Disusun Oleh :
dr. Reviandy Achmad Armandani
Pembimbing :
Puskesmas Kesamben
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
MINI PROJECT
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga laporan mini project
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan mini project yang berjudul
“Gambaran Harapan dan Saran Mengenai Program Vaksinasi Covid-19 Pada
Masyarakat Umum Wilayah Kerja Puskesmas Kesamben.” berguna untuk
mengetahui gambaran harapan dan saran dari masyarakat mengenai Program
Vaksinasi Covid-19 yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sehingga dari hasil
I
yang diperoleh upaya promosi kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan lebih
baik lagi.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan mini project. Ucapan terimakasih terutama kepada:
1. dr. Rofiq Ahmad sebagai pembimbing, yang telah meluangkan waktunya
untuk membantu menyelesaikan mini project ini.
2. Pihak Puskesmas Kesamben yang telah membantu memberikan
gambaran masalah kesehatan yang ada.
3. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kesamben atas kesediaanya
menjadi responden dalam mini project ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka untuk menerima kritik dan
saran sehingga dapat menjadi bahan perbaikan laporan mini project ini
kedepannya.
Blitar, 10
Februari 2021
PENULIS
DAFTAR IS
Judul................................................................................................................. .
Halaman Persetujuan.......................................................................................ii
Halaman Pengesahan......................................................................................iii
II
Kata Pengantar.................................................................................................v
Abstrak............................................................................................................. vii
Abstract............................................................................................................ix
Daftar Isi........................................................................................................... xi
Daftar Tabel......................................................................................................xv
Daftar Gambar..................................................................................................xvi
Daftar Lampiran................................................................................................xvii
Daftar Singkatan...............................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
2.1.1 Taksonomi.......................................................................5
III
2.1.2 Morfologi dan Identifikasi.................................................6
2.1.4 Patogenesis.....................................................................7
2.1.7 Pengobatan......................................................................9
2.2.1 Taksonomi.......................................................................10
2.2.2 Definisi.............................................................................10
2.2.4.1 Naringin...............................................................11
2.2.4.2 Tanin...................................................................12
2.2.4.3 Saponin...............................................................13
3.2 Hipotesis.......................................................................................16
IV
4.1 Rancangan Penelitian...................................................................18
4.3 Pengulangan.................................................................................18
V
5.1 Hasil Peneitian..............................................................................35
BAB VI PEMBAHASAN...................................................................................44
7.1 Kesimpulan...................................................................................48
7.2 Saran.............................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................49
LAMPIRAN.......................................................................................................53
VI
BAB I
PENDAHULUAN
sebanyak 250 kasus, atau setara dengan 2,8% dari total konfirmasi.
Blitar.
Menurut WHO, vaksin terbukti dapat mencegah lebih dari 2,5 juta
dukungan dari berbagai unsur. Salah satu unsur yang penting adalah
2
1.2 Rumusan Masalah
Kesamben.”
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Covid 19
antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak
napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14
yang disebabkan oleh Corona virus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan
pada akhir Desember 2019 (Li et al, 2020). Berdasarkan hasil penyelidikan
Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab
SARS dan MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2
melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan yang
di seluruh dunia (CFR 4,9%). Negara yang paling banyak melaporkan kasus
konfirmasi adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United Kingdom.
Sementara, negara dengan angka kematian paling tinggi adalah Amerika Serikat,
5
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret
2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal
provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak
terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5
tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan usia 55-64
tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa
kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun
dan paling sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus
merupakan kasus yang ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan McGoogan
JM, 2020). Orang dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan
diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang lebih parah. Usia lanjut
bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun adalah 14,8%, sementara CFR
keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian di
Italia, di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%, sementara CFR
kematian juga dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pada pasien. Tingkat
pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis,
6% pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker.
6
dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Corona virus yaitu:
berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
wabah SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,
7
International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV)memberikan nama
bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari
4 jam pada tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona
lain, SARS-COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat
dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%,
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
8
tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa
lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan
diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit. Menurut data dari
negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40% kasus akan mengalami
15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami
kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu.
(ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi-organ, termasuk gagal ginjal atau
gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan
orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah
tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar
mengalami keparahan.
dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk
yang diekspresikan pada sel epitel. Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-
9
CoV memiliki struktur tiga dimensi yang hampir identik pada domain receptor-
binding. Protein S pada SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan
ACE2 pada manusia. Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2
memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap ACE2 pada manusia dibandingkan
bereplikasi. Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut
terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh
Periode inkubasi untuk COVID- 19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar
leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum
merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi
10
pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya
limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi
2. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
11
5. Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya
9. Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
o
terjadi peningkatan suhu tubuh > 38 C
Farmakologis
hari),
12
7. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern
o Derajat Ringan
kondisi pasien.
terdekat.
c.) Farmakologis
13
2. Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
4. Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) ATAU
o Derajat Sedang
14
b.) Non Farmakologis
c.) Farmakologis
1. Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
perawatan
200 ml/ hari pertama 400 mg/12 jam/oral, selanjutnya 400 mg/24
3. Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per
15
o Derajat Berat atau Kritis
secara kohorting
jari),
d.) Farmakologis
1) Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
perawatan
16
2) Diberikan terapi farmakologis berikut: Klorokuin fosfat 500 mg/12
200 ml/ hari pertama 400 mg/12 jam/oral, selanjutnya 400 mg/24
3) Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per
ventilator.
17
menangkal penyakit tertentu. Sedangkan, Imunisasi merupakan proses dalam
Imunisasi terbagi menjadi imunisasi aktif dan pasif. Vaksinasi termasuk dalam
penyakit tertentu. Berbeda dengan imunisasi pasif yang berarti tubuh diberikan
suntikan imunoglobulin. Imunisasi aktif dapat bertahan lebih lama untuk jangka
panjang hingga seumur hidup, sedangkan imunisasi pasif hanya bertahan dalam
mengandung virus atau bakteri yang telah dilemahkan, serta protein mirip bakteri
tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber
18
Dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19 tidak hanya
2021).
19
vaksin. Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di
use authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
20
3. Tahap ketiga dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022
Immunization (SAGE) serta kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional
2. Klinik
21
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
di Indonesia adalah:
• AstraZeneca
• Moderna
• Novavax Inc
pelaksanaan uji klinik tahap 3 atau telah selesai uji klinik tahap 3. Penggunaan
vaksin tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin edar atau
22
23
Gambar 2.5 Profil Vaksin Covid 19 (Pengganis, 2021)
Lapangan") tetapi harus dilihat sebagai konsep yang sangat berbeda, meskipun
tentang bagaimana vaksin (yang mungkin telah terbukti memiliki khasiat vaksin
yang tinggi) mengurangi penyakit dalam suatu populasi. Tindakan ini dapat
menilai keseimbangan manfaat dan efek merugikan dari program vaksinasi, tidak
hanya vaksin itu sendiri, dalam kondisi lapangan yang lebih alami daripada
dalam uji klinis terkontrol. Efektivitas vaksin sebanding dengan potensi vaksin
(yaitu, kemanjuran vaksin) tetapi juga dipengaruhi oleh seberapa baik kelompok
seperti rantai dingin, akses ke perawatan kesehatan, dan biaya vaksin), serta
faktor lain yang tidak terkait dengan vaksin yang memengaruhi hasil rawat inap,
24
Beberapa desain studi dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
retrospektif, di mana tingkat vaksinasi di antara satu set kasus yang terinfeksi
langsung dari efektivitas vaksin [8]. Jenis studi efektivitas vaksin lain yang tidak
umum adalah metode "cakupan kasus" atau "kelompok kasus", di mana tingkat
oleh Curns et al untuk menilai dampak vaksin rotavirus, bersifat ekologis atau
25
besar yang berisi kode tagihan atau International Classification of Diseases, Edisi
vaksin, seperti perbedaan penentuan kasus pada kelompok yang divaksinasi dan
kesehatan ( tidak terkait dengan vaksinasi) antara populasi yang divaksinasi dan
yang tidak divaksinasi, mangkir yang tidak terdeteksi untuk tindak lanjut dari
migrasi, dan asumsi yang dibuat selama analisis statistik. Dengan demikian, studi
juga memiliki tantangan dalam membedakan efek terkait vaksin dari pembaur
Secara teori, penyakit menular apa pun dapat dicegah dengan vaksin.
