Anda di halaman 1dari 25

MINI PROJECT

KEPATUHAN PASIEN MINUM OBAT TUBERKULOSIS


BERDASARKAN KARTU PENGOBATAN DI DESA KUALA
UTARA, PONTAK DAN GIHANG KABUPATEN BOLAANG
MONGONDOW UTARA

Disusun Oleh :
dr. Steve Yohanes Taroreh

Dokter Pendamping :
dr. Fairuz Bachmid

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


UPTD PUSKESMAS BOROKO
BOLAANG MONGONDOW UTARA
TAHUN 2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL MINI PROJECT :

KEPATUHAN PASIEN MINUM OBAT TUBERKULOSIS BERDASARKAN


KARTU PENGOBATAN DI DESA KUALA UTARA, PONTAK DAN
GIHANG KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA

Disusun oleh :

dr. Steve Yohanes Taroreh

Bolaang Mongondow Utara, Februari 2021

Mengetahui Dokter Pendamping,

dr. Fairuz Bachmid

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan
rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga saya bisa menyelesaikan Mini Project Kepatuhan
Pasien Minum Obat Tuberkulosis Berdasarkan Kartu Pengobatan Pada Penderita TB Paru di
Puskesmas Boroko Periode Tahun 2021 ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Fairuz Bachmid selaku pendamping
dokter internsip Puskesmas Boroko beserta staf puskesmas Boroko yang membantu saya
dalam menyelesaikan Mini Project ini.
Saya menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang sempurna. Untuk
itu Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kedepannya saya dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini. saya berharap agar
laporan mini project yang saya tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan
sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Boroko, Januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan..........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
2.1 Definisi .....................................................................................................................................4
2.2 Epidemiologi..............................................................................................................................4
2.3 Etiologi......................................................................................................................................5
2.4 Patogenesis................................................................................................................................5
2.5 Klasifikasi..................................................................................................................................6
2.6. Diagnosis...................................................................................................................................6
2.7 Gambaran Klinis........................................................................................................................6
2.8 Penunjang..................................................................................................................................7
2.9 Tatalaksana................................................................................................................................7
BAB III Kartu Pemantauan .....................................................................................................
a. Kartu Pemantauan pasien TB............................................................................................
b. Cara Pengisian Kartu Pemantauan....................................................................................
Bab IV Kesimpulan dan Saran.................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberkulosis yang merupakan bakteri aerob. Penyakit ini biasanya
menyerang organ paru, tetapi dapat menyebar hampir seluruh bagian tubuh, seperti otak,
ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening.1,2
Sampai saat ini, penyakit TB masih menjadi permasalahan dunia. Berdasarkan data
WHO diperkirakan telah terjadi 8,8 juta kasus baru pada tahun 2010 (berkisar antara 8,5 – 9,9
juta) dengan rasio 128 kasus tiap 100.000 penduduk. Angka prevalensi TB paru diperkirakan
berjumlah 12 juta kasus di dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Depkes RI
menyatakan bahwa hasil survey dari seluruh rumah sakit terdapat 220.000 pasien penderita
TB pertahun atau 500 penderita perhari dan setiap tahunnya terdapat 528.000 kasus baru TB
di Indonesia.1,3,4
Berdasarkan pengalaman kami selama di Puskesmas Boroko, dokter dan tenaga
kesehatan yang bukan petugas TB cenderung mengalami kesulitan dalam follow-up
pengobatan pasien TB Paru karena selain data pemeriksaan penunjang (Foto Thorax, hasil
laboratorium) hampir tidak ada data perkembangan pengobatan ysng dipegang pasien
sehingga diperlukan konfirmasi data dengan petugas TB yang dapat memperlambat
pelayanan pasien dan menyebabkan pelayanan yang kurang efisien.
Kartu Pengawasan Pasien Tuberkulosis akan mempermudah tenaga kesehatan dalam
mengikuti perkembangan pengobatan pasien TB di Puskesmas Boroko dan dapat membantu
pelayanan pasien TB yang lebih efisien. Diharapkan dengan adanya kartu ini, pengawasan
pengobatan pasien TB di Puskesmas Boroko dapat lebih terpantau dan membantu dalam
meningkatkan keberhasilan pengobatan TB pasien di Puskesmas Boroko.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Kurangnya kesadaran minum obat dari sebagian besar pasien, sehingga perlu dipantau
mengenai kepatuhan minum obat tuberculosis paru
2. Kurangnya kerja sama antara pasien dengan orang terdekat, sehingga para perawat yang
menjadi penanggung jawab pengobatan tuberculosis paru harus memantau berdasarkan
kartu pengawasan
1.3. Tujuan
1. Pelayanan pengobatan TB paru di Puskesmas Boroko yang lebih efisien
2. Meningkatkan kesadaran pasien untuk patuh minum obat

