Anda di halaman 1dari 40

Laporan Mini Project

Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Infeksi


Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada anak

Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internship

Disusun oleh:
dr. Dian Pratiwi Burnama
dr. M Helridho Budiman
dr. Surya Prima Kemala Gusti

Pendamping :
dr. Yunita Saraswati, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS KOTO KATIK KOTA PADANG PANJANG
PERIODE FEBRUARI – JUNI 2019

1
Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada anak

Disusun oleh:
dr. Dian Pratiwi Burnama
dr. M Helridho Budiman
dr. Surya Prima Kemala Gusti

Telah dipresentasikan di hadapan dokter pendamping


pada

Dokter Pendamping Program Internship Dokter Indonesia

dr. Yunita Saraswati, M.Kes


NIP.

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis
Ilmiah berjudul “Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada anak” sebagai tugas mini project program dokter
internsip periode Februari - Juni 2019 di Puskesmas Koto Katik, Padang Panjang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas terselesaikannya
Karya Tulis Ilmiah ini kepada :
1. Erlinda, SKM selaku Kepala Puskesmas Koto Katik dan dokter pendamping
program dokter internsip periode April 2014 – Agustus 2014.
2. dr. Yunita Saraswati, M.Kes selaku dokter pendamping program intersip dokter
Indonesia tahun 2019.
3. dr. Faisal selaku dokter umum di Puskesmas Koto Katik
4. Semua bidan, perawat, dan segenap karyawan Puskesmas Koto Katik yang telah
banyak membantu penulis dalam penelitian ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi Puskesmas dan pembaca dalam meningkatkan mutu dan kinerja puskesmas.

Padang Panjang, Mei 2019

Dokter internsip periode Februari - Juni 2019

3
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan ……………………………………………… i


Halaman Judul ……………………………………………………….. ii
Halaman Pengesahan ………………………………………………… iii
Kata Pengantar ……………………………………………………….. iv
Daftar Isi ……………………………………………………………... v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………........... 6
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………....................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ………………………….............................. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ISPA ............................................................................................ 8
2.2. Air Susu Ibu (ASI) Eklusif ...................................................... 16
BAB 3 METODE
3.1. Desain penelitian ......................................................................... 21
3.2 Tempat dan Waktu penelitian ....................................................... 21
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 21
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 22
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… ix

LAMPIRAN

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan
penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian
bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak,
mengi) bahkan sampai gejala berat (sianosis, pernapasan cuping hidung).1

Pada umumnya anak-anak lebih sering mengalami ISPA baik di negara


berkembang maupun di negara maju. Kejadian ISPA lebih sering terjadi di negara yang
sedang berkembang. Insidensi kejadian ISPA bila dikelompokkan menurut kelompok
umur anak diperkirakan sebesar 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan
0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156
juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara
berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta), dan Pakistan
(10 juta). Di Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing sekitar 6 juta episode.1,
2

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan


utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,0%, tidak
jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA
tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%, diikuti kelompok umur
kurang dari 1 tahun sebesar 22,0%. ISPA mengakibatkan sekitar 20-30% kematian pada
anak.1,3

Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi pada
anak. ASI eksklusif diberikan kepada anak sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa
diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian anak harus diberi
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai anak berusia dua tahun

5
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu maupun
anaknya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin kasih
sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat
pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko terkena
kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan yang bermanfaat
terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya.


Terdapat beberapa permasalahan seperti faktor sosial budaya, rendahnya kesadaran
akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum
sepenuhnya mendukung program Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI), gencarnya
promisi susu formula, dan ibu yang bekerja. Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu
tentang manfaat pemberian ASI eksklusif juga menjadi salah satu faktor penyebab
permasalahan di atas. 5,6

Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA
pada anak. Anak berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif
mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan anak
yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, anak yang mendapat
ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti memberikan
efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada anak berusia 0- 6 bulan.9 Risiko untuk terjadi
ISPA pada anak yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar
daripada anak yang diberikan ASI secara eksklusif.10

ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana


kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan pasien untuk berobat ke Puskesmas dan
15-30% kunjungan pasien berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit
karena menderita ISPA.11 Di Puskesmas Koto Katik, Padang Panjang, jumlah pasien
yang berobat karena ISPA pada tahun 2018 sebanyak 624 orang. Hal ini menempatkan
ISPA sebagai urutan pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak yang diobati di
Puskesmas pada tahun 2018.12 Saat ini belum terdapat penelitian mengenai faktor apa
saja yang menyebabkan tingginya kasus ISPA di Puskesmas Koto Katik.

