Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN MINI PROJECT

TUBERCULOSIS PARU

Disusun Oleh :
dr. Rahmi Fadhila

Pembimbing :
dr. Wasni Niarti, M.Si

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


PUSKESMAS LINGKAR TIMUR KECAMATAN SINGARAN PATI
ANGKATAN II PERIODE SEPTEMBER 2019 – JANUARI 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah

melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga penulis dapat

menyelesaikan mini project yang berjudul “TB Paru”. Penulis mengucapkan

terimakasih kepada dr. Wasni telah membimbing kami dalam penulisan laporan

mini project ini. Tidak lupa kami berterima kasih kepada ibu Liliana S.ST SKM

M.A.P, sebagai Kepala Puskesmas Lingkar Timur beserta seluruh staf Puskesmas

yang telah meluangkan waktu untuk membantu kami selama menyelesaikan

laporan ini.

Penulisan laporan mini project ini tentu masih sangat jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan mini project

ini. Semoga laporan mini project ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bengkulu, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
Daftar Tabel ..................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................ 3
1.3 Manfaat Penulisan.......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
2.1 Definisi....................................................................................... 4
2.2 Faktor resiko............................................................................... 4
2.3 Etiologi....................................................................................... 5
2.4 Penularan TB............................................................................... 6
2.5 Patogenesis.................................................................................. 6
2.6 Diagnosis..................................................................................... 8
2.7 Klasifikasi Pasien TB ................................................................. 11
2.8 Pengobatan TB Paru.................................................................... 14
2.9 Komplikasi.................................................................................. 16
2.10 Prognosis..................................................................................... 17
BAB 3 ANALISIS KASUS.............................................................................. 18
BAB 4 PENUTUP............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39
LAMPIRAN .................................................................................................... 40

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis dan Dosis OAT ......................................................................... 15


Tabel 2.2 Dosis OAT KDT Kategori I .............................................................. 15
Tabel 2.3 Dosis OAT Kombipak Kategori I ...................................................... 15
Tabel 3.1 Demografi Keluarga ........................................................................... 21
Tabel 3.2 Fungsi-fungsi dalam Keluarga ............................................................ 23
Tabel 3.3 Perilaku Kesehatan Keluarga .............................................................. 24
Tabel 3.4 Faktor Pelayanan Kesehatan ............................................................... 26
Tabel 3.5 Lingkungan Tempat Tinggal ............................................................... 27
Tabel 3.6 Mapping Jadwal Kegiatan ................................................................... 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat

ini masih tinggi kasusnya di masyarakat. TB merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TB dapat diderita oleh siapa

saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat mengenai seluruh organ tubuh kita,

walaupun yang banyak diserang adalah organ paru. TB berdampak luas terhadap

kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia.1


Berdasarkan laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report 2015,

Indonesia menempati urutan kedua terbesar di dunia sebagai penyumbang

penderita TB setelah negara India. Angka prevalensi TB pada tahun 2014 sebesar

647/100.000 penduduk meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar

272/100.000 penduduk, angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000

penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun 2013,

demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/100.000

penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013.2


Tingkat resiko terkena penyakit TB di Indonesia berkisar antara 1,7%

hingga 4,4%. Secara nasional, TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap

tahun, setiap hari 183 orang meninggal akibat penyakit TB di Indonesia. Dilihat

dari kondisi tersebut, diperlukan adanya upaya program penanggulangan

penyakit.3
Sejak tahun 1995, Program Pemberantasan TB telah dilaksanakan secara

bertahap di Puskesmas dengan penerapan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO. Kemudian

berkembang seiring dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional

(GERDUNAS) TB yang dibentuk oleh pemerintah pada tanggal 24 maret 1999,

1
maka pemberantasan penyakit TB telah berubah menjadi program

penanggulangan TB Paru.4
Di Indonesia pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis

sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila dibandingkan pada tahun 2014 sebesar

324.539 kasus.5 Menurut Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, sepanjang tahun 2017

terdaapat 405 orang yang menderita tb paru. Dimana pada tahun 2015 dan 2016

terdapat 597 dan 539 kasus berturut- turut Meskipun terjadi penurunan jumlah

kasus tb paru setiap tahunnya, namun masih menunjukkan angka yang besar, yang

menandakan proses penularan tb masih berlanjut.


Puskesmas Lingkar Timur sebagai salah satu puskesmas di kota Bengkulu

masih memiliki angka kasus TB paru yang cukup tinggi, yaitu pada tahun 2018

didapatkan 31 pasien TB paru aktif yang berobat ke Puskesmas Lingkar Timur

dan pada tahun 2019 mulai dari triwulan I hingga Oktober 2019 didapatkan 27

pasien dengan TB paru aktif.

Untuk meningkatkan angka cakupan penemuan dan pengawasan pengobatan

TB paru maka perlu dilakukan serangkainan upaya. Oleh sebab itu kami berharap

mini project ini dapat memberikan informasi dan pengobatan yang komprehensif

pasien, agar subjek penderita dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya dengan

pengobatan lengkap dan tuntas, serta keluarga yang berkontak erat dapat terhindar

dari penyakit TB dan dapat menjalankan pola hidup sehat dengan menjaga

kebersihan diri dan lingkungan demi mencegah penularan penyakit TB.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengidentifikasi masalah kesehatan pada pasien.


2. Melakukan intervensi terhadap masalah kesehatan yang ada pada

pasien.
1.3 Manfaat Penulisan

2
1. Dapat menjadi masukan kepada masyarakat, petugas Puskesmas dan

khususnya keluarga sebagai upaya melakukan pengendalian terhadap

TB Paru.
2. Sebagai bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis

dalam menganalisa dan melakukan intervensi pada permasalahan yang

dihadapi oleh pasien.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabakan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis.7 Penyakit ini bersifat infeksius yang menyerang

parenkim paru, namun dapat juga menyerang organ tubuh yang lain seperti pleura,

kelenjar limfe, tulang, kulit dan organ tubuh lainnya, yang disebut dengan TB

ekstra paru. Bakteri penyebab penyakit ini berbentuk batang dan bersifat tahan

asam sehingga dinamakan Basil Tahan Asam (BTA).8

2.2 Faktor resiko

Beberapa faktor resiko TB adalah:4

1. Umur

Sebagian besar penderita TB paru adalah usia produktif (15-55

tahun).

