Anda di halaman 1dari 14

Referat

VERTIGO (Benign Paroxysmal Positioning Vertigo)

Oleh :
Rezi Oktaviani 2040312019

Preseptor :
dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL(K),FICS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2020
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................................2

1.5 Metode Penulisan.....................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3

2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Vestibular..................................................................3

2.2 Epidemiologi............................................................................................................4

2.3 Etiologi.....................................................................................................................4

2.4 Patofisiologi.............................................................................................................5

2.5 Gejala Klinis............................................................................................................5

2.6 Diagnosis..................................................................................................................5

2.7 Tatalaksana..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa dirinya bergerak (berputar)
terhadap sekitarnya atau lingkungan yang bergerak terhadap dirinya. Vertigo
merupakan salah satu keluhan tersering yang membuat pasien datang ke fasilitas
kesehatan.1 Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan kumpulan
gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada sistem
vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula
terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh yang terdiri atas reseptor
pada visual (retina), vestibulum (kanalis semisirkularis) dan propioseptif (tendon,
sendi dan sesibilitas dalam).2
Berdasarkan lokasi, vertigo dibedakan atas vertigo perifer dan vertigo
sentral. Pada vertigo perifer, lokasi lesi terletak pada telinga dalam dan nervus
vestibularis. Pada vertigo sentral, lokasi lesi terletak pada batang otak, serebelum,
dan serebrum. Prevalensi kasus sindrom vertigo terbanyak adalah benign
paroxysmal positioning vertigo (BPPV) yang termasuk dalam kelompok vertigo
perifer.1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material berupa
kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikulus masuk kedalam salah satu
kanalis semisirkularis yang akan merespon ke saraf. Berdasarkan teori dapat
mengenai ketiga kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal superior
(anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanal posterior,
diikuti bentuk lateral. Diagnosis BPPV ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis.3,4

1.2 Rumusan Masalah


Referat ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, diagnosis dan penatalaksanaan dari vertigo.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui definisi, epidemiologi,
etiopatogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis dari
vertigo.

1.4 Manfaat Penulisan


Referat ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan tentang vertigo.

1.5 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Vestibular


Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula yang di dalamnya terdapat sel-sel
reseptor keseimbangan. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di
bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding
medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula
terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith
(otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel
kalsium yang menjadi penyebab BPPV. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.3
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan
cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses
depolarisasi dan akan merangsang pengelepasan neurotransmitter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka
terjadi hiperpolarisasi. Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula,
sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal
semisirkular posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat
merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat
(inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.3,4
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.

3
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang
lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual, dan muntah.
Pada jantung berupa bradikardi arau takikardi dan pada kulit reaksinya
berkeringat dingin.3

Gambar 1. Labirin dan Telinga Dalam Sisi Kanan

2.2 Epidemiologi
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per
100.000 penduduk. Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di
Amerika Serikat dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien
didiagnosis BPPV. Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling
sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan
dengan pria yaitu 2,2 : 1,5. Usia penderita BPPV biasanya pada usia 50-70 tahun,
paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia
kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.4

2.3 Etiologi
BPPV merupakan penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma kepala
merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral. Penyebab lain yang
lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedoctomi, fistula
perilimfa dan penyakit meniere. BPPV disebabkan oleh pergerakan otolith dalam
kanalis semisirkularis pada telinga dalam.3

4
2.4 Patofisiologi
BPPV terjadi saat otokonia, suatu kalsium karbonat yang terbentuk di
makula utrikulus, terlepas dan masuk ke dalam kanalis semisirkularis. Hal ini
menyebabkan sensasi berputar ketika terjadi perubahan posisi kepala. Lokasi
tersering BPPV ialah pada kanalis semisirkularis posterior yaitu kanal yang paling
dipengaruhi oleh perbedaan gravitasi. Alasan terlepasnya kristal kalsium karbonat
dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena
trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma
atau penyakit yang belum diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan
protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia.4,5
Nistagmus pada vertigo merupakan bentuk reaksi dari refleks vestibulo
oculer terhadap aksi tertentu. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering
menyebabkan “jerk nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat
(gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke
posisi semula). Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada
kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap
kanal yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri.
Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal
semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang
dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam”
pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat
bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.6

2.5 Gejala Klinis


Gejala utama BPPV meliputi pusing berputar yang berdurasi singkat
(beberapa detik), intensitas berat, disertai mual dan muntah. Keluhan ini seringkali
terjadi pada pagi hari, dipicu oleh perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi, seperti berbaring, bangun dari tidur, berguling, membungkuk dan posisi
kepala menengadah dalam waktu yang cukup lama.5

