Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ABORTUS IMMINENS

Oleh:
dr. Ihdina Hanifa

Pembimbing :
dr. I Ketut Sudhaberata, Sp.OG

Pendamping
dr. A. A. Diah Ratna Dewi

DALAM RANGKA MENJALANI PROGRAM INTERNSIP INDONESIA


DI RUMAH SAKIT KASIH IBU KEDONGANAN
PROVINSI BALI
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Abortus Imminens” ini tepat pada waktunya. Laporan kasus ini
disusun dalam rangka mengikuti Program Internsip Indonesia di Rumah Sakit
Kasih Ibu Kedonganan, Provinsi Bali.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan kasus ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan
moral. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1. dr. I Ketut Sudhaberata, Sp.OG selaku pembimbing.
2. dr. A. A. Diah Ratna Dewi yang telah mendampingi penulis dalam
Program Internsip Dokter Indonesia ini.
3. Seluruh staf RSU Kasih Ibu Kedonganan, Bali.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Kedonganan, Januari 2021

Penulis

ii
LAPORAN KASUS
ABORTUS IMMINENS

Lembar Persetujuan Pembimbing


USULAN LAPORAN KASUS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL
JANUARI 2021

Mengetahui,

Pendamping Pembimbing

dr. A. A. Diah Ratna Dewi dr.I Ketut Sudhaberata, SpOG

Direktur RS Kasih Ibu Kedonganan Ketua Komite Medik


RS Kasih Ibu Kedonganan

dr. Kadek Dwicahyawan Prof. Dr. dr. I Wayan Suardana, Sp.THT-KL

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1 Definisi.............................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi..................................................................................... 4
2.3 Etiologi.............................................................................................. 5
2.4 Patofisiologi ..................................................................................... 12
2.5 Diagnosis........................................................................................... 13
2.6 Tanda dan Gejala .............................................................................. 14
2,7 Komplikasi ....................................................................................... 15
2.8 Penatalaksanaan................................................................................ 15
2.9 Prognosis........................................................................................... 16
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................. 17
3.1 Identitas Pasien.................................................................................. 17
3.2 Anamnesis......................................................................................... 17
3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................. 18
3.4 Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 19
3.5 Diagnosis Kerja................................................................................. 21
3.6 Penatalaksanaan................................................................................ 21
3.7 Follow up Pasien............................................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................26
BAB V SIMPULAN............................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Abortus ialah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)


pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Saiffudin, 2002). Di Indonesia
tingkat abortus masih cukup tinggi dibanding dengan Negara-negara maju di
dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun. Penyebab kematian ibu terbesar
adalah perdarahan 60-70%, pre-eklampsia 10-20% dan infeksi nifas 20-3-%
(Manuaba, 2002).

Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak
memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari
semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi
lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi
komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga
tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai
haid yang terlambat. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia
kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena  kelainan pada
kromosom (Decherney, 2003).

Estimasi Nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di


Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup pada
perempuan usia 15-49 tahun. Dari angka tersebut di atas angka kejadian Abortus
imminens menemati urutan paling atas yaitu sebesar 34 kasus (80%) (Widyastuti,
2007). Abortus imminens merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan obstetric
terjadinya perdarahan dari uterus pada kehmilan 20 minggu dengan berat badan
janin 500 gram tanpa disertai dengan adanya pembukaan serviks dan atau disertai
rasa mula-mulas dan hasil konsepsi masih di dalam uterus (Wiknjosastro, 2005).

1
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.(Mansjoer Arif, 1999).
Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita yang sedang
hamil, dengan adanya peralatan Ultrasonografi (USG), sekarang dapat diketahui
bahwa abortus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama adalah abortus karena
kegagalan perkembangan janin dimana gambaran Ultrasonografi (USG) menunjukkan
kantong kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang kedua adalah abortus karena
kematian janin dimana janin tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut
jantung atau pergerakkan yang sesuai dengan usia kehamilan.
Abortus imminens adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada
paruh pertama kehamilan (Williams Obstetri,1995). Abortus imminens adalah
keadaan dimana perdarahan berasal dari intra uteri yang timbul sebelum umur
kehamilan lengkap 20 minggu, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa hasil
pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks (Ben-zion Taber, 1992). Abortus
imminens adalah keguguran yang membakat dan akan terjadi keluarnya fetus yang
maih dapat dicegah (Mochtar Rustam, 1998). Abortus imminens (Threatened
Abortion) adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, hidup, tanpa adanya
dilatasi serviks dan kehamilan masih dapat dipertahankan.
Abortus dapat dibagi atas dua golongan;

1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-
faktor alamiah.
Abortus ini dapat dibagi menjadi;
a. Abortus Imminens (Threatened)
Abortus Imminens dicurigai bila terdapat keluarnya darah dari vagina, atau
perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan. Dapat atau