6
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah


yaitu apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
terhadap kejadian ISPA pada anak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada anak di Puskesmas Koto Katik.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada anak di Puskesmas


Koto Katik tahun 2016.

b. Mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif pada anak di


Puskesmas Koto Katik tahun 2016.

c. Menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian


ISPA pada anak di Puskesmas Koto Katik tahun 2016.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA
khususnya pemberian ASI eksklusif.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas


Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
bagi perumusan program baru di Puskesmas Koto Katik yang bisa
meningkatkan angka frekuensi pemberian ASI eksklusif pada anak, sehingga
dapat menurunkan angka kejadian ISPA.
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi ibu-ibu
tentang ISPA dan manfaat pemberian ASI eksklusif pada anak, dan menambah

7
pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada anak.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


2.1.1 Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung
sampai alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan
pleura yang berlangsung selama 14 hari.13 Menurut WHO, Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular,
yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit mulai dari penyakit tanpa gejala
atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.14

2.1.2 Epidemiologi

ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, baik di


negara maju maupun di negara berkembang. ISPA banyak terjadi di negara
berkembang dan sering menyerang anak-anak terutama anak dan anak.9 Di
Bangladesh, ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematina
sebesar dua per tiga dari total kematian anak berusia di bawah satu tahun.15
Insidens kejadian ISPA menurut kelompok umur anak diperkirakan 0,29 episode
per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara
maju. Di Indonesia, angka kejadian ISPA pada tahun 2013 sebesar 25,0%. Lima
provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%),
Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur
(28,3%). ISPA paling banyak diderita oleh kelompok usia 1-4 tahun (25,8%). Tidak
ada perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini
lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan ekonomi menengah ke
bawah.1

9
2.1.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16

2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:

a. ISPA bagian atas

Yang termasuk ISPA bagian atas adalah nasofaringitis atau common


cold, faringitis akut, rhinitis akut, dan sinusitis akut.13

b. ISPA bagian bawah

Yang termasuk ISPA bagian bawah adalah bronkitis akut, bronkiolitis,


dan pneumonia.13

Menurut Kemenkes RI dalam Pedoman Pengendalian ISPA, ISPA


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. ISPA Pneumonia, merupakan ISPA yang sampai mengenai jaringan


paru-paru (alveoli).11

b. ISPA bukan pneumonia, merupakan penyakit yang dikenal masyarakat


dengan istilah batuk dan pilek (common cold).11

Berdasarkan kelompok umur, ISPA diklasifikasikan lagi menjadi:

1. Kelompok umur 2 bulan – di bawah 5 tahun

- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar


bernapas disertai adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing).

10
- Pneumonia, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas
disertasi napas cepat sesuai golongan umur, yaitu bila umur 2 bulan
hingga <1 tahun sebanyak 50 kali atau lebih/menit; dan bila umur 1
hingga <5 tahun 40 kali atau lebih/menit.

- Bukan pneumonia, apabila hanya terdapat gejala batuk dan/atau sukar


bernapas.

2. Kelompok umur kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar


bernapas disertai napas cepat >60 kali per menit, atau adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

- Bukan pneumonia, apabila hanya teradpat gejala batuk dan/atau sukar


bernapas.