sejauh ini terbatas pada sejumlah penyakit virus dan bakteri. Untuk beberapa
HIV lolos dari respons kekebalan alami tubuh. Untuk penyakit parasit, siklus
26
hidup yang kompleks, atau ukurannya yang relatif besar, dapat membatasi
kemampuan vaksin untuk bekerja secara efektif. Vaksin yang sangat aman dan
efektif telah dikembangkan untuk melawan beberapa penyakit selama 120 tahun
terakhir.
27
28
Gambar 2.6 Penyakit-Penyakit yang dapat Di Vaksin
29
Gambar 2.7 Gambaran Kekebalan Tubuh Manusia Krena Vaksin
30
Respon imun yang diinduksi terhadap organisme penyebab penyakit atau
31
Keefektifan dan lamanya efek perlindungan dari suatu vaksin bergantung
baru yang beredar. Pada anak-anak yang masih sangat kecil, sistem kekebalannya
Kelompok)
terhadap suatu penyakit, seingga apabila suatu saat terkena dengan penyakitr
yang sama tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit yang ringan. Sedangkan
vaksin sendiri adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme
yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya,
atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
32
Herd Immunity (kekebalan kelompok) adalah konsep epidemiologis yang
terhadap penyakit sehingga infeksi tidak akan menyebar dalam kelompok itu dan
orang-orang yang rentan dilindungi. Herd immunity adalah konsep yang terkait
dengan vaksinasi. Terkait erat dengan konsep herd immunity yaitu angka
reproduksi atau RO. Proporsi yang diperlukan orang dalam suatu populasi yang
perlu kebal untuk menginduksi kekebalan kelompok (H) terkait dengan RO dan
sebagai "perataan kurva" yang meredam lintasan alami epidemi yang jika tidak
akan terjadi, jadi kunci utama untuk mengurangi penyebaran epidemi ini adalah
dasar). RO adalah jumlah kasus sekunder yang timbul dari satu kasus indeks
epidemi, meskipun epidemi mungkin tidak selalu terjadi. Jika RO kurang dari
satu, epidemi tidak dapat dipertahankan karena rata-rata satu kasus infeksi
menginfeksi kurang dari satu orang, dan infeksi akan hilang (Basbeth, 2020).
penyakit yang sangat menular yang meskipun relative jinak, sangat tidak nyaman
diinginkan seperti prostitis. Ini juga dapat dicegah dengan vaksin, dengan vaksin
33
yang sangat efektif yang membuat penyakit ini sangat langka di zaman modern.
Gondong memiliki tingkat reproduksi dasar (RO) 10-12, yang berarti bahwa
dalam populasi yang sepenuhnya rentan yang berarti tidak ada yang kebal
terhadap virus setiap orang yang terinfeksi akan menularkan penyakit kepada
10-12 orang. Ini berarti bahwa tanpa vaksinasi, kira-kira 95% populasi terinfeksi
dari waktu ke waktu, tetapi dengan sesuatu yang menular ini, masih ada
beberapa orang 5% dari populasi yang tidak jatuh sakit, karena begitu semua
orang kebal dan tidak ada orang yang dapat terkena penyakit itu. Contoh lain
hingga 18 orang lain dalam populasi yang rentan , bahkan dahulu banyak orang
tua yang sengaja memaparkan anak-anak mereka terhadap “Penyakit cacar air"
dewasa. Kekebalan kelompok juga bukan sesuatu yang dapat bekerja untuk
dari satu, hampir semua orang dalam populasi perlu bertindak sebagai
penyangga antara orang yang terinfeksi dan host potensial baru. Itulah sebabnya
septikemia dan meningitis. Pada orang sehat, bakteri ini hidup normal dan tidak
kadang mereka dapat masuk ke aliran darah yang menyebabkan infeksi parah.