2
tanpa disertai rasa mules ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau
nyeri pinggang bawah. Perdarahan pada abortus imminens seringkali
hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu.
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya
pembukaan serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound
pada panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin
berdenyut, dan kantong amnion kosong, serviks tertutup, dan masih dapat
janin utuh.
b. Abortus Insipiens (Inevitable)
Abortus Insipiens merupakan suatu abortus yang sedang mengancam,
ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya serviks telah mendatar
dan ostium uteri telah membukakan. Ditandai nyeri perut bagian bawah
atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pada pemeriksaan vagina
memperlihatkan dilatasi serviks dengan bagian kantong konsepsi
menonjol. Hasil pemeriksaan ultrasonografi kosong (5-6,5 minggu), uterus
kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian
bawah.
c. Abortus Inkompletus (Incomplete)
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal
dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang- kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Pada ultrasonografi (USG)
didapatkan endometrium yang tipis dan irreguler.
d. Abortus Kompletus (Complete)
Abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan
uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan
dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan ultrasonografi
(USG) didapatkan uterus yang kosong.
e. Missed abortion
Missed abortion adalah embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.
4
Biasanya didahului tanda abortus iminens yang kemudian menghilang
secara spontan atau setelah pengobatan.
f. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontanyang terjadi berturut-turut tiga
kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil,
namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

2. Abortus provokatus (induced abortion) adalah abortus yang disengaja baik


dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini dapat dibagi menjadi;
a. Abortus medisinalis (abortus therapeutika)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis)
b. Abortus kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis (Mochtar
Rustam, 1998).

2.2. Epidemiologi
Di Indonesia diperkirakan abortus spontan terjadi sekitar 10-15% dari seluruh
kehamilan. Menurut data resmi WHO ( 1994 ) abortus spontan dilaporkan terjadi pada
10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus spontan terjadi pada kehamilan
trimester pertama dan angka kejadian ini akan sangat menurun setelah itu. Angka
kejadian abortus spontan sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas usia
kehamilannya yang hanya sedikit memberi gejala atau tanda sehingga biasanya ibu
tidak berobat. Sementara itu dari kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus
spontan. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran
yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang
berurutan.Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20%
dari semua kehamilan. Bila dikaji lebih jauh kejadian abortus spontan bisa mendekati
angka 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak
bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan
5
ini dikarenakan kegagalan gamet.23 Sofia Doria dkk (2008) melaporkan, dari 232
pasien yang didiagnosa dengan abortus spontan, 147 (63,4%) kasus dengan kromosom
yang normal, 85 Universitas Sumatera Utara (36,6%) dengan kromosom abnormal.
Dari 85 kasus kelainan kromosom dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester
pertama, 2 (2,4%) kasus berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada
trimester ketiga. Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 (
93,9% ) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi
tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62 dengan
poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus translokasi seimbang.
Garcia-Enguidanos (2002) menemukan resiko abortus spontan meningkat dengan
bertambahnya usia ibu dan meningkat tajam setelah usia 35 tahun atau lebih. Andersen
(2000) menjumpai resiko abortus spontan 11,1%- 15,0% pada usia dibawah 35 tahun
dan bertambah menjadi 24,6% diatas usia 35 tahun. Hefner (2004) juga menjumpai
hasil yang sama, dari 10%-14% resiko abortus spontan pada usia 20-34 tahun, dan
bertambah menjadi 24% setelah 35 tahun, dan 50% setelah usia 40 tahun.

2.3. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau cacat,


penyebabnya antara lain:
a. Kelainan kromosom, misalnya lain trisomi, poliploidi dan kelainan kromosom
seks.
b. Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat usia tua,
dimana kondisi abnormal uterus dan endokrin atau sindroma ovarium polikistik.
c. Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus, disebut
teratogen.

2. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis terjadi dalam vili koriales dan


menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga mengganggu pertumbuhan
dan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.

6
3. Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,
malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan,
laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis,
mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis.

4. Kelainan traktus genitalis, misalnya retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan
bawaan uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma
submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain keguguran dalam
trimester dua ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan
serviks yang luas yang tidak dijahit.