2.1.5 Faktor Risiko


1. Mikroorganisme penyebab
Penyebab tersering ISPA adalah virus, karena sifatnya yang mudah menular
sehingga angka kejadian ISPA di masyarakat menjadi tinggi. Tetapi, ISPA yang
disebabkan virus tidak memerlukan tatalaksana khusus karena bersifat
self-limiting.
2. Faktor host (pejamu)
a. Usia
ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak berusia
kurang dari 2 tahun mempunyai risiko terkena ISPA lebih besra daripada
anak yang lebih tua karena pada usia kurang dari 2 tahun anak tersebut
belum memiliki imunitas yang sempurna dan lumen saluran napas yang
relatif sempit.17
b. Jenis kelamin
Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA daripada
perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak terdapat perbedaan
angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.1 Terdapat sedikit

11
perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan,
namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA.17
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada anak dengan riwayat berat badan lahir rendah
(BBLR) dibandingkan dengan anak tanpa riwayat BBLR.22 anak BBLR
memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang
mengakibatkan anak BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain
itu, anak BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum
sempurna, surfaktan paru yang masih kurang jumlahnya, otot-otot
pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. anak BBLR juga mudah
mengalami infeksi paru dan gagal napas.19
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi seseorang.
Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh seperti
antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik sistem
kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan virus
sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh
baik, maka seseorang akan kebal terhadap serangan virus. Selain itu,
kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan lebih cepat. Anak
dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA dibandingkan dengan
anak dengan gizi yang baik.17
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih
sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat
komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu penyit
masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor genetik dan
kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang dapat

12
ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat.20
g. Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga anak berusia 6 bulan
merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi
dan memberikan perlindungan bagi anak dari serangan infeksi khususnya
ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan bermanfaat terhadap
pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal kehidupan anak
hingga anak berusia 6 bulan, salah satunya adalah imunoglobulin.
Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna dan saluran napas
adalah imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama kehidupan (4-6
hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal yang
banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin, komplemen,
lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk
melindungi anak dari serangan infeksi.21
anak yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami
ISPA sedangkan anak yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung lebih
sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara eksklusif
lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara eksklusif. 21
Kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih banyak pada
anak yang diberi susu formula dibandingkan dengan anak yang mendapat
ASI.21

3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan
pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan penyakit
yang penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran
pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko
terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan

13
bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan untuk
memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C
atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan
partikel debu di sekitar tempat tinggal.22

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala ISPA dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Gejala ISPA Ringan
Seorang anak/anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara seperti
pada waktu berbicara atau menangis
c. Pilek, yaiut mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d. Demam, dengan suhu badan lebih dari 37°C
2. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak/anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan gejala
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Pernapasan cepat sesuai umur yaitu pada kelompok umur <2 bulan dengan
frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih, pada kelompok umur 2 - <12
bulan dengan frekuensi napas 50 kali per menit atau lebih, dan pada
kelompok umur 12 bulan - <5 tahun dengan frekuensi napas 40 kali per
menit atau lebih.
b. Suhu badan lebih dari 39°C
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Telinga sakit atau mengeluarkan cairan dari lubang telinga
e. Pernapasan berbunyi seperti mengorok / mendengkur
3. Gejala ISPA Berat
4. Seorang anak/anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan gejala
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Kesadaran anak menurun

14
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Pernapasan cuping hidung 22

2.1.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada anak/anak cukup sulit ditegkkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA.
Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya dan
bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi penyebab
ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO)
bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang, sedangkan
di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus. Diagnosis ISPA ditegakkan
berdasarkan gejala yang timbul pada anak/anak seperti yang telah dijelaskan pada
uraian manifestasi klinis di atas.22

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu anak Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini semua penderita ISPA langsung
ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi anak/anak sudah berada
dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita
langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pengobatan ISPA
dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana diuraikan secara ringkas
pada bagan berikut.

15
Gambar 1. Tatalaksana ISPA pada anak kurang dari 2 bulan

Gambar 2. Tatalaksana ISPA pada anak/anak usia 2 bulan - <5 tahun

16
Antibiotika yang dapat digunakan adalah kotrimoksazol atau amoksisilin
selama 3 hari, dan dapat juga diberikan penurun panas seperti parasetamol. Setelah
mendapat antibiotika, penderita ditindaklanjuti pada kunjungan ulang setiap dua
hari di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia berat,
pasien harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.11

2.1.9 Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan anak BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.22