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Lama kontak keluarga dengan penderita TB paru

Kontak jangka panjang dengan penderita TB paru menyebabkan

adanya resiko untuk tertular penyakit tersebut.

4
4. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan,

bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan

prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber

penular bagi orang disekelilingnya.

5. Imunitas yang menurun

Sistem imunitas tubuh yang kuat biasanya dapat melawan infeksi

dari kuman M. tuberkulosis tersebut namun apabila imunitas tubuh

kita menurun, maka akan mudah tertular dengan penyakit TB Paru.

6. Status ekonomi

WHO mengatakan bahwa 90% penderita TB paru di seluruh dunia

menyerang kelompok sosial ekonomi rendah. Keadaan sosial

ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi

lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan

pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli

dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh

terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan

menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga

memudahkan terkena infeksi TB paru.

2.3 Etiologi

Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam

5
lemak (60%), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat

kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan

asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Hal ini

terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman

dapat bangkit lagi dan menjadikan TB menjadi aktif lagi.9

2.4 Penularan TB

Kuman TB menular melalui sumber penularan yaitu pasien dengan TB

BTA positif melalui percikan dahak yang dikeluarkan. TB BTA negatif juga dapat

mengandung kuman didalam dahaknya, hanya saja kuman tersebut sulit untuk

dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung karena jumlah kuman yang

terkandung dalam contoh uji < dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit untuk

dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Infeksi akan terjadi apabila

orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius

tersebut. Pada waktu batuk dan bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.4

2.5 Patogenesis

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat

bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Kuman ini akan masuk

ke saluran pernapasan dan akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman

TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik,

sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian

kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat

6
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB

yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang

tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di

tempat tersebut yang dinamakan fokus primer ghon.10,11

Dari fokus primer ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe

menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi

di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe yang tekena (limfadenitis).

Gabungan dari fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks

primer. Pada saat terbentuk kompeks primer, infeksi primer TB dinyatakan telah

terjadi. Kompleks primer yang telah terbentuk akan berkembang menjadi :10,11

a. Sembuh dengn tidak menimbulkan cacat sama sekali.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang ghon, garis

fibrotik, perkapuran di hilus).

c. Dapat menyebar dengan cara :

 Perkontinuitatum : menyebar kesekitarnya.

 Penyebaran secara bronkogen, baik di parubersangkutan maupun ke

paru sebelahnya atau tertelan.

 Penyebaran secara limfogen dan hematogen. Penyebaran ini

berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.

Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi

apabila tidak terdapat imunitas yang tidak adekuat akan

menimbulkan keadaan yang cukup serius seperti tuberkulosis milier,

meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini juga dapat menyebabkan

7
tuberkulosis pada bagian tubuh lain seperti tulang, ginjal, genitalia,

dan sebagainya.

2.6 Diagnosis

1. Anamnesis

Dimulai dengan keluhan utama pasien. Pasien sering

mengeluhkan batuk yang lama lebih dari 2 minggu, tidak sembuh

disertai demam dan penurunan nafsu makan serta berat badan.7

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala klinis seperti yang

telah diuraikan diatas. Keadaan umum pasien baik, tapi dapat dilihat

pasien jelas tampak sakit, tampak sangat kurus, pucat, atau tampak

kemerahan karena demam disertai dengan meningkatnya nadi. Pada

pemeriksaan toraks sering kali tanda-tanda abnormal. Tanda yang

paling umum adalah krepitasi halus dibagian apeks paru. Suara ini

terdengar khususnya bila pasien menarik napas dalam sesudah batuk.

Pada perkusi ditemukan pekak atau pernapasan bronkial pada bagian

atas kedua paru. Kadang terdapat wheezing terlokalisasi disebabkan

oleh bronkitis tuberkulosis atau tekanan kelenjar limfe pada

bronkus.12

3. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan ini sangat penting karena dengan ditemukannya

kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.

Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap

pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini murah dan

8
mudah untuk dilakukan sehingga sering dilalukan di fasilitas

kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas. Kriteria sputum BTA

positif adalah nilai sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang

kuman BTA pada suatu sedian. Dengan kata lain terdapat 5.000

kuman dalam 1 ml sputum. Cara pemeriksaan sputum dapat

dilakukan dengan:

a. Pemeriksaan sedian langsung dengan mikroskop biasa

b. Pemeriksaan sedian langsung dengan mikroskop fluoresens

(pewarnaan khusus)

c. Pemeriksaan biakan (kultur)

d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat.13

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan

dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam

dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu – Pagi - Sewaktu

(SPS).11

- S(sewaktu) :

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali.Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak

untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

- P(Pagi) :

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur.Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di UPK.

9
- S (sewaktu) :

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi.

4. Pemeriksaan Tuberkulin

Tes Tuberkulin dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis TB

pada anak-anak. Tes ini biasa disebut tes Mantoux yakni dengan

menyuntikan tuberkulin P.P.D (Purifed Protein Derivative) secara

intrakutan. Tes ini hanya dapat menyatakan apakah seseorang pernah

terpapar dengan M tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan

Mycobacteria patogen lainnya. Setelah 48-72 jam tuberkulin

disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang

terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara

antibodi selular dan antigen tuberculin.13 Hasil uji tes tuberkulin

dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

a. Diameter Indurasi 0-5 mm : Mantoux negative

b. Diameter Indurasi 6-9 mm : Meragukan

c. Diameter Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif

5. Pemeriksaan Radiologis

TB paru pada gambaran radiologi sering disebut sebagai the great

imitator. Gambaran radiologi dapat berupa infiltrat, adanya fibrotik ,

kavitas dan multi kavitas, dan kalsivikasi dilapangan paru.

Terkadang pemeriksaan khusus yang kadang diperlukan adalah

bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang

disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan radiologis lain dapat

10
berupa CT Scan. Pemeriksaan ini lebih superior dibanding foto polos

di mana tampak perbedaan densitas jaringan lebih jelas.7

2.7 Klasifikasi pasien TB

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :


- Tuberkulosis paru : adalah TB yang terjadi pada parenkim

(jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya

lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan

11
atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran

radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB

ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga

menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.


