lambik
- Kelurahan Guguk Malintang
2. Pembagian Wilayah
24
tersebut diberi nama Puskesmas Koto Katik, Puskesmas Koto Katik berada di wilayah
Kecamatan Padang Panjang Timur, sehingga Kecamatan Padang Panjang Timur dibagi
menjadi dua wilayah kerja Puskesmas yaitu 4 Kelurahan. Pada saat itu wilayah Kerja
Puskesmas Koto Katik adalah Kelurahan (Koto Katik, Koto Panjang, Tanah Pak
Lambik dan Ngalau) 4 Kelurahan wilayah kerja Puskesmas Gunung yaitu Kelurahan
(Ekor Lubuk, Sigando, Ganting, Guguk Malintang).
Pada Bulan Februari Tahun 2011, terjadi pertukaran wilayah kerja antara
Puskesmas Koto Katik dengan Puskesmas Gunung, sesuai dengan Perda No. 15 Tahun
2010 Perwako No. 51 Tahun 2010, dimana Kelurahan Ngalau yang dahulunya adalah
wilayah kerja Puskesmas Koto Katik, sekarang menjadi wilayah kerja Puskesmas
Gunung. Guguk Malintang yang dahulunya adalah wilayah kerja Puskesmas Gunung,
sekarang menjadi wilayah kerja Puskesmas Koto Katik. Luas wilayah kelurahan di
wilayah kerja Puskesmas Koto Katik Kecamatan Padang Panjang Timur dan
transportasi pendukung pada tiap kelurahan dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1.
Luas Wilayah Kelurahan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Koto Katik
dan Transportasi Umum Pendukung
3. Demografi
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Katik Kecamatan Padang
Panjang Timur pada akhir tahun 2018 tercatat dan didistribusi menurut kelurahan
seperti pada tabel 2:
Tabel 2.
Distribusi Jumlah Penduduk per Kelurahan
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Katik Tahun 2018
25
N Kelurahan Jumlah KK Jumlah Penduduk Jumlah
o (jiwa) Penduduk
Laki- Perempuan
Laki
NO
1. Koto Katik 498 478 976 976
2. Koto Panjang 2030 1875 3905 3905
3. Tanah Pak lambik 677 723 1400 1400
4. Guguk Malintang 2577 2550 5127 5127
JUMLAH 5782 5148 11408 11408
Sumber : SMD oleh Kader dan Bidan Kelurahan
Data pada table ini adalah data hasil SMD yang dilakukan oleh kader dan
bidan Kelurahan, Pendataan dilakukan dengan cara turun ke setiap rumah penduduk,
pendataan dilakukan pada seluruh penduduk yang berdomisili di daerah tersebut pada
saat dilakukan survey, termasuk penduduk yang mengontrak di daerah tersebut tanpa
mempertanyakan apakah mempunyai KK daerah tersebut atau tidak, artinya pendataan
ini dilakukan terhadap masyarakat yang benar-benar berdomisili di daerah tersebut
pada saat itu.
Data hasil Survey SMD ini tidak sama dengan data proyeksi capil, terdapat
perbedaan jumlah penduduk antara data SMD dengan data capil
4. Tenaga Kesehatan
Tabel 3.
Jumlah Tenaga di UPTD Puskesmas Koto Katik
Menurut Jenis Jabatan Tahun 2018
26
1 Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Sarjana Kesehatan Masyarakat 3
4. Sarjana Keperawatan 1
5. D.III Perawat 2
6. D.III Bidan 6
7. Bidan (D4) 3
8. Perawat (SPK) 3
9. Akademi Farmasi 2
10. D.III Perawat Gigi 1
11. Perawat Gigi (SPRG) 1
12. D.III Gizi 1
13. Analis Kesehatan 2
14. Bidan PTT 2
15. Akademi Kesehatan Lingkungan -
16. Rekam Medik 2
17. Fungsional Umum -
18. Sopir 1
19. Penjaga Malam 1
20. Petugas K3 1
JUMLAH 35
5. Sarana Kesehatan
Tabel 4.
Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Koto Katik
27
Kecamatan Padang Panjang Timur
28
Usia (bulan)
0 - 12 11 19%
13 - 36 32
55%
37 - 60 15
26%
Pemberian ASI Eksklusif
Ya 28 47%
Tidak 31 53%
Menderita ISPA
Ya 51 87%
Tidak 8 13%
Frekuensi ISPA
Tidak Pernah 8 14%
< 2 kali 25 42%
≥ 2 kali 26 34%
Total 59 100%
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 59 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak
34 (58%), dan kebanyakan responden berusia 13-36 bulan. Sebagian besar
responden tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 31 orang (53%),
sedangkan yang diberikan ASI eksklusif berjumlah 28 orang (47%). Responden
yang menderita ISPA didapatkan sebanyak 51 orang (87%), dan kebanyakan
menderita ISPA lebih dari 2 kali yaitu sebanyak 26 orang (34%) dari responden.