2.2 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif


ASI eksklusif merupakan pemberian ASI pada 6 bulan pertama kelahiran
tanpa disertai pemberian makanan atau minuman apapun.3 Setelah anak berusia 6
bulan, barulah anak mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping atau
makanan padat secara benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan kepada
anak sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun.
anak sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun
sampai berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat
anak perlu diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan. Misalnya terjadi
peningkatan berat badan anak yang tidak sesuai standar atau terdapat tanda-tanda
lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan
baik. Namun, sebelum diberikan makanan tambahan, ibu sebaiknya memperbaiki
terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada anak. Apabila setelah 1-2 minggu

17
usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat badan,
barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan tambahan bagi anak
berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae.4 Berdasarkan
stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:

a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai
disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum
bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI
matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan
mekonium dari usus anak yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan anak terhadap makanan yang akan datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada anak sampai umur 6 bulan) daripada ASI
matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur.
Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI
matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal
/ 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut
dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung kolostrum
akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur.
Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam
usus anak menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada
anak. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI
matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi.
Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4

18
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi ASI
cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling baik
dan cukup untuk anak sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih
kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan
karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung
antimikrobial lain, seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus

- Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit T)

- Enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase,


fosfodiesterase, alkalinfosfatase)

- Protein (laktoferin, B12 binding protein)

- Resistance factor terhadap stafilokokus

- Komplemen

- Interferron producing cell

- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4

d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan
mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama
IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu
antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur
pertumbuhan flora di usus.4

19
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi
anak dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan
melindungi anak dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan anak
terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. anak yang diberi ASI
secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan anak yang tidak
mendapat ASI secara eksklusif.4

BAB III
METODE PENELITIAN

20
3.1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada anak. Desain
penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional.

3.2. Tempat dan waktu penelitian


Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas Koto Katik. Waktu
penelitian adalah bulan April - Mei 2019.

3.3. Populasi dan sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang dibawa oleh
ibunya yang datang ke Posyandu anak.
Besar sampel dalam penelitian ini :
𝑛= N
1 + N (α)² (Imron, 2010)
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
α = tingkat kesalahan 10% (0,1)
Besar sampel:
𝑛 = 132
1 + 132 (0,1)²
= 56,8
Sehingga besar sampel sebanyak 57 anak. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode non-probability sampling jenis consecutive sampling.
Semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukkan sebagai sampel penelitian sampai subjek yang diperlukan
terpenuhi.

21
Kriteria inklusi subjek penelitian adalah:
a. anak berusia 0-60 bulan datang ke Posyandu anak.
b. Ibu yang membawa anak tersebut bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah:
a. Ibu tidak mengisi kuesioner secara lengkap.
b. anak yang bukan dibawa oleh ibunya.

3.4. Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer
yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan cara wawancara.
Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah dengan pembagian
kuesioner.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data


3.5.1. Pengolahan Data
Semua data dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan lalu dimasukkan ke
komputer dan selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS.
3.5.2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Data yang diperolah dari hasil pengumpulan data disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu tabel distribusi frekuensi ISPA
dan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif.
b. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen disajikan dalam bentuk tabel, lalu dianalisis dengan uji
statistik Chi-square. Pengambilan keputusan statistik dilakukan dengan
membandingkan nilai P value dengan nilai α 0,05. Bila nilai P value <
nilai α 0,05 maka terdapat hubungan bermakna (signifikan) antara
variabel independen dan dependen, sedangkan bila nilai P value > nilai
α 0,05 maka tidak terdapat hubungan bermakna (signifikan) antara
variabel independen dan variabel dependen.

