Anda di halaman 1dari 32

Mini Project

Tingkat Kepatuhan Minum OAT Pada Pasien TB Paru di Puskesmas


Anggeraja Periode Januari Tahun 2022

Disusun Oleh :
dr. Muh. Fajri Jami’ady

Dokter Pendamping :
dr. Tutik Suwardani

PROGRAM DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS


ANGGERAJA
PERIODE JANUARI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan
Mini Project Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru di Puskesmas
Anggeraja Periode Januari Tahun 2022 ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Tutik Suwardani selaku
pendamping dokter internsip Puskesmas Anggeraja beserta staf puskesmas Anggeraja
yang membantu kami menyelesaikan Mini Project ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang
sempurna.Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan
ini. Kami berharap agar laporan kasus yang kami tulis ini berguna bagi semua orang dan
dapat digunakan sebaik- baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.

Penulis

dr.Muh. Fajri Jami’ady


KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi ……………………………………………………………………….7
Epidemiologi ……………………………………………………………...7
Etiologi ……………………………………………………………………….7
Patogenesis…………………………………………………………………….8
Tuberkulosis Primer......................................................................................................8
Tuberkulosis Post Primer..............................................................................................8
Klasifikasi……………………………………………………………………..9
Berdasarkan Organ yang Terkena.................................................................................9
Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium......................................................................9
Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya............................................................9
Diagnosis……………………………………………………………………...10
Gambaran Klinis………………………………………………………………10
Pemeriksaan Fisik 11
Pemeriksaan Laboratorium.........................................................................................11
Pemeriksaan Radiologi................................................................................................12
Penatalaksanaan………………………………………………………………15
Evaluasi Pengobatan … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 15
Evaluasi Klinis 15
Evaluasi Bakteriologi..................................................................................................18
Evaluasi Radiologi 19
Komplikasi…………………………………………………………………...19

BAB III METODE PENELITIAN 15


Jenis Penelitian……………………………………………………………….21
Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………………………….21
Populasi Penelitian…………………………………………………………...21
Kriteria Inklusi dan Eksklusi … … … … … … … … … … … … … … … 21
Kriteria Inklusi 21
Kriteria Eksklusi 21
Definisi Operasional…………………………………………………………21
Pengumpulan Data…………………………………………………………...22
3 7. Pengolahan dan Analisis Data………………………………………….22
BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………………23
BAB V PEMBAHASAN………………………………………………..29
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tuberculosis paru (TB paru) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih
menjadi tantangan global karena diketahui sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosa (WHO, 2011). Data pada tahun 2012 tercatat bahwa angka notifikasi
kasus semua kasus baru sebesar 132 per 100.000 penduduk dan BTA positif baru sebesar 82 per
100.000 penduduk serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 91% (Kemenkes, 2013). Di
Indonesia penyakit TB termasuk penyakit pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
menempati urutan ketiga dalam kategori sepuluh penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia.
Indonesia merupakan negara pertama diantara high burden countris (HBCs) di wilayah South-East
Asian Region (SEARO, yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus (70%) dan
keberhasilan pengobatan (85%) pada tahun 2006. Namun beban TB di Indonesia masih sangat
tinggi mengingat setiap tahun masih ada 2 per 1000 penduduk Indonesia sebagai kasus baru.
Setiap tahun terdapat 178 orang perhari meningggal karena TB (Kemenkes, 2013).
TB paru masih menjadi masalah besar baik di Indonesia maupun di dunia. TB paru
telah menyebabkan kematian 2 juta orang pertahun dan 9% kematian terjadi di negara-negara
berkembang. Diperkirakan 0,3% dari penduduk Indonesia menderita TB paru dan sebagian
besar menyerang kelompok usia produktif yang mengakibatkan penderita kehilangan waktu
kerja 3-4 bulan pertahun, sehingga penderita dan keluarga kehilangan 20-30% pendapatan
rumah tangga.
Berdasarkan Global Tuberculosis Control (GTC), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperediksi Prevalensi TB paru di dunia sekitar 14 juta kasus, kemudian 9,4 juta kasus baru TB
paru. Pada tahun 2009 terdapat 1,7 juta orang meninggal yang diakibatkan oleh TB paru. Kasus
Kejadian TB tingkat global diprediksikan mengalami penurunan menjadi 137 kasus kejadian per
100.000 jumlah penduduk pada tahun 2009, Kemudian setelah kasus kejadian ini memuncak pada
tahun 2014 sekitar 142 kasus kejadian per 100.000 jumlah penduduk. Namun begitu, penurunan
angka kasus kejadian ini dianggap masih dalam kategori terlalu lambat.
Secara global, persentase penduduk yang sudah berhasil ditangani mencapai level tertinggi
86% pada saat tahun 2008. Pada umumnya kasus kejadian TB ini sering dijumpai di Asia
Tenggara, Afrika dan Wilayah Pasifik Barat (Kemenkes RI, 2010). Berdasarkan laporan dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Tuberculosis Report 2015, Indonesia
menempati urutan kedua tertinggi di dunia sebagai kategori dalam kasus penderita TB setelah
negara India yaitu sebanyak 10% dari total kasus TB di dunia. Tingkat risiko terpapar penyakit TB
di Indonesia berkisar yaitu antara 1,7% sampai 4,4%. Kemudian Secara nasional, Jenis Penyakit
ini bisa membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahunnya dan setiap hari sekitar 183 orang yang
meninggal akibat dari jenis penyakit ini di Indonesia (Walgito, 2009).
Berdasarkan data kesehatan di Indonesia yang dilaporkan oleh Kemenkes RI 2013-2015
Jumlah angka kesembuhan TB paru di Indonesia menurut Kemenkes RI tahun 2013-2015 terdapat
161.365 jiwa atau sebesar 82,8% pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 145.720
jiwa atau sebesar 74,2% dan pada tahun 2015 sebanyak 193.320 jiwa atau sebesar 78%.
Rumusan Masalah
1. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien TB paru di Puskesmas Anggeraja mengenai penyakit
TB paru dan pengobatannya.
2. Mengetahui tingkat kepatuhan minum OAT pada pasien TB paru di puskesmas Anggeraja.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum OAT pada pasien TB paru di
puskesmas Anggeraja.