Mereka dapat hidup tanpa bahaya di tenggorokan seseorang tetapi jika mereka
terlindungi dari infeksi diri mereka sendiri tetapi mereka juga tidak dapat
34
menularkan infeksi ini kepada orang lain, yang dapat menyebabkan penyakit
parah. Namun, agar kekebalan kelompok ini bekerja, sebagian besar populasi
penyakit apa saja. Misalnya pada tetanus, banyak orang yang divaksinasi
terhadap tetanus, tetapi jika ada orang yang tidak divaksinasi menginjak paku
yang berkarat, dia masih dapat terinfeksi, karena tetanus tinggal di reservoir di
luar tubuh manusia. Herd immunity juga tidak selalu bertahan untuk jagka waktu
dalam satu orang, kata Jessie Abbate, pakar penyakit menular di Research
Institute for Development di Prancis. Flu yang bermutasi dengan cepat juga
merupakan target yang bergerak untuk kekebalan dan vaksin, itulah sebabnya
setiap vaksin musim flu perlu mengantisipasi strain yang akan beredar luas, ia
menjelaskan. Intinya, herd immunity tidak bekerja pada semua penyakit. Herd
immunity hanya bekerja untuk penyakit yang tersebar langsung di antara orang-
orang (yaitu 'menular'), seperti campak, polio, meningitis, hepatitis dan lain
nilai RO coronavirus Wuhan berada di antara 1,4 hingga 5, meski WHO yakin
nilai RO hanya di antara 1,4 hingga 2,5. Dengan jumlah ini, proporsi orang yang
perlu terinfeksi lebih rendah tetapi masih tinggi, yaitu di sekitar 70% dari seluruh
populasi. Harus dipikirkan mengapa herd immunity ini tidak pernah bisa dianggap
sebagai tindakan pencegahan jika 70% populasi suatu negara harus terinfeksi
35
besar orang di suatu negara sedang sakit. Dan tidak mungkin kemudian
dikatakan penuh harapan bahwa sudah mencapai angka 70% anak-anak mudah
terinfeksi. Jika hanya anak muda yang kebal, anda akan memiliki kelompok
orang yang lebih tua tanpa kekebalan sama sekali atau orang dengan underlying
virus ini di Cina mengalami penyakit parah dan 2-3% di antaranya telah
meninggal. Faktor kunci yang mempenganuhi penularan adalah apakah virus ini
dapat menyebar tanpa adanya gejala, baik selama masa inkubasi (masa
seseorang sebelum tampak sakit) maupun pada orang yang tidak pernah sakit.
anak-anak mungkin memularkan virus meski tidak menunjukkan gejala apa pun.
Para peneliti menemukan seorang anak yang berada pada satu keluarga
memiliki pneumonia dan bahkan hasil tes virus juga positif. Ini berbeda dengan
penyebaran virus pada masa inkubasi, karena anak tersebut tidak sakit, tapi riset
menjukkan gejala sama sekali. Hal ini mengkhawatirkan karena jika seseorang
sakit, kita ingin dapat mengidentifikasi mereka dan menelusuri kontak fisik yang
36
telah terjadi pada orang tersebut. Jika seseorang menularkan virus tapi tidak
terkena sakit, ia mungkin saja tidak terdeteksi sama sekali. Hal ini juga membuat
tidak memperlihatkan gejala sama sekali akan tidak terdeteksi. Data Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) menegaskan usia muda tetap berisiko
mengalami infeksi virus corona. Dalam data yang diperoleh 12-16 Maret 2020,
sekitar 20% dari 508 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit berusia 20-44
tahun, artinya tidak ada yang bebas dari risiko Covid-19 dan kemungkinan