29
Dari tabel tersebut didapatkan anak yang tidak diberikan ASI eksklusif
lebih banyak menderita ISPA dibandingkan anak yang diberikan ASI eksklusif.
Kejadian ISPA P
Ya Tidak
n % n %
ASI Ya 21 75% 7 25% 0,015
Eksklusif
Tidak 30 97% 1 3%
4.2 Pembahasan
30
anak, sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari
anak tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan oleh Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 anak, sebanyak
7,4% dari anak tersebut tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah
menderita ISPA.3 Dengan demikian, pemberian ASI eksklusif pada anak lebih
rendah dibandingkan dengan yang tidak diberi ASI eksklusif. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif (diberikan
susu formula sebagai pengganti ASI), antara lain sedikitnya produksi ASI atau
ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu, ibu sibuk bekerja, ibu
memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu, faktor makanan,
psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 34 % anak yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan 24% anak saja yang tidak pernah
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada anak di wilayah
Puskesmas cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang mendapatkan
prevalensi ISPA pada anak sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya kejadian ISPA
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia anak di
bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah, malnutrisi,
kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan lingkungan
yang kurang memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,015 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA
pada anak. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada
anak yang dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula
penelitian pada anak di RS Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung
komponen-komponen bioaktif yang dapat mencegah anak mengalami ISPA.
Beberapa komponen-komponen tersebut adalah komponen-komponen imun
sepert imunoglobulin A (IgA) dan interferon yang mampu memberikan
31
perlindungan kepada anak dari serangan infeksi.8 IgA dapat mengaktifkan sistem
komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama dengan makrofag
memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus Associated
Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi alami di
saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak. Penanganan
penurunan prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu
ditingkatkan upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya
peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada anak sampai usia 6 bulan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
15. Mirshahi, Seema et al. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in Bangladesh
and Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory Infection. J Health
Popul Nutr, 25(2): 105-294, 2007.
16. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka, 2008.
17. Elyana, Mei dan Chandra, Ayu. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi
anak. Journal of Nutrition and Health, 1(1), 2014.
18. Layuk, R., Noer, N., Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada anak di Lembang Batu Sura’. 2013. Diambil pada tanggal 10
Januari 2016 dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4279.
19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Anak anak di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo Tahun
2010. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2011.
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in
Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med
Public Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak anak di Kecamatan
Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada anak di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten
Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
34
LAMPIRAN
LEMBAR PENJELASAN
Saya dr. Dian, dr. Ridho dan dr. Rima, dokter internsip Puskesmas Koto
Katik yang sedang melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada anak di Puskesmas Koto Katik.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang
sering terjadi pada anak terutama anak dan anak. Adapun gejala dari penyakit
ini adalah seperti batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan
wheezing/bunyi napas tambahan (gejala sedang), serta sianosis/kebiruan
pada tubuh dan pernapasan cuping hidung (gejala berat). ISPA yang ringan
jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan bahkan sampai
menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA
pada anak, salah satunya pemberian ASI eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di
bidang kesehatan tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA, serta dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya yang
lebih mendalam.
Oleh karena itu saya meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Saya akan melakukan
wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI
eksklusi dan ISPA pada anak Ibu pada lembaran kuesioner untuk diisi. Saya
mengharapkan Ibu menjawab semua pertanyaan dengan kejadian
sebenar-benarnya yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai partisipan akan
dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan
Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya siapkan. Bila
35
terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu dapat langsung menanyakan kepada
Saya sebagai peneliti.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu
menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
Nama :
Usia :
Alamat :
36
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden :
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang
dianggap benar dengan memberikan tanda (√).
4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk
dijawab.
5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada
unsur paksaan maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
B. Data anak
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alasan Dibawa ke Puskesmas:
37
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika anak berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada anak sampai berusia 6
bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan
atau susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika anak berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada anak?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan
atau susu formula?
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah anak ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada anak ibu disertai
demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih
dari 14 hari?
4 Apakah anak ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek
lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
38
Crosstabs
Cases
Count
Penyakit ISPA
Total 51 8 59
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
N of Valid Cases 59
39
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,80.
40