Tujuan Penulisan
Mengetahui tingkat kepatuhan minum OAT pada pasien TB paru di puskesmas
Anggeraja periode januari tahun 2022.

Manfaat Penulisan
1. Melaksanakan program Mini Project dokter internsip di Puskesmas Anggeraja.
2. Meningkatkan pengetahuan pasien TB paru mengenai penyakit TB paru dan pentingnya
kepatuhan minum OAT.
3. Meningkatkan pelayanan program pengobatan TB paru di Puskesmas Anggeraja.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.1

Epidemiologi
Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Mycobacterium
tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993, WHO
mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di dunia
penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil
disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap
tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang. Di negara-negara
berkembang, kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat
dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang 75% penderita TB
adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).1,2
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai kesembuhan yang
ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat
ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar
88.000 kematian setiap tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokan kedalam 3 wilayah, yaitu :2
1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk
2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk

Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri ini
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Ukuran
panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak
yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, kompleks
waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida

7
seperti arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3

Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul dibagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan tampak
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-
sama dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu dari di bawah ini :2
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara :

- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya.


- Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau tertelan
- Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah, dan
virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, adrenal,
genital, dan sebagainya.
Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :2
1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk

8
pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk perkejuan dan
menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

Klasifikasi
Berdasarkan Organ yang Terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4
Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium
1. Tuberkulosis paru BTA positif 4,5
- Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan gambaran
tuberkulosis
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT
2. Tuberkulosis paru BTA negatif 4,5
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya4
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA postif (apusan atau kultur).

9
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

Diagnosis
Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik.5,6
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah
- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk baru
akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus
yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi
produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan.
Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.
- Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk darah
tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu
terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda
perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan
terdapatnya kavitas pada paru.
b. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB
paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang
mendasarinya.
c. Nyeri dada
Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan pleura yang
kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga
disebabkan regangan otot karena batuk.

10
2. Gejala sistemik, meliputi :5,6
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas
c. Anoreksia dan penurunan berat badan
- Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin kurus
(penurunan berat badan).

Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan 6
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada,
diafragma dan mediastinum. Palpasi : Fremitus biasanya meningkat.
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup.
Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7
 S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
 P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
 S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7
 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
 Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah kuman
yang ditemukan.
 Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
 Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
 Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).

11
Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun, pada kondisi tertentu,
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :7
 Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini,
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
 Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah tiga spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non OAT.
 Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penangan
khusus, seperti pneumothoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis, atau efusi pleural dan
pasien yang mengalami batuk berdarah berat untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan di
segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Dapat
ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran
fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru adalah foto
toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis tuberkulosis paru menurut
klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
 Infiltrat kecil tanpa kaverne
 Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
 Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi, tidak lebih
dari luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus vertebra torakalis V
(kurang dari 2 sela iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut :
 Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru
 Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume sebelah paru
 Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.

3. Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced lesion atau ada
kavernae yang sangat besar.

12
4. Tersangka penderita
TBC (suspek
TBC)
Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++/++- +-- - --

Periksa Rontgen Dada Beri antibiotic spectrum luas

Hasil tidak
mendukung Tidak ada Ada
TBC perbaikan perbaikan

Hasil
mendukung
TBC

Ulang pemeriksaan dahak


mikroskopik

Penderita TBC BTA Positif

Hasil BTA
+++ Hasil BTA
++- ---
+--

13
Periksa rontgen dada

Hasil rontgen Hasil rontgen


(+) (-)

TBC BTA Negatif Bukan TBC

Gambar 1.1. Alur Diagnosis TB paru7

14
Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis
dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang cukup,
dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
 Tahap awal (intensif)

Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
 Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

15
Tabel 2.1. Obat Anti Tuberkulosis7

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Jenis OAT Sifat Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4 – 6) 10 (8 – 12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8 – 12) 10 (8 – 12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20 – 30) 35 (30 – 40)
Streptomicin (S) Bakterisid 15 (12 – 18) 15 (12 – 18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15 – 20) 30 (20 – 35)

Panduan OAT dan kategorinya :7,9,10


1. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif.
- Pasien TB ekstra paru.

9
Tabel 2.2

9
Tabel 2.3

2. Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)7,10


Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
- Pasien kambuh.

16
- Pengobatan pasien gagal.
- Pasien dengan pengobatan setalah putus berobat (default).

17
10
Tabel
2.4

3. OAT sisipan (HRZE)7,10


Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.5. Dosis KDT untuk sisipan10

Evaluasi Pengobatan
Evaluasi Klinis
Pasien dievaluasi secara periodik terhadap respons pengobatan, ada tidaknya efek
samping obat, dan ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat
badan, dan pemeriksaan fisik.11
Evaluasi Bakteriologi
Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu pada :11
 Sebelum pengobatan dimulai.
 Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).
 Pada akhir pengobatan.

18
Bila ada fasilitas biakan dilakukan pemeriksan biakan dan uji kepekaan.
Evaluasi radiologi
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :11
 Sebelum pengobatan.
 Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan
dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).
 Pada akhir pengobatan.
Evaluasi pada pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang
dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada gejala).11

Tabel 2.6. Tindak Lanjut Evaluasi Pemeriksaan Dahak11

19
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
akan timbul adalah10
1. Batuk darah.
2. Pneumotoraks.
3. Gagal nafas.
4. Efusi pleura.

20
BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mengambil data rekam medis dan hasil
kuisioner pasien TB paru yang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Anggeraja periode
tahun 2022.

Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2022. Pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Januari 2022 di Poli Umum Puskesmas Anggeraja dan kunjungan.

Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien TB paru yang menjalani pengobatan OAT di
Pukesmas Anggeraja periode 2022.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria Inklusi
Semua Pasien TB paru kategori 1, yaitu pasien dengan BTA positif, pasien TB paru
BTA negatif foto thoraks positif, dan pasien TB ekstra paru yang berobat ke Puskesmas
Anggeraja kab.Enrekang.

Kriteria Eksklusi
1. Pasien TB paru dengan pengobatan OAT kategori 2, yaitu kasus kambuh, gagal pengobatan,
atau putus obat.
2. Pasien dengan diagnosis bukan TB paru.