1.4. Manfaat Penulisan


1. Melaksanakan program Mini Project dokter internsip di puskesmas Boroko.
2. Pemantauan OAT yang lebih mudah melalui Kartu KaPan Pasti Sembuh
3. Meningkatkan pelayanan program pengobatan TB paru di puskesmas Boroko.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.1

2.2. Epidemiologi
Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.
Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993,
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di
dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995
diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta
orang. Di negara-negara berkembang, kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara
berkembang 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).1,2
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai kesembuhan yang
ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat
ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar
88.000 kematian setiap tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokan kedalam 3 wilayah, yaitu :2
1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk
2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk
Pada data epidemiologis penderita TB Paru tahun 2020 di Puskesmas Telaga, hingga
bulan September 2020, didapatkan 36 penderita TB Paru yang menjalani pengobatan di
Puskesmas Telaga, 31 dari daerah wilayah kerja dan 5 dari wilayah luar, mewakili 0,27% dari
total penduduk di wilayah kerja Puskesmas Telaga sebanyak 13.134 jiwa. 2 pasien (5.5%)
diantara total penderita termasuk dalam penderita usia anak-remaja (0-17 tahun). Berdasarkan
data diagnosis, 19 pasien (52.7%) terdiagnosis melalui hasil BTA (+), Untuk pemeriksaan

3
penunjang didapatkan 15 pasien (41.7%) terkonfirmasi melalui foto rontgen. Hanya satu
pasien yang menjalani pengobatan kategori II dan satu pasien lain memiliki status HIV
positif.
2.3. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri
ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan
lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat,
kompleks waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam
virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3

2.4. Patogenesis
2.4.1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul
dibagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan
tampak peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus
primer bersama-sama dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu dari di bawah ini :2
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya.
- Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau
tertelan
- Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah,
dan virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis.

4
Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya.
2.4.2. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :2
1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk perkejuan
dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

2.5. Klasifikasi
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4
2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium
1. Tuberkulosis paru BTA positif 4,5
- Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan
gambaran tuberkulosis
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT

5
2. Tuberkulosis paru BTA negatif 4,5
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya4
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat
2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

2.6. Diagnosis
2.6.1. Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah
- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk
baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari
terangsangnya bronkus yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan,
batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk
ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.
- Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk darah
tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu

6
terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda
perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan
terdapatnya kavitas pada paru.
b. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB
paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang
mendasarinya.
c. Nyeri dada
Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan pleura yang
kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga
disebabkan regangan otot karena batuk.
2. Gejala sistemik, meliputi :5,6
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas
c. Anoreksia dan penurunan berat badan
- Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin
kurus (penurunan berat badan).
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan 6
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada,
difragma dan mediastinum.
Palpasi : Fremitus biasanya meningkat.
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup.
Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium

7
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
- Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah kuman
yang ditemukan.
- Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
- Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).
2.6.4. Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun, pada kondisi tertentu,
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :7
- Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini,
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah tiga spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non OAT.
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penangan khusus, seperti pneumothoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis, atau efusi
pleural dan pasien yang mengalami batuk berdarah berat untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan
di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Dapat

8
ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran
fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru adalah
foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis tuberkulosis paru menurut
klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
- Infiltrat kecil tanpa kaverne
- Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
- Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi, tidak lebih dari
luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus vertebra torakalis V (kurang
dari 2 sela iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut :
- Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru
- Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume sebelah paru
- Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.
3. Far advanced lesion
Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced lesion atau
ada kavernae yang sangat besar.

9
Tersangka penderita TBC
(suspek TBC)

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA - - -


+ + +/+ + - + - -

Beri antibiotik spektrum luas


Periksa Rontgen Dada

Tidak ada Ada


Hasil tidak perbaikan perbaikan
Hasil mendukung TBC
mendukung TBC

Ulang pemeriksaan dahak


mikroskopik

Penderita TBC BTA positif Hasil BTA Hasil BTA


+++ ---
++-
+--

Periksa Rontgen dada

Hasil mendukung Hasil


TBC Rontgen (-)

TBC BTA negatif Bukan TBC,


Rontgen positif penyakit lain

Gambar 1.1. Alur Diagnosis TB paru7

2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9

10
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang
cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
 Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
 Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Tabel 2.1. Obat Anti Tuberkulosis7

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Jenis OAT Sifat
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4 – 6) 10 (8 – 12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8 – 12) 10 (8 – 12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20 – 30) 35 (30 – 40)
Streptomicin (S) Bakterisid 15 (12 – 18) 15 (12 – 18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15 – 20) 30 (20 – 35)

Panduan OAT dan kategorinya :7,9,10


1. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif.
- Pasien TB ekstra paru.

