Anda di halaman 1dari 27

Laporan kasus

SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS SKIZOFRENIA


PARANOID

Oleh :
Dewi Febry Kololu
14014101099
Masa KKM : 27 Oktober 23 November 2014

Pembimbing :
Dr. Herdy Munayang, MA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2014
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Dengan Judul :


Seorang Pasien Dengan Gangguan Skizofrenia Paranoid

Telah dikoreksi dan dibacakan pada tanggal

Pembimbing

Dr. Herdy Munayang, MA

LAPORAN KASUS

November 2014

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Tempat/tanggal lahir
Status perkawinan
Jumlah anak
Pendidikan terakhir
Perkerjaan
Suku/bangsa
Agama
Alamat sekarang
Tanggal MRS
Cara MRS
Tempat pemeriksaan

: Tn. H. T
: 29 tahun
: Laki-Laki
: Tumaratas, 13-5-1985
: Belum menikah
: Tidak ada
: Tamat SD
: Tani
: Langowan/Indonesia
: Kristen Protestan
: Desa Tumarantas II Kecamatan Langowan barat
: 30 Oktober 2014
: Pasien datang diantar oleh keluarga
: Ruangan Manguni Kelas II
RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Riwayat psikiatri diperoleh pada tanggal 30 Oktober 2014 di ruangan
Manguni Kelas II RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado dari:
-

Autoanamnesis dengan pasien.


Catatan rekam medis pasien.
Aloanamnesis dengan: Ny. S.K (47 tahun), ibu pasien, suku
Langowan, pekerjaan tani.

A. Keluhan Utama
Memberontak dan membongkar rumahnya.

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien diantar keluarga dengan keluhan memberontak dan membongkar
mahnya semalam sebelum masuk dari rumah sakit.
Pasien sering jalan-jalan tanpa tujuan saat subuh sekitar jam 3.00 am dan
kembali ketika sekitar jam 9.00 pagi. Hal ini selalu dilakukan oleh penderita saat
subuh, juga ketika dia masuk di rumah sakit. Sehari sebelum masuk rumah sakit
pasien bangun dan melakukan kebiasaannya berjalan tanpa tujuan berbeda dari
biasannya pasien tidak pulang sekitar jam 9.30. Hal ini cukup mengkhawatirkan
3

keluarga pasien. Tetapi ketika malam hari sekitar jam 9 malam pasien kembali ke
rumah. Ketika masuk ke rumah pasien terlihat capek diperkirakan karna lelah
setelah berjalan seharian. Pasien kemudian meminta sabun untuk membersihkan
diri. Keluarga pasien yang sadar bahwa pasien tidak selesai mandi padahal sudah
sekitar satu jam. Ketika ibu dari pasien mengecek keadaan pasien, pasien tampak
sudah selesai membersihkan diri tetapi pasien terlihat sedang merenung dan
pasien melakukan aktivitas berlebihan (duduk berdiri). Kemudian pasien disuruh
keluarganya untuk masuk dan berganti baju, pasien kemudian masuk rumah
secara perlahan. Menyadari ada yang aneh dari pasien, keluarga mulai
menyembunyikan barang-barang berharga dan meminta tolong kepada tetangga
lain. Setelah pasien selesai berganti baju, pasien mencari charger hp. Ketika tidak
menemukan charger hp dia bertanya pada keluarganya. Keluarga membantunya
mencari charger hp dimana pasien hanya terdiam di tempatnya. Setelah menunggu
terlalu lama dan pasien tidak menemukan charger hp dia kemudian membanting
dan menginjak hpnya. Ibunya menawarkan charger lain tetapi tidak ditanggapi
oleh pasien. Pasien kemudian berjalan di dapur kemudian dia bertemu dengan
adiknya dan adiknya memberitahu kalau kemungkinan charger hp jatuh dari
kantong pasien ketika pasien berjalan tadi. Kemudian pasien mengamuk
dikarenakan dia menganggap dia disalahkan karena hilangnya charger hp. Melihat
hal tersebut ayah dan adik korban keluar dari rumah. Pasien kemudian keluar dan
bernyanyi di depan rumah. Setelah beberapa pasien mulai mengamuk kemudian
memecahkan kaca-kaca di rumah, lampu, makanan dan lain-lain. Selesai
mengamuk pasien kemudian mencari makan, dimana makanan itu telah di
dibuang oleh pasien. Dia kemudian menanyakan kepada ibunya. Ibunya kemudian
menjelaskan bahwa makanannya telah di buang oleh pasien. Pasien heran karna
telah diberi tahu bahwa dia yang membuang semua makanan. Menyadari apa yang
dilakukan oleh pasien, pasien kemudian menangis dan meminta maaf atas yang
dilakukan olehnya. Dia kemudian meminta keluarganya untuk mengantarkan esok
hari ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
Menurut pengakuan ibu penderita pasien rutin minum obat dengan
kemauannya sendiri, tetapi dikarenakan lokasi tempat tinggal mereka yang jauh
mereka kesulitan mendapatkan obet tersebut