Definisi Operasional
Variabel dependen dan independen dibuat berdasarkan definisi operasional, yaitu dari
cara mengukur setiap variabel, alat ukur yang digunakan pada setiap variabel, hasil ukur pada
setiap variabel, dan juga skala yang digunakan pada setiap variabel.

21
Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat Ukur Hasil Skala
Variabel dependen
Pasien TB paru 1. Pemeriksaa Buku 10 Kategori 1 Ordinal
Pasien TB dengan BTA posiif, n register 0.Bukan
paru TB paru BTA mikroskopis pasien kategori 1
kategori 1 negatif foto toraks 2. Foto TB
positif, dan TB roentgen
ekstra paru. (Depkes toraks
RI, 2006)

Variabel independen
Kepatuhan Kepatuhan pasien Wawancara Kuesioner 0 Tidak patuh Ordinal
minum OAT dalam mengonsumsi 10 Patuh

OAT selama minimal


6
bulan yang terbagi
dalam fase intensif
dan
fase lanjutan.
(Depkes
RI, 2006)

a. Pengumpulan Data
Data diambil dari buku register pasien TB paru puskesmas Ipuh, pencatatan dilakukan
berdasarkan umur, jenis kelamin, alamat, gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium yang
dapat didukung dengan hasil foto rontgen, serta lama pengobatan OAT.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara manual, disusun dalam bentuk tabel, dan dianalisis
secara deskriptif untuk menarik kesimpulan

22
BAB IV
HASILPENELITIAN

Semua subjek penelitian menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitia. Proses


pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari 2022 dengan melakukan survey melalui
kuesioner yang kami berikan kepada setiap pasien TB paru di Puskesmas Anggeraja. Dari 10
subjek penelitian didapatkan gambaran kepatuhan minum obat, meliputi kepatuhan pasien
terhadap konsumsi OAT, jadwal pengambilan OAT di puskesmas, serta tingkat keberhasilan
fase intensif dan fase lanjutan. Sebanyak 6 pasien menjalani pengobatan fase intensif dan 4
pasien menjalani fase lanjutan.
Terdapat delapan pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner terstruktur untuk
mengetahui luaran kepatuhan minum obat pada subjek penelitian yang dibagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok pada fase intensif dan kelompok pada fase lanjutan.

Tabel 4.1. Gambaran Kepatuhan Minum OAT Fase Intensif

23
No. Poin Pertanyaan Kategori Ya Kategori Tidak
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1. Saya Sudah Mengerti 6 100 % - -
Tentang Jadwal
Waktunya Minum obat
2. Saya Mengkonsumsi 6 100 % - -
Obat Tuberkulosis
Sesuai Dengan Jumlah
Dan Dosis Yang Ada
Dietiket Obat Sesuai
Anjuran Dokter
3. Obat Tuberkulosis 6 100 % - -
Yang Diberikan Oleh
Dokter Habis Saya
Minum Secara Teratur
Sesuai Dengan Dosis
Dokter
4. Kadang-kadang Saya - - 6 100 %
Tidak Menghabiskan
Obat Yang Dianjurkan
Oleh Dokter, Karena
Merasa Mual
5. Apabila Obat Sudah - - 6 100 %
Habis Saya Tidak
Segera Datang Buat
Mengambil Obat
Karena Malas
Datangnya
6. Saya Selalu Minum 6 100 % - -
Obat Sesuai Dengan
Jenis Obat Yang
Diberikan Dokter
Kepada Saya
7. Selain Obat - - 6 100 %
Tuberkulosis Yang
Diberikan Oleh
Dokter, Kadang-
kadang Saya Minum
Jamu Supaya Penyakit
Saya Cepat Sembuh.
8. Petugas Selalu 6 100 % - -

24
Menjelaskan Mengenai
Bagaimana Cara
Meminum Obat Yang
Baik Dan Benar.
9. Petugas Tidak Pernah - - 6 100 %
Menjelaskan Secara
Rinci Mengenai
Bagaimana Cara
Meminum Obat
Dengan Baik Dan
Benar.