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

23
4.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas
1. Geografi
Puskesmas Koto Katik terletak di Kelurahan Koto katik Kecamatan Padang
Panjang Timur dengan wilayah kerja meliputi 4 (empat) Kelurahan yang merupakan
sebahagian dari Kecamatan Padang Panjang Timur, terletak di kaki Gunung Merapi dan
deretan Bukit Barisan yang mempunyai kemiringan dari utara ke selatan dan
topografinya dipenuhi lembah-lembah. Relief dan lembah bukit ini makin ke timur
makin melebar sedang makin ke Barat makin menyempit dan menyebabkan dataran
sebelah timur jauh lebih luas bila dibandingkan dengan arah barat. Pada tempat-tempat
ketinggian dijadikan lahan pertanian. Luas wilayah Kecamatan Padang Panjang Timur
1.325 Ha, sedangkan luas wilayah kerja Puskesmas Koto Katik 465 Ha yang berada
pada posisi ketinggian antara 775 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan yang
cukup tinggi yaitu rata-rata 293 hari/tahun dan temperatur antara 180 C - 24 0C.
Wilayah kerja Puskesmas Koto katik terdiri dari :
- Kelurahan Koto Katik
- Kelurahan Koto Panjang
- kelurahan Tanah Pak Lambik
- Kelurahan Guguk Malintang

2. Pembagian Wilayah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tahun 1982 terbentuklah 2 (dua)Kecamatan


di kota Padang Panjang, yaitu Kecamatan Padang Panjang Barat dan Kecamatan
Padang Panjang Timur.
Kecamatan Padang Panjang Barat mempunyai 8 Kelurahan dan Kecamatan
Padang Panjang Timur juga mempunyai 8 Kelurahan. Pada awalnya Kota Padang
Panjang hanya mempunyai 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Kebun Sikolos yang
wilayahnya meliputi Kecamatan Padang Panjang Barat dan Puskesmas Gunung yang
wilayahnya meliputi Kecamatan Padang Panjang Timur.
Pada Tahun 2005, Puskesmas di Kota Padang Panjang bertambah menjadi 3
(Tiga) Puskesmas yang diresmikan pada Bulan Januari Tahun 2005. Puskesmas

24
tersebut diberi nama Puskesmas Koto Katik, Puskesmas Koto Katik berada di wilayah
Kecamatan Padang Panjang Timur, sehingga Kecamatan Padang Panjang Timur dibagi
menjadi dua wilayah kerja Puskesmas yaitu 4 Kelurahan. Pada saat itu wilayah Kerja
Puskesmas Koto Katik adalah Kelurahan (Koto Katik, Koto Panjang, Tanah Pak
Lambik dan Ngalau) 4 Kelurahan wilayah kerja Puskesmas Gunung yaitu Kelurahan
(Ekor Lubuk, Sigando, Ganting, Guguk Malintang).
Pada Bulan Februari Tahun 2011, terjadi pertukaran wilayah kerja antara
Puskesmas Koto Katik dengan Puskesmas Gunung, sesuai dengan Perda No. 15 Tahun
2010 Perwako No. 51 Tahun 2010, dimana Kelurahan Ngalau yang dahulunya adalah
wilayah kerja Puskesmas Koto Katik, sekarang menjadi wilayah kerja Puskesmas
Gunung. Guguk Malintang yang dahulunya adalah wilayah kerja Puskesmas Gunung,
sekarang menjadi wilayah kerja Puskesmas Koto Katik. Luas wilayah kelurahan di
wilayah kerja Puskesmas Koto Katik Kecamatan Padang Panjang Timur dan
transportasi pendukung pada tiap kelurahan dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1.
Luas Wilayah Kelurahan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Koto Katik
dan Transportasi Umum Pendukung

KELURAHAN LUAS TRANSPORTASI


NO
1 Koto Katik 35 Ha Angkot, Bendi, Ojek dll
2 Koto Panjang 150 Ha Angkot, Bendi, Ojek dll
3 Tanah Pak Lambik 90 Ha Angkot, Bendi, Ojek dll
4 Guguk Malintang 190 Ha Angkot, Bendi, Ojek dll

3. Demografi
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Katik Kecamatan Padang
Panjang Timur pada akhir tahun 2018 tercatat dan didistribusi menurut kelurahan
seperti pada tabel 2:
Tabel 2.
Distribusi Jumlah Penduduk per Kelurahan
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Katik Tahun 2018

25
N Kelurahan Jumlah KK Jumlah Penduduk Jumlah
o (jiwa) Penduduk
Laki- Perempuan
Laki
NO
1. Koto Katik 498 478 976 976
2. Koto Panjang 2030 1875 3905 3905
3. Tanah Pak lambik 677 723 1400 1400
4. Guguk Malintang 2577 2550 5127 5127
JUMLAH 5782 5148 11408 11408
Sumber : SMD oleh Kader dan Bidan Kelurahan