Berdasarkan catatan rekam medik, pasien pertama kali masuk rumah sakit
pada 11 Mei 2006 dengan keluhan utama marah-marah, memberontak atau
mengancam orang, dan menarik diri. Saat dirawat tahun 2006 pasien didiagnosa
Skizofrenia yang tidak tergolongkan. Pasien telah keluar masuk RS. Prof. Dr. V.
L. Ratumbuysang Manado sebanyak 6 kali. Kali ke enam pasien masuk RS. Prof.
Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada tanggal 16 September 2014 pasien
didiagnosis residual schizophrenia oleh RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado. Kali ke tujuh pasien masuk RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado
adalah tanggal 30 Oktober 2014. Saat ini pasien didiagnosis Paranoid
schizophrenia oleh RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat gangguan psikiatrik
Menurut rekam medis, diketahui pasien sudah pernah dirawat di RS.
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang pada tahun 2006, 2010, 2012 dan 2012. Saat
dirawat

tahun

2006

pasien

didiagnosa

Skizofrenia

yang

tidak

tergolongkan. Pasien telah keluar masuk RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang


Manado sebanyak 6 kali. Kali ke enam pasien masuk RS. Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado pada tanggal 16 September 2014 pasien
didiagnosis residual schizophrenia oleh RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado. Kali ke tujuh pasien masuk RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado adalah tanggal 30 Oktober 2014. Saat ini pasien didiagnosis
Paranoid schizophrenia oleh RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.

2. Riwayat gangguan medis


Pasien pernah dirawat dengan keluhan adanya panas, tidak ada
riwayat kejang, adanya riwayat malaria, tidak ada riwayat digigit anjing,
tidak ada riwayat gangguan di organ lain, tidak ada keluhan nyeri yang
mengganggu, tidak ada keluhan yang berhubungan dengan seksual dan
gangguan somatosensorik lainnya.

3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif


Pasien hanya mengkonsumsi obat yang diberikan dokter namun
tidak rutin minum karena ketidaksediaan obat. Pasien merupakan perokok
berat dimana dia telah merokok dari usia 12 tahun.
III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
A. Stadium Perkembangan Psikoseksual
1. Stadium Oral (usia 0-18 bulan)
Menurut ibu pasien saat lapar atau haus menangis, dan segera
munkin diberi ASI setelah diberi ASI penderita kembali tenang dan
tertidur. Kadang penderita menggigit putting susu ibu namun jarang,
berliur (gumoh) juga ada pada pasien.
2. Stadium Anal (usia 1-3 tahun)
Pasien diajarkan untuk belajar BAB di toilet (Toilet training), saat
merasa ingin BAB penderita akan bilang pada ibu penderita dan
berekspresi seperti ada tahanan dan saat setelah BAB penderita terlihat
tenang kembali, serta saat dibersihkan oleh ibu penderita kadang penderita
terlihat tersenyum dan kadang tertawa.
3. Stadium Urethral (Transisional)
Pasien diajarkan BAK di toilet (Toilet training) dan dapat ke toilet
sendiri saat ingin BAK, sebelumnya penderita suka mengompol di celana
dan tempat tidur menurut pengakuan ibu penderita.
4. Stadium Falik (usia 3-5 tahun)
Pasien dengan jenis kelamin laki-laki, saat kecil penderita dekat
dengan ibu penderita seperti mencari perhatian dan setelahnya penderita
mulai mengerti bahwa identitas seksualnya adalah laki-laki dengan
berpakaian seperti anak laki-laki dan ke toilet umum khusus laki-laki
setelah diajarkan dan berinteraksi, bermain dan mengikuti gaya serta
perilaku kebiasaan ayahnya.
5. Stadium Latensi (usia 5-6 tahun sampai 11-13 tahun)