- Tuberkulosis ekstra paru :adalah TB yang terjadi pada organ selain

paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,

kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat

ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.

Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan

Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita

TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra

paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.


b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
- Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun

kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).


- Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis),

yaitu :
- Pasien kambuh : adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan

hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar

kambuh atau karena reinfeksi).


- Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien TB yang

pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.


- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow

up) : adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow

12
up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien

setelah putus berobat /default).


- Lain-lain : adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui.


- Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji

dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :


- Mono Resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT

lini pertama saja.


- Poli Resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT

lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.
- Multi Drug Resistan (TB MDR) : resistan terhadap Isoniazid (H)

dan Rifampisin (R) secara bersamaan


- Extensive Drug Resistan (TB XDR) : adalah TB MDR yang

sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis

suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).


- Resistan Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip

(konvensional).

2.8 Pengobatan TB Paru

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari

paduan obat utama dan tambahan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:


a. INH

13
b. Rifampisin
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
a. Kanamisin
b. Amikasin
c. Kuinolon
d. Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin

+ asam klavulanat
e. Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara

lain:
1. Kapreomisin
2. Sikloserino
3. PAS (dulu tersedia)
4. Derivat rifampisin dan INH
5. Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan :

1. Obat tunggal – Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,

rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

2. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination/FDC) –

Kombinasidosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Tabel 2.1 Jenis dan dosis OAT


Dosis (mg)/ berat badan
Dosis yang dianjurkan
Dosis Dosis (kg)
Obat (mg/kg Harian Intermitten Maksimum
BB/hari) (mg/kgBB (mg/kgBB/ (mg) <40 40-60 >60
/hari) kali)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

14
Tabel 2.2

Tabel 2.3

Pemantauan kemajuan dan hasil pengbatan pada dewasa dilaksanakan

dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis pada akhir bulan ke-2 dan

ke-5. Untuk pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan peme riksaan dahak

dua kali yaitu sewaktu dan pagi, dinyatakan hasil dahak negatif bila keduanya

menunjukkan hasil negatif. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil negatif, maka

pengobatan dapat dilanjutkan ke fase lanjutan dan kembali memeriksa dahak pada

akhir bulan ke-5 dan akhir pengobatan. Bila hasil dahak positif, tetap lanjutkan

pengobatan tanpa pemberian sisipan seperti program sebelumnya. Pasien

kemudian kembali memeriksakan dahak pada 1 bulan setelah fase lanjutan. Bila

hasil tetap masih positif, lakukan uji kepekaan obat. Bila fasilitas tidak

mendukung untuk dilakukannya uji kepekaan obat, maka obat fase lanjutan tetap

dilanjutkan dan kembali melakukan pemeriksaan pada akhir bulan ke-5.1

2.9 Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dibagi komplikasi dini dan lanjut berikut pembagiannya:

15
1. Komplikasi Dini

Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringits, poncet’s arthopathy.

2. Komplikasi Lanjut

Obstuksi jalan napas/ SOPT (Sindroma obstruksi pasca TB),

kerusakan parenkim paru berat/ fibrosis paru, amiloidosis, karsinoma

paru, sindrom gagal napas sering terjadi pada TB milier dan kavitas

TB.15

2.10 Prognosis

Pada prinsipnya penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang

adekuat. Prognosis lebih baik pada pasien penemuan dini daripada pasien yang

ditemukan kronis. Prognosis lebih berat jika disertai dengan berbagai komplikasi

terutama komplikasi lanjut.15

16
17
BAB 3
ANALISIS KASUS

3.1 Identitas Keluarga


Nama Kepala Keluarga : Tn. Pitra Efendi
Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : jl. Muhajirin RT 11/004 Kel. Padang Nangka

3.2 Latar Belakang Sosial – Ekonomi – Demografi – Lingkungan Keluarga


a. Status perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 2 (dua). Usia 6 th/ 1 th
c. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
d. Kondisi Rumah :
 Rumah permanen berukuran ± 8 x 10 m2, terdiri dari ruang tamu
merangkap ruang keluarga, 1 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar
mandi. Rumah ini dihuni oleh 4 orang anggota keluarga.
 Ventilasi dan pencahayaan kurang. Jendela ada di dekat pintu masuk
rumah. Di kamar terdapat jendela namun jarang dibuka sehingga
pertukaran udara tidak memadai yaitu hanya melalui pintu kamar saja.
Penerangan rumah dengan listrik.
 Lantai rumah terdiri dari semen, disapu 1 hari sekali. Barang rumah
tangga kurang tersusun rapi. Terdapat tumpukan dan gantungan
pakaian di ruang tamu.
 Sumber air bersih dari PDAM. Sumber air minum dari air galon.
 Kamar mandi digunakan bersama, bersebelahan dengan tempat
memasak makanan.
 Septic tank ada, berjarak 5 meter dari rumah. Limbah rumah tangga
disalurkan ke selokan di belakang rumah.
 Sampah dikumpulkan dan diletakkan di bak sampah kemudian
diambil oleh petugas pemungut sampah.
 Pekarangan tidak ada. Pasien menjemur pakaian di depan rumah.

Kesan: higiene dan sanitasi lingkungan kurang baik.

18
e. Kondisi Lingkungan Keluarga
 Keluarga pasien tinggal di pemukiman yang cukup padat. Jarak rumah
pasien dengan rumah tetangga sangat dekat. Akses ke rumah pasien
dengan menggunakan sepeda motor. Jarak rumah ke jalan raya ± 100
m. Jarak rumah ke puskesmas ± 1 km.

3.3 Keluhan Utama


Batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu

3.4 Riwayat Penyakit Sekarang


- Batuk berdahak, dahak berwarna kekuningan agak kental, riwayat batuk
berdarah ada.
- Sesak nafas (+). Sesak lebih berat saat malam hari.
- Lemah lesu ada disertai nafsu makan menurun.
- Demam ada, hilang timbul, tidak tinggi, tidak menggigil.
- Keringat malam hari ada.
- Penurunan berat badan ada, dirasakan oleh pasien celana dan baju yang d
ikenakan semakin longgar.
- Mual dan muntah tidak ada.
- BAK dan BAB pasien dalam batas normal.

3.5 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat menderita batuk lama dan minum obat paket sebelumnya

3.6 Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak terdapat riwayat kontak dengan orang yang mengalami keluhan serup
a.
3.7 Riwayat Pribadi dan Sosial
- Pasien merokok 16 batang per hari selama 33 tahun (IB=berat), berhenti
sejak sakit
- Riwayat penggunaan narkoba dan alkohol disangkal

3.8 Pemeriksaan Fisik


3. 8. 1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7o C

19
3. 8. 2. Status Gizi
BB : 49 kg
TB : 167 cm
BMI : 17,57
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Paru :
 I : Normochest, pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan sa
at statis dan dinamis
 Pa : Fremitus kiri = kanan
 Pe : Sonor
 A : Bronkovesikuler, Rh +/+, Wheezing -/-
Jantung :
 I : Iktus terlihat 1 jari medial LMCS RIC V
 Pa : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
 Pe : Batas jantung normal
 A : Irama teratur, bising tidak ada
Abdomen :
 I : Tidak tampak membuncit
 Pa : Supel, hepar – lien tidak teraba
 Pe : Timpani
 A : Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Anggota gerak : Akral hangat, refilling kapiler < 2 detik, edema tidak a
da

3.9 Diagnosis Kerja :


 TB paru dalam pengobatan OAT kategori I fase intensif

3.10 Data Demografi Keluarga


Tabel 3.1. Anggota keluarga yang tinggal serumah

No Nama Kedudukan Gender Umur Pendidik Pekerjaan


dalam an
keluarga
1 Ny. Rena Istri Perempuan 34 th SMA Ibu rumah
tangga
2 An. Wahyu Anak Lakai-laki 6 th SD Pelajar
3 An. Regina Anak Perempuan 1 th - -

20
21
3. 11. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Perempuan

: Pasien Penderita TB

22
3. 12. Fungsi-fungsi dalam keluarga
Tabel 3.2 Fungsi-fungsi dalam keluarga

Fungsi Keluarga Penilaian Kesimpulan pembina untuk


fungsi keluarga yang
bersangkutan
Biologis
Adalah sikap dan perilaku a.Menilai fungsi biologis Keluarga masih belum
keluarga selama ini dalam keluarga berjalan dengan memahami bagaimana proses
menghadapi risiko masalah baik / tidak penularan atau mencegah
biologis, pencegahan, cara masalah tersebut sehingga
mengatasinya dan b.Mengidentifikasi keluarga juga tidak tahu
beradaptasi dengan masalah kelemahan / disfungsi bagaimana dampak yang
biologis (masalah fisik biologis dalam keluarga ditimbulkan kedepannya dari
jasmaniah) c. Menjelaskan dampak masalah yang mereka hadapi
disfungsi biologis saat ini.
terhadap keluarga. Namun setelah diberikan
penjelasan, keluarga mau
merubah pola pikir dan
perilaku mengenai
penyakitnya. Istri pasien
lebih memperhatikan
kesehatan suami dan anaknya
setelah mengetahui suaminya
menderita TB.
Psikologis:
Adalah sikap dan perilaku a. Mengidentifikasi sikap Semenjak sakit, pasien
keluarga selama ini dalam dan perilaku keluarga merasakan energi dan berat
membangun hubungan dalam membangun badan yang berkurang, dan
psikologis internal antar hubungan psikologis keluarga pasien ikut
anggota keluarga. Termasuk internal antar anggota mendorong agar pasien
dalam hal memelihara keluarga. memakan makanan yang
kepuasan psikologis seluruh bergizi sehingga dapat
anggota keluarga dan b. Mengidentifikasi cara meningkatkan energi dan
manajemen keluarga dalam keluarga dalam hal daya tahan tubuh. Serta
mengahadapi masalah memelihara kepuasan mengawasi pengobatan
psikologis psikologis seluruh pasien dengan teratur.
anggota keluarga
c. Identifikasi dan
menilai manajemen
keluarga dalam
menghadapi masalah
psikologis.
Sosial
Adalah sikap dan perilaku a. Menilai sikap dan Keluarga bisa berbaur dengan
keluarga selama ini dalam perilaku keluarga selama baik di tengah masyarakat.
mempersiapkan anggota ini dalam mempersiapkan Pendidikan formal pasien
keluarga untuk terjun ke anggota keluarga untuk adalah SMA sederajat dan

23
tengah masyarakat. terjun ke tangah anak pasien sudah memasuki
Termasuk didalamnya masyarakat. usia sekolah. Pasien tidak
pendidikan formal dan mengikuti organisasi
b. Membuat daftar
informal untuk dapat informal lain.
pendidikan formal dan
mandiri
informal (termasuk
kegiatan organisasi) yang
didapat anggota keluarga
untuk dapat mandiri
ditengah masyarakat.
Ekonomi dan pemenuhan
kebutuhan
Adalah sikap dan perilaku a. Menilai sikap dan Keluarga tidak cukup mampu
keluarga selama ini dalam perilaku keluarga selama memenuhi kebutuhan harian
usaha pemenuhan kebutuhan ini dalam usaha dan berusaha untuk
primer, sekunder dan tertier pemenuhan kebutuhan melengkapi kebutuhan primer
primer, sekunder dan dan sekunder.
tertier. Keluarga mengkonsumsi
makanan dengan gizi
b. Menilai gaya hidup seimbang namun kurang
dan prioritas penggunaan mengkonsumsi buah.
uang

3. 13. Data Risiko Internal Keluarga


Tabel 3.3 Perilaku kesehatan keluarga

Perilaku Sikap dan perilaku Kesimpulan pembina untuk


keluarga yang perilaku keluarga
menggambarkan
perilaku tersebut
Kebersihan pribadi dan
lingkungan
Apakah tampilan individual Pasien merupakan Secara umum, kebersihan
dan lingkungan bersih dan pekerja swasta dengan pribadi pasien dan keluarga
terawat, bagaimana tampilan individual yang kurang baik. Pasien
kebiasaan perawatan cukup rapi, namun disarankan untuk membuka
kebersihannya lingkungan tempat jendela kamar dan ruang
tinggal dan kondisi tamu setiap hari supaya
rumah pasien kurang cahaya matahari dan sirkulasi
bersih tampak kain udara cukup serta merapikan
terjemur di ruang tamu. pakaian.
Kamar pasien cukup
lembab karena jendela
kamar yang jarang
dibuka, sehingga cahaya
matahari tidak dapat
masuk dan sirkulasi
udara tidak bagus karena
hanya melalui pintu