Penyebab abortus disebabkan oleh berbagai faktor baik dari faktor janin, faktor ibu,
dan faktor ayah.
a. Faktor janin
Faktor janin merupakan penyebab yang sering terjadi pada abortus spontan. Kelainan
yang menyebabkan abortus spontan tersebut yaitu kelainan telur (blighted ovum),
kerusakan embrio dengan adanya kelainan kromosom, dan abnormalitas pembentukan
plasenta (hipoplasi trofoblas) (Rahmani, 2014).
b. Faktor ibu
Faktor yang menyebabkan abortus terbagi menjadi faktor internal dan faktor
eksternal, yaitu :
1) Faktor Internal
a) Usia
Berdasarkan teori Prawirohardjo (2008) pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih
labil dan belum siap mental untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain tidak
ada persiapan, kehamilannya tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan
ibu menjadi stress. Akan meningkatkan resiko terjadinya abortus. Kejadian abortus
berdasarkan usia 42,9% terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun, kemudian diikuti
usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25 sampai dengan 29 tahun. Hal ini
disebabkan usia diatas 35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk
kehamilan. Selain itu, ibu cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap
kehamilannya dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih dari sekali dan tidak
bermasalah pada kehamilan sebelumnya. Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009)
7
dalam Prawirohardjo (2008) pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah
menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mempunyai anak prematur, persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus
spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita usia kurang
dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
b) Paritas
Pada kehamilan, rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering melahirkan,
rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu
diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko
abortus spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.
c) Jarak kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu
diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami
persalinan yang lama, atau perdarahan (abortus). Insidensi abortus pada wanita yang
hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm.
d) Riwayat abortus sebelumnya
Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15%
untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali maka risikonya akan
meningkat 25%. Beberapa studi menyatakan risiko abortus setelah 3 kali abortus
berurutan adalah 30-45%.
e) Faktor genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio yang
merupakan kelainan sitogenik berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian
sporadis dari fertilitas abnormal. Sebagian dari kejadian abortus pada trimester
pertama berupa trisomi autosom yang timbul selama gametogenesis pada pasien
dengan kariotip normal. Insiden trisomi ini dapat meningkat dengan bertambahnya
usia dimana risiko ibu terkena aneuploidi diatas 35 tahun. Selain dari struktur
kromosom atau gen abnormal, gangguan jaringan konektif lainnya misalnya Sindroma
Marfan dan ibu dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus
(Prawirohardjo, 2008).
f) Faktor anatomik
8
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, dan malpresentasi janin. Kelainan anatomik uterus
lainnya seperti septum uterus dan uterus bikornis. Mioma uteri dapat menyebabkan
infertilitas maupun abortus berulang dan Sindroma Asherman juga dapat
menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan
endometrium.
g) Faktor immunologis
Dalam faktor immunologis ada dua jenis faktor yang mempengaruhi terjadinya
abortus khususnya pada kejadian abortus berulang. Faktor dengan penyebab autoimun
yaitu antibodi dengan fosfolipid bermuatan negatif yang terdeteksi sebagai
antikoagulan lupus dan antibodi antifosfolipid yang banyak terjadi pada abortus
berulang. Antikoagulan lupus yaitu imunoglobin yang mengganggu satu atau lebi dari
beberapa uji koagulasi dependen fosfolipid in vitro yang biasanya untuk kriteria
diagnostik penyakit lupus. Antibodi antifosfolipid adalah antibodi yang didapat untu
ditujukan pada suatu fosfolipid yang melibatkan trombosis dan infark plasenta.
h) Faktor infeksi
Penyakit yang diakibatkan oleh penularan virus atau bakteri yang berdampak pada
janin atau unit fetoplasenta seperti infeksi kronis endometrium, amnionitis, infeksi
organ genetalia, dan HIV (Human immunodeficiency virus).
i) Faktor penyakit debilitas kronik
Penyakit kronik yang timbul saat atau sebelum kehamilan dapat menyebabkan abortus
seperti tuberkulosis, karsinomatosis, hipertensi dan sindroma malabsorbsi.
j) Faktor hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik pada
sistem pengaturan hormon maternal. Sistem hormonal ibu hamil yang perlu
diperhatikan terutama setelah konsepsi yaitu kadar progesteron, fase luteal dan kadar
insulin. Kadar progesteron ibu yang rendah dapat berisiko abortus karena progesteron
berperan dalam reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio.
k) Faktor hematologik
Pada kasus abortus berulang yang ditandai defek plasentasi dan adanya
mikroorganisme pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Penyakit trombofilia herediter juga berpengaruh terhadap terjadinya
abortus.
9
l) Serviks inkompeten
Merupakan kelainan yang ditandai adanya pembukaan serviks tanpa rasa nyeri pada
trimester kedua atau awal trimester tiga yang disertai prolaps dan menggembungnya
selaput ketuban dan ekspulsi janin imatur. Riwayat trauma pada serviks saat adanya
dilatasi atau pada kuretase menjadi salah satu penyebab dari serviks inkompeten.
m) Cacat uterus
Destruksi endometrium luas akibat kuretase hal ini menyebabkan amenore dan
abortus berulang yang disebabkan oleh kurang memadai endometrium untuk
menunjang implantasi.
n) Gamet yang menua
Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa penuaan gamet di dalam saluran genetalia
wanita sebelum pembuahan meningkatkan kemungkinan abortus dan ibu yang berusia
lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatan insidensi sindrom kantung amnion
kecil.
o) Trauma fisik
Trauma yang dapat mengakibatkan abortus seperti trauma akibat suatu benturan
benda tumpul dalam kecelakaan, luka bakar, kekerasan dan terkena senjata tajam
yang mengakibatkan perdarahan pada saat kehamilan.

