Anda di halaman 1dari 20

Aborsi dalam KUHP dan UU no 36 tahun 2009

KUHP

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh

orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita

tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 348

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita

dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal

346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan

dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah

dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan

dilakukan.

Pasal 350

Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau

karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan

hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.


UU 36/2009

Pasal 194

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

75 ayat (2)

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat

bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di

luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban

perkosaan.
Perbedaan aborsi dalam hal dokter tidak dapat dituntut dalam tindakan aborsi

Pasal 194 uu no 36 th 2009

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik

berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi

tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban

perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui

konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling

pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 80 ayat 1 uu no.23/1992

Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang

tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 15

(1)Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil dan atau

janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.

(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :

a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;

b. oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan

sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;

d. pada sarana kesehatan tertentu.


Aborsi dan UU Kesehatan

Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah dilunakkan dengan memberikan peluang

dilakukannya aborsi. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut

di atas. Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud tindakan

medis tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai keadaan darurat.

Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan media dalam bentuk pengguguran

kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma

agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai

upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan

medis tertentu. Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang

artinya menggugurkan janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya

menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan

pengertian yang membingungkan tentang aborsi.5

1. Aborsi yang tidak aman


Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian

kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan

sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan

kematian.

Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan

kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis,

seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain.

Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat

akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-

diam tanpa memperhatikan resikonya .


2. Hak atas pelayanan kesehatan
Banyaknya kematian akibat aborsi yang tidak aman, tentu sangat memprihatinkan.

Hal ini diakibatkan kurangnya kesadaran dari perempuan dan masyarakat tentang hak

atas pelayanan kesehatan. Padahal bagaimanapun kondisinya atau akibat apapun,

setiap perempuan sebagai warganegara tetap memiliki hak untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang memadai dan kewajiban negaralah untuk menyediakan hal

itu. Hak-hak ini harus dipandang sebagai hak-hak sosial sekaligus hak individu yang

merupakan hak untuk mendapatkan keadilan sosial termasuk didalamnya hak untuk

mendapatkan pelayanan. Hak atas pelayanan kesehatan ini ditegaskan pula dalam

Pasal 12 Konvensi Penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan

(Konvensi Perempuan) dan UU Kesehatan.


Dalam hal Hak Reproduksi, termasuk pula didalamnya hak untuk membuat keputusan

mengenai reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan kekerasan seperti

dinyatakan dalam dokumen-dokumen hak-hak asasi manusia (Rekomendasi bab 7

Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional di Kairo 1994).


3. Hak-hak pasien
Sebuah Lokakarya tentang Kesehatan Perempuan, yang diselenggarakan oleh Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia dan The Ford Foundation, (1997) merumuskan hak-

hak pasien sebagai berikut:


a. Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang mendasar, mudah diakses, tepat,

terjangkau
b. Hak untuk terbebas dari perlakuan diskriminatif, artinya tidak ada pembedaan

perlakuan berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, agama, suku bangsa.


c. Hak memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai:
1. Kondisi kesehatan
2. Berbagai pilihan penanganan
3. Perlakuan medis yang diberikan
4. Waktu dan biaya yang diperlukan
5. Resiko, efek samping dan kemungkinan keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
6. Hak memilih tempat dan dokter yang menangani
7. Hak untuk dihargai, dijaga privasi dan kerahasiaan
8. Hak untuk ikut berpartisipasi dalam membuat keputusan
9. Hak untuk mengajukan keluhan
4. Pelayanan yang diharapkan dalam aborsi
Tersedianya sarana pelayanan formal:
a. Fasilitas konseling
b. Jaminan tindakan aborsi
c. Pengetahuan tentang prosedur, usia kehamilan, resiko
d. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, alat kontrasepsi (mencegah aborsi

berulang)
5. Bagaimana Aborsi Yang Aman?
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh

perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang

harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup

mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.

Aborsi aman bila:


Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan

berpengalaman melakukan aborsi


Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus

steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri


Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.
Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali
Perempuan yang memutuskan melakukan Aborsi.

HUKUM DAN ABORSI


Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin

termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis.


Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia

dikategorikan sebagai tindakan kriminal.


Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah :
Pasal 229

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya

supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena

pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan

perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,

bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka

dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 341

Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan

atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena

membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342

Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan

bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas

nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana,

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut

serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh

orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara

paling lama lima belas tahun.

Pasal 348

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun enam bulan.


2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal

346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan

dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah

dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan

dilakukan.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain,

diancam hukuman empat tahun penjara. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap
ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12

tahun,dan jika ibu hamil tersebut mati,diancam 15 tahun penjara.

Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila

ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.Jika yang melakukan dan atau

membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga

kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat

dicabut.

Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP):

PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh

supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu

hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau

denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk

mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan

atau jika dia seorang tabib, bidan,perawat atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka

dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.

PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara

paling lama lima belas tahun.

PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut,

dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan,perawat atau juru obat membantu melakukan

kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu

kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam

pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan

pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk

menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan,

ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk

sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan

paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan

pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:

a. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam

hukuman empat tahun.


b. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu

hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun.

c. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu

hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

d. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan

atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak

untuk praktek dapat dicabut. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang

memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk

menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia

dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).

Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:PASAL 80 Barangsiapa dengan sengaja

melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah).

I. Defenisi Aborsi

1. Menurut The World Book Encyclopedia yang dikeluarkan A Collectors Printing hal. 14

a tahun 1976 - Aborsi adalah berakhirnya kehamilan seseorang sebelum janin bayi dapat

hidup diluar kandungan.

