Disusun Oleh :
Pembimbing :
2022
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan penyertaan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan mini project
yang berjudul “GAMBARAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI
PUSKESMAS NIKI-NIKI PERIODE 2019 - 2021”.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangatlah kami harapkan agar penelitian ini dapat lebih
manfaat baik bagi peneliti, tenaga kesehatan maupun masyarakat Niki-Niki.
Peneliti
3
BAB I
PENDAHULUAN
gejala yang muncul pada seseorang yang terinfeksi penyakit TB seperti batuk
lama 2 minggu atau lebih, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun hingga menyebabkan penurunan berat badan yang drastis,
berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam dan meriang lebih dari
satu bulan.1
organ lain dan memiliki gejala sesuai pada organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada saat bernapas pada TB Pleura (Pleuritis),
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus TB
pada tahun 2012 di mana 1.1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien dengan
HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Pada
mencapai 6% atau 530.000 anak menderita TB tiap tahunnya, atau sekitar 8% dari
tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000
penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk.
Secara umum angka notifikasi kasus BTA positif baru dan semua kasus dari tahun
notification rate/CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per
Pada tahun 2018 jumlah kasus baru BTA positif di wilayah kerja
Puskesmas Niki-Niki yakni sebesar 30 kasus yang terdiri dari 19 orang laki-laki
dan 11 orang perempuan dari total penderita TB pada 4000 penduduk Kecamatan
yang mencapai setengah dari total penderita TB, penulis merasa penting untuk
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran penderita tuberkulosis paru di
Puskesmas Niki-Niki periode 2019 – 2021?”
mengolah data yang tersedia dan menganalisis hasil olahan data tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 EPIDEMIOLOGI
II.2 DEFINISI
II.3 MIKROBIOLOGI
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding
sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam–alkohol.3
B. Biomolekuler
Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti
protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs)
menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari
16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS
9
(IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan
RFLP.5
II.4 PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.5
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 4
II.5 KLASIFIKASI
A. Tuberkulosis Paru3,4
Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.9
II.6 DIAGNOSIS
A. Gejala klinik
2. Gejala sistemik4
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
B. Pemeriksaan Fisik4,5
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
& S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
19
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.7
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : 8
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
22
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kavitas
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
E. Pemeriksaan Khusus9,10
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
b. ICT
24
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan
ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi
dengan mudah.
F. Pemeriksaan Lain7,3
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat
26
bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji
yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat
memberikan hasil negatif.
Cara penularan8,9
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
A. Risiko penularan11,12
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
II.8 PENATALAKSANAAN
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
30
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan
H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
35
B. Tatalaksana TB Anak3,5,11
Catatan :
37
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1. Tanda bahaya:
a. kejang, kaku kuduk
b. penurunan kesadaran
c. kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis
38
1. Isoniazid (INH)
40
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin
(syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
f. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilang
g. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
41
4. Etambutol
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
E. Terapi Pembedahan6,7
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap
positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kavitas yang menetap.
F. Evaluasi Pengobatan3,4,5
Evaluasi klinik
1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman
A. Definisi
Fluorokuinolon
Secara invitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang
resisten terhadap lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling
rendah dibandingkan fluorokuinolon lainnya dengan urutan berikutnya
gatifloksasin, sparfloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin.
Siprofloksasin harus dihindari
pemakainnya karena efek samping pada kulit yang berat (foto sensitif).
Resistensi silang
Tionamid dan tiosetason
Etionamid pada kelompok tionamid komplit resistensi silang dengan
a. Aminoglikosid
b. Fluorokuinolon
c. Sikloserindan terizidon
49
Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang
distandarisasi untuk pasien menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif
dan obat tambahan lain.
Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon
(ofloksasin dan siprofloksasin),aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan
kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin, klavulanat.
Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2
–3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis
1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose
atau 2 kali sehari).
Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan
memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24
bulan.
Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan.
Pada pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan
response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.
Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik,
merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting
dalam menjamin keteraturan berobat. Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan
MDR, tetetapi pencegahan MDR-TB.
A. TB Milier
1. Rawat inap
2. Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
3. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik
dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
4. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan :
a. Tanda / gejala meningitis
50
b. Sesak napas
c. Tanda / gejala toksik
d. Demam tinggi
e. Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg
setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 – 6 minggu.
Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi HIV atau
menderita AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV dapat dilihat pada tabel 5 di
bawah ini. Pemeriksaan tes HIV disertai dengan konseling sebelum dan sesudah
tes (Voluntary Counseling and Testing/VCT)
Penatalaksanaan
1. Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop
2. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
3. Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 ® OAT
Stop
4. SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
5. SGOT, SGPT > 3 kali : teruskan pengobatan, dengan pengawasan
II.11 KOMPLIKASI5
A. Tujuan8,13
1. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
2. Mencegah putus berobat
3. Mengatasi efek samping obat jika timbul
4. Mencegah resistensi
B. Pengawasan1,2
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
1. Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau
petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak
mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas
setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan
DOT ini.