Penderita senang bermain bersama teman-temannya di sekolah


maupun dirumah, penderita juga senang bermain dengan saudaranya
dirumah. Penderita tidak terlalu senang dalam hal belajar menurut ibu.
6. Stadium Genital (usia 11-13 tahun sampai dewasa muda)
Penderita mulai lebih mandiri, berusaha mengerjakan tugas yang
dibebankan padanya. Apabila ada masalah menurut ibu penderita, pasien
tidak menceritakannya pada keluarga. Pasien mengaku pada keluarga
bahwa pada usia ini dia pernah berkelahi dengan teman sebayanya
dikarenakan diganggu oleh temannya tersebut.
B. Stadium Siklus Kehidupan (Erik Erikson)
1. Stadium 1. Kepercayaan Dasar lawan Ketidakpercayaan Dasar
(usia 0-12 bulan)
Pasien saat lapar akan menangis dan setelah langsung segera
diberikan ASI kembali tenang, pasien merupakan anak yang tenang
2. Stadium 2. Otonomi lawan Rasa Malu dan Ragu (usia 1-3 tahun)
Pasien merupakan anak yang tenang dimana ia sering menuruti apa
yang diberitahu oleh orangtuanya, pemalu pada orang yang baru
dikenalnya, jarang menanyakan sesuatu hal yang baru dikenal pada
ibunya, mulai bisa makan sendiri dan mulai berbicara kata per kata seperti
mama, papa. Penderita mulai diajarkan toilet training.
3. Stadium 3. Inisiatif lawan Rasa Bersalah (usia 3-5 tahun)
Inisiatif untuk belajar tidak ada, saat melakukan kesalahan dan
dimarahi penderita merasa kesal. Pasien sangat dekat dengan saudarasaudaranya
4. Stadium 4. Industri lawan Inferioritas (usia 6-11 tahun)
Penderita jarang mengikuti kegiatan diluar sekolah, kegiatan
olahraga bola kaki dan kasti disenangi pasien,
5. Stadium 5. Identitas lawan Difusi Peran (usia 11 tahun sampai
akhir masa remaja)
Senang bermain dengan ayah dan kakak laki-lakinya, kadang
bermain dengan teman di dekat rumahnya. Penderita jarang menceritakan
masalahnya pada siapapun.

6. Stadium 6. Keintiman lawan Isolasi (usia 21-40 tahun)


Penderita sering berpindah-pindah tempat kerja karena merasa perlu
untuk mencari kebutuhan keluarganya, hubungan dengan ibu dan
keluarganya cukup baik, penderita pernah memiliki pacar tetapi ditinggal
kawin. Penderita sering menyendiri tetapi interaksi sosialnya dengan orang
lain baik.
C. Riwayat Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
Pendidikan SD dijalani pasien sampai selesai kemudian berhenti
karena kemauan pasien untuk membantu orang tuanya.
2. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja di pasar menjadi kuli selain itu pasien juga menjadi
tani.
3. Riwayat Psikoseksual
Orientasi seksual pasien adalah lawan jenisnya yang sebaya. Pasien
sekarang tidak mempunyai pacar, dan pernah memiliki pacar
sebelumnya.
4. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.
5. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Kristen protestan. Pasien sering ke Gereja maupun
mengikuti kegiatan beribadah (ibadah pemuda) dan lainnya.
6. Riwayat Kehidupan sosial
Hubungan pasien dan keluarga baik. Pergaulan dikampung penderita
baik.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
8. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua serta keempat
saudaranya. Pasien tinggal di rumah orang tua, beratap seng,
memiliki ruang tamu, ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi
dan dapur. Pasien tidur bersama dengan adik-adik pasien dengan
8

adanya tempat tidur. Pasien sendiri yang mempunyai inisiatif sendiri


untuk mengkonsumsi obatnya.
Denah rumah

Dapur
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Pasien
Kamar Mandi

Ruang Tamu

Kamar Tidur Pe

9. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak pertama dari 4 bersaudara, pasien termasuk
golongan keluarga dengan finansial yang kurang mampu. Hubungan
dengan orangtua adalah baik. Ayah dan Ibu pasien mendidik pasien
dan saudara-saudaranya dengan kasih sayang.

SILSILAH KELUARGA/GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
Faktor herediter : tidak ada

D. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien sampai saat ini menyadari akan sakitnya.
IV.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 29 tahun, tampak sesuai
usianya, berkulit kuning langsat, rambut hitam, penampilan cukup rapi
dengan menggunakan kaos dan celana pendek. Pasien tampak tenang
tetapi selalu mengantuk ketika diwawancara.
2. Kesadaran
Somnolen
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara, pasien duduk tenang. Pasien dapat merespon
saat diucapkan salam. Pasien tidak menghindari kontak mata dan
perhatian pasien tidak mudah terpengaruh oleh sekitar.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien cukup kooperatif pada saat menjawab setiap pertanyaan.
B. Mood dan Afek
1. Mood
2. Afek
3. Kesesuaian

: Hipotimia
: Serasi
: Kurang

C. Pembicaraan

10

Selama wawancara pasien selalu kelihatan mengantuk, pasien


kelihatan tidak menyimak pertanyaan dan menjawab dengan jawaban
setelah ditanya beberapa kali. Artikulasi jelas, volume sedang dan intonasi
jelas, isi pembicaraan cukup luas.
D. Gangguan Persepsi
Pasien memiliki halusinasi visual (+) serta halusinasi auditorik (+)
yang diterima penderita
E. Pikiran
1. Arus pikiran
2. Isi pikiran

: koheren
: halusinasi visual (+), halusinasi auditorik (+)

F. Fungsi Kognitif
1. Orientasi
Orientasi waktu : Baik. Pasien tahu waktu saat pemeriksaan dan

2.

dapat membedakan siang dan malam.