Sebagai gambaran kasus virus corona hingga saat ini telah menginfeksi
lebih dari 950 ribu orang di seluruh dunia. Eropa menjadi wilayah dengan
Kendati kasus total kasus penyebaran corona tertinggi berasal dari Amerika
Serikat, namun Italia menjadi negara dengan angka kematian terbesar. Selain
Italia, kasus corona terbanyak di Eropa juga berasal dari Spanyol, Jerman,
pemerintah Inggris masih membiarkan sekolah, restoran, teater dan club juga
tempat olahraga dalam kondisi terbuka untuk umum. Hanya warga di atas usia
70 tahun dengan kondisi flu atau gejala-gelaja serupa Covid-19 yang harus
menetap di rumah. Respon Inggris yang lambat kemarin didorong oleh teori
bahwa cara terbaik untuk meringankan konsekuensi jangka panjang dari wabah
37
adalah membiarkan virus menyebar secara alami untuk menular ke seluruh
Senin malam (16/03/2020), teori itu bertabrakan dengan fakta. Sebuah analisis
baru oleh ahli imunologi di Imperial College London dan London School of
menunjukkan bahwa sebanyak 30% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan
virus itu memerlukan perawatan intensif. Angka-angka penelitian itu jika terjadi di
penerapan herd immunity, eks Wali Kota London tersebut telanjur banjir
kecaman, termasuk dari luar negeri. Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn
mengecam pemerintah karena 'berpuas diri' dan jauh di belakang kurva' dalam
apa pun untuk menahan virus. Beberapa dokter Inggris terkemuka juga
Akhirnya Boris Johnson mengubah aturan resminya dalam waktu hanya tiga jam.
Ahli epidemologi Imperial College Azra Ghani menjelaskan bahwa timnya yang
38
juta penduduk Inggris harus terinfeksi terlebih dulu untuk mencapai herd
immunity. Dengan estimasi tingkat kematian 2,3% dan 19% kasus dengan gejala
berat, ini berarti lebih dari satu juta warga Inggris diperkirakan akan meninggal
dan delapan juta lainnya mengalami gejala berat dan harus dirawat di rumah
Jika risiko Covid-19 tidak terlalu tinggi, secara teknis mungkin untuk
tingginya tingkat rawat inap dan kebutuhan untuk perawatan kritis, menekan
Pemerintah Inggris memilih lockdown dari pada herd immunity. Sejauh ini Inggris
dan lebih dari 100 orang sudah dinyatakan sembuh. Sempat merencanakan
populasi 17,2 juta. sedangkan di negara tetangga, Belgia yang memiliki populasi
lebih kecil dan penguncian yang lebih ketat, angka kematian jumlahnya juga
membuat lompatan ke orang tua yang rentan atau orang-orang dengan masalah
39
2020 namun karena mendapat banyak kritik, membiarkan virus mematikan
itu akan terbangun dengan sendirinya jika persebaran virus semakin meluas
(Basbeth, 2020).
mengenali bakteri atau virus penyebab penyakit tertentu, sehingga bila terpapar
bakteri atau virus tersebut akan menjadi lebih kebal. Cakupan imunisasi yang
40
2.2.9 Efek Samping Vaksin dan KIPI
Efek samping vaksin covid 19 yang sering ditemukan yaitu efek samping
efeksamping sitemik contohnya sakit kepala, myalgia, fatig, ada juga yang suhu
nya naik namun tidak tinggi, efek samping ini umum nya membaik sendiri.
dengan vaksin, jadi cakupan KIPI lebih luas daripada efek samping (PAPDI,
2021).