11
9
Tabel 2.2

9
Tabel 2.3

2. Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)7,10


Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
- Pasien kambuh.
- Pengobatan pasien gagal.
- Pasien dengan pengobatan setalah putus berobat (default).

10
Tabel 2.4

3. OAT sisipan (HRZE)7,10


Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).

12
Tabel 2.5. Dosis KDT untuk sisipan10

2.8. Evaluasi Pengobatan


2.8.1. Evaluasi Klinis
Pasien dievaluasi secara periodik terhadap respons pengobatan, ada tidaknya efek
samping obat, dan ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat
badan, dan pemeriksaan fisik.11
2.8.2. Evaluasi Bakteriologi
Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu pada :11
- Sebelum pengobatan dimulai.
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).
- Pada akhir pengobatan.
Bila ada fasilitas biakan dilakukan pemeriksan biakan dan uji kepekaan.
2.8.3. Evaluasi radiologi
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :11
- Sebelum pengobatan.
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).
- Pada akhir pengobatan.
2.8.4. Evaluasi pada pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal
yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada
gejala).11

Tabel 2.6. Tindak Lanjut Evaluasi Pemeriksaan Dahak11


 

13
2.9. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
akan timbul adalah10
1. Batuk darah.
2. Pneumotoraks.
3. Gagal nafas.
4. Efusi pleura.

BAB III
KARTU PENGOBATAN

14
A. Kartu Pengobatan pasien TB
Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan
maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan
disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid
(akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis.
Data program TB dapat diperoleh dari pencatatan disemua sarana pelayanan kesehatan
dengan satu sistem baku.
Kartu pengobatan TB merupakan salah satu komponen pencatatan yang dapat
digunakan sebagai indikator yang menggambarkan proporsi pasien TB paru baik BTA positif
maupun TB anak serta dapat menunjukkan angka konversi, angka kesembuhan dan angka
keberhasilan pengobatan.

Kartu pengobatan

-
Gambar 1. Halaman depan

15
Gambar 2. Halaman Belakang

Pada program Mini Project ini penulis menilai kepatuhan minum obat. Proses
pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2020 sampai Januari 2021 dengan
melakukan analisis melalui kartu pengawasan minum OAT yang dilihat dari data setiap
pasien TB paru di desa Inomunga dan Inomunga Utara di wilayah kerja Puskesmas Boroko.
Dari 3 subjek penelitian didapatkan gambaran kepatuhan minum obat, meliputi kepatuhan
pasien terhadap konsumsi OAT, jadwal pengambilan OAT di puskesmas, serta tingkat
keberhasilan fase intensif dan fase lanjutan. Sebanyak 2 pasien menjalani pengobatan fase
intensif dan 1 pasien menjalani fase lanjutan.
Terdapat dua kelompok untuk mengetahui luaran kepatuhan minum obat pada subjek
penelitian, yaitu kelompok pada fase intensif dan kelompok pada fase lanjutan.

16
Tabel 4.1. Kepatuhan Minum OAT Fase Intensif dari Kartu Pengawasan
Kategori Ya Kategori Tidak
No Wilayah Desa Waktu Konsumsi OAT
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Kuala Utara Maret – Mei 2020 5 100% - -

2 Pontak Agustus – September 3 100% - -


2020
3 Gihang Oktober – Desember 2 100% - -
2020

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pasien

KUALA UTARA

JENIS PENDIDIKAN RIWAYAT KATEGORI KETERANGAN


NO NAMA USIA
KELAMIN TERAKHIR HIV PENGOBATAN KONFIRMASI

1 PU L 19 th SMA - 1 BTA (+)

2 SK L 26 th SD - 1 Scoring TB

3 ES L 31 th SMA - 1 BTA (+)

4 MA L 48 th SMP - 1 BTA (+)

5 SB P 73 th SD - 1 Rontgen

PONTAK

1 OR L 49 th SMA + 1 BTA (+)

2 OK P 53 th SMA - 1 BTA (+)

3 OH P 64 th SMA - 1 BTA (+)

GIHANG

1 EB L 67 th SD - 1 BTA (+)

2 AT L 59 th SMA - 1 BTA (+)

17
Berikut telah dilampikan daftar pasien tuberkulosis paru dengan identitas inisial
mengenai data pribadi dan sedang menjalani pengobatan kategori satu ataupun dua.
Berdasarkan tabel tersebut, desa Kuala Utara memiliki lima pasien yang terbagi atas satu
orang pasien perempuan dan empat orang pasien laki-laki. Desa Pontak, memiliki dua pasien
perempuan dan satu orang pasien laki-laki. Sebagian besar pasien terkonfirmasi berdasarkan
hasil pemeriksaan lab dalam hal ini dahak (BTA +). Sedangkan desa Gihang memiliki dua
pasien laki-laki. Sebagian besar juga pasien menjalani pengobatan kategori satu.