Orientasi tempat : Baik. Pasien mengetahui dimana dia saat ini.
Orientasi orang : Baik. Pasien dapat mengenali keluarganya.
Daya konsentrasi : Baik.
Perhatian
Ketika wawancara berlangsung pasien kurang dapat memusatkan
perhatian.

3. Daya ingat
Jangka panjang
Jangka pendek
Segera

: cukup baik.
: cukup baik.
: cukup baik.

G. Penilaian Realitas
Penilaian realitas : Halusinasi auditorik (+) dan Halusinasi visual (+).
Pasien mengaku sering melihat bayangan hitam ketika dia sering melamun
H. Tilikan
Tilikan derajat 4.
I. Taraf dapat dipercaya
11

Beberapa hal dapat dipercaya, tetapi masih perlu konfirmasi dengan


keluarga pasien.
V.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Berdasarkan anamnesis (secara autoanamnesis, aloanamnesis, dan beberapa

data diperoleh dari rekam medik) didapatkan pasien berusia 29 tahun, laki-laki,
belum menikah, pendidikan terakhir tamat SD, suku Sanger, pekerjaan tani,
tinggal di Tumaratas kecamatan langowan timur, dibawa keluarga ke UGD Jiwa di
RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang pada tanggal 30 Oktober 2014.
Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien diantar keluarga dengan keluhan memberontak dan membongkar
rumahnya semalam sebelum masuk dari rumah sakit.
Pasien sering jalan-jalan tanpa tujuan saat subuh sekitar jam 3.00 am dan
kembali ketika sekitar jam 9.00 pagi. Hal ini selalu dilakukan oleh penderita saat
subuh, juga ketika dia masuk di rumah sakit. Sehari sebelum masuk rumah sakit
pasien bangun dan melakukan kebiasaannya berjalan tanpa tujuan berbeda dari
biasannya pasien tidak pulang sekitar jam 9.30. Hal ini cukup mengkhawatirkan
keluarga pasien. Tetapi ketika malam hari sekitar jam 9 malam pasien kembali ke
rumah. Ketika masuk ke rumah pasien terlihat capek diperkirakan karna lelah
setelah berjalan seharian. Pasien kemudian meminta sabun untuk membersihkan
diri. Keluarga pasien yang sadar bahwa pasien tidak selesai mandi padahal sudah
sekitar satu jam. Ketika ibu dari pasien mengecek keadaan pasien, pasien tampak
sudah selesai membersihkan diri tetapi pasien terlihat sedang merenung dan
pasien melakukan aktivitas berlebihan (duduk berdiri). Kemudian pasien disuruh
keluarganya untuk masuk dan berganti baju, pasien kemudian masuk rumah
secara perlahan. Menyadari ada yang aneh dari pasien, keluarga mulai
menyembunyikan barang-barang berharga dan meminta tolong kepada tetangga
lain. Setelah pasien selesai berganti baju, pasien mencari charger hp. Ketika tidak
menemukan charger hp dia bertanya pada keluarganya. Keluarga membantunya
mencari charger hp dimana pasien hanya terdiam di tempatnya. Setelah menunggu
terlalu lama dan pasien tidak menemukan charger hp dia kemudian membanting
dan menginjak hpnya. Ibunya menawarkan charger lain tetapi tidak ditanggapi

12

oleh pasien. Pasien kemudian berjalan di dapur kemudian dia bertemu dengan
adiknya dan adiknya memberitahu kalau kemungkinan charger hp jatuh dari
kantong pasien ketika pasien berjalan tadi. Kemudian pasien mengamuk
dikarenakan dia menganggap dia disalahkan karena hilangnya charger hp. Melihat
hal tersebut ayah dan adik korban keluar dari rumah. Pasien kemudian keluar dan
bernyanyi di depan rumah. Setelah beberapa pasien mulai mengamuk kemudian
memecahkan kaca-kaca di rumah, lampu, makanan dan lain-lain. Selesai
mengamuk pasien kemudian mencari makan, dimana makanan itu telah di
dibuang oleh pasien. Dia kemudian menanyakan kepada ibunya. Ibunya kemudian
menjelaskan bahwa makanannya telah di buang oleh pasien. Pasien heran karna
telah diberi tahu bahwa dia yang membuang semua makanan. Menyadari apa yang
dilakukan oleh pasien, pasien kemudian menangis dan meminta maaf atas yang
dilakukan olehnya. Dia kemudian meminta keluarganya untuk mengantarkan esok
hari ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
Menurut pengakuan ibu penderita pasien rutin minum obat dengan
kemauannya sendiri, tetapi dikarenakan lokasi tempat tinggal mereka yang jauh
mereka kesulitan mendapatkan obet tersebut
Berdasarkan catatan rekam medik, pasien pertama kali masuk rumah sakit
pada 11 Mei 2006 dengan keluhan utama marah-marah, memberontak atau
mengancam orang, dan menarik diri. Saat dirawat tahun 2006 pasien didiagnosa
Skizofrenia yang tidak tergolongkan. Pasien telah keluar masuk RS. Prof. Dr. V.
L. Ratumbuysang Manado sebanyak 6 kali. Kali ke enam pasien masuk RS. Prof.
Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada tanggal 16 September 2014 pasien
didiagnosis residual schizophrenia oleh RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado. Kali ke tujuh pasien masuk RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado
adalah tanggal 30 Oktober 2014. Saat ini pasien didiagnosis Paranoid
schizophrenia oleh RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
: Tampak sehat
2. Kesadaran
: Somnolen
3. Tanda vital
: T: 120/80mmHg, N: 82x/m, R: 20x/m, SB: 36,60C
4. Kepala
: Conj.anemis -/-, sklera ikterik -/-