2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas keluhan

5
pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing
berputar, rasa tidak stabil atau melayang.
a. Bentuk serangan vertigo:
Pusing berputar atau rasa goyang atau melayang.
b. Sifat serangan vertigo:
Periodik. kontinu, ringan atau berat.
c. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa:
- Perubahan gerakan kepala atau posisi.
- Situasi: keramaian dan emosional
- Suara
d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo:
Mual, muntah, keringat dingin ; Gejala otonom berat atau ringan.
e. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti : tinitus atau tuli.
f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,
gentamisin, kemoterapi.
g. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment.
h. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung.
i. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral
numbness, disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.7
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita diminta tetap
membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis posterior
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk
bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

6
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-
bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 o
dan seterusnya.3

Gambar 2. Tes Dix-Hallpike


Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.4
b. Supine roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, maka dilakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya
BPPV kanal horizontal (BPPV terbanyak kedua).4 Dokter harus
menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan dapat
menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat. Tes ini
dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring
terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat
dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa

7
ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada
nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah
nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi
yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya
nistagmus.4,6

Gambar 3. Supine Roll3


Kriteria diagnosis pada BPPV :
1. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior
Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus
posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver
ini dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring
(hanging position) dengan kepala di posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan
leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional
upbeating nystagmus yang terkait dalam durasi dengan vertigo subjektif yang
dialami pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-Hallpike pada sisi
yang terkena. Diagnosis presumtif dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi
nistagmus posisional paroksismal menegaskan diagnosisnya.4
Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal
posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting.
Pertama, ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset vertigo rotasi
subjektif dan nistagmus objektif. Periode latensi untuk onset nistagmus dengan
manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik,
walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang
kedua, vertigo subjektif yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan
kemudian mereda dalam periode 60 detik sejak onset nistagmus.4
2. Diagnosis BPPV Tipe Kanal horizontal

8
BPPV tipe kanal horizontal terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-
Hallpike manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis
BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver
(Pagnini-McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi
pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.8
a. Tipe Geotrofik
Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal
yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien dimiringkan
ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat,
tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah.
b. Tipe Apogeotrofik
Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus
yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke sisi
yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling atas.
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan
adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di
antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling
banyak.4

2.7 Tatalaksana
1. Non farmakologi
Pemberian terapi dengan maneuver reposisi partikel / Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. 3
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke
posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Beberapa efek samping dari
melakukan menuver seperti mual,muntah, vertigo dan nistagmus terjadi akibat
adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih
sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio.4
a. Manuver Epley
Manuver Epley paling sering dilakukan pada BPPV tipe kanal posterior.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 o, lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu

9
kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan
dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.5

Gambar 4. Manuver Epley5


b. Latihan Brandt-Daroff
Latihan ini dapat dikerjakan sendiri oleh pasien apabila gejala tidak
membaik dengan maneuver Epley. Langkah – langkah latihan ini ialah :
1. Latihan dilakukan dengan kedua mata terbuka
2. Pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kedua kaki tergantung
3. Kepala diarahkan 45ᵒ ke kiri, lalu baringkan tubuh dengan cepat ke arah
kanan, pertahankan posisi selama 30 detik.
4. Duduk kembali seperti posisi awal selama 30 detik
5. Lakukan langkah 3 dan 4 untuk posisi kepala diarahkan ke kanan
6. Latihan ini dilakukan 3 set/hari, masing-masing 5 siklus ke kiri dan ke
kanan selama 2 minggu.5

2. Farmakologi
1. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)
• Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Obat dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25 mg – 50 mg (1
tablet), 4 kali sehari.
• Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan
dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral.
• Senyawa Betahistin (suatu analog histamin):
a) Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral.

10
b) Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6
tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2. Kalsium Antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15-30 mg, 3
kali sehari atau 1x75 mg sehari.7
3. Edukasi
1. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam mencari penyebab
vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab.
2. Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular.7
2.8 Prognosis
Pada umumnya, BPPV memiliki prognosis baik dengan kekambuhan 2
tahun sekitar 27% bila latihan Brandt-Daroff dikerjakan secara rutin. Rekurensi
tersering terjadi pada 6 bulan pertama.5

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewati E. Vertigo Vestibular Sentral:Buku Ajar Neurologi. Tangerang.


Penerbit Kedokteran Indonesia. 2017. Pp: 267-70.
2. Setiawati M, Susianti. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. MAJORITY.
2016;5(4):91-5.
3. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
4. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.
5. Sitorus F, Ariarini NNR, Maharani K. Vertigo Vestibular Perifer:Buku Ajar
Neurologi. Tangerang. Penerbit Kedokteran Indonesia. 2017. Pp : 271-84.
6. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV) in the emergency department, Journal of Emergency Medicine,
Trauma & Acute Care (JEMTAC), Qatar 2014.
7. PERDOSSI. Acuan Praktik Klinik Neurologi. PERDOSSI 2016:133-7.
8. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice parameter: Therapies for benign
paroxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of the Quality
Standard Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology
2008; 70:2067-73

Anda mungkin juga menyukai