2) Faktor Eksternal
a) Faktor lingkungan dan pemakaian obat
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya adanya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin dengan adanya gangguan pada
sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin berakibat
terjadinya abortus. Kebiasaan minum alkohol dan yang mengandung kafein secara
berlebihan serta kegagalan efektivitas alat kontrasepsi dalam rahim juga berisiko
terhadap insiden abortus pada kehamilan muda.
b) Faktor sosial budaya
Dalam teori Swasono (1997) tentang kehamilan terhadap konteks budaya yang
mengemukakan bahwa aspek kultural pada masyarakat khususnya Suku Jawa terdapat
masa krisis diantara tahapan-tahapan kehidupan dimana suatu perpindahan dari suatu
tahapan dianggap cukup gawat atau membahayakan, oleh karena itu dilakukan suatu
10
upacara adat yang disebut crisis rites (upacara waktu krisis) dan rites de passage
(upacara peralihan). Masa kehamilan dianggap masa krisis yang berbahaya sehingga
terdapat upacara adat yang cukup rinci seperti mitoni upacara atau selamatan usia
tujuh bulan kehamilan untuk menyambut dan menangkal bahaya yang dapat terjadi,
dilakukan pada kehamilan pertama seorang wanita yang juga berfungsi memberikan
ketenangan jiwa bagi calon ibu yang belum pernah mengalami peristiwa melahirkan.
Upacara adat lainnya yaitu procotan yang bertujuan memudahkan bayi untuk lahir.
Dan brokohan yaitu upacara sesudah bayi dilahirkan dengan selamat. Pada teori yang
sama dimana terdapat dikotomi panas dingin pada hubungan asosiatif pantang
makanan. Kondisi hamil sering dianggap menyebabkan wanita dalam keadaan panas
sehingga dilakukan pantangan makanan. Wanita hamil harus memakan makanan yang
berkualitas dingin dan harus dijalankan sampai saat bayinya lahir untuk mencegah
keguguran. Pada budaya masyarakat Kerinci, Jambi. Wanita hamil dilarang makan
rebung agar bayi tidak berbulu, jantung pisang agar bayi tidak kecil, jamur yang
menyebabkan plasenta menjadi kembar dan sulit lahir. Pada masyarakat Keruak,
Lombok Timur terdapat pantangan makanan gurita, cumi, kepiting, udang, dan ikan
pari yang dianggap dapat menyebabkan ari-ari bayi lekat (retensio plasenta), bayi sulit
dilahirkan, atau malposisi janin, selain itu buah jambu biji dan labu juga dipantang,
hal ini tidak berkaitan dengan faktor kesehatan namun merupakan keyakinan suatu
budaya. Di Desa Tawiri, Ambon adat pantang makan durian. Masyarakat Bandaneira
pantang makanan lemon kuas (orange splash), penduduk di Desa Jalancagak, Subang
memantang makan belut dan nanas muda yang masing menyakini dapat menyebabkan
perdarahan pada kehamilan atau keguguran, ikan dan makan laut lainnya dapat
membuat ASI berbau amis dan membuat bayi terlilit tali pusat.
Kepercayaan akan adanya gangguan roh jahat sebagai aspek dari supranatural yang
umum ditemukan diberbagai suku bangsa yaitu roh-roh halus yang suka memangsa
bayi atau menyebabkan keguguran kandungan sehingga terdapat cara budaya untuk
menangkalnya seperti harus membawa benda tajam seperti peniti atau pisau lipat.
Di kehidupan masyarakat Dani, Kurulu di Lembah Baliem, Irian Jaya, tugas budaya
utama wanita yang dianggap penting adalah melakukan kegiatan mata pencaharaian
seperti menghasilkan ubi jalar dan babi. Karena itu, kehamilan yang dialami oleh
wanita cenderung tidak disukai dan dianggap mengganggu tugas mereka diladang.
Bahkan, keadaan tersebut dapat mendorong piihan aborsi tradisional yang beresiko
bagi wanita bersangkutan.
11
Dalam jurnal Shrimarti R.Devi dkk, mengenai perawatan kehamilan dalam perspektif
budaya Madura dimana sebagian masyarakat memeriksakan kehamilannya ke dukun
untuk mengetahui letak posisi bayi dan dapat melakukan pemijatan untuk
mempermudah melahirkan.
c) Pendidikan
Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan bahwa pendidikan sangat
dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan kematangan
intelektual seseorang. Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan
cara berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam
membuat kebijaksaanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang
rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga
mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana kesehatan
telah tersedia namun belum tentu mereka mau menggunakannya.
d) Status ekonomi (pendapatan)
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini
pada akhirnya berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian
abortus. Selain itu, pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses
pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya abortus dapat
terdeteksi.

e) Pekerjaan
Beberapa wanita yang sudah bekerja juga akan terhambat karirnya ketika memilih
untuk meneruskan kehamilannya. Kondisi pekerjaan yang dilakukan oleh seorang
wanita dapat juga setara dengan beban kerja laki-laki baik dari jabatan ataupun jenis
pekerjaannya ataupun didukung dengan sosial ekonomi yang rendah sehingga wanita
berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.
f) Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan
dalam jumlah sedang.
g) Merokok