13

5. Thoraks

: C: SI-II regular, bising (-)


P: sp.vesikuler, Rh-/-, Wh -/-

6. Abdomen
7. Ekstremitas

: datar, lemas, BU (+) normal, H/L ttb


: akral hangat, edema (-)

B. Status Neurologi
1. GCS
: E4M6V5
2. Mata
: Gerakan normal, searah, pupil bulat, isokor, diameter
3mm/3mm, reflex cahaya (+/+).
3. Pemeriksaan nervus kranialis
a. N. olfaktorius (N.I)
Tidak dilakukan evaluasi.
b. N. optikus (N.II)
Tidak dilakukan evaluasi.
c. N. okulomotorius (N.III), n. trochlearis (N.IV), n. abducens (N.VI)
Selama wawancara dapat diamati bahwa pasien memliki gerakan
bola mata yang wajar.
d. N. trigeminus (N.V)
Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
e. N. facialis (N.VII)
Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
f. N. vestibulocochlearis (N.VIII)
Pasien dapat mendengar dan mengulangi kata-kata dalam jarak
dekat dan jauh. Selama wawancara pasien tidak mampu menjawab
pertanyaan dengan tepat. Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran
pasien normal. Saat berjalan pasien terlihat stabil dan tidak terjatuh.
g. N. glosssopharyngeus (N.IX),
Tidak dilakukan evaluasi

14

h. N. vagus (N.X)
Tidak dilakukan evaluasi
i. N. aksesorius (N.XI)
Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat
menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan, hal ini menandakan bahwa
fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam keadaan normal.
j. N. hypoglossus (N.XII)
Tidak dilakukan evaluasi.
Ekstrapiramidal sindrom : Tidak ditemukan ada gejala ekstrapiramidal
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
VII.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I

: F20.0 Skizofrenia Paranoid

Aksis II

: F60.1 Ciri Kepribadian Skizoid

Aksis III : Tidak ada diagnosis


Aksis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial penderita sering
lebih memilih menyendiri. Serta kepatuhan minum obat pada penderita tidak
ada, karena penderita merasa obat yang diberikan dokter akan membunuhnya
perlahan-lahan.
Aksis V : GAF scale Current 70-61 = beberapa gejala ringan dan menetap
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik.
GAF scale HLPY 80-71 = gejala sementara, dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dll.
VIII. PROBLEM
A. Organobiologi
B. Psikologi

: tidak ada
: Waham kejar (+), halusinasi auditorik (+) dan

halusinasi visual (+).


C. Lingkungan dan sosial ekonomi

: Sedikit kesulitan dalam interaksi

sosial, pasien suka menyendiri, kepatuhan minum obat dari pasien besar
dimana dia selalu mempunyai kesadaran untuk meminum obatnya.

15

IX.

RENCANA TERAPI
A. Psikofarmako
Risperidone 2mg 3x1 tablet / hari
THP (Trihexypenidyl) 2mg 2x1/2 tablet / hari
Valdimex 5 gr
B. Psikoterapi dan Intervensi Psikososial
a. Terhadap pasien
Memberikan edukasi dan support terhadap pasien agar
memahami gangguannya lebih lanjut, cara pengobatannya, efek
samping

yang

kemungkinan

muncul,

serta

pentingnya

kepatuhan dan keteraturan minum obat.


Memberikan dukungan kepada pasien untuk meningkatan rasa
percaya diri, perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas

hidup yang baik.


Memotivasi dan memberikan dukungan kepada pasien agar
pasien tidak merasa putus asa dan semangat juangnya dalam

menghadapi hidup ini tidak kendur.


b. Terhadap keluarga pasien
Meminta keluarga untuk tetap memastikan pasien tetap berada

dalam pengawasan keluarga


Memberikan pengertian dan dukungan kepada keluarga akan

pentingnya peran keluarga pada perjalanan penyakit


Meminta keluarga untuk tetap memberikan perhatian penuh
terhadap pasien dan mengawasi pasien dalam meminum obat

teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan.


