Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Perkiraan
konservatif menempatkan angka kematian global dari penyakit diare sekitar dua
juta kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian), merupakan peringkat ketiga
diantara semua penyebab kematian penyakit menular di seluruh dunia.2

Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare


sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare
25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab kunjungan
Puskesmas atau Balai pengobatan, hamper selalu termasuk dalam kelompok 3
penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400
kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di
Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap
tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5
tahun (+ 40 juta kematian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari
satu kalo kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh dalam
dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.3

Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi
untuk mencegah gavirus merngguan pertumbuhan akibat diare.1

Rotavirus merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik


dinegar berkembang maupun negara maju. Di Indonesi menurut penelitian
Soenarto yati dkk pada anak yang dirawat di rumah sakit karena diare 60%
persennya disebabkan oleh Rotavirus.4

Diare juga erat hubununganya dengan kejadian kuran gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan
berkurangnya kemapuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak pada pertumubuhan dan kesehatan anak.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi


defekasi lebih dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.3

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair,
keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1

B. Cara penularan dan faktor resiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat 1

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara


lain: tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1

C. Etiologi

Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,


bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-
inflamatory dan inflammatory.1

Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi


enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoyi
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.1,6

Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT


Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada angka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering


berdasarkan umur 7

Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak
antara lain:

Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak


Kesulitan makanan Neoplasma
 Neuroblastoma
 Phaeochromocytoma
 Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:
 Malrotasi  Infeksi non gastrointestinal
 Penyakit Hirchsprung  Alergi susu sapi
 Short Bowel Syndrome  Penyakit Crohn
 Atrofi mikrovilli  Defisiensi imun
 Stricture  Colitis ulserosa
 Ganguan motilitas usus
 Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
 Defesiensi disakaridase  logam berat
 Malabsorbsi glukosa dan  Mushrooms
galaktosa
 Cystic fibrosis
 Cholestosis
 Penyakit celiac
Endokrinopati
 Thyrotoksikosis
 Penyakit Addison
 Sindroma Androgenital

D. Patofisiologi

Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan


osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8

1. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable,
air akan mengalir kea arah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil
cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen
oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose,
lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon,
sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan
yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak
yang sama.1

2. Diare Sekretorik

Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan
pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. Beda


osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium (
Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas
diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan
angka 2.6

Osmotik Sekretorik

Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi (+) (-)

pH tinja <5 >6


Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
laina seprti diare osmotik dan sekretorik.1

E. Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala


lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung


sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bias tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.1.

Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Demam umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri
perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah simptom yang
nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enteric virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya


penderita tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh
karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi
tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Gejala klinis :

Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp

Nyeri kepala - + + - - -

lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari

Sifat tinja:

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - + Kadang - + -

Bau Langu - Busuk - - Amis khas

Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucuian ber

Leukosit - + + - - -

Lain-lain Anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ -


F. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak
diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan
obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah.1

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.


Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare1
Tabel 6. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO

Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3

 dehidrasi isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L

 dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L

 dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya


tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1
 darah : darah lengkap, serum eleketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

 urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika

 tinja:

a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua


penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mucus bias
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,


bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.

b. Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah


besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi:5

 bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative

 bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)

 bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)

 bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut


(+++)
 bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut
(++++)

G. Tata laksana

Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,


dukungan nutrisi, pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan:8

1. Mencegah dehidrasi

2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada

3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan


setelah diare

4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,


dengan memberikan suplemen zinc

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana


terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10

1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah

Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

 Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

 Beri tablet Zinc

Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis :

- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari

- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

 Lanjutkan pembrian makanan

 Kapan harus kembali


2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik


sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5-4 Tahun 5-14tahun >15 tahun

Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg

Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam


ulangi penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih
rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau
ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai
berikut.

Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB Pemebrian berikut 70ml/kgBB


selama selama

Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 ½ jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum
membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira
5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi)
atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang
dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam
(klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk melanjutkan
penggunaan.

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan
untuk memberikan pada penderita:
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit

2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi

3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti:


antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja,
banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum
dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

a. Antibiotik

Antbiotik apda umunya tidak diperlukan padA semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya1

b.Obat antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis


dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari
obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3

 Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau
bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai
kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada
bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
 Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi
dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal.
Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak
dengan diare.
 Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja


pada anak dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.

obat-obat lain:

 Anti muntah

H. Komplikasi

1. Gangguan elektrolit

 Hipernatremia
 Hiponatremia
 Hiperkalemia
 Hipokalemia
2. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan


gejala yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat
terjadi bila ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita
dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan
pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika
kejang.3
3. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada


anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala
berupa perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada.
Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang
mengandung banyak K.3

4. Muntah

Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis


yang menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan
dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian
cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi
sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak
diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran.3

5. Akut kidney injury

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan


syok. Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam
waktu 12 jam setelah hidrasi cukup.3

I. Pencegahan

1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan


secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu
difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar


b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan


tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member


makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan


dengan campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya
kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang
mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena
diare pada balita.1,3

d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi


alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan,
manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan
interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18

J. Prognosis

Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian


besar (90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%( akan menjadi diare persisten.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood
Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007
;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2007:100-111
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated
Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large
Urban population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

Anda mungkin juga menyukai