12
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada
wanita yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa risiko abortus spontan pada
perokok, disebabkan wanita tersebut juga minum alkohol saat hamil. Baba et al
(2010) menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk status merokok pada ibu
dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 1-19 batang perhari
dan lebih dari 20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami abortus spontan
yang lebih awal.
c. Faktor ayah
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus spontan.
Translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus dimana abnormalitas
kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel dkk 2003 dalam
Handono 2009)

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau
seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan
nutrisi dan O2 pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian
masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran
memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan
disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Bentuk perdarahan
bervariasi diantaranya: Sedikit- sedikit dan berlangsung lama, sekaligus dalam jumlah
besar dapat disertai gumpalan, akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi
meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.(18)
Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua basalis dan perubahan
nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan.
Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di
dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran
janin.
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus, kemudia uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua
secara dalam. Jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya pada kehamilan 8
sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
13
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu, janin dikeluarkan lebih dulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam
berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas
bentuknya, janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,
maserasi atau fetus papi raseus.
Pada abortus imminens peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa
adnaya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita
hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau
tidak sama sekali, uterus membessar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum
membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi
perdarah sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan.
Hal ini disebabkan oleh penembusan villi korialis ke dalam desidua, pada saat
implantasi ovum. Perdarah implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan cepat
berhenti mules-mules.

2.5. Diagnosis
Tindakan klinik yang dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya abortus antara lain :

a. Terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu.

b. Pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah, tekanan darah
normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, dan suhu badan normal atau
meningkat (jika keadaan umum buruk, lakukan resusitasi dan stabilisasi).

c. Adanya perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya jaringan janin, mual
dan nyeri pinggang akibat kontraksi uterus (rasa sakit atau kram perut diatas daerah sinopsis).

d. Pemeriksaan ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan melihat perdarahan


pervaginam, ada atau tidak jaringan janin, dan tercium atau tidak bau busuk dari vulva
inspekulo.

e. Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak
jaringan keluar dari ostium dan ada atau tidak cairan atau jaringan busuk dari ostium.

f. Pada periksa dalam dengan melihat porsio masih terbuka atau tertutup teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan,

14
tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada saat perabaan adneksa dan kavum douglas
tidak menonjol dan tidak nyeri.

Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan antara lain :

a. Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih hidup bahkan 2-3
hari setelah abortus.

b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.

c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Masjoer dalam


Maryunani, 2009)

2.6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari abortus imminens adalah:

1. Perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, hasil konsepsi masih berada
dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks
2. Perdarahan melalui ostium uteri eksternum
3. Uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, tes
kehamilan positif.
4. Perdarahan implantasi biasanya sedikit warnanya merah dan cepat berhenti dan
tidak disertai mules-mules (Wiknjosastro, 1997).

2.7. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatas dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada
tanda bahaya, perlu segera 28 dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan
bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat
karena perlukaan uterus biasanya luas dan mungkin pula terjadi perlukaan pada
15
kandungan kemih dan usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus
dan apakah ada perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperlunya guna mengatasi keadaan.
c. Infeksi
Komplikasi umumnya adalah metritis, tetapi dapat juga terjadi parametritis, peritonitis,
endokarditis dan septikemia. Infeksi yang terjadi umumnya karena adanya bakteri
anaerob, kadang ditemukan koliform. Terapi infeksi antara lain adalah evakuasi segera
produk konsepsi disertai antimikroba spektrum luas secara intravena. Apabila timbul
sepsis dan syok maka perlu diberikan terapi suportif.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik).

2.8. Penatalaksanaan
1) Tirah baring

Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk menambah aliran darah ke uterus dan
mengurangi perangsangan mekanis. Ibu (pasien) dianjurkan untuk istirahat baring.
Apabila ibu dapat istirahat dirumah, maka tidak perlu dirawat. Ibu perlu dirawat apabila
perdarahan sudah terjadi beberapa hari, perdarahan berulang atau tidak dapat
beristirahat dirumah dengan baik misalnya tidak ada yang merawat atau ibu merasa
sungkan bila rumah hanya beristirahat saja. Perlu dijelaskan kepada ibu dan
keluarganya, bahwa beristirahat baring dirumah atau dirumah bersalin atau rumah sakit
adalah sama saja pengaruhnya terhadap kehamilannya. Apabila akan terjadi abortus
inkomplit, dirawat dimanapun tidak mencegahnya.

2) Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).

3) Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi rasa sakit dan rasa cemas),
tokolisis dan progesterone, preparat hematik (seperti sulfat ferosus atau tablet besi).

4) Hindarkan intercose.

5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.

16
6) Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan coklat.

2.9. Prognosis
Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran, kelahiran prematur,

BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan kematian perinatal. Namun, tidak ditemukan

kenaikan risiko bayi lahir cacat. Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis

kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, nyeri perut

yang disertai pendataran serta pembukaan serviks.