Memberikan psiko-edukasi yaitu menyampaikan informasi
kepada keluarga mengenai kondisi pasien dan menyarankan
untuk

senantiasa

memberikan

pengobatan.

X. PROGNOSIS
A. Ad vitam

: dubia ad bonam

16

dukungan

selama

masa

B. Ad fungsionam
C. Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

XI. ANJURAN
Dianjurkan kepada keluarga agar dapat memberikan dukungan dan
kunjungan berkala selama masa pengobatan. Memberikan konseling yang teratur
kepda pasien untuk bisa memperbaiki pemahamam tentang realitas yang ada,
tingkah laku, serta pola pikir pasien agar menyadarkan pada pasien bahwa pasien
memerlukan pengobatan yang teratur.
XII.

DISKUSI

a. Diagnosis
Skizofrenia mempunyai gejala klinis yang berbeda-beda, tetapi sangat
menggangu, psikopatologi yang melibatkan kognitif, emosi, persepsi, dan aspek
kebiasaan lainnya. Pernyataan dari gejala pasien berbeda sepanjang waktu, tetapi
efek dari penyakit ini selalu parah dan biasanya bertahan lama. 1 Skizofrenia
merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia
menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofernia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. 2 Prevalensi penderita skizofrenia di
Sulawesi Utara sekitar 2,4%.3
Skizofrenia adalah masalah kesehatan umum di seluruh dunia yang
mengeluarkan biaya pribadi maupun ekonomi yang sangat besar. Skizofrenia
ditemukan di seluruh masyarakat. 1 Skizofrenia prevalensinya sama antara lakilaki dan perempuan. Tetapi dua jenis kelamin tersebut menunjukan perbedaan
dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia yang
lebih awal daripada wanita. Lebih dari setengah semua pasien skizofrenik laki-laki
tetapi hanya sepertiga pasien skizofrenik wanita mempunyai perawatan di rumah
sakit psikiatri yang pertamanya sebelum usia 25 tahun. Usia puncak onset untuk
laki-laki adalah 15-25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25-35 tahun.4
Gejala skizofrenia yang ada: ( 1 ) halusinasi dan delusi; ( 2 ) perilaku tidak
terorganisir , dan ( 3 ) gejala negatif , termasuk ekspresi yang kurang , dan
sedikit berbicara. 1 Berdasarkan DSM V, kriteria diagnosis skizofrenia:
a. Gejala karakteristik : 2 atau lebih gejala di bawah ini, setiap gejala spesifik
dialami selama kurang lebih 1 bulan. Di antaranya:
Waham
Halusinasi
Inkohorensia
Tingkah laku katatonik
Gejala-gejala negative seperti emosi, dll.
b. Disfungsi social atau pekerjaan.
c. Tanda yang terus menerus menetap selama kira-kira 6 bulan
17

d. Penyingkiran gangguan skizoaktif dan gangguan mood.


e. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum
f. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive.4,5
Tes diagnostik yang valid penting secara klinis dan epidemiologi bertujuan
untuk pertimbangan awal dalam pengobatan, terutama dalam jangka
panjangnya kekambuhan, perawatan dan pengobatan pencegahan. 1
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksan
status mental. Dari anamnesis ditemukan gejala-gejala yang mengarah dengan
diagnosis Skizofrenia Paranoid. Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia
yang paling sering dijumpai di negara manapun. Gambaran klinis didominasi oleh
waham-waham yang secara relatif stabil, seringkali bersifat paranoid, biasanya
disertai oleh halusinasi-halusinasi terutama halusinasi pendengaran. Skizofrenia
paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif tetapi individu
tersebut mempunyai prognosis yang baik. Namun bagaimanapun juga, pada fase
aktif dari kelainan ini, penderita mengalami gangguan jiwa berat dan gejala-gejala
tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain. Awitan subtipe ini biasanya
terjadi lebih belakangan dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia yang
lain.
Kriteria diagnosis skizofrenia paranoid DSM-IV berikut ini:
1.
Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang
menonjol.
2.
Tidak ada dari berikut ini yang menonjol: bicara terdisorganisasi, perilaku
terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai.1
Pada kasus ini ditemukan pasien termasuk halusinasi auditorik (+) dan
halusinasi visual (+), karena mengeluh sering melihat bayangan hitam.
Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai dengan
stimulasi eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi
waham tentang pengalaman halusinasi. Halusinasi dengar atau auditoris adalah
persepsi bunyi palsu biasanya suara tetapi juga bunyi-bunyi lain seperti music,
merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatri. halusinasi
visual adalah persepsi palsi tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk
(sebagai contoh, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai contoh, kulatan
cahaya), paling sering pada gangguan organik. 4
Pada pemeriksaan status mental didapatkan mood hipotimia yaitu suasana
perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan kesedihan dan kemurungan.
Individu secara subyektif mengeluhkan tentang kesedihan dan kehilangan
semangat. Secara obyektif tampak dari sikap murung dan perilakunya yang
lamban. Afek yang didapatkan adalah afek menyempit yaitu menggambarkan
nuansa ekspresi emosi yang terbatas. Intensitas dan keluasan dari ekspresi
emosinya berkurang, yang dapat dilihat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh
yang kurang bervariasi. 2
Ciri gangguan kepribadian ada berbagai macam yaitu ciri gangguan kepribadian
khas, skizoid, paranoid, dissosial, emosional tak stabil, histrionik, anankastik,
cemas, dependen, dan campuran. Pada pasien ini mengarah ke ciri gangguan
kepribadian skizoid.
Ciri ciri gangguan kepribadian skizoid menurut DSM-IV meliputi :