57
2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
D. Persyaratan PMO1,2
E. Tugas PMO1
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap
mau menelan obat
6. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
7. Melakukan kunjungan rumah
8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui
gejala TB
F. Penyuluhan1,2
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan
dapat dilakukan secara :
1. Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di
unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll
2. Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok
keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll
Cara memberikan penyuluhan :
a. Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
b. Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat
penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
c. Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum
jelas
d. Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti,
kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
G. DOTS Plus1,2
1. Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
2. Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
3. DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan
strategi DOTS
4. Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
59
II.13 PENCEGAHAN
Terapi pencegahan :
Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV atau AIDS. Obat yang
digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg
BB (tidak lebih dari 300 mg ) sehari selama minimal 6 bulan. 1
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk
kepentingan pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
2. Bila seorang pasien ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat
3. Contoh formulir terlampir
Kerangka Teori
Faktor Host
•- Umur
•- Jenis kelamin
•- Pekerjaan Faktor Agent
Faktor Enviroment •-Mycobacterium
•- Kepadatan Hunian •- Penyakit HIV tuberculosis
rumah
•- Pencahayaan Alami
•- Status Gizi
•- Ventilasi •- Pendidikan
•- Suhu, Kelembapan
•- Merokok
Kejadian
TB Paru
TB
TB EXTRA
PARU PARU
HIV (+)
TB BTA
(+)
Kerangka Konsep
Karakteristik responden
- Umur
- Jenis Kelamin
Angka kejadian TB (+)
- TB Extra Paru
- TB HIV (+)
- TB Paru BTA (+)
65
BAB III
METODE PENELITIAN
Kegiatan Waktu
3. TB
Paru
(RO+)
4. TB
PARU
(RO+) +
HIV
BAB IV
sekunder dari rekam medik Puskesmas Niki-Niki, Kec. Amanuban Tengah, Kab.
Timor Tengah Selatan kurun waktu Januari 2019 sampai Desember 2021, dimana
Tabel 4.4 Gambaran TB Paru Tahun 2019 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Jenis Kelamin terhadap Kategori TB Paru
Kategori
TB
PARU
KLINIS
TB TB TB + EFUSI
EXTR PARU PAR PLEURA
A (DAHA U DEXTR
PARU K +) (RO+) A Total
Jenis_Kela Laki-Laki Jumlah 3 8 6 1 18
min (orang)
Persentase 9.7% 25.8% 19.4% 3.2% 58.1%
(%)
Perempuan Jumlah 3 8 2 0 13
Persentase 9.7% 25.8% 6.5% 0.0% 41.9%
(%)
Total Total 6 16 8 1 31
Jumlah
(orang)
Total 19.4% 51.6% 25.8% 3.2% 100.0
Persentase %
(%)
Tabel 4.6 Gambaran TB Paru Tahun 2020 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Jenis Kelamin
Tabel 4.7 Gambaran TB Paru Tahun 2020 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Kategori
Table 4.8 Gambaran TB Paru Tahun 2020 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Jenis Kelamin terhadap Kategori TB Paru
Kategori
TB
TB PAR
TB TB PAR U
EXTR PARU U (RO+
A (DAHA (RO+ ) +
PARU K +) ) HIV Total
Jenis_Kel Laki- Jumlah 1 4 2 0 7
amin Laki (orang)
Persentase (%) 6.3% 25.0% 12.5 0.0% 43.8%
%
Perempu Jumlah 1 5 2 1 9
an (orang)
Persentase (%) 6.3% 31.3% 12.5 6.3% 56.3%
%
Total Total Jumlah 2 9 4 1 16
Total 12.5% 56.3% 25.0 6.3% 100.0
Persentase (%) % %
74
Tabel 4.9 Gambaran TB Paru Tahun 2021 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Kelompok Usia terhadap Kategori TB Paru
4.10 Gambaran TB Paru Tahun 2021 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan Jenis
Kelamin
Table 4.11 Gambaran TB Paru Tahun 2021 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Kategori
Tabel 4.12 Gambaran TB Paru Tahun 2021 di Puskesmas Niki Niki Berdasarkan
Jenis Kelamin terhadap Kategori TB Paru
kategori
TB
TB TB PARU TB PARU
EXTRA (DAHAK PARU (RO+)
PARU +) (RO+) + HIV Total
jenis_kelamin laki-laki Jumlah 1 10 0 1 12
(Orang)
Presentase 4.3% 43.5% 0.0% 4.3% 52.2%
(%)
perempuan Jumlah ( 0 9 2 0 11
Orang)
Presentase 0.0% 39.1% 8.7% 0.0% 47.8%
(%)
Total Jumlah 1 19 2 1 23
(Orang)
76
BAB V
5.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
5.2 Saran
risikonya.
DAFTAR PUSTAKA
16. Susilayanti EY, dkk. Profil Penderita Penyakit Tuberkulosis Paru BTA Positif
yang Ditemukan di BP4 Lubuk Alung periode Januari 2012 –Desember 2012.
Padang:Jurnal Kesehatan Andalas; 2014.
17. Gere, G. INSIDENSI TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS NAIBONAT
TAHUN 2019. Karya Tulis Ilmiah, 30.2019