Tabel Faktor-faktor yang memengaruhi prognosis abortus imminens

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : NPNR
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Denpasar, 26 Februari 1992
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Batuyang Batubulan Gg Pipit II
Suku / Bangsa : Bali / Indonesia
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Menikah
Nama Suami : ES
Tanggal MRS : 21 Januari 2021 (19.00 WITA)

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluhan keluar flek (bercak darah) dari jalan lahir berwarna kecoklatan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VK rumah sakit Kasih Ibu Kedonganan setelah kontrol ke poli
kebidanan rumah sakit Kasih Ibu Kedonganan dengan keluhan keluar flek kecoklatan
sejak tanggal 8 Januari 2021. Pasien dalam keadaan hamil pertama dengan umur
kehamilan 5-6 minggu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa mules dan dada terasa
berdebar. Keluhan lain seperti mual, muntah, serta lemas disangkal pasien.

Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 13 tahun dengan siklus mestruasi
28 hari teratur setiap bulan dengan lama 5 sampai 7 hari. Pasien mengatakan mengganti
2-3 pembalut/hari. Saat mengalami menstruasi pasien mengatakan tidak memiliki
keluhan seperti nyeri perut, perdarahan yang banyak, dan sebagainya. Hari Pertama
Haid Terakhir (HPHT) adalah 3 Desember 2020 dengan taksiran tanggal persalinan 19
September 2021.

17
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali dengan lama pernikahan 1 bulan. Usia saat awal menikah adalah
28 tahun.

Riwayat Kehamilan
1. Hamil ini

Riwayat Antenatal Care


Pasien mengaku telah melakukan kontrol kehamilan di dokter spesialis kandungan
sebanyak 3 kali. Pasien sudah pernah melakukan pemeriksaan USG selama kehamilan
sebanyak 2 kali di dokter spesialis kandungan. Pasien diketahui mengalami keluar flek
pertama kali pada tanggal 8 Januari 2021.

Riwayat Kontrasepsi
Belum pernah menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit hipertensi, asma, diabetes mellitus, jantung, ginjal, ataupun penyakit
sistemik lainnya disangkal. Pasien juga menyangkal adanya alergi terhadap suatu
makanan ataupun obat.

Riwayat Penyakit Sosial dan Keluarga


Penyakit sistemik lainnya di keluarga seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan
penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien. Ayah pasien mengidap penyakit
Kanker Paru. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya
bekerja dirumah. Suami Pasien adalah seorang pekerja swasta dengan penghasilan yang
dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pasien mengaku tidak
merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status Present (21 Januari 2021)
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
19
Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)
Nadi : 86 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu Aksila : 36,6C
VAS :2
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 21,3 kg/m2
Status General
Mata : Anemia -/-, ikterus -/-, reflex pupil +/+ bulat isokor
Leher : Pembesaran KGB (-)
THT : Kesan normal
Thoraks : Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae
Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ Status Obstetri
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas
Status Obstetri
Mammae : Hiperpigmentasi areola (+), kebersihan cukup
Abdomen :
Inspeksi : Perut membesar (-), striae gravidarum (-), luka operasi (-)
Palpasi : Pemeriksaan leopold tidak dilakukan
Auskultasi : Pemeriksaan DJJ belum terdengar
3.4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

Darah lengkap:

- Haemoglobin : 12,10 gr/dl


- Leukosit : 7.360/ul
- Hematocrit : 35.8%
- Eritrosit : 4,09 juta/ul
- Trombosit : 278 ribu/ul
- MCV : 87,50 fL
20
- MCH : 29,6 pg
- MCHC : 33,8 g/dl
- Hitung jenis leukosit
 Basofil : 0,40%
 Eosinofil : 0,70%
 Neutrol segment : 5,21 10*3/uL
 Limfosit : 1,72 10*3/uL
 Monosit : 0,35 10*3/uL

SARS CoV-2 Antigen


Hasil: Negatif

USG (11 Januari 2021)

USG (16 Januari 2021)

21
3.5. Diagnosis Kerja
G1P0000 UK 5-6 minggu dengan Abortus Imminens

3.6. Penatalaksanaan
- Observasi Konservatif
- IVFD D5% + drip proterine 5 ampul maksimal 40 tpm
- Microgest 2 x 200 mg
- Folac 400 mcg 1 x 1
- Onoiwa 500 mg 3 x 1
- Hystolan 3 x 1
- Nifedipine 10 mg 3 x 1
- Plasminex 500 mg inj 3 x 1
- Ondancentron 4 mg 3 x 1
Monitoring :Keluhan dan TTV

22
3.7 Follow Up Pasien
Kamis, 21 Januari 2021
S : Pasien mengatakan perut terasa mules, perdarahan pervaginam tidak ada, jantung
berdebar (+), makan baik, mium baik, BAK (+), BAB (-), sakit kepala (-), mual (-),
muntah (-)
O : Status present
TD : 90/60 mmHg RR : 24x/menit
N : 86x/menit Tax : 36.6oC
Status obstetrik
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar (-), striae gravidarum (-), luka operasi (-)
Palpasi : Pemeriksaan leopold tidak dilakukan
Auskultasi : Pemeriksaan DJJ belum terdengar
Vagina : tidak dilakukan
A : G1P0000 UK 5-6 minggu dengan Abortus Imminens