Hanya sedikit ada aktivitas yang memberikannya kebahagiaan

Emosinya dingin, afeknya datar


18


Kurang mampu menyatakan kehangatan, kelembutan atau kemarahan pada
orang lain

Tidak peduli terhadap pujian atau kecaman

Kurang tertarik untuk menjalin pengalaman seksual dengan orang lain

Memilih aktivitas yang menyendiri

Dirundung oleh fantasi dan introspeksi yang berlebihan

Tidak ada keinginan untuk mempunyai teman dekat atau akrab

Tidak sensitif terhadap norma atau kebiasaan social yang berlaku.2


Untuk menegakkan diagnosis gangguan kepribadian skizoid dibutuhkan paling
sedikit 3 kriteria diatas. Pada pasien ini didapatkan hanya 1 ciri gangguan
kepribadian yaitu pasien adalah seorang yang pendiam, jarang bergaul,dan
biasanya pasien memilih-milih teman bermainnya, sehingga hanya disebut ciri
gangguan kepribadian skizoid (tidak menggunakan kode diagnostik).2
b. Rencana terapi
Farmakologi
Salah satu penanganan skizofrenia dengan menggunakan pengobatan
antipsikotik. . Antipsikotik merupakan terapi obat-obatan pertama yang
efektif mengobati skizofrenia. 3 Prinsip pemakaian antipsikotik pada
skizofrenia harus mengikuti lima prinsip utama:
1. Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien
harus digunakan lagi. Jika tidak ada informasi tersebut, pemilihan
antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat efek samping.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu
pada dosis yang adekuat. Jika percobaan tidak berhasil, suatu antipsikotik,
yang dari kelas lain dapat dicoba
4. Pada umumnya, penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu
waktu adalah jarang diindikasikan
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang
serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala
selama episode psikotik. 4
Antagonis reseptor dopamine adalah obat antipsikotik yang klasik dan
efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangna
utama. Pertama, hanya sejumlah kecil pasien cukup tertolong untuk
mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua,
antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Efek menggaggu yang paling utama adalah akatisia
dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Jika percobaan yang adekuat dengan sekurangnya satu antagonis reseptor
dopaminergic semuannya tidak berhasil, terapi kombinasi dengan salah satu
dari obat tersebut dan medikasi tambahan mungkin diindikasikan. Walaupun
jauh kurang efektif daripada antipsikotik, terapi elektrokonvulsif (ECT)
dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien karna suatu alas
an tidak dapat menggunakan antipsikotik.
- Terapi Psikososial
Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan latihan ketrampilan sosial untuk
-

19

meningkatan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan


praktis, dan komunikasi interpersonal. Latihan ketrampilan sosial secara
langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan tambahan
alami bagi terapi farmakologis. Disamping gejala personal dari skizofrenia,
beberapa skizofrenia yang paling sering terlihat adalah menyangkut
hubungan pasien dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk,
keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak ada
spontanitas dalam situasi sosial, dan persepsi yang tidak akurat terhadap
orang lain. Perilaku tersebut secara spesifik dipusatkan di dalam latihan
ketrampilan perilaku.
Terapi berorientasi-keluarga
Karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam keadaan remisi
parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat tetapi intensif. Didalam sesion
keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus mengendalikan
intensitas emosional dari sesion, Ekspresi emosi yang berlebihan selama
satu sesion dapat merusak proses pemulihan pasien skizofrenia dapat
mengurangi kemungkinan keberhasilan sasi terapi keluarga selanjutnya.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif
dalam menurunkan relaps.
Terapi Kelompok
Terapi ini memusatkan perhatian kepada rencana, masalah dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatan rasa persatuan, dan meningkatan tes realitas bagi pasien
dengan skizofrenia.
Terapi individual
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapeutik yang dialami pasien sebagai
aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercaya ahli terapi,
jarak emosional antara ahli terapi dan pasien dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

XIII. WAWANCARA PSIKIATRI

20

Wawancara dilakukan di ruang Manguni RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysan


Manado pada tanggal 31 Oktober 2014 jam 16.30 WITA. Saat wawancara pasien
sedang duduk di kursi.
D : Pemeriksa
P : Pasien
D : Selamat sore bapak Hendra dengan dokter Dewi ini.
P : Pagi dokter
D : Mo batanya tanya neh?
P : Boleh
D : Hendra tinggal dimana ?
P : Tumaratas
D : Dimana kang itu ?
P : Di langoan situ dokter
D : Kiapa boleh masuk rumah sakit dang?
P : Kita ada buat pelanggaran dok
D : Pelanggaran apa?
P : Kita waktu hari rabu kemarin dok ada babongkar rumah
D : Kenapa Hendra babongkar rumah dang
P

: Abis ada orang babise dok par pukul papa, kong daripada kita pukul papa

lebe bae kita bongkar rumah


D : Sapa yang ada bawa kemari dang ke rumah sakit?
P : Mama deng tetangga dok
D : Ada ja bapukul?
P : Pernah dok cuma satu kali kita bapukul orang waktu kelas 4 sd, itu kwa garagara dia kase patah ta pe pena deng kase maso akang di dalam pagar.
D : Hendra suka menyendiri?
P : Suka dok.
D : Sejak kapan suka menyendiri?
P : So lama sih dok.
D : Ingat ingat apa dang?

21

: Kita suka inga-inga ta pe cewe dok, dulu kita sayang sekali pa dia kong dia

kaweng deng orang lain. Kong kita sekarang ada jalani hubungan deng cewe lain,
cuma dia su pung suami.
D : Hubungan dengan keluarga dang bagaimana?
P : Bagus
D : Kalo Hendra punya hubungan dengan tetangga dang?
P : Bagus dok
D : Hendra jaga bangun pagi jam berapa?
P : Jam 3 pagi dok, kong kita suka bajalang-jalang smpe siang bagitu.
D : Jalan sendiri ja kemana?
P : Baputar-putar kampung dok.
D : Ary ja lia bayangan bentuk apa?
P : Rupa bayangan hitam dok
D : Kerja apa dang sekarang?
P : Tani, babantu-bantu di pasar
D : Merokok dari kapan?
P : Sekitar umur 14 tahun dok
D : Ari makaseh neh
P : Io dokter
D : Pemeriksa
K : Keluarga (Ibu Penderita)
D: Selamat sore ibu, saya dengan dr.Dewi mo batanya neh ibu tentang Hendra pe
keluhan?
K: Boleh dr
D: Ibu umur berapa dang?
K: 49 tahun dr
D: Ary jaga ba marah-marah lalu ibu? Sampe ja bapukul?
K: Dia cuma marah-marah dokter, dia ndak pernah bapukul pa kita atau pa adeadenya.
D: Ary ada keluhan apa dang sampe maso rumah sakit ulang?

22

K: Pas hari rabu malam dia bajadi ulang dokter, dia sampe biking ancor torang pe
rumah.
D: Hendra suka menyendiri bu?
K: iya kadang dia ja dudu di depan rumah kong banyanyi sandiri.
D: Hendra suka babajalang sandiri ketika pagi dia bangun?
K: Iya dokter, dia suka bangun jam 3 subuh kong babajalang, mar dia jam 9 atau
10 pagi so pulang, cuman itu hari kamis dok dia malam baru pulang.
D: Kalo minum obat dang sapa yang ja kase ingat?
K: Dia dok yang suka minom sandiri, cuman dia jaga suruh kita lia yang mana
obat yang mo kase.
D: Kalo yang ja iko-iko pa dia dang ibu Ary bilang sapa dang?
K: Ary bilang dr itu kata teroris atau penjahat mo celakai pa dia kata rupa
bayangan gaib kata, mar padahal nyanda ada katu.
D:Hendra anak yang bagaimana dang ibu sekarang?
K: Dia anak yang baik bu,dia menurut apa yang kita ada bilang akang.
D: Baik ibu, makaseh neh
K: Makaseh dokter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan


Perilaku Psikiatri Klinis Jilid I. Binarupa Aksara Publisher. 2010.
2. Yulia Maria Jarut, Fatimawali, Weny I. Wiyono. Tinjauan Penggunaan
Antipsikotik Pada Pengobatan Skizofrenia Di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L.

23

Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013-Maret 2013. Pharmacon


Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT 2013;2(3):54-57.
3. Juvita Novia Anggraini Maria. Peran Atypical Antipsychotic dalam
Menurunkan Perilaku Agresif pada Pasien Skizofrenia. E-jurnal Medika
Udayana 2013;2(2):1-19.
4. American Psychiatric Association. DSM-5 Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders: Fifth Edition. American Psychiatric
Publishing; Washington DC. 2013.
5. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed.
Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2004.

6. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta. 2010.

Lampiran 1

24

25

26

27

Anda mungkin juga menyukai