Pada kelompok fase insentif, pertanyaan pertama sebanyak 6 pasien yang mengetahui
waktu minum OAT. Pada pertanyaan kedua sebanyak 6 pasien yang mengetahui jumlah OAT
yang dikonsumsi. Pada pertanyaan ketiga sebanyak 6 pasien yang minum habias obat sesuai
anjuran dokter. Pada pertanyaan keempat sebanyak 0 pasien yang tidak menghabiskan OAT
dikarenakan Mual. Pada pertanyaan kelima 0 pasien tidak mengambil OAT ke puskesmas jika
obat telah habis. Pada pertanyaan keenam 6 pasien dinyatakan meminum jenis obat OAT yang
diberikan oleh dokter . Pada pertanyaan ketujuh 0 pasien yang mengonsumsi OAT dengan
tambahan meminum jamu-jamuan. Pada pertanyaan kedelapan 6 pasien membenarkan petugas
menjelaskan cara mengkonsumsi OAT. Pada pertanyaan kesembilan 0 pasien yang membenarkan
bahwa petugas tidak pernah menjelaskan secara rinci tentang cara mengkonsumsi OAT dengan baik dan
benar.
Berdasarkan data tersebut dapat dinilai jumlah kedua pasien TB fase intensif dinyatakan
patuh mengonsumsi OAT dengan persentase 100 %.

Tabel 4.2. Gambaran Kepatuhan Minum OAT Fase Lanjutan

No. Poin Pertanyaan Kategori Ya Kategori Tidak


Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1. Saya Sudah Mengerti 4 100 % - -
Tentang Jadwal
Waktunya Minum obat
2. Saya Mengkonsumsi 4 100 % - -
Obat Tuberkulosis
Sesuai Dengan Jumlah
25
Dan Dosis Yang Ada
Dietiket Obat Sesuai
Anjuran Dokter
3. Obat Tuberkulosis 4 100 % - -
Yang Diberikan Oleh
Dokter Habis Saya
Minum Secara Teratur
Sesuai Dengan Dosis
Dokter
4. Kadang-kadang Saya - - 4 100 %
Tidak Menghabiskan
Obat Yang Dianjurkan
Oleh Dokter, Karena
Merasa Mual
5. Apabila Obat Sudah - - 4 100 %
Habis Saya Tidak
Segera Datang Buat
Mengambil Obat
Karena Malas
Datangnya
6. Saya Selalu Minum 4 100 % - -
Obat Sesuai Dengan
Jenis Obat Yang
Diberikan Dokter
Kepada Saya
7. Selain Obat - - 4 100 %
Tuberkulosis Yang
Diberikan Oleh
Dokter, Kadang-
kadang Saya Minum
Jamu Supaya Penyakit
Saya Cepat Sembuh.
8. Petugas Selalu 4 100 % - -
Menjelaskan Mengenai
Bagaimana Cara
Meminum Obat Yang
Baik Dan Benar.
9. Petugas Tidak Pernah - - 4 100 %
Menjelaskan Secara
Rinci Mengenai
Bagaimana Cara
Meminum Obat

26
Dengan Baik Dan
Benar.

27
Pada kelompok fase lanjutan, pertanyaan pertama sebanyak 4 pasien yang mengetahui
waktu minum OAT. Pada pertanyaan kedua sebanyak 4 pasien yang mengetahui jumlah OAT
yang dikonsumsi. Pada pertanyaan ketiga sebanyak 4 pasien yang minum habias obat sesuai
anjuran dokter. Pada pertanyaan keempat sebanyak 0 pasien yang tidak menghabiskan OAT
dikarenakan Mual. Pada pertanyaan kelima 0 pasien tidak mengambil OAT ke puskesmas jika
obat telah habis. Pada pertanyaan keenam 4 pasien dinyatakn meminum jenis obat OAT yang
diberikan oleh dokter . Pada pertanyaan ketujuh 0 pasien yang mengonsumsi OAT dengan
tambahan meminum jamu-jamuan. Pada pertanyaan kedelapan 4 pasien membenarkan petugas
menjelaskan cara mengkonsumsi OAT. Pada pertanyaan kesembilan 0 pasien yang membenarkan
bahwa petugas tidak pernah menjelaskan secara rinci tentang cara mengkonsumsi OAT dengan baik dan
benar.
Berdasarkan data tersebut dapat dinilai jumlah sepuluh pasien TB fase lanjutan
dinyatakan patuh mengonsumsi OAT dengan persentase 100 %.