P:
- Observasi Konservatif
- IVFD D5% + drip proterine 5 ampul maksimal 40 tpm
- Microgest 2 x 200 mg
- Folac 400 mcg 1 x 1
- Onoiwa 500 mg 3 x 1

Jumat, 22 Januari 2021


S : Pasien mengatakan perut masih mules, perdarahan pervaginam tidak ada, jantung
berdebar (+), makan baik, mium baik, BAK (+), BAB (-), sakit kepala (-), mual (-),
muntah (-)
O : Status present
TD : 100/60 mmHg RR : 20x/menit
N : 72x/menit Tax : 36.3oC
Status obstetrik
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar (-), striae gravidarum (-), luka operasi (-)

23
Palpasi : Pemeriksaan leopold tidak dilakukan
Auskultasi : Pemeriksaan DJJ belum terdengar
Vagina : tidak dilakukan
A : G1P0000 UK 5-6 minggu dengan Abortus Imminens

P:
- Observasi Konservatif
- IVFD D5% + drip proterine 5 ampul maksimal 40 tpm
- Microgest 2 x 200 mg
- Folac 400 mcg 1 x 1
- Onoiwa 500 mg 3 x 1

Sabtu, 23 Januari 2021


S : Pasien mengatakan perut masih mules, perdarahan pervaginam (+), jantung berdebar
(+) kadang-kadang, makan baik, mium baik, BAK (+), BAB (-), sakit kepala (-),
mual (-), muntah (-)
O : Status present
TD : 100/60 mmHg RR : 20x/menit
N : 78x/menit Tax : 36.7oC
Status obstetrik
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar (-), striae gravidarum (-), luka operasi (-)
Palpasi : Pemeriksaan leopold tidak dilakukan
Auskultasi : Pemeriksaan DJJ belum terdengar
Vagina : tidak dilakukan
A : G1P0000 UK 5-6 minggu dengan Abortus Imminens

P:
- Observasi Konservatif
- IVFD D5% + drip proterine 5 ampul maksimal 40 tpm
- Microgest 2 x 200 mg
- Folac 400 mcg 1 x 1
- Onoiwa 500 mg 3 x 1

24
Minggu, 24 Januari 2021
S: Pasien mengatakan perut masih mules tapi sudah berkurang, flek (+), jantung
berdebar (+) kadang-kadang, makan baik, mium baik, BAK (+), BAB (-), sakit kepala
(-), mual (-), muntah (-)
O : Status present
TD : 100/60 mmHg RR : 20x/menit
N : 80x/menit Tax : 36.3oC
Status obstetrik
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar (-), striae gravidarum (-), luka operasi (-)
Palpasi : Pemeriksaan leopold tidak dilakukan
Auskultasi : Pemeriksaan DJJ belum terdengar
Vagina : tidak dilakukan
A : G1P0000 UK 5-6 minggu dengan Abortus Imminens

P:
- Observasi Konservatif
- IVFD D5% + drip proterine 5 ampul maksimal 40 tpm
- Microgest 2 x 200 mg
- Folac 400 mcg 1 x 1
- Onoiwa 500 mg 3 x 1
- Vit C 2x1 ampul
- Kalnex 3x1 ampul
- Nifedipin 3x10 mg

Senin, 25 Januari 2021


S : Pasien mengatakan mules sudah berkurang, flek (-), jantung berdebar (+) kadang-
kadang, makan baik, mium baik, BAK (+), BAB (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah
(-)
O : Status present
TD : 110/70 mmHg RR : 20x/menit
N : 83x/menit Tax : 36.2oC
Status obstetrik
Abdomen

25
Inspeksi : Perut membesar (-), striae gravidarum (-), luka operasi (-)
Palpasi : Pemeriksaan leopold tidak dilakukan
Auskultasi : Pemeriksaan DJJ belum terdengar
Vagina : tidak dilakukan
A : G1P0000 UK 5-6 minggu dengan Abortus Imminens

P:
- Observasi Konservatif
- IVFD D5% + drip proterine 5 ampul maksimal 40 tpm
- Microgest 2 x 200 mg
- Folac 400 mcg 1 x 1
- Onoiwa 500 mg 3 x 1
- Vit C 2x1 ampul
- Kalnex 3x1 ampul
- Nifedipin 3x10 mg

BAB IV
PEMBAHASAN

26
Seorang pasien wanita datang ke RS Kasih Ibu Kedonganan Zainab pada tanggal 21

Januari 2021. Untuk menegakkan diagnosis maka dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Adapun hasil dari anamnesis ialah ibu hamil datang dengan keluhan flek sejak tanggal

8 Januari 2021, flek berwarna coklat kehitaman, menggumpal tidak berbau, sedikit dan terus

menerus. Mual, muntah dan pusing disangkal. Ibu merasa mulas seperti ingin BAB, BAK dan

BAB tidak ada keluhan. Dari hasil anamnesis tersebut terdapat beberapa kemungkinan

diagnosis yaitu abortus imminens, abortus insipiens, kehamilan ektopik terganggu. Sebaiknya

pada anamnesis juga ditanyakan apakah pasien ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk

menilai apakah obat-obatan tersebut berpengaruh terhadap kondisi pasien saat ini. Kemudian

sebaiknya juga ditanyakan riwayat trauma pada regio abdomen dan region pelvis untuk

melihat faktor risiko dari kondisi abortus. Hal tersebut berguna untuk menyingkirkan

diagnosis banding diatas.