Data pada table ini adalah data hasil SMD yang dilakukan oleh kader dan
bidan Kelurahan, Pendataan dilakukan dengan cara turun ke setiap rumah penduduk,
pendataan dilakukan pada seluruh penduduk yang berdomisili di daerah tersebut pada
saat dilakukan survey, termasuk penduduk yang mengontrak di daerah tersebut tanpa
mempertanyakan apakah mempunyai KK daerah tersebut atau tidak, artinya pendataan
ini dilakukan terhadap masyarakat yang benar-benar berdomisili di daerah tersebut
pada saat itu.
Data hasil Survey SMD ini tidak sama dengan data proyeksi capil, terdapat
perbedaan jumlah penduduk antara data SMD dengan data capil

4. Tenaga Kesehatan

UPTD Puskesmas Koto Katik mempunyai 34 orang petugas termasuk di Pustu


dan Poskeskel, serta petugas harian dengan rincian 29 orang PNS, 2 orang PTT, 1
orang Sopir, 1 Orang Penjaga Malamdan 1 orang petugas kebersihan.
Distribusi petugas adalah 29 orang di Puskesmas Koto Katik, 1 orang di Pustu
Koto Panjang dan 5 orang di Poskeskel wilayah kerja Puskesmas Koto Katik

Tabel 3.
Jumlah Tenaga di UPTD Puskesmas Koto Katik
Menurut Jenis Jabatan Tahun 2018

No. Jenis Ketenagaan Jumlah (orang)

26
1 Dokter Umum 2
2. Dokter Gigi 1
3. Sarjana Kesehatan Masyarakat 3
4. Sarjana Keperawatan 1
5. D.III Perawat 2
6. D.III Bidan 6
7. Bidan (D4) 3
8. Perawat (SPK) 3
9. Akademi Farmasi 2
10. D.III Perawat Gigi 1
11. Perawat Gigi (SPRG) 1
12. D.III Gizi 1
13. Analis Kesehatan 2
14. Bidan PTT 2
15. Akademi Kesehatan Lingkungan -
16. Rekam Medik 2
17. Fungsional Umum -
18. Sopir 1
19. Penjaga Malam 1
20. Petugas K3 1
JUMLAH 35

5. Sarana Kesehatan

Adapun sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelayanan kesehatan


masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Koto Katik Kecamatan Padang Panjang
Timur dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 4.
Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Koto Katik

27
Kecamatan Padang Panjang Timur

No. SARANA JUMLAH


1. Puskesmas Pembantu 1
2. Dokter Umum Swasta 1
3. Dokter Gigi Swasta 1
4. Dokter Spesialis Mata swasta -
5. Dokter Spesialis Anak swasta 1
6. Dokter Spesialis THT swasta 1
7. Dokter Psikolog swasta 1
8. Fisioterapi swasta 1
9. Dokter Spesialis Peny. Dalam swasta 1
10. Dokter Spesialis Kandungan swasta 1
11. Bidan Swasta 5
12. Posyandu anak 21
13. Posyandu Lansia 7
14. Pos PTM 5
15. Puskesmas Keliling -
16. Kendaraan Roda 4 2
17. Kendaraan Roda 2 9
18. Pos Kesehatan Kelurahan 4

6. Deskripsi Karakteristik Sampel

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)


Jenis Kelamin anak
Laki-laki 25 42%
Perempuan 34 58%

28
Usia (bulan)
0 - 12 11 19%
13 - 36 32
55%
37 - 60 15
26%
Pemberian ASI Eksklusif
Ya 28 47%
Tidak 31 53%
Menderita ISPA
Ya 51 87%
Tidak 8 13%
Frekuensi ISPA
Tidak Pernah 8 14%
< 2 kali 25 42%
≥ 2 kali 26 34%
Total 59 100%

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 59 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak
34 (58%), dan kebanyakan responden berusia 13-36 bulan. Sebagian besar
responden tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 31 orang (53%),
sedangkan yang diberikan ASI eksklusif berjumlah 28 orang (47%). Responden
yang menderita ISPA didapatkan sebanyak 51 orang (87%), dan kebanyakan
menderita ISPA lebih dari 2 kali yaitu sebanyak 26 orang (34%) dari responden.

7. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif


Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA berdasarkan
pemberian ASI eksklusif kepada anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

ASI Menderita ISPA Total


Eksklusif Ya Tidak
n % n % n %
Ya 21 75% 7 25% 28 100
Tidak 30 97% 1 3% 31 100
Tabel 2. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

29
Dari tabel tersebut didapatkan anak yang tidak diberikan ASI eksklusif
lebih banyak menderita ISPA dibandingkan anak yang diberikan ASI eksklusif.

8. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA


Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada anak berusia 0-60 bulan.
Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kejadian ISPA P
Ya Tidak
n % n %
ASI Ya 21 75% 7 25% 0,015
Eksklusif
Tidak 30 97% 1 3%

Total 51 100 8 100

Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 51


orang yang menderita ISPA dan 8 orang yang tidak menderita ISPA. Dari 51
anak yang menderita ISPA, hanya 21 anak yang diberikan ASI eksklusif,
sedangkan 30 anak sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji
hipotesis dengan metode Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05
(α=5%), diperoleh nilai p sebesar 0,015 (p<0,05). Dengan demikian terdapat
hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA
pada anak di Puskesmas Koto Katik.

4.2 Pembahasan

Jumlah responden pada penelitian ini ada 59 orang. Mayoritas responden


tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 31 anak (53%), dan 30 (97%) yang
tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Hal yang sama terjadi
pada penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan responden berjumlah 188

30
anak, sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari
anak tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan oleh Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 anak, sebanyak
7,4% dari anak tersebut tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah
menderita ISPA.3 Dengan demikian, pemberian ASI eksklusif pada anak lebih
rendah dibandingkan dengan yang tidak diberi ASI eksklusif. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif (diberikan
susu formula sebagai pengganti ASI), antara lain sedikitnya produksi ASI atau
ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu, ibu sibuk bekerja, ibu
memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu, faktor makanan,
psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 34 % anak yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan 24% anak saja yang tidak pernah
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada anak di wilayah
Puskesmas cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang mendapatkan
prevalensi ISPA pada anak sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya kejadian ISPA
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia anak di
bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah, malnutrisi,
kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan lingkungan
yang kurang memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,015 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA
pada anak. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada
anak yang dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula
penelitian pada anak di RS Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung
komponen-komponen bioaktif yang dapat mencegah anak mengalami ISPA.
Beberapa komponen-komponen tersebut adalah komponen-komponen imun
sepert imunoglobulin A (IgA) dan interferon yang mampu memberikan

31
perlindungan kepada anak dari serangan infeksi.8 IgA dapat mengaktifkan sistem
komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama dengan makrofag
memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus Associated
Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi alami di
saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak. Penanganan
penurunan prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu
ditingkatkan upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya
peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada anak sampai usia 6 bulan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
2. World Health Organization (WHO). Penanganan ISPA pada Anak di Rumah
Sakit Kecil Negara Berkembang. Alih Bahasa: C. Anton Widjaja. Jakarta:
Penerbit Kedokteran EGC, 2003.
3. Harahap, Okto M F. Riwayat ASI Eksklusif pada anak ISPA di Puskesmas
Sering. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
4. Roesli, Utami. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya, 2001.
5. Fuadi, Mirzal. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan
terhadap Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2010. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
6. Kristiyansari, W. ASI, Menyusui, dan SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika,
2009.
7. Elfia, Yunita. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif
dengan Kejadian ISPA pada anak Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Ngesrep
Semarang. Undergradute Theses from JTPTUNIMUS. Diambil pada tanggal
10 Januari 2016 dari http://digilib.unimus.ac.id.
8. Ariefuddin, Y., Priyantini, S. dan Desanti, O.L. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Kejadian INFeksi Saluran Pernapasan Akut pada anak 0-12
Bulan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung, 2010.
9. Widarini dan Sumasari. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada anak. Jurnal Ilmu Gizi (JIG), 1(1): 28-41, 2010.
10. Rustam, Musfardi. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian
ISPA pada anak usia 6-12 Bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jakarta:
FKM UI, 2010.
11. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Lingkungan. Pedoman
Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2012.
12. Puskesmas Koto Katik. Laporan Tahunan Puskesmas. 2018
13. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC, 2003.
14. Muttaqin. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: EGC, 2008.