2. Menurut The New Lexicon Websters Encyclopedia Dictionary Of The English

Language Deluxe Edition, hal. 3 - Aborsi adalah pengeluaran janin bayi dari rahim baik

secara paksa maupun secara tidak sengaja.


3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua hal 2 - Aborsi adalah pengguguran

kandungan.

4. Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Womens Health oleh Institute for Social,

Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai

penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim

(uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.

5. Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1996) abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan

abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal

bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran

kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun

tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa

kehamilan).

6. Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam

keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat

dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari

tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis

tertentu.Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu

untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang

sangat rancu dan membingungkan masyarakat dan kalangan medis.

7. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi dengan

alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 349. Bahkan pasal

299
intinya mengancam hukuman pidana penjara maksimal empat tahun kepada seseorang yang

memberi harapan kepada seorang perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan.

Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)

sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999)

(www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian

aborsi sebagai berikut: Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau

sebelum janin mencapai berat 1.000 gram. Definisi lain menyatakan, aborsi adalah

pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum

diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:

1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus

2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis

3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum

Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan

karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan

sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu

akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi

(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan

buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil

tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang

dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas

pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).


Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah

dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara

yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar

kecilnya janinnya.

1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual

Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali

lebih kuat).

2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.

3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih

dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline.

Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban,

sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.

4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses

kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan

perlindungannya.

5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa

(www.genetik2000.com).

2. Alasan Alasan Melakukan Aborsi

Dengan berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama

adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:

1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab

yang lain (75%)

2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)

3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%


Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang

hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang

menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak

tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan

geliatan anak dalam kandungannya.

Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba

meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh

dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya

menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri

(www.genetik2000.com).

Data ini juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest

(1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest

(hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena

janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah

karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak

mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi (www.genetik2000.com).

D. Penyimpangan Kode Etik Bidan


Kode etik diharapkan mampu menjadi sebuah pedoman yang nyata bagi para bidan

dalam menjalankan tugasnya. Tapi pada kenyataannya para bidan masih banyak yang

melakukan pelanggaran terhadap kode etiknya sendiri dalam pemberian pelayanan terhadap

masyarakat.
Bentuk dari pelanggaran ini bermacam-macam. Seperti pemberian pelayanan yang

tidak sesuai dengan kewenangan bidan yang telah diatur dalam Permenkes Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan.


Dalam mengadaptasi teori etika seorang bidan harus mampu menyesuaikan dengan

keadaan dirinya dan berlandaskan pada kode etik dan standar profesi. Bidan tidak dapat

memaksakan untuk mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, karena hal ini akan

merugikan bidan itu sendiri.Bidan harus menilai kemampuan dirinya dalam melakukan

sesuatu namun tidak menyimpang dari prinsip pelayanan, yaitu berusaha mengutamakan

keselamatan ibu, bayi dan kelurga. Contohnya ketika seorang bidan desa harus menolong

persalinan, disaat jadual pemeriksaan kehamilan, selain itu ada beberapa ibu yang

memerlukan pelayanan KB dan asuhan BBL. Maka kemungkinan besar ia hanya dapat

menerapkan teori utilitarian (mencoba menghasilkan yang terbaik bagi semua orang sesuai

kemampuannya, karena golongan utilitarian meyakini bahwa hasil yang didapat setiap orang

harus sama. Sebenarnya bidan tersebut dapat menerapkan teori deontologi, namun pelayanan

yang ia berikan tidak akan mencakup semua klien.

Contoh pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh bidan adalah penangan kasus

kelahiran sungsang, melakukan aborsi, menolong partus patologis dan yang lainnya.

Untuk kasus kelahiran sungsang jika bidan melakukan pertolongan sendiri maka

bertentangan dengan

a. Undang-Undang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2) yang menyatakan bahwa ) Setiap orang

mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman


b. PERMENKES RI tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pada Pasal 10 point ( d )

disebutkan bahwa Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi pertolongan persalinan

normal
Dalam kasus aborsi jika bidan melakukan tindakan aborsi maka akan melanggar

peraturan :
a. Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,

dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling

banyak tiga ribu rupiah.


2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan

tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,

pidananya dapat ditambah sepertiga.


3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat

dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Dimana melakukan pelanggaran yuridis atau hukum berarti juga melakukan

pelanggaran kode etik bidan yang telah ditetapkan. Pelanggaran yang terjadi bisa diproses

melalui hukum. Sedangkan jika melakukan pelanggaran kode etik belum tentu melakukan

pelanggaran yuridis.

E. Sanksi Pelanggaran

Setiap penyimpangan baik itu disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh dewan audit

khusus yang telah dibentuk oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan di kabupaten tersebut.

Dan bila terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan tersebut akan

mendapat sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya. Sanksi

adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan

oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan

hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang melaksanakan

pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi

sesuai dengan Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik bidan.

Sanksi yang diberikan kepada bidan bisa berupa pencabutan ijin praktek bidan,

pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa denda. Selain itu bidan juga bisa mendapat

sanksi hukuman penjara jika melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan.
Apabila seorang bidan melakukan pelanggaran kode etik maka penyelesaian atas hal

tersebut dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan

berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan

apabila seorang bidan melakukan pelanggaran yuridis dan dihadapkan ke muka pengadilan.

Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian apakah bidan tersebut telah

benar-benar melakukan kesalahan. Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan

atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan,

dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui

MPA wajib memberikan bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan

atau gugatan di pengadilan

Anda mungkin juga menyukai