Untuk lebih mempertajam diagnosis kerja maka dilakukan pemeriksaan fisik. Pada

pemeriksaan fisik sudah dilakukan pemeriksaan vital sign dan beberapa pemeriksaan regio

tubuh. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan masih dalam batas normal. Kemudian

untuk lebih memastikan diagnosis maka dilakukan pemeriksaan dalam dengan hasil serviks

tertutup dan tidak terlihat ekspulsi jaringan konsepsi., Jika terdapat pembukaan serviks, maka

mencerminkan suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika tertutup merupakan suatu

abortus iminens. Dari hasil ini, diagnosis banding abortus insipiens dan abortus inkomplit

sudah bisa disingkirkan. Namun tidak ada data mengenai pemeriksaan nyeri goyang portio.

Sebaiknya periksa juga adanya nyeri goyang porsio atau tidak untuk menentukan adanya

kehamilan ektopik. Serta sebaiknya juga melihat perdarahan yang terjadi (warnanya,

banyaknya, intensitas). Hal ini tentu penting untuk menegakkan diagnosis abortus imminens.

27
Untuk pemeriksaan penunjang, USG sudah tepat dilakukan karena merupakan alat

yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kelainan pada pasien, dan dari hasil USG

didapatkan kesan bahwa terjadi abortus imminens pada pasien. Sedangkan untuk hasil

pemeriksaan laboratorium, semuanya dalam batas normal.

Untuk terapi prinsip utamanya adalah mempertahankan kehamilan. Tirah berbaring

merupakan anjuran utama. Hal ini karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah

ke uterus dan bertambahnya rangsang mekanik. Namun pada pasien ini, dokter juga

memberikan beberapa obat untuk membantu perbaikan kondisi pasien yaitu pemberian

hormon progesterone berupa microgest 2x200 mg/hari, IVFD D5% + drip proterine 5 ampul

max 40 tpm, folac 1x1, onoiwa 3x1, vit c 2x1 ampul, kalnex 3x1 ampul dan nifedipin 3 x 10

mg.

Sebaiknya pasien tetap di follow up dengan menyarankan agar pasien rutin

melakukan antenatal care. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya

pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG serial setiap 4 minggu.

Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai

kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain. Pemeriksaan

ultrasonografi penting untuk mengetahui apakah janin masih hidup atau tidak. selain itu juga

edukasi pasien agar menghindari hubungan seksual selama keluhan ini masih berlangsung.

28
BAB V

SIMPULAN

Pada kasus ini abortus imminens terjadi pada wanita 28 tahun pada kehamilan
pertama dengan umur kehamilan 5-6 minggu. Diagnosis dapat ditegakkan dengan jelas
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini,
terjadinya abortus imminens mungkin dipengaruhi oleh faktor stress pada ibu.

Abortus imminens sering terjadi dan merupakan beban emosional yang serius,
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah,
kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun tidak ditemukan
kenaikan risiko bayi lahir cacat. Pemeriksaan USG transvaginal penting dilakukan untuk
meningkatkan ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan, menentukan apakah janin viabel atau
non viabel, kehamilan intrauteri, ekstrauteri, mola, atau missed abortion serta
menggambarkan prognosis ibu hamil yang mengalami gejala abortus imminens.

Dengan penanganan yang baik, prognosis kondisi abortus imminens akan menjadi baik.
Namun demikian apabila tidak dilakukan penanganan dan pengamatan yang baik pada
pasien, penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu. Gambaran aktivitas jantung janin
umumnya dikaitkan dengan 85-97% tingkat keberhasilan kehamilan, sedangkan kantung
kehamilan besar yang kosong atau perbedaan antara perhitungan HPHT dan USG lebih dari
seminggu menunjukkan prognosis buruk, semakin tua usia ibu pada saat hamil dan tingginya
riwayat keguguran sebelumnya memperburuk prognosis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2014. Williams
obstetrics. 24rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2014. hal 350-355.
2. DeCherney AH, Nathan L. 2003. Spontaneous Abortion and Early Pregnancy Risk in:
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York, NY: McGraw
Hill.
3. Evans, AT. 2007. Pregnancy Loss and Spontaneous Abortion. In Manual of Obstetrics 7 th
Ed . Lippincott Williams & Wilkins.
4. Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi
kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
5. Saifuddin, AB. 2011. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal:146-147.
6. Sucipto, N. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan
Penatalaksanaan. CDK-206/ vol. 40 no. 7, hal 492-496

29

Anda mungkin juga menyukai