C. Lampiran 2. Data Pasien Mengenai Kepatuhan Minum Obat Atau Tidak

KUALA UTARA

KATEGORI KETERANGAN
JENIS PENDIDIKAN KATEGORI
NO NAMA USIA MINUM
KELAMIN TERAKHIR PENGOBATAN
OBAT

1 PU L 19 th SMA PATUH 1 -

2 SK L 26 th SD PETUH 1 -

3 ES L 31 th SMA PATUH 1 -

4 MA L 48 th SMP PATUH 1 -

5 SB P 73 th SD PATUH 1 -

PONTAK

1 OR L 49 th SMA PATUH 1 -

2 OK P 53 th SMA PATUH 1 -

3 OH P 64 th SMA PATUH 1 -

GIHANG

1 EB L 67 th SD PATUH 1 -

2 AT L 59 th SMA PATUH 1 -

Berdasarkan tabel yang dilampirkan, dapat disimpulkan bahwa semua pasien pada ketiga
desa tersebut menjalani pengobatan dengan teratur dan patuh dalam minum obat. Pada kartu
pemantauan yang dimiliki oleh petugas, pasien tuberculosis paru kartunya akan diberikan
tanda centang jika pasien datang mengambil obat dan minum obat didepan petugas. Ini jelas

18
bahwa kartu pemantauan ini sangat berguna bagi pasien ataupun petugas. Sebagai alat
kontroler merupakan juga sebagai sarana mengevaluasi kepatuhan minum obat.

19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

TB paru adalah penyakit menular yang masih menjadi momok dalam dunia kesehatan,
karena peningkatan prevalensi yang signifikan di dunia yang diikuti dengan peningkatan
angka resistensi OAT.
Pengobatan TB membutuhkan perhatian dan pendampingan dari tenaga kesehatan
pada penderitanya, khususnya dalam menjalani pengobatan OAT. Studi prevalensi pasien
TB Paru di desa Kuala Utara, Pontak dan Gihang periode Januari – Desember 2020
menemukan hasil 10 pasien yang terdiagnosis TB dan patuh pada pengambilan serta
konsumsi obat tuberculosis paru. Dari total 32 kasus TB Paru positif di wilayah kerja
Puskesmas Boroko.
Hasil temuan ini masih perlu ditelusuri lebih lanjut karena studi hanya berdasarkan
temuan pasif, untuk mencegah penularan secara laten. Selain itu masih didapatnya pasien
yang menjalani pengobatan kategori II dapat mengindikasikan kepatuhan pengobatan yang
rendah.

B. SARAN
Dengan adanya kartu ini kedepannya kami harapkan untuk dapat mempermudah dalam
pelayanan pasien. Oleh karena itu diharapkan tenaga kesehatan dapat mengisi kartu tersebut
sesuai dengan panduan cara pengisian kartu.
Edukasi pasien dan keluarga terkait pengobatan OAT agar lebih ditekankan diantaranya
meliputi pengaturan dosis, efek samping, dan penyakit komorbid agar peningkatan
keberhasilan pengobatan dapat tercapai.
Edukasi kepada keluarga yang memiliki kontak erat dengan pasien perlu dilakukan
pemantauan secara berkala bila perlu dilakukan pemeriksaan BTA.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan


Tuberkulosis, Jakarta: 2006.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam Fakultas
Kedoktern UI, Jakarta: 2006.

3. Tuberkulosis causes, symptoms, treatment and prevention.


www.emedicinehealth.com/tuberkulosis/page3_em.htm. Diakses 3 Agustus 2016.

4. University of Maryland Medical Center. Pulmonary Tuberkulosis.


www.umm.edu/ency/artcle/000077.htm. Diakses 3 Agustus 2016.

5. World Health Organization. Tuberkulosis Facts 2007. http://www.who.int/TB/en/.


Diakses 3 Agustus 2016.

6. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI, 2008.

7. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Indonesia.


Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara Terpadu. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2006.

8. Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients in the
University of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology: 4(3),p 109-114.

9. Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to Anti-
Tuberculosis Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberculosis in
Northwest Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit


dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia
2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan


penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai