RESPIRATORY DISTRESS
Oleh :
Ferdo Yulian 0810312033
Rahmi Fadhila 1210312002
Maya Fathurrahmi 1210312005
Preseptor :
dr. Rahmi Yetti, Sp. A
2018
0
BAB 1
PENDAHULUAN
mortalitas pada bayi baru lahir. Kegawatan pernapasan dapat terjadi pada bayi
dengan gangguan pernapasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat
bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan
pada system pernapasan adalah terjadinya kekurangan oksigen pada tubuh. Bayi
anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolism anaerob
penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain
karena hipoksia dan iskemia, dan hal ini dapat menyebabkan kematian neonatus1.
sebesar 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan darah
atau icterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan kongenital 1,4%. Dari data
biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau
1
penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran
sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi.
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan
usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu,
semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrome gangguan napas1.
bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur).
Insidens pada bayi prematur kulitputih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan
sering lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan. Selain itu,
kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
distress.
2
1.4 Metode Penulisan
beberapa literatur.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang
atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar 4. Definisi
bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =
18 mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya
kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya
sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan
Penyebab terbanyak dari gangguan napas sendiri dapat dibagi atas 1,4
neonatus usia gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram
Disebut juga sebagai wet lung yang terutama terjadi pada bayi cukup
4
- Pneumonia
pernapasan pada bayi cukup atau lebih bulan. Mekonium yang masuk ke
Faktor Risiko
cairan paru
5. Bayi yang lahir dengan ibu yang menderita demam, ketuban pecah
5
2.3 Patofisiologi
defisiensi ini paru bayi akan gagal mempertahankan kestabilan alveolus pada
akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi berikutnya dibutuhkan tekanan yang
lebih besar untuk mengembangkan alveolus yang mengalami kolaps dan pada
setiap ekspirasi terjadinya atelektasis menjadi bertambah. Kolaps paru ini akan
akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam
Selanjutnya akan terjadi kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris
fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
terjadinya difusi dan pada akhirnya akan menperparah gangguan napas pada
neonatus.1,4,5
6
3. Pneumonia1,4,5,6
Pada bayi baru lahir sering disebabkan oleh ketuban pecah dini..Pada saat
ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina berperan dalam infeksi
janin. Pada keadaan ini kuman dari vagina naik ke kavum uteri, melekat pada
khoriovaskulitis (infeksi pada pembuluh darah fetal) serta amnionitis. Bila cairan
amnion yang septik teraspirasi oleh janin maka akan menyebabkan pneumonia
sehingga ada kemungkinan tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah dari plasenta.
laktat dan piruvat. Keadaan ini akan menimbulkan kegawatan janin (fetal distress)
intrauterin yang akan berlanjut menjadi asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.
Cairan amnion berfungsi sebagai sawar proteksi terhadap infeksi asenden vagina,
7
Gambar 2.1 Patogenesis Pneumonia Neonatorum
4. Aspirasi mekonium1,4,5,6
sehingga terjadi gangguan napas pada bayi. Alur patofisiologi dapat di lihat pada
gambar berikut
8
Gambar 2.2 Patofisologi aspirasi mekonium
- Sianosis
- Apnu
9
1. Penyakit membrane hialin
bronchogram
terdapat cairan
3. Pneumonia
luas
10
4. Aspirasi mekonium
hipertensi
11
2.6 Penatalaksanaan
sebagai tindakan penunjang pada penderita berat. Tindakan umum yang perlu
asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan
1. Pemberian O2
12
tidak mungkin dicapai dengan cara pemberian O2 melalui kateter
PCO2 > 70 mmHg, PH darah < 7,2 atau masih adanya serangan apneu
2. Pemberian Antibiotika
13
Antibiotik diberikan selama bayi mendapat cairan intravena sampai
tambahan oksigen 30% atau lebih. Surfaktan artifisial yang dibuat dari
14
Tabel 2.1 Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.1
7
2.7 Komplikasi
dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi , apnea,
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat2 respirasi.
15
4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen
2. Retinopathy prematur
infeksi.
16
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas
Umur : 1 hari
Alamat : Baso,Bukittinggi
- NBBLC 3200 gr, PBL 50 cm, lahir sectio caesarea atas indikasi bekas
section caesaria dua kali, cukup bulan (38- 39 minggu), ibu baik, ketuban
Riwayat keluarga :
17
Anak ke 4 dari 4 bersaudara, lahir sectio caesarea atas indikasi bekas
section caesaria dua kali, apgar score 7/8, riwayat imunisasi dasar belum
diberikan
Pemeriksaan fisik :
Panjang badan : 50 cm
Suhu : 35,8oC
Ubun-ubun besar : 2 x 2 cm
Dada
Paru-paru :
18
Inspeksi : normochest, retraksi dada minimal
Palpasi :-
Perkusi :-
Auskultasi : bronkovesikuler
Jantung :
Perkusi :-
Abdomen
Permukaan : datar
Kondisi : lemas
Hati :¼-¼
Ekstremitas :
19
Reflex : Moro : sulit dinilai
Rooting :+
Isap :+
Pegang :+
Lingkar dada : 30 cm
Lingkar perut : 35 cm
Simfisis-kaki : 20 cm
Kepala- simfisis : 30 cm
Ballard Score
20
21
Kurva Lubchenco
22
Downe Skor
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah :
Hb :-
Leukosit :-
Trombosit :-
Ht :-
Diagnosa kerja :
Diagnosis Banding :
Tatalaksana :
23
- CPAP PEEP 6 FiO2 21 %
- Ampicilin 2x 160 mg iv
- Gentamicin 1x 16 mg iv
Rencana Pemeriksaan :
- Darah rutin
- Kultur darah
- Rontgen thorak AP
FOLLOW UP
28-02-2018 S/
O/
tidak ada
24
Ekstremitas : akal hangat, CRT < 2 detik
Hasil Laboratorium:
A/
- Ampicilin 2x 160 mg iv
- Gentamicin 1x 16 mg iv
BAB 4
DISKUSI
25
Dari anamnesis didapatkan pasien merintih sejak lahir, pada riwayat
penyakit sekarang diapatkan NBBLC 3.200 gr, PBL 50 cm, lahir sectio
caesarea atas indikasi bekas 2 kali, cukup bulan (38-39 minggu), ibu
baik, ketuban jernih, apgar score : 7/8, merintih sejak lahir, riwayat
diapatkan gejala yaitu merintih dan riwayat kebiruan yang sesuai dengan
laki dan juga didapatkan riwayat lahir cukup bulan dan lahir dengan cara
section caesarea atas indikasi bekas section caesarea dua kali, hal ini
Tachipnoe Neonatus.
nafas 72 x / menit dan suhu 35,8 oC. Pada pasien dengan respiratory distress
biasanya ditemukan kelemahan dan juga frekuensi napas diatas 80x/ menit. Pada
Untuk menentukan derajat gangguan nafasnya maka digunakan Downe score pada
pasti.
26
dinding dada. Pasien diberikan IVFD cogtil, aminofischin dan ASI untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien. Selain itu juga diberikan antibiotic ampicilin
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Khosim, M.S. Buku Ajar Neonatologi edisi 1 Ikatan Dokter Anak Indonesia.
IDAI. Jakarta. 2008.
2. Pritasari, Kirana. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial.
Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Kemenkes RI. 2010.
3. Nelson Waldoe. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I. Jakarta: EGC.1996.
4. Pujdiadi A.H., et all. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
5. Garna, Herry, et all. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung. 2005.
6. Markum, A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI .Jakarta. 1991, hal. 303-306.
7. Behrman, Richard E. Nelson’s Textbook of Pediatic. Saunders. Philadelphia.
2004.
28