kejadian medik yang diduga berhubungan dengan vaksinasi. Kejadian ini dapat
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. KIPI diklasifikasikan serius apabila
kematian, kebutuhan untuk rawat inap, dan gejala sisa yang menetap serta
keparahan (berat atau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi. Vaksin yang
digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 ini masih termasuk vaksin baru
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan surveilans aktif Kejadian Ikutan dengan
Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila
41
dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap
antigen yang terkandung dalam vaksin. Reaksi lokal dan sistemik seperti nyeri
pada tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon
pengawet) juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas adalah vaksin
respon imun terbaik. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi ditentukan oleh
jenis vaksin. Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi Covid-19 hampir
sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain:
demam,
badan lemah,
sakit kepala
reaksi anafilaksis,
syncope (pingsan)
Untuk reaksi ringan lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan pada
42
melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan meminum obat paracetamol
sesuai dosis. Untuk reaksi ringan sistemik seperti demam dan malaise, petugas
menggunakan pakaian yang nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan
meminum obat paracetamol sesuai dosis. KIPI yang terkait kesalahan prosedur
dapat terjadi, untuk itu persiapan sistem pelayanan vaksinasi yang terdiri dari
kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk teknis yang jelas, harus
dalam sistem ini harus memahami petunjuk teknis yang diberikan. KIPI yang
tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai. Untuk itu penapisan
BAB III
METODE PENELITIAN
43
dalam masyarakat dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang
Populasi
pada tanggal 05 Februari 2021
Pasien dan pengunjung di puskemas Kesamben
Tahap I
Penelitian deskriptif observasinal dengan metode survei
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa secara univariat
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
responden.
perempuan 73 (36,5 %)
Usia Keseluruhan
>59 tahun 16 (8 %)
Dari tabel diatas, diketahui bahwa dari 200 responden didapatkan 127
terbanyak pada urutan pertama pada rentang usia 18-59 tahun dengan
persentase 89.5%, urutan kedua pada > 59 tahun dengan persentase 8%, dan
Pekerjaan keseluruhan
46
Tidak bekerja 41 (20,5%)
Wiraswasta/pedagang 84 (42%)
Pensiunan 7 (3,5%)
pelajar 5 (2,5%)
SD/MI 11 (5,5 %)
SMP/MTS 51 (25,5%)
SMA/MA 93 (46,5%)
D1/D2/D3 29 (14,5%)
D4/S1/S2 16 (8%)
47
Dengan siapa anda ingin berkonsultasi?
140
140
120
100
80
60 41
40 11
20 0 4 2 2 0 0
0
ga an an r a at h ru
ar at de m ak ta ya
u m Ka a r in Gu nn
l Te se
h Ag sy
a e r
La
i
Ke Ke h a m
ta ko M Pe
go ga To h at
g na ko ab
An Te To j
Pe
48
Lebih dari separuh (58%) responden ingin divaksin di pusat kesehatan
masyarakat/ puskesmas. Dokter praktik, bidan, dan rumah sakit swasta
merupakan pilihan sumber kedua (17%) untuk memperoleh vaksin COVID-19.
Sekitar 14% responden ingin divaksin di kantor atau tempat kerjanya. Ada juga
permintaan tinggi untuk vaksinasi di tempat-tempat lain, seperti di posbindu
(11%).
Sekitar 62% responden memilih media cetak dan elektronik seperti koran
dan televisi untuk memperoleh lebih banyak informasi mengenai vaksin COVID-
19, disusul saluran telekomunikasi seperti SMS dan Telepon (23%). Sekitar 7%
responden ingin menerima informasi melalui media social seperti WA,FB, dan IG.
Serta 8% responden memilih untuk mengetahui informasi tentang program
vaksin saat berkonsultasi tatap muka dengan dokter/bidan/perawat saat berobat
baik di Rumas sakit, puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lainnya.
49
Harapan anda untuk program vaksinasi pemerintah?
68
54
60 39
40
17 14
8
20 0
0
a al ng it h na ya
ron hal pi u m pa ro i nn
o i m r i m o
ic ka sa ak e l a
c La
dar i pa f ek tid a
m ren
s d e i n rj a
ba ng a ks ke ik
rbe ya k ad va a n l ag
te in da an ng al
ia a ks Ti ftar pa ngg
s V a l a i
ne nd ai
, en
do Pe es m
In l g
ra se ya
n
ege n a a
s ro ad
an Co ak
d i d
ar T
nc
La
Sekitar 34% responden berharap bahwa tidak ada lagi orang di sekitar
mereka yang meninggal karena covid-19. Banyak masyarakat yang masih
khawatir bahwa meninggal karena covid-19 masih menjadi stigma yang buruk di
lingkungan sekitar. Selanjutnya di peringkat kedua 54 orang (27%) masyarakat
berharap program vaksinasi yang diselenggarakan pemerintah berjalan lancar
dan pandemi di Indonesia segera berakhir. Di peringkat ketiga masyarakat
berharap vaksin yang digunakan tidak ada efek samping yang dapat
menghambat mereka dalam bekerja.
50
Saran anda untuk program vaksinasi pemerintah?
78
80
70
60
50 42
39
40
30 24
17
20
10 0
0
Program Orang tua Masyarakat Sosialisasi Anak-anak Lainnya
vaksinasi di didahulukan yang bekerja program juga cepat di
percepat di pasar di vaksin lebih vaksin agar
dahulukan sering dapat segera
dilakukan masuk sekolah
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari mini project ini adalah :
1. Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kesamben sangat mendukung
dilaksanakannya program vaksinasi oleh pemerintah.
2. Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kesamben ingin program vaksinasi oleh
pemerintah di lakukan secepat mungkin agar dapat bekerja dan hidup normal seperti
saat sebelum adanya pandemic Covid-19
3. Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kesamben masih sangat membutuhkan
edukasi mengenai program vaksinasi, seperti tentang efek samping vaksin serta
vaksin yang di pakai oleh pemerintah halal dan sudah di uji.
4. Masyarakat di wilayah kerja Kesamben lebih tertarik untuk mendapatkan informasi
tentang program vaksinasi melalui media cetak dan televisi, serta dapat dilakukan
pemberian informasi saat mereka berkunjung ke puskesmas.
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan di atas, serta dari hasil penelitian dan pembahasan,
dapat disarankan beberapa hal seperti di lakukan peningkatan edukasi masyarakat
mengenai program vaksinasi oleh pemerintah berdasarkan kebutuhan masyarakat di
lingkungan kerja puskesmas Kesamben. Pemerintah melalui dinas kesehatan kabupaten
dan kota dapat lebih efektif melakukan penyuluhan program vaksinasi melalui media
cetak, televisi serta media telekomunikasi seperti SMS dan Telepon. Puskesmas
Kesamben sebagai fasilitas kesehatan juga berperan penting dalam memberitahukan
mengenai program vaksinasi pemerintah, dengan cara edukasi tatap muka langsung
setelah pasien dilakukan pemeriksaan oleh dokter maupun tenaga medis lainnya.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Clemens J, Brenner R, Rao M, Tafari N, Lowe C. Evaluating new vaccines for developing
countries. Efficacy or effectiveness? JAMA 1996; 275:390–397.
2. Clemens JD, Shapiro ED. Resolving the pneumococcal vaccine controversy: are there
alternatives to randomized clinical trials? Rev Infect Dis 1984; 6:589–600.
3. Orenstein WA, Bernier RH, Hinman AR. Assessing vaccine efficacy in the field. Further
observations. Epidemiol Rev 1988; 10:212–241.
6. Orenstein WA, Bernier RH, Dondero TJ, et al. Field evaluation of vaccine efficacy. Bull
World
Health Organ 1985; 63:1055–1068.
7. Geoffrey AW, Peter GS. Vaccine Epidemiology: Efficacy, Effectiveness, and the
Translational Research Roadmap. Department of Pediatrics, University of Rochester School
of Medicine & Dentistry, Rochester, New York 2010; 201:1617-1624
8. Broome CV, Facklam RR, Fraser DW. Pneumococcal disease after pneumococcal
vaccination: an alternative method to estimate the efficacy of pneumococcal vaccine. N Engl
J Med 1980; 303:549–552.
9. Szilagyi PG, Fairbrother G, Griffin MR, et al. Influenza vaccine effectiveness among
children 6 to 59 months of age during 2 influenza seasons: a case-cohort study. Arch Pediatr
Adolesc Med 2008; 162:943–951.
53
Lampiran 1. KUESIONER PENELITIAN
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
*Isilah kuisioner ini dengan melingkari salah satu jawaban yang anda pilih di kolom yang
tersedia.
55