33
15. Mirshahi, Seema et al. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in Bangladesh
and Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory Infection. J Health
Popul Nutr, 25(2): 105-294, 2007.
16. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka, 2008.
17. Elyana, Mei dan Chandra, Ayu. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi
anak. Journal of Nutrition and Health, 1(1), 2014.
18. Layuk, R., Noer, N., Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada anak di Lembang Batu Sura’. 2013. Diambil pada tanggal 10
Januari 2016 dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4279.
19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Anak anak di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo Tahun
2010. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2011.
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in
Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med
Public Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak anak di Kecamatan
Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada anak di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten
Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.

34
LAMPIRAN

LEMBAR PENJELASAN

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Saya dr. Dian, dr. Ridho dan dr. Rima, dokter internsip Puskesmas Koto
Katik yang sedang melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada anak di Puskesmas Koto Katik.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang
sering terjadi pada anak terutama anak dan anak. Adapun gejala dari penyakit
ini adalah seperti batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan
wheezing/bunyi napas tambahan (gejala sedang), serta sianosis/kebiruan
pada tubuh dan pernapasan cuping hidung (gejala berat). ISPA yang ringan
jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan bahkan sampai
menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA
pada anak, salah satunya pemberian ASI eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di
bidang kesehatan tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA, serta dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya yang
lebih mendalam.
Oleh karena itu saya meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Saya akan melakukan
wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI
eksklusi dan ISPA pada anak Ibu pada lembaran kuesioner untuk diisi. Saya
mengharapkan Ibu menjawab semua pertanyaan dengan kejadian
sebenar-benarnya yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai partisipan akan
dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan
Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya siapkan. Bila

35
terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu dapat langsung menanyakan kepada
Saya sebagai peneliti.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu
menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)


(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Usia :

Alamat :

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan


Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada anak di Puskesmas Koto Katik”, dengan ini menyatakan
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk ikut serta berpartisipasi dengan menjadi
objek penelitian.

*) coret yang tidak perlu

Padang Panjang, Mei 2019

Peneliti, Yang Membuat Pernyataan,

dr. Dian, dr. Ridho, dr. Rima ..................................................

36
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA anak
DI PUSKESMAS KOTO KATIK

Nomor Responden :

Tanggal Pengambilan Data :

Petunjuk pengisian kuesioner.

1. Sebelum menjawab pertanyaan, bacalah terlebih dahulu pertanyaan yang


diteliti.

2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang
dianggap benar dengan memberikan tanda (√).

3. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner mohon dilakukan


dengan memberikan jawaban yang sejujurnya.

4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk
dijawab.

5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada
unsur paksaan maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.

6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya


jamin kerahasiaannya.

A. Data Ibu

Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
B. Data anak
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alasan Dibawa ke Puskesmas:

37
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika anak berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada anak sampai berusia 6
bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan
atau susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika anak berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada anak?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan
atau susu formula?

b. Kejadian ISPA

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah anak ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada anak ibu disertai
demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih
dari 14 hari?
4 Apakah anak ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek
lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?

38
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ASI eklusif * Penyakit ISPA 59 100,0% 0 0,0% 59 100,0%

ASI eklusif * Penyakit ISPA Crosstabulation

Count

Penyakit ISPA

terkena ISPA tidak ISPA Total

ASI eklusif Asi eklusif 21 7 28

Tidak asi eklusif 30 1 31

Total 51 8 59

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 5,951a 1 ,015

Continuity Correctionb 4,238 1 ,040

Likelihood Ratio 6,506 1 ,011

Fisher's Exact Test ,022 ,018

Linear-by-Linear Association 5,850 1 ,016

N of Valid Cases 59

39
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,80.

b. Computed only for a 2x2 table

40

Anda mungkin juga menyukai