Anda di halaman 1dari 70

KEHAMILAN DENGAN GEMELLI

DAN LETAK SUNSANG

Oleh :
Sean Janis Puja Riyadi 21100707360803033
Sindi Glaudia 21100707360803016

PRESEPTOR :
dr. Benny Oktora,Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD.DR ACHMAD MOCKTHAR

BUKTINGGI 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “KEHAMILAN DENGAN
GEMELLI DAN LETAK SUNSANG”. Penyusunan laporan kasus ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu
Obstetri dan Ginekologi RSUD.DR Achmad Mocthar desember 2022.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1. dr.Benny, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, ilmu dan
bimbingannya dalam penyusunan laporan kasus ini selama penulis menempuh
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSUD.DR Achmad
Mocthar
2. Teman-teman yang turut memberikan masukan dan membantu penyelesaian
laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, oleh sebab itu
segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan untuk
menyempurnakan ini di kemudian hari, terlepas dari segala kekurangan yang ada,
penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Sebelumnya penyusun memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dalam
pengejaan kalimat serta penyebutan nama tempat, istilah serta nama orang.

Bukittinggi, Desember 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .........................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................2

BAB I.....................................................................................................................4

PENDAHULUAN ................................................................................................4

BAB II ...................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA......................................... Error! Bookmark not defined.

2.1 Kehamilan kembar ...............................................................................5


2.1.1 Definisi .............................................................................................5

2.1.2 Epidemiologi ....................................................................................5

2.1.3 Mortalitas dan morbiditas .............................................................6

2.1.4 Faktor Resiko ..................................................................................7

2.1.5 Jenis kehamilan multifetus.............................................................9

2.1.6 Zigositas, Korionisitas, Amniositas dan Plasentasi ....................11

2.1.7 Diagnosis ........................................................................................15

2.1.8 Adaptasi Ibu terhadap kehamilan multifetus ............................20

2.1.9 Komplikasi perkembangan Janin ...............................................21

2.1.10 Manajemen Persalinan .................................................................41

2.2 Letak Sungsang ...................................................................................55


2.2.1 Definisi ...........................................................................................55

2.2.2 Epidemiologi ..................................................................................55

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ...........................................................55

2
2.2.4 Klasifikasi Plasenta Previa ..............................................................56

2.2.5 Patofisiologi ....................................................................................57

2.2.6 Gambaran Klinis...........................................................................58

2.2.7 Diagnosis ........................................................................................58

2.2.8 Penatalaksanaan ...........................................................................59

2.2.9 Komplikasi .....................................................................................67

2.2.10 Prognosis ........................................................................................68

BAB III ......................................................................................................69

LAPORAN KASUS ..................................................................................69

3.1 Identitas Pasien ...................................................................................69

3.2 Anamnesa ............................................................................................69

3.3 Pemeriksaan Fisik ...............................................................................70

3.4 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................72

3.5 Diagnosis ..............................................................................................72

3.6 Penatalaksanaan .................................................................................72


BAB IV .......................................................................................................74

KESIMPULAN .........................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................76

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan multifetus mempunyai arti yang cukup penting dalam bidang


obstetri, karena disamping merupakan fenomena yang menarik, keadaan ini termasuk
dalam kategori resiko tinggi dalam kehamilan dan persalinannya.1
Kehamilan kembar selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter, danmasyarakat
pada umumnya. Kehamilan dan persalinan membawa resiko bagi janin. Morbiditas dan
mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin lebih dari
satu (multifetus). Karena itu, mempertimbangkan kehamilan kembar sebagai
kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.2-3
Kehamilan multifetus sebagai suatu kehamilan resiko tinggi menggambarkan
12 % dari semua kematian perinatal. Resikobagi janin menjadi berlipat pada kembar
tiga, kembar empat, dan kembar lima. Disamping karena resiko yang tinggi untuk
kelahiran prematur. Komplikasi plasenta dan tali pusat, dan gangguan persalinan, satu
atau lebih janin hampir selalu ditemukan dalam salah letak.2-3
Angka kejadian letak sungsang ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh persalinan
tunggal. Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan letak
sungsang sebanyak 4-4,5%, sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang
pada tahun 2003-2007 didapatkan sebesar 8,63%. Sebab utama kematian perinatal pada
letak sungsang diantaranya adalah hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan
kelainan kongenital. Kelainan kongenital terdapat 6-18% pada presentasi bokong,
dibandingkan 2-3% pada presentasi kepala.4-6
Posisi janin letak sungsang dapat mempengaruhi proses persalinan. Proses persalinan
yang salah dapat menimbulkan ibu mengalami perdarahan, trauma persalinan dan infeksi,
sedangkan pada bayi terjadi perdarahan, infeksi pasca partus seperti meningitis dan trauma
persalinan. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.7

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan kembar


2.1.1 Definisi
Kehamilan multifetus adalah kehamilan dengan lebih dari satu fetus, kehamilan
dengan dua fetus disebut kehamilan ganda.8
2.1.2 Epidemiologi
Sejak 1980 hingga 2005 angka kelahiran kembar ganda telah mengalami
peningkatan dari 18,9 menjadi 32,1 per 1000 kelahiran hidup di Amerika
serikat.Peningkatan ini terjadi akibat terapi kesuburan dan penerapan teknik reproduksi
berbantu (TRB) serta meningkatnya jumlah wanita yang melahirkan pada usia lebih
dari 35 tahun.3,9

Kehamilan multifetus ini ternyata memberikan dampak berupa meningkatkan


morbiditas dan motalitas ibu dan fetus. Ibu dengan kehamilan multifetus rentan
terhadap preeklampsi, solusio plasenta, perdarahan pascasalin,trauma jalan lahir dan
komplikasi lainnya yang dapat menyebabkan kematian. Morbiditas fetus yang paling
sering adalah prematuritas, pertumbuhan janin terhambat(PJT), sindrom transfusi antar
fetus (twin to twin transfusion syndrome), kembar siam,dan komplikasi lainnya yang
meningkatkan mortalitas neonatus.8-9

Di Inggris dan Wales, kejadian kelahiran kembar ganda antara tahun 1971 –
1975 adalah 9,9 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2001 – 2002 meningkat menjadi
14,6. Di Singapura, kelahiran kembar ganda meningkat dari 5,82 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1980 menjadi 9,46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2001. Di
Taiwan, kejadian kehamilan kembar tiga (triplet) meningkat dari 47 per sejutakelahiran
(1975) menjadi 453 per sejuta kelahiran (1990). Di Amerika serikat, kejadiankelahiran
kembar triplet mencapai angka 143,4 per 100.000 kelahiran hidup.

5
Sedangkan angka kelahiran kembar empat (kuadriplet) atau lebih adalah 9,89 per
100.000 kelahiran hidup.8

Teknologi reproduksi berbantu terbukti berkontribusi besar terhadap kejadian


kehamilan multifetus. Sebanyak 18% dari kehamilan multifetus di Amerika Serikat
terjadi karena teknologi reproduksi berbantu yang lebih sering digunakan olehpopulasi
wanita Kauksia dengan usia lebih tua, lebih sejahtera, dan berpendidikan lebih tinggi.
Sebanyak 43% kehamilan triplet terjadi sebagai hasil dari prosedur teknologi reproduksi
berbantu, dan 38% terjadi dari induksi ovulasi, sehingga hanya 19% yang dihasilkan
dari konsepsi spontan. Sebagai perbandingan, di Taiwan, selama kurun waktu tahun
1983 – 1995, hanya 12% dari 34 kehamilan triplet yang merupakan hasilkonsepsi alami,
sedangkan 88% sisanya merupakan hasil induksi ovulasi (termasuk fertilasi in vitro). Di
Jepang sekitar 73,2% kehamilan multifetus lebih dari dua fetus dihasilkan oleh
fertilisasi in vitro, 22,1% oleh induksi ovulasi, dan hanya 4,3% oleh kehamilan spontan.
Di Indonesia, dari sekitar 140 kasus teknologi reproduksi berbantu yang ditangani di
Bandung, sebanyak 30% menghasilkan kehamilan multifetus.8

Aspek lain dari peningkatan frekuensi kehamilan multifetus adalah perubahan rasio
antara kembar monozigotik dan dizigotik. Pada kehamilan multifetusyang berasal dari
konsepsi spontan, sepertiganya merupakan kembar monozigotik, sebaliknya pada
teknologi reproduksi berbantu kembar dizigotik mendominasi kehamilan multifetus dan
kembar monozigotik hanya 5%.8
2.1.3 Mortalitas dan morbiditas
Kehamilan multifetus ternyata meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas
ibu dibandingkan kehamilan tunggal. Risiko tersebut antara lain preeklampsia, preterm,
perdarahan pascasalin dan ketuban pecah dini.10

6
Insidensi preeklampsi meningkat 2,5-3,5 kali lipat pada kehamilan multifetus
dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Di Filipina, sebanyak 10% kasus multifetus
megalami preeklampsia. Diketahui juga bahwa insidensi diabetes gestasional pada
kehamilan multifetus lebih tinggi. Resiko perdarahan pascasalin di seluruh dunia pada
persalinan mulitfetus adalah 8,25%. Ibu yang melahirkan fetus kembar ganda akan
memiliki risiko tiga kali lipat untuk mejalani histerektomi akibat atonia uteri. Risiko ini
meningkat menjadi 24 kali lipat pada ibu yang melahirkan tripletatau kuadriplet. Risiko
kematian ibu pada kehamilan multifetus meningkat dua kali lipat. Di Amerika Serikat,
risikonya empat kali lipat. Kematian ibu akibat kehamilan multifetus adalah 20,8 per
100.000 kelahiran hidup. Di Nigeria, masing-masing angka kematian ibu adalah
sebanyak 2% dan 6,3% untuk kehamilan kembar ganda dan triplet, jauh lebih tinggi
daripada angka kematian ibu dengan kehamilan tunggal (1%).10

Selain menimbulkan komplikasi maternal, kehamilan multifetus juga kerap


dikaitkan dengan peningkatan insidensi prematur ( usia kehamilan < 37 minggu) serta
kematian fetus dan neonatal.
2.1.4 Faktor Resiko
Faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar, diantaranya:

1. Ras
Frekuensi kelahiran janin multipel bervariasi secara bermakna pada
berbagai kelompok etnik dan ras. Dibeberapa tempat di Afrika, frekuensi
kehamilan kembar sangat tinggi. Knox dan Morley (1960), dalam sebuah survei
disalah satu komunitas pedesaan Nigeria, mendapatkan bahwa kehamilan
kembar terjadi pada satu di antara setiap 20 kelahiran. Perbedaan yang mencolok
dalam kehamilan kembar ini mungkin disebabkan oleh variasi rasial kadar
follicle stimulating hormone yang menyebabkan ovulasi multiple.3

7
Tabel.1.Angka kehamilan kembar per 1000 kelahiran berdasarkan zigositas 3

2. Keturunan
Faktor keturunan dari ibu secara demografi lebih bermakna daripada ayah.
Pada kasus kembar dizigotik, dilaporkan peran faktor keturunan dari pihak ibu
sebesar 1 : 58 kelahiran, sedangkan dari pihak ayah sebesar 1 : 116 kelahiran.
Penelitian mengenai peran genetika belum banyak dilakukan, sehingga sampai
saat ini dugaan ke arah faktor keturunan karena peran genetika belum jelas.3,8

3. Usia ibu dan paritas


Kejadiann kehamilan multifetus meningkat sesuai dengan peningkatan usia
ibu dan mencapai puncaknya pada usia 37 tahun, kemudian menurun secara
tajam. Hal ini diduga berkaitan dengan faktor hormonal, yaitu kadar follicel
stimulating hormone (FSH) berkurang karena terjadi deplesi folikel. Penelitian
di Swedia dan Nigeria, melaporkan bahwa semakin tinggi paritas akan semakin
tinggi kemungkinan kehamilan multifetus. Di Swedia, kehamilan multifetus
ganda pada kehamilan anak pertama terjadi 1,3 % dan pada anak keempat 2,7%.
Di Nigeria, 1:50 pada kehamilan pertama, meningkat menjadi 1 : 15 pada
kehamilan ke-6. 3,8

8
4. Nutrisi
Adanya gradien tertentu dalam angka kehamilan kembar yang berkaitan
dengan status gizi seperti tercermin oleh ukuran tubuh ibu. Wanita yang lebih
tinggi dan lebih berat memiliki angka kehamilan kembar 25 sampai 30 persen
lebih tinggi daripada wanita bertubuh pendek yang kurang gizi. Kembar
dizigotik lebih sering dijumpai pada wanita tinggi besar daripada wanita
bertubuh kecil. Dalam sebuah uji klinik acak tentang suplementasi asam folat
perikonsepsi, mendapatkan bahwa wanita yang mendapatkan suplementasi
asam folat mengalami peningkatan insiden kehamilan multifetus.3
5. Pengobatan infertilitas
Induksi ovulasi dengan FSH dan korionik gonadotropin atau klomifen sitrat
dapat meningkatkan kejadian multifetus. Schenker melaporkan bahwa
peningkatan fertiltas akibat teknologi reproduksi berbantu 16 – 40 % dan 75 %
di antaranya merupakan kehamilan multifetus.3
6. Gonadotropin Hipofisis
Faktor umum yang mengaitkan ras, usia, berat, dan kesuburan dengan
gestasi multipel mungkin adalah kadar follicle stimulating hormone. Teori ini
didukung oleh kenyataan bahwa terjadinya peningkatan fekundasi dan angka
kehamilan kembar dizigotik pada wanita yang hamil dalam 1 bulan setelah
penghentian kontrasepsi oral, tetapi tidak dalam bulan – bulan berikutnya. Hal
ini mungkin disebabkan oleh pelepasan mendadak gonadotropin hipofisis
dalam jumlah yang lebih besar daripada biasanya selama daur spontan pertama
setelah penghentian kontrasepsi.3
2.1.5 Jenis kehamilan multifetus
Terdapat 2 jenis kehamilan kembar, yaitu :
1. Kehamilan Dizigotik
Kehamilan dizigotik adalah kehamilan kembar yang berasal dari dua sel
telur yang berbeda dan dibuahi oleh dua sperma. Dua buah sel telur dilepaskan

9
dari folikel berbeda pada saat bersamaan. Kembar dizigotik bisa berjenis
kelamin sama atau berbeda. Sekitar 75 % kembar dizigotik berjenis kelamin
sama, 45% berjenis kelamin sama laki-laki dan 30% berjenis kelamin sama
wanita.9

Prinsip utama terjadinya kehamilan multifetus dizigotik adalah tersedianya


dua buah ovum yang dibuahi. Kejadian ini terjadi bila terdapat lebih dari satu
ovulasi dalam satu siklus menstruasi. Hal ini dapat berlangsung secara alamiah
atau artifisial. Kembar dizigotik terjadi karena adanya ovulasi berulang akibat
rangsangan FSH dan LH “surge”. Gonadotropin eksogen, klomifen sitrat, dan
obat-obat serupa yang dipakai untuk pengobatan infertilitas akan merangsang
pengeluaran FSH, sehingga akan terjadi ovulasi berulang yang berakibat
terjadinya kehamilan kembar. Wanita dengan hamil kembar mempunyai kadar
FSH dan LH yang lebih tinggi daripada wanita dengan hamil tunggal.8

Faktor keturunan dan lingkungan merupakan predisposisi kehamilan


kembar dizigotik. Ada kecenderungan terjadinya hamil dizigotik yang lebih
besar apabila diturunkan dari pihak ibu. Fertilitas yang tinggi berhubungan
dengan kehamilan multifetus, produksi berlebihan Gonadotropin pituitari ,
frekuensi koitus yang tinggi dan ketidakmampuan 1 foliker graaf menghambat
foliker lainnya diduga sebagai penyebab meningkatnya insiden kehamilan
kembar. Plasenta hamil kembar dizigotik paling sedikit harus mempunyai 2
korion (menjadi satu atau terpisah), sehingga tidak terjadi hubungan pembuluh
darah kedua janin dan tidak akan terjadi sindroma transfusi janin.8-9
2. Kehamilan Monozigotik
Kembar monozigotik merupakan hasil dari pembelahan ovum yang telah
dibuahi pada bermacam-macam fase pertumbuhan. Penyebab yang pasti belum
diketahui, tetapi mungkin disebabkan karena kurangnya oksigen dan nutrisi

10
sehingga akan terjadi terlambatnya implantasi. Angka kejadian kembar
monozigotik relatif tetap seluruh dunia dibandingkan dengan kembar dizigotik.
Angka kejadian tersebut ialah 4 per 1000, tanpa dipengaruhi oleh fertilitas, ras,
atau faktor-faktor lingkungan lain. Kematian dan kesakitan perinatal hamil
kembar monozigotik tergantung dari variasi plasentasinya yang terjadi pada
saat pembelahan ovum yang telah dibuahi. kembar monozigotik atau identik
tidak juga betul-betul identik karena proses pembelahannya dapat
menghasilkan sitoplasma yang tidak setara. Melihat proses pembelahannya
kembar monozigotik adalah suatu proses teratogenik dan memperlihatkan suatu
kondisi yang dapat meningkatkan kasus – kasus kecacatan atau malformasi
struktural karena pembagian tidak setara atau seimbang tersebut.11

Jenis kelamin dapat berbeda pada bayi zigotik, sedangkan pada


monozigotik sangat jarang terjadi perbedaan dan hampir 100% jenis kelamin
sama. Perbedaan jenis kelamin terjadi pada kelainan kromosom sex, terutama
pada kasus sindrom Turner (45,X) dengan jenis kelamin perempuan, sedangkan
saudara kembarnya 46,XY dengan jenis kelamin laki-laki.8
2.1.6 Zigositas, Korionisitas, Amniositas dan Plasentasi

Penentuan zigositas, korionitas dan amniositas merupakan hal yang penting


untuk manajemen kehamilan multifetus. Penetuan zigositas membantu untuk
memprediksi resiko perinatal, khususnya twin to twin transfusion syndrome.Kehamilan
monokorionik-amnionik mempunyai angka kematian tertinggi yakni 50% diikuti
monokorionik-diamnionik 26% dan dikarionik diamnionik 9%. Peningkatan mortalitas
fetus pada monokorionik terutama disebabkan hubungan vaskuler pada plasenta yang
menyebabkan twin to twin transfusion syndrome.12
Kehamilan monoamnionik meningkatkan risiko prematuritas, kematianjanin,
dan kerusakan neurologis sekunder terhadap twin to twin tranfusion syndrome.

11
Selain korionisitas dan amniositas, zigositas juga penting, makin banyak jumlah fetus
makin tinggi risiko morbiditas dan mortalitas.8

Pada kehamilan Monokorioniksemakin awal proses pembelahan terjadi, maka


semakin sedikit struktur yang sama antara individu kembar, dibandingkan bila
pembelahan terjadi lebih akhir. Perbedaan ini dapat mempengaruhi berat lahir,
abnormalitas perkembangan atau penyakit.
Kembar monozigotik mempunyai empat bentuk akhir tergantung masa awal
pembelahan zigot3 :
a. Pembelahan dini : Terjadi pada 18-36% kasus, pemisahan terjadi antara masa
zigot dan morula, yaitu 72 jam pertama. Fetus ini akan berkembang menjadi
monozigotik-dikorionik-diamnionik.
b. Pembelahan lanjut : Terjadi pada 60-70% kasus, pemisahan terjadi pada hari ke-
4 hingga ke-8, fase awal masa blastokista setelah pembentukan inner cell mas
yang akan memisahkan diri dari trofoblas, akan tetapi sel yang akan membentuk
korion belum terdiferensiasi, maka pembelahan akan menghasilkan kembar
monozigotik-monokorionik-diamnionik.
c. Tipe pembelahan yang jarang terjadi : Pada 1% kasus terjadi setelah hari ke-8
hingga hati ke-13. Pembelahan dari inner cell mass terjadi ketika amnion
terdiferensiasi, pembelahan ini akan menghasilkan dua fetus dalamsatu kantong
amnion yang sama, kembar monozigotik-monokorionik- monoamnionik.
d. Tipe pembelahan yang sangat jarang terjadi : pembelahan yang terjadi setelah
hari ke-13. Pada fase ini lempeng embrionik telah terbentuk, pembelahan akan
tidak sempurna dan menghasilkan kembar siammonokorionik-monoamnionik.

12
Gambar.1. Mekanisme pembentukan kembar monozogotik.3

Secara umum kasus kehamilan multifetus monokorionik mengidentifikasikan


monozigositas. Akan tetapi pada kasus yang jarang terjadi, dapatditemukan kembar
dizigotik monokorionik. Hal ini dapat terjadi mungkin disebabkan oleh manipulasi
zigot yang menyertai teknologi reproduksi berbantu.8
Plasenta tunggal secara umum merupakan karakteristik dari kehamilan
monozigotik monokorionik. Apabila ditemukan plasenta tunggal pada kehamilan
dikorionik, maka plasenta tersebut berasal dari penyatuan dua lempeng plasenta.Bila
terdapat dua plasenta, sebagian besar berasal dari kehamilan kembar dizigotik, tetapi
ada juga yang berasal dari kehamilan monozigotik yang mengalami pembelahan sangat

13
awal sebelum proses implantasi. Pemeriksaan jumlah dan struktur membran serta
lempeng plasenta sangat diperlukan untuk menentukan zigositas secara akurat. Hal ini
juga berlaku untuk triplet dan jumlah plasenta yang lebih banyak. Pada triplet atau lebih,
penyatuan masa plasenta lebih sering terjadi, terlepas dari zigositas, karena terbatasnya
ruang di dalam uterus.8
Keunikan plasentasi pada kehamilan multifetus adalah tingginya prevalensi
insersi marginal dan velamentosa dari satu atau lebih tali pusat. Kejadian ini berkaitan
dengan kelahiran prematur dan BBLR. Sebagian besar plasenta monokorionik
menunjukkan anastomosis antara arteri dan vena pada sisi fetus. Anastomosis ini dapat
terjadi berupa arteri-arteri, arteri-vena, vena-vena. Anastomosis arteri-arteri dan vena-
vena jarang terjadi pada plasentasi dikorionik.Ketidakseimbangan hemodinamik
terjadi bila terdapat aliran darah satu arah dari satu fetus ke fetus yang lain.9
Pada pemeriksaan klinik plasenta saat persalinan terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:3
1. Struktur membrana fetus
2. Kesatuan atau pemisahan masa plasenta
3. Tempat insersi tali pusat
4. Anastomosis pembuluh pada plasenta monokorionik

Secara klinis, tipe korion memegang peranan paling penting. Diikuti oleh
anastomosis vaskuler pada plasenta monokorionik, pemeriksaan mikroskopik plasenta
dan tempat insersi tali pusat. Pemeriksaan rutin plasenta harus dilakukan karena:3

1. Korionisitas tidak selalu dapat dibedakan secara tepat melalui pemeriksaanUSG


prenatal. Hal ini berkaitan dengan kelainan yang muncul pada kehamilan.
2. Bila plasentasi terbukti monokorionik dengan pemeriksaan patologi, makabayi
kembar tersebut ialah monozigotik.

14
3. Penjelasan untuk perbedaan pertumbuhan, kematian fetus, cedera neurologis,
kejadian inflamasi fetus / korioamnionitis tergantung padakorionitas.

2.1.7 Diagnosis
Diagnosis dini kehamilan multifetus dapat mengurangi komplikasi yang
menyertainya sehingga menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Perkembangan alat penunjang diganostik terutama ultrasonografi memungkinkan
deteksi zigositas, korionisitas, amnionisitas, plasentasi, presentasi fetus serta
komplikasi kehamilan multifetus diketahui sejak dini.
1. Anamnesis
Petunjuk awal anamnesis untuk mencari kehamilan multifetus ialah riwayat
kembar dalam keluarga, usia ibu, paritas, besarnya kehamilan dan riwayat
kehamilan kembar sebelumnya. Perlu diketahui konsumsi obat-obatan yang dapat
merangsang ovulasi seperti klomifen sitrat atau gonadotropin serta kehamilan
yang dihasilkan melalui teknologi reproduksi berbantu.1,3

2. Pemeriksaan klinis
Tinggi fundus uteri kehamilan multifetus pada trisemester dua lebih tinggi
dari ukuran normal hamil tunggal pada usia kehamilan yang sama. Pada usia
kehamilan antara 20-30 minggu fundus uteri dapat lebih 5 cm dibanding
kehamilan tunggal pada usia yang sama. Hal ini yang perlu dipikirkan jika tinggi
fundus uteri lebih tinggi dari usia gestasinya adalah elevasi uterus akibat
peregangan kandung kencing, riwayat menstruasi yang tidak akurat,
polihidramnion, mola hidatidosa, mioma uteri, masa adnekas, makrosomia dan
kelainan fetus.3

Pada palpasi uterus kemungkinan kehamilan kembar dapat ditemukan jika


teraba lebih dari dua bagian besar fetus dan teraba 2 ballotemen atau lebih.

15
Sebelum trisemester tiga pemeriksaan ini sulit dilakukan, bahkan hingga
kehamilan lanjutpun mungkin masih terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi
kehamilan multifetus terutama bila salah satu fetus berada diatas yang lain,
obesitas ibu dan polihidramnion.8

Denyut jantung fetus dapat dideteksi dengan menggunakan doppler, pada


akhir trisemester pertama. Pada kehamilan multifetus dapat diidentifikasi dua
denyut jantung fetus yang frekuensinya perbedaan 10 atau lebih. Pemeriksaan
yang sama dapat dilakukan dengan fetoskop (laenec) pada usia kehamilan 18- 20

minggu.1
3. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ultrasonografi jumlah kantung gestasi dapat ditentukan
sejak dini. Pada pemeriksaan, masing – masing kepala fetus harus dilihat pada
dua bidang tegak lurus sehingga tidak salah mengenali potongan melintang tubuh
fetus sebagai kepala fetus kedua. Sebaliknya, duakepala fetus atau dua abdomen
dapat dilihat pada bidang yang sama. Pemeriksaan ultrasonografi harus dapat
mendiagnosa kehamilan multifetus, walaupun penentuan jumlah dan posisi
kehamilan tiga atau lebih fetus lebih sulit.3

Penentuan dini korionitas dan amnionitas pada kehamilan multifetus menjadi


parameter dasar pemeriksaan perinatal modern. Tanpa mengetahui parameter
dasar tersebut akan sulit melakukan penatalaksanaan kehamilanmultifetus yang
baik. Langkah-langkah pemeriksaan ultrasonografi yang harus dilakukan pada
trisemseter pertama untuk menentukan korionisitas dan amniositas adalah:13
1. Menghitung jumlah kantong korionik

16
Kantong korionik terlihat menempel pada satu sisi garis tengahrongga
dalam dua lapisan desidua tebal. Kantung terlihat sebagai struktur
sonolusen bulat dibatasi oleh cincin ekogenik yang menunjukkan korion.
Ukurannya bervariasi dengan diameter 2-5 mm, dan dapat dideteksi sejak
usia kehamilan 4-5 minggu. Dengan melihat jumlah kantung korionik,
dapat ditentukan apakah kehamilan tersebut dikorionik, trikorionik atau
lebih.
2. Menghitung jumlah embrio dan jumlah jantung yang berdenyut.
Sekitar minggu ke 5-6 kehamilan, kantung korionik telah cukupbesar,
embrio dan yolk sac sudah dapat terlihat. Menetapkan jumlah fetus
berdasarkan jumlah kantong korionik dan yolk sac dapat mengakibatkan
kerancuan sehingga lebih baik menunggu hingga denyut jantung fetus dapat
teridentifikasi (setelah minggu ke-6)
3. Penilaian kantung korionik dan amnionik
Untuk menentukan secara tepat jumlah amnion pada kehamilan
monokorionik sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulrasonografi pada usia
kehamilan 8 minggu. Pada saat tersebut, amnion dan rongga amnionik telah
jelas terpisah dari badan fetus. Keadaan dikorionik- diamnionik, akan
terlihat satu fetus pada masing-masing kantung. Korion yang berdekatan
dan terdapat sel desidua diantaranya akan membentuk struktur seperti baji
yang disebut sebagai lamda sign, deltasign atau twin-peak sign.

17
Gambar.2 .Gambaran USG ‘’T sign’’ monokorionik diamnionik pada usia kehamilan
30 minggu 3

Gambar.3. Gambaran USG ‘’Peak Sign’’ atau ‘’Lamda Sign’’ pada dikorionik-diamnionikpada usia
kehamilan 24 minggu3

Lain halnya pada kehamilan monokorionik-diamnionik, pada kehamilan ini, dua


kantung amnionik yang bersebelahan tidak ada korion ditengahnya sehingga amnion yang
bersebelahan saling bersentuhan satu sama lain dan membentuk membran tipis yang

18
menyatu sehingga bentuk suatu bentuk gambaran huruf T atau ‘’T sign’. Pada
kehamilan kembar monokorionik-monoamnionik, tidak tampak membran amnion
diantara fetus, hanya terdapat satu yolk sac. Pada kehamilan ini harus ditelusuri
kemungkinan kembar siam dan talipusat yang menyatu. Pemeriksaan korionisitas dan
amnionisistas dianjurkan rutin dilakukan pada kehamilan trisemester pertama, karena
akan sulit dilakukan pada trisemester kedua dan ketiga.8
b. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada abdomen ibu dapat dilakukan jika jumlah
fetus pada kehamilan tidak dapat dipastikan, akan tetapi hasil pemeriksaan
radiografi tidak akurat pada keadaan berikut :3
1. Sebelum usia kehamilan 18 minggu ketika rangka fetus belum terlihat
radioopak secara memadai
2. Kualitas film yang buruk atau posisi ibu yang salah
3. Obesitas
4. Polihidramnion
5. Fetus bergerak saat pengambilan gambar.

c. Tes Biokimia
Pada saat ini tidak ada tes biokimia yang akurat untuk mendiagnosa
kehamilan multifetus. Jumlah hormon korionik gonadotropin pada plasma
dan urin biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tunggal tetapi
tidak signifikan sebagai diagnosis pasti kehamilan multifetus. Kehamilan
kembar sering terdiagnosis sewaktu dilakukan pemeriksaan peningkatan
kadar alfa-fetoprotein serum ibu, walaupun pemeriksaan ini saja tidak bersifat
diagnostik. Saat ini belum ada uji biokimiawi yang dalamsetiap kasus dapat
secara handal membedakan antara adanya satu dan lebihdari satu janin.8

19
2.1.8 Adaptasi Ibu terhadap kehamilan multifetus
Secara umum, derajat perubahan fisiologis ibu lebih besar pada kehamilan
dengan janin multifetus dibandingkan dengan janin tunggal. Sejak trisemseter pertama,
wanita dengan gestasi multifetus sering mengalami mual dan muntah yang jauh
melebihi yang biasa terjadi pada kehamilan tunggal, atas alasan – alasan belum jelas.
Peningkatan normal volume darah ibu lebih besar pada kehamilan kembar. Sementara
rata- rata peningkatan pada akhir kehamilan adalah sekitar 40 % sampai 50 % pada
janin tunggal, pada kembar terjadi peningkatan sekitar 50 % - 60 % yang setara dengan
penambahan jumlah darah ibu sebesar sekitar 500 ml. Masa sel darah merah juga
meningkat, tetapi secara propersional lebih kecil pada kehamilan kembar daripada pada
kehamilan tunggal sehingga terjadi anemia fisiologis yang lebih berat. Wanita dengan
janin kembar memperlihatkan rata-rata kosentrasi hemoglobin 10 gram/dl sejak usia
kehamilan 20 minggu. Sangat meningkatnya volume darah ibu dan meningkatnya
kebutuhan akan zat besi dan asam folat yang ditimbulkan oleh janin kedua
meningkatkan risiko terjadinya anemia ibu hamil.3

Pada kehamilan multifetus terjadi peningkatan curah jantung dibandingkan


dengan kehamilan tunggal, tetapi ukuran – ukuran ventrikel diastol akhir tetap. Selama
trisemester ketiga, curah jantung meningkat akibat meningkatnya frekuensi denyut
jantung dan bertambahnya isi sekuncup, sehingga meningkatkan kontraksi jantung.
Wanita yang mengandung janin kembar memperlihatkan pola perubahan tekanan darah
arteri yang khas dibandingkan dengan wanita yang mengandung janin tunggal, tekanan
darah diastolik mereka lebih rendah pada gestasi 20 minggu dan 74 % memiliki tekanan
diastol kurang dari 80 mmHg dibandingkan dengan 66 % pada janin tunggal. Keadaan
ini diikuit oleh peningkatan tekanan diastol yang lebih besar antara pertengahan
kehamilan sampai pelahiran, dan 95 % wanita dengan janin kembar mengalami
peningkatan 15 mmHg atau lebih dibandingkan dengan 54 % wanita dengan janin
tunggal.3

20
Pada kehamilan multifetus yang dipersulit oleh hidramnion, fungsi ginjal ibu
dapat sangat terganggu. Quigley dan Cruikshank (1977) melaporkan dua kehamilan
dengan janin kembar plus hidramnio akut berat yang menyebabkan terjadinya
Azotemia. Keluaran urin dan kadar kreatinin plasma ibu segera kembali normal setelah
melahirkan. Apabila terjadi hidramnion berat, dapat dilakukan amniosintesis terapeutik
untuk mengurangi penderitaan ibu dan diharapkan memungkinkan dilanjutkannya
kehamilan. Berbagai stress kehamilan dan kemungkinan penyulit serius pada ibu
hampir selalu lebih besar pada janin multifetus daripada janin tunggal. Hal ini perlu
diperhitungkanm terutama saat memberi penyuluhan kepada wanita yang kesehatannya
terganggu atau pada kehamilan multifetus yang diketahui sejak dini.3
2.1.9 Komplikasi perkembangan Janin
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan kembar :
1. Abortus
Abortus spontan lebih sering terjadi, pada kembar monokorionik lebih
sering dibandingkan kembar dikorionik yakni 18 banding 1, sehingga
monozigotik merupakan salah satu penyumbang terjadinya abortus
spontan. Kelainan kromosom (karena pembagian selama pembelahan
yang tidak setara) seperti pada kejadian abortus spontan umumnya
merupakan faktor pendukungterjadinya abortus spontan.3
2. Vanishing Twin
Hilangnya satu fetus dari kehamilan multifetus pada trisemester
pertama. Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan pemantauan
fetus secara visual sejak awal kehamilan. Dengan kemajuan teknologi
ultrasonografiangka kejadian vanishing twin sekitar 71% dari kehamilan
multifetus yang terdeteksi secara USG sebelum 10 minggu. Bila
kehamilan multifetus terdeteksi antara 10-15 minggu angka kejadain
vashing sekitar 63%. Menurut Dickey, dari 709 kehamilan multifetus
yang mengalami vanishing twin dari kehamilan ganda 36 %, dari triplet

21
53% dari kuadriplet 65%. Pada kasus vanishing twin, kehamilan kembar
yang terdeteksi pada trisemseter awalkehamilan, akan berakhir dengan
kehamilan tunggal. Umumnya, kejadianhilangnya fetus terjadi sebelum
trisemester kedua. Vanishing twin juga sering muncul pada teknologi
reproduksi berbantu.3
3. Malformasi
Insidensi malformasi kongenital meningkat secara bermakna pada
kehamilan multifetus. Malformasi mayor terjadi pada 4% fetus kembar
sedangkan malformasi minor 2%. Peningkatan ini terjadi karena defek
struktural kembar monozigotik termasuk dalam salah satu golongan
dibawah ini 3,14 :
a. Cacat akibat proses pembentukan fetus kembar itu sendiri, termasuk
kedalam proses teratogenik, yaitu kembar siam, sirenomelia, defek
tabung saraf dan holoprosensefalus.
b. Cacat akibat twin to twin syndrome. Keadaan ini dapat menyebabkan
berbaliknya aliran darah disertai tidak tumbuhnya sebagian tubuh
fetus (akardia) pada salah satu fetus. Bila salah satu meninggal, faktor
pembekuan terpengaruh dan menyebabkan obstruksi pada fetus hidup
terutama menyerang organ vital sehingga terjadi kerusakan, seperti
mikrosefalus, hidranensefalus, atresia usus dan amputasi ekstremistas.
c. Cacat akibat letak paksa karena keterbatasan ruang, hal ini
menyebabkan kelainan seperti talipes equinovarus, atau dislokasi
panggul kongenital. Kejadian letak paksa juga dapat terjadi pada fetus
dizigotik karena berdesakan.
Gejala hindramnion menjadi petanda kemungkinan terjadinya malformasi
pada salah satu atau kedua kembar. Hidramnion persisten menjadi tanda
yang sangat kuat terjadinya anomali. Sedangkan hidrmanion juga dapat
terjadi pada seperempat kasus kembar yang normal.3