28
BAB V
PEMBAHASAN

Masalah putus obat merupakan salah satu masalah yang penting dalam manajemen TB.
Rendahnya kepatuhan minum obat dapat berakibat pada resistensi bakteri Mycobacterium
tuberculosa terhadap obat anti tuberculosis. Pasien yang tidak teratur minum obat akan
mengakibatkan peningkatan angka kegagalan pengobatan TB bahkan dapat menimbulkan drug
resistance-tuberculosis (DR-TB).5,8
Instrumen yang paling penting dalam mendiagnosis TB adalah pemeriksaan
mikroskopis langsung terhadap apusan dahak/sputum. Pemeriksaan mikroskopis terhadap
apusan dahak dilakukan secara teratur untuk mencari bacilli tahan asam (BTA) pada interval
yang ditentukan selama periode pengobatan. Pada penelitian ini, 6 pasien berada dalam fase
intensif pengobatan OAT kategori 1 dan 4 pasien berada dalam fase lanjutan pengobatan OAT
kategori 1 telah mengalami konversi sputum ke BTA negatif pada minggu terakhir bulan ke-2
(akhir fase intensif). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap kepatuhan minum obat
yang menyatakan bahwa 100% responden Puskesmas Anggeraja patuh minum obat dalam fase
intensif OAT. Penelitian oleh Bello dan Itiolla yang dilakukan di Iliorin, Nigeria juga
mendapatkan hasil yang serupa. Didapatkan tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi, yaitu
sebesar 94.6% pada populasi yang diteliti.10
Responden yang sedang dalam pengobatan OAT fase lanjut juga menunjukkan tingkat
kepatuhan minum obat yang tinggi yaitu sebesar 100%. Selain itu, tingkat kepatuhan terhadap
jadwal pemeriksaan dahak dan pengambilan obat didapatkan sebesar 100%. Namun, hal ini
berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Adene et al pada pasien TB di Etiopia yang
mana tingkat kepatuhan minum obat pada fase lanjut lebih rendah yaitu 86.67%

29
dibandingkan dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif yang sebesar 94.44%.
Berdasarkan hasil penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan minum obat
akan lebih tinggi apabila pasien berada pada fase lanjut OAT.9,10 Tingginya tingkat kepatuhan
pengobatan pada responden dapat disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu obat-
obatan dan layanan kesehatan diberikan secara gratis, regimen dosis satu kali sehari selama
fase intensif, efek samping yang ringan dan dapat dikoreksi, instruksi tertulis yang telah jelas
tentang aturan minum obat, pusat pelayanan kesehatan yang mudah diakses oleh masyarakat 8.
Data mengenai perilaku pasien dan kepatuhan minum obat hanya didapatkan melalui
wawancara sehingga memungkinkan terjadinya bias. Seharusnya dilakukan observasi terhadap
perilaku subjek penelitian di lingkungan tempat tinggal responden. Selama proses
pengumpulan data atau wawancara, kehadiran pihak ketiga tidak dapat dihindarkan sehingga
kemungkinan dapat mempengaruhi jawaban yang diberikan responden.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan


Tuberkulosis, Jakarta: 2006.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam Fakultas Kedoktern UI,
Jakarta: 2006.

3. Tuberkulosis causes, symptoms, treatment and prevention.


www.emedicinehealth.com/tuberkulosis/page3_em.htm. Diakses 3 Agustus 2016.

4. University of Maryland Medical Center. Pulmonary Tuberkulosis.


www.umm.edu/ency/artcle/000077.htm. Diakses 3 Agustus 2016.

5. World Health Organization. Tuberkulosis Facts 2007. http://www.who.int/TB/en/. Diakses 3


Agustus 2016.

6. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2008.

7. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Indonesia.


Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara Terpadu. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2006.

8. Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients in the University
of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and Pharmacology:
4(3),p 109-114.

9. Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to Anti- Tuberculosis
Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberculosis in Northwest
Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

31
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.

32

Anda mungkin juga menyukai