24
kamar.
Pencegahan spesifik
Termasuk perilaku imunisasi - Pasien belum cukup - Menjelaskan kepada
anggota keluarga, ANC, tahu mengenai cara pasien tentang pentingnya
gerakan pencegahan penularan dan mencegah penyakit TB,
penyakit lain yang telah pencegahan TB. jelaskan bahwa TB
dianjurkan (baik penyakit - Pasien belum bukanlah penyakit
menular maupun tidak mengetahui keturunan melainkan
menular) mengenai efek penyakit infeksi yang
samping dan lama menular melalui udara.
pengobatan TB. - Mengedukasi pasien
- Pasien belum mengenai penularan TB,
memahami mengenai sehingga pasien dapat
komplikasi dari TB. memakai masker dan
- Keluarga pasien melakukan etika batuk
belum mengetahui yang benar dimanapun ia
pentingnya berada.
memeriksakan diri ke - Menjelaskan kepada
puskesmas. pasien mengenai efek
- Anak pasien telah samping obat TB seperti
diberikan imunisasi urin berwarna kemerahan,
yang lengkap. gatal-gatal, mata kuning
dan lain-lain, sehingga jika
ditemukan gejala diatas
maka pasien harus kontrol
kembali ke puskesmas.
Pasien tidak boleh terputus
mengkonsumsi obat untuk
menghindari terjadinya
resistensi.
- Mengedukasi pasien
mengenai komplikasi pada
TB(pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus
Poncet’s arthropathy)
- Menganjurkan keluarga
pasien untuk
memeriksakan diri ke
puskesmas untuk screening
TB.
Gizi Keluarga
Pengaturan makanan Setiap hari pasien Pasien dan keluarganya
keluarga, mulai cara memasak dengan menu mengkonsumsi makanan
pengadaan, kuantitas dan yang berbeda, dimulai seimbang walaupun kurang
kualitas makanan serta dari makanan pokok dan konsumsi buah-buahan.
perilaku terhadap diet yang sayuran. Pasien mengaku
dianjurkan bagi penyakit mengkonsumsi buah-
tertentu pada anggota buahan tidak rutin, kapan
keluarga inginnya saja.
Latihan jasmani/aktifitas
fisik Pasien dan keluarga Menganjurkan olahraga
Kegiatan keseharian untuk jarang melakukan dengan intensitas ringan

25
menggambarkan apakah olahraga seperti jalan seperti lari pagi, dan lainnya
sedentary life cukup atau pagi ataupun mengikuti minimal tiga kali seminggu ±
teratur dalam latihan senam yang diadakan 30 menit.
jasmani. Physical exercise oleh fasilitas di
tidak selalu harus berupa lingkungan tempat
olahraga seperti sepak bola, tinggal pasien
badminton, dsb
Penggunaan pelayanan
kesehatan
Perilaku keluarga apakah Pasien sendiri rutin Menganjurkan agar pasien
datang ke posyandu, berobat ke puskesmas berobat ditemani dengan
puskesmas, dsb untuk untuk mengambil obat Pengawas Minum Obat yang
preventif atau hanya kuratif TB, serta mengikuti berasal dari keluarga,
ke pengobatan komplimenter dengan baik prosedur sehingga tatalaksana promotif
dan alternatif (sebutkan pemeriksaan dahak SPS dan preventif untuk keluarga
jenisnya dan berapa yang dianjurkan juga dapat diberikan di
keseringannya) puskesmas. puskesmas.
Menjelaskan kepada pasien
mengenai penyakit TB bisa
ditangani di puskesmas
sampai tuntas.
Kebiasaan / perilaku
lainnya yang buruk untuk
kesehatan Pasien tidak merokok Pasien dianjurkan untuk tidak
Misalnya merokok, minum semenjak sakit maag merokok lagi meskipun
alkohol, bergadang, dsb. yaitu sejak sekitar 8 penyakitnya sudah sembuh
Sebutkan keseringannya dan bulan yang lalu, namun dan apabila masih merokok
banyaknya setiap kali dan sebelum sakit pasien untuk tidak merokok didalam
jenis yang dikonsumsi adalah perokok berat rumah.
sejak usia 13 tahun,
dimana pasien merokok
1 bungkus per hari.

3. 14. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Keluarga


Tabel 3.4 Faktor pelayanan kesehatan

Faktor Keterangan Kesimpulan pembina untuk faktor


pelayanan kesehatan
Pusat pelayanan Puskesmas, Rumah sakit Keluarga menggunakan fasilitas
kesehatan yang kesehatan sesuai dengan
digunakan oleh keluarga kebutuhan, seperti puskesmas
dan rumah sakit
Cara mencapai pusat Menggunakan motor Keluarga bisa mencapai tempat
pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan tanpa ada
tersebut kendala kendaraan
Tarif pelayanan  Sangat mahal Pasien memiliki BPJS.
kesehatan tersebut  Mahal
dirasakan  Terjangkau
 Murah
 Gratis

26
Kualitas pelayanan  Sangat baik Baik
kesehatan tersebut  Baik
dirasakan  Biasa
 Tidak memuaskan
 Buruk

Tabel 3.5 Lingkungan tempat tinggal

Kepemilikan rumah : Menyewa


Daerah perumahan : cukup padat
Karakteristik rumah dan lingkungan Kesimpulan untuk lingkungan tempat
tinggal
Luas rumah : 8 x 10 m2 Cukup luas
Jumlah orang dalam satu rumah : 4 orang Cukup
Luas halaman rumah : 2x4 m2 Halaman rumah cukup sempit
Bertingkat Tidak
Lantai rumah : semen
Dinding rumah : bata
Penerangan didalam rumah Jendela rumah kurang hanya ada dibagian
Jendela: jumlah kurang depan dekat pintu keluar, jendela di dalam
Listrik : ada kamar ada, namun jarang dibuka, sehingga
membuat keadaan rumah menjadi lembab
dengan sirkulasi udara yang kurang baik.
Ventilasi Kurang
Kelembapan rumah : lembab
Bantuan ventilasi di dalam rumah : tidak
ada
Kebersihan dalam rumah Kurang bersih
Tata letak barang dalam rumah Kurang rapi
Kamar mandi : ada Cukup baik
Jamban : tidak terpisah kamar mandi
Kamar mandi: Didalam
Rumah : Permanen
Saluran pembuangan dengan sumber air
bersih : jauh

3. 15. Pengkajian Masalah Kesehatan


A. Masalah internal
1. Pasien menderita TB yang baru diketahui bulan September 2019
dan rutin berobat dan kontrol ke Puskesmas.
2. Pasien mempunyai anak yang berusia 6 tahun dan 1 tahun yang
belum diperiksa

27
B. Masalah eksternal
1. Ventilasi kamar pasien yang tidak bagus karena jumlah jendela
rumah kurang. Jendela dikamar tidur pasien ada namun jarang
dibuka
2. Anak pasien tidur satu kamar dengan pasien dan istrinya. Sehingga
rentan tertular penyakit TB.
3. Pencahayaan dalam rumah pasien kurang.
4. Keadaan di dalam rumah dan lingkungan rumah pasien lembab
sehingga beresiko menjadi sarana munculnya penyakit berbasis
lingkungan.
3. 16. Faktor-faktor yang berperan dalam penyelesaian masalah kesehatan
1. Faktor pendukung
- Jarak antara rumah dan fasilitas layanan kesehatan cukup dekat.
- Pasien kooperatif terhadap pengobatan yang diberikan dan selalu
kontrol teratur.
- Keluarga pasien mendukung penuh pasien untuk berobat rutin
karena pengobatan penyakitnya yang lama.
2. Faktor penghambat
- Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit, tatalaksana,
pencegahan, penularan dan komplikasi mengenai TB masih kurang.
- Pengetahuan keluarga pasien masih kurang tentang pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan.
3. 17. Rencana pembinaan kesehatan
Melalui pendekatan komprehensif dan holistik
- Preventif
 Menjelaskan secara lengkap mengenai TB, yaitu perjalanan
penyakitnya, penyebabnya, penularannya, tatalaksananya, efek
samping obat dan komplikasinya.
 Jangan buang dahak sembarangan bila batuk, dahak sebaiknya
langsung dibuang ke lubang WC dan segera disiram.
 Menutup mulut ketika batuk atau bersin
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan diet seimbang dan olah raga
teratur 2-3x/ minggu selama 30 menit.
 Menggunakan alat-alat makan seperti sendok, garpu, dan gelas yang
telah dibersihkan untuk menghindari penularan dalam satu keluarga.

28
Tidak menggunakan peralatan yang telah digunakan penderita
sebelum dicuci bersih kembali.
 Menjaga sirkulasi udara tetap lancar serta menjaga pencahayaan
rumah tetap baik. Antara lain dengan membuka jendela supaya aliran
udara lebih lancar.
 Istirahat cukup dengan tidur sekurangnya 6 jam sehari.
 Menganjurkan kepada anggota keluarga yang lain untuk turut serta
memeriksakan diri untuk deteksi dini.
 Menjaga kesehatan dan kebersihan diri dengan menerapkan perilaku
bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan jamban sehat, dan berolahraga setiap hari.
 Menggunakan masker setiap berkontak dengan anak-anak atau
anggota keluarga lain.
- Promotif :
 Mengedukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya menunjuk
seorang yang dipercaya sebagai Pendamping Makan Obat (PMO),
dan peranan PMO dalam memastikan pasien meminum obatnya
(menyukseskan pengobatan pasien),dan mengingatkan pasien untuk
kontrol rutin ke puskesmas, dan mengingatkan jadwal periksa dahak
pada waktu yang ditentukan. Pasien dan keluarganya diberikan
leaflet yang mencakup informasi mengenai TB dan PMO, agar dapat
dimanfaatkan jika nanti ada keluarga/tetangga sekitar yang
menderita gejala mirip TB sehingga lebih cepat memeriksakan diri
ke dokter.
 Memberikan pengertian dan pengetahuan pada pasien maupun
keluarga mengenai penyakitnya bahwa penyakit ini merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri.
 Memberikan edukasi pada pasien bahwa penyakitnya menular
melalui dahak yang terciprat saat pasien batuk ataupun berbicara
sehingga pasien harus berhati-hati saat akan membuang dahak atau
batuk dan penggunaan masker.
 Mengedukasi pasien bahwa pengobatan yang dilakukan tidak boleh
terputus demi kesembuhan pasien.
 Mengedukasi pasien bahwa penting untuk melakukan evaluasi
pengobatan untuk memantau keberhasilan pengobatan.

29
 Mengedukasi pasien mengenai komplikasi yang mungkin terjadi jika
pasien tidak berobat seperti efusi pleura.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pentingnya kontrol secara
teratur, menambah obat TB dan minum obat secara teratur
(pengobatan yang rutin), serta menjelaskan dan mengedukasi kepada
pasien jangka waktu pengobatan yang lama 6 bulan) yang
membutuhkan kesabaran dalam berobat dan tetap meneruskan
minum obat sampai 6 bulan walaupun gejala sudah berkurang.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga (PMO) tentang efek
samping obat yang mungkin dapat timbul selama pengobatan.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pentingnya
melakukan tes mantoux kepada anak-anak yang tinggal serumah
dengan pasien, dan memberikan INH profilaks bila tes mantoux
negatif.
 Menyarankan kepada keluarga yang tinggal serumah dengan pasien
(untuk dewasa), dan belum terinfeksi TB untuk menjaga daya tahan
tubuh dengan istirahat cukup, makan makanan bergizi, dan olahraga
secara teratur.
 Menjelaskan kepada pasien pentingnya pemberantasan TB, sehingga
jika ada keluarga atau tetangga yang batuk > 2 minggu agar
memeriksakan diri ke dokter, Puskesmas atau Rumah Sakit
 Mengedukasi pasien dan keluarga untuk berhenti dan menjauhi
rokok karena rokok dapat memperparah penyakit TB dan
menyebabkan munculnya penyakit paru lainnya yaitu PPOK.
 Mengedukasi pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan
membuang sampah di tempat sampah yang berada di luar rumah,
kemudian mengatur letak alat-alat rumah tangga dengan rapi
sehingga tidak bertumpuk.

- Kuratif :
 OAT Kategori I 3KDT (1x3 tab) per oral
 Vitamin B1, B 6, B12 (1 x 1tab) per oral

- Rehabilitatif:
 Kontrol teratur ke puskesmas dan rutin minum obat yang didapat
dari Puskesmas.

30
 Jika ada gejala seperti batuk darah segera kunjungi pusat pelayanan
kesehatan.
 Jika ada gejala efek samping obat seperti kulit dan selaput lendir
menguning, atau gangguan telinga, ataupun penglihatan, segera
datang ke puskesmas atau rumah sakit.
 Jika merasakan sesak napas yang hebat dan tidak hilang dengan
istirahat, pasien harus segera mengunjungi pusat layanan kesehatan
terdekat.

3. 18. Mapping kegiatan

Tabel 3.6 Jadwal kegiatan

Turun Hari/Tanggal Kegiatan Intervensi


I 30 Oktober - Kunjungan awal ke rumah - Perkenalan dengan seluruh
2019 pasien bersama petugas anggota keluarga yang sedang
puskesmas berada di rumah.
- Perkenalan dengan keluarga - Menyampaikan maksud dan
tujuan dari keluarga binaan.
- Identifikasi masalah yang - Lingkungan dan keadaan di
terdapat pada keluarga dalam rumah kurang bersih dan
binaan dan edukasi kurang rapi.
mengenai penyelesaian - Pencahayaan dalam rumah
masalah yang ditemukan pasien masih kurang
- Masih ada anggota keluarga
yang belum diperiksa untuk
kemungkinan TB
- Edukasi yang diberikan berupa
pengetahuan tentang penyakit
TB yang merupakan penyakit
infeksi dengan
II 18 November - Diskusi dengan pasien dan - Menjelaskan kepada pasien
2019 keluarga pasien terkait dan keluarga tentang solusi
masalah-masalah yang dari masalah yang telah
ditemukan teridentifikasi pada pertemuan
sebelumnya
- Melakukan tanya jawab
mengenai solusi yang akan
diberikan.
- Meminta kesediaan keluarga
untuk dapat melakukan solusi
yang sudah direncanakan.
- Memberikan solusi dan - Menganjurkan untuk rutin
intervensi kepada pasien kontrol berobat ke puskesmas
seperti cara batuk yang memeriksakan diri dan
benar, penggunaan masker, mengambil obat TB secara
meningkatkan ventilasi dan rutin dan tepat waktu sesuai

31
pencahayaan yang cukup, yang dianjurkan agar
menjaga kebersihan dan pengobatan tidak terputus.
pencegahan penularan TB. - Mengedukasi mengenai
komplikasi TB
- Menganjurkan pasien agar
memakai masker
- Menganjurkan untuk tetap
berhenti merokok meskipun
sudah dinyatakan sembuh
- Mengedukasi agar anak pasien
dibawa ke puskemas untuk
dilakukan pemeriksaan terkait
penyakit TB
- Jendela rumah dan pintu
kamar pasien supaya lebih
sering dibuka pada siang hari
agar cahaya matahari dapat
masuk dan pertukaran udara
lancar.
- Menganjurkan agar seluruh
anggota keluarga berolahraga
secara rutin 2-3x seminggu.
IV 20 Desember - Follow up dari intervensi - Menilai apakah intervensi
2019 yang diberikan, apakah yang diberikan telah
telah sesuai dengan yang dilaksanakan pasien dengan
diharapkan atau tidak. benar. Didapatkan bahwa
pasien telah menggunakan
masker di rumah, jendela dan
pintu selalu terbuka dari pagi
sampai siang hari, makan obat
teratur.
- Anak yang ada di rumah
belum dibawa untuk
pemeriksaan TB (mantoux
test)
- Pemberian leaflet yang berisi
informasi lengkap mengenai
TB dan PMO sehingga
diharapkan dapat digunakan
bila nanti terdapat
keluarga/tetangga di
lingkungan sekitar yang
menderita gejala TB

32
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.1.1 Daftar Masalah

a. Pasien diketahui menderita TB dan memulai pengobatan bulan

September 2019 dan rutin berobat dan kontrol ke Puskesmas.

b. Pasien juga mengeluhkan sesak terutama malam hari dan saat

beraktivitas berat dan hilang saat istirahat.

c. Pasien tidak pernah menggunakan masker ketika bekerja ataupun

ketika di rumah, hanya memakai masker ketika akan berkunjung ke

puskesmas mengambil obat.

d. Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit, tatalaksana,

pencegahan, penularan dan komplikasi mengenai TB masih kurang.

e. Istri dan anak pasien belum diperiksa untuk kemungkinan TB.

f. Pengetahuan keluarga pasien masih kurang tentang pentingnya

menjaga kebersihan lingkungan.

g. Keadaan di dalam rumah dan lingkungan rumah pasien yang sempit,

dan lembab sehingga beresiko menjadi sarana munculnya penyakit

berbasis lingkungan.

h. Barang rumah tangga kurang tersusun rapi.

i. Ventilasi dan pencahayaan kurang cukup.

j. Kamar mandi bersebelahan dengan tempat memasak makanan.

k. Septic tank ada, berjarak 5 meter dari rumah.

l. Pekarangan rumah sempit.

4.1.2 Intervensi

33
 Menjelaskan secara lengkap mengenai TB, yaitu mengenai

perjalanan penyakitnya, penyebabnya, penularannya, tatalaksananya,

efek samping obat dan komplikasinya. Menjelaskan kepada pasien

dan keluarga pasien bahwa TB dapat disembuhkan dan bukan

penyakit keturunan ataupun kutukan sehingga penderita tidak perlu

diisolasi atau diasingkan.


 Pasien maupun keluarga dijelaskan mengenai penyakitnya bahwa

penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri dan penularannya melalui udara. Saat dahak yang terciprat

saat pasien batuk ataupun berbicara sehingga pasien harus berhati-

hati saat akan membuang dahak atau batuk dan penggunaan masker.
 Menutup mulut ketika batuk atau bersin dan gunakan masker saat

beraktifitas dan setiap berkontak dengan anak-anak atau anggota

keluarga lain. Masker yang digunakan diganti setiap hari, tidak

dibenarkan menggunakan masker secara berulang-ulang.


 Menggunakan peralatan makan yang telah dibersihkan dan tidak

menggunakan peralatan yang telah digunakan penderita sebelum

dicuci bersih kembali untuk menghindari penularan dalam satu

keluarga.
 Pengelolaan dahak dengan cara tidak buang dahak sembarangan bila

batuk, dahak sebaiknya langsung dibuang ke lubang WC dan segera

disiram.
 Menjaga sirkulasi udara tetap lancar serta menjaga pencahayaan

rumah tetap baik. Antara lain dengan membuka jendela supaya aliran

udara lebih lancar.


 Istirahat cukup dengan tidur sekurangnya 6 jam dalam sehari.

34
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan seimbang

dan berolahraga secara teratur selama 30 menit sebanyak 2-3x/

minggu.
 Menganjurkan deteksi dini kepada anggota keluarga yang lain.
 Menjelaskan kepada pasien pentingnya pemberantasan TB, sehingga

jika ada keluarga atau tetangga yang batuk > 2 minggu agar

memeriksakan diri ke dokter, Puskesmas atau Rumah Sakit.


 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pentingnya

melakukan tes mantoux kepada anak yang kontak dengan pasien,

dan memberikan INH profilaks bila tes mantoux nya negatif.


 Menyarankan kepada keluarga yang tinggal serumah dengan pasien

(untuk dewasa), dan belum terinfeksi TB untuk menjaga daya tahan

tubuh dengan istirahat cukup, makan makanan bergizi, dan olahraga

secara teratur.
 Mengedukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya menunjuk

seorang yang dipercaya sebagai Pendamping Makan Obat (PMO),

dan peranan PMO dalam memastikan pasien meminum obatnya

(menyukseskan pengobatan pasien), dan mengingatkan pasien untuk

kontrol rutin ke puskesmas, dan mengingatkan jadwal periksa dahak

pada waktu yang ditentukan.


 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga (PMO) tentang efek

samping obat yang mungkin dapat timbul selama pengobatan.


 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pentingnya kontrol secara

teratur, menambah obat TB dan minum obat secara teratur

(pengobatan yang rutin), serta menjelaskan dan mengedukasi kepada

pasien jangka waktu pengobatan yang lama 6 bulan) yang

membutuhkan kesabaran dalam berobat dan tetap meneruskan

minum obat sampai 6 bulan walaupun gejala sudah berkurang.

35
 Pasien maupun keluarga dijelaskan bahwa pengobatan yang

dilakukan tidak boleh terputus demi kesembuhan pasien.


 Pasien maupun keluarga diberitahu bahwa penting untuk melakukan

evaluasi pengobatan untuk memantau keberhasilan pengobatan.


 Pasien maupun keluarga diberitahu mengenai komplikasi yang

mungkin terjadi jika pasien tidak berobat seperti efusi pleura.


 Jika ada gejala seperti batuk darah segera kunjungi pusat pelayanan

kesehatan.
 Jika ada gejala efek samping obat seperti kulit dan selaput lendir

menguning, atau gangguan telinga, ataupun penglihatan, segera

datang ke puskesmas atau rumah sakit.

 Jika merasakan sesak napas yang hebat dan tidak hilang dengan

istirahat, pasien harus segera mengunjungi pusat layanan kesehatan

terdekat.

 Pasien dan keluarganya diberikan leaflet yang mencakup informasi

mengenai TB agar dapat dimanfaatkan jika nanti ada

keluarga/tetangga sekitar yang menderita gejala mirip TB sehingga

lebih cepat memeriksakan diri ke dokter.


 Mengedukasi pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan

membuang sampah di tempat sampah yang berada di luar rumah,

kemudian mengatur letak alat-alat rumah tangga dengan rapi

sehingga tidak bertumpuk.

 Menjaga kesehatan dan kebersihan diri dengan menerapkan perilaku

bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan dengan sabun,

menggunakan jamban sehat, berolahraga setiap hari, dan tidak

merokok di dalam rumah.

36
4.2 Saran
1. Melakukan homevisite pada pasien TB yang memiliki anak balita di

dalam rumah.
2. Menggencarkan promosi mengenai penyakit TB pada berbagai

kegiatan, terutama pada posyandu balita dan lansia.


3. Menggencarkan promosi kesehatan mengenai kesehatan lingkungan

yang baik.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. World Helath Organization, 2014. Global Tuberculosis Report 2014. Geneva :


World Helath Organization.
2. World Helath Organization, 2015. Global Tuberculosis Report 2015. Geneva :
World Helath Organization.
3. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta
: Kementerian Kesehatan RI.
4. Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
5. Kementerian Kesehatan RI, 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.
6. Puskesmas Padang Pasir, 2017. Laporan Tahunan Puskesmas Padang Pasir
2018 Trimester 1. Padang: Puskesmas Padang Pasir.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2012. Tuberkulosis, Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta : Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia.
8. Aditama T.Y, 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
9. Amin Z, Bahar A, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
10. Abdul A, et all. PedomanNasionalPenanggulanganTuberkulosised 2.
Jakarta :DepartemenKesehatanRepublik Indonesia, 2007.
11. World Health Organization, 2015. WHO TB Burden Estimates. Diakses dari
http://www.who.int/tb/country/data/download/en/.
12. Departemen Kesehatan RI, 2009. Buku Saku Kader Program Penanggulangan
TB. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
13. Danusantoso H, 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Edisi ke-2. Jakarta :
EGC.
14. Widoyono. 2008. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga Medical Series. Hal. 13-
21.
15. Zulkifli A, Asril B. 2009. Tuberkulosis paru. Dalam: Ilmu penyakit dalam.
Jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

38
LAMPIRAN

DOKUMENTASI

Identifikasi masalah

Tanya Jawab dengan Keluarga Pasien

Follow up Pasien

39
LEAFLET

40

Anda mungkin juga menyukai