22
4. Lamanya kehamilan
Lamanya waktu kehamilan relatif lebih singkat dibanding kehamilan
tunggal, lebih dari 50% kehamilan multifetus berlangsung hanya sampai
36 minggu atau kurang. Kehamilan triplet rata-rata 33,5 minggu,
sedangkan padakuadriplet rata-rata berlangsung sampai 31 minggu.3
5. Kembar Monoamnionik
Kembar monoamnionik adalah bila kedua fetus menempati satu
kantung amnion yang sama. Jenis monoamnionik relatif jarang terjadi
pada monozigotik dibandingkan diamnionik, tetapi bila terjadi akan
meningkatkan resiko komplikasi. Sekitar 1% monozigotik adalah
monoamnionik. Kembar monoamnionik sering mengalami kematian
mendadak akibat kusutnya tali pusat kedua fetus (cord entaglement), hal
ini terutama terjadi pada awal kehamilan. Risiko ini berkurang seiring
bertambahnya usia kehamilan.3

Gambar.4. Kemungkinan hasil akhir kembar monoamnionik.3

6. Kembar siam
Insidensi terjadi pada 1 per 60.000 persalinan. Kembar siam
seringterjadi pada penyatuan bagian-bagian tubuh janin:3
a. Ventral
1. Rostral : Omfalofagus, torkofagus, sefalofagus.

23
2. Kaudal : Isiofagus
3. Lateral : Parafagus diprosopus, parafagus disefalus
b. Dorsal
1. Kraniofagus
2. Rakifagus
3. Pigofagus
Apabila tubuh fetus mengalami duplikasi sebagian, perlekatan
biasanya terletak lateral. Pemisahan inkomplit lempeng embrionik
dapat dimulai pada salah satu atau kedua kutub dan menghasilkan dua
kepala dengan dua, tiga atau empat ekstremitas, kombinasinya
tergantung gangguan pembelahan yang terjadi. Diagnosis dapat
ditegakkan sejak trisemester pertama dengan USG.3

Gambar.5. Jenis –jenis Kembar Siam.3

7. Kembar akardiak
Kembar akardiak terjadi karena adanya perfusi balik arteri pada kembar
(TRAP = twin reverse arterial perfusion). Pada kejadian ini terdapat satu
fetus. yang memperlihatkan gejala gagal jantung dan satu lagi mengalami
pertumbuhan yang tidak sempurna karena tanpa jantung (akardiak). Pada

24
akardiak terdapat hubungan antar arteri yang sering diiringi antar vena
pada plasenta. Tekanan perfusi pada salah satu kembar mengalahkan yang
lain sehingga aliran balik darah berbalik. Darah arteri yang telah dipakai
oleh fetus yang lain mengalir ke daerah inferior memperdarahi tubuh
bagian bawah sehingga terjadi kemerosotan pertumbuhan tubuh bagian
atas. Gangguan pertumbuhan kepala dikenal sebagai akardiak sefalus,
kepala yang tumbuh parsial dengan sebagian ektramitas disebut akardia
mielosefalus, dan kegagalan semua struktur disebut akardiak amorfosa.
Tanpa terapi, 50-75 % fetus yang lain akan meninggal.3
8. Discordance twin
Tingkat restriksi pertumbuhan pada monozigotik lebih jelas dan sering
terjadi dibandingkan dizigotik. Hal ini disebabkan pembelahan yang tidak
setara dan hubungan antar vaskuler antar kembar. Kehamilan multifetus
terutama monozigotik ditandai oleh berat lahir rendah yang disebabkan
pertumbuhan janin terhambat dan persalinan prematur. Secara umum,
semakin banyak jumlah fetus semakin tinggi resiko pertumbuhan janin
terhambat dan persalinan prematur. Pertumbuhan janin terhambat pada
kasus dizigotik dapat terjadi karena perbedaan suplai darah kedua
plasenta. Plasenta satu lebih baik vaskularisasinya dibanding plasenta
lainnya, terutama karena faktor vaskular pada uterus. Pada kedua tipe
kembar (monizogotikatau dizigotik) faktor plasenta, kelainan tali pusat,
dan kelainan insersi plasenta juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
fetus.8
Kembar yang tidak setara atau discordance twin mungkin
merupakan tanda pertumbuhan janin terhambat pada salah satu fetus, dan
fetus yang lebihbesar dijadikan acuan. Semakin berat perbedaan semakin
buruk prognosisnya. Pertumbuhan janin terhambat sering terjadi pada
akhir trisemester dua atauawal trisemester tiga, dan bersifat asimetris.8
Penyebab discordance twin antar fetus kembar sering tidak dapat

25
dijelaskan, beberapa bukti menunjukkan adanya anastomosis pembuluh
darah antar kembar menjadi penyebab utama pada kembar monozigotik.
Pada kembardikorionik penyebab utamanya insufisiensi plasenta.8
Discordance twin dapat ditentukan dengan beberapa cara. Salah satu
metode yang sering digunakan adalah biometri fetus dan pemeriksaan
dopler. Kriteria yang diambil adalah3 :
1. Perbedaan perkiraan berat badan antar fetus > 20 %
2. Perbedaan panjang abdominal circumference (AC) > 20 mm
3. Perbedaan diameter biparietal ≥ 6 mm
4. Perbedaan panjang femur ≥ 5 mm
5. Perbedaan rasio S/D arteri umbilikus > 15% atau > 0,4
Penilaian profil biofisik dianjurkan apabila terdapat discordance twin
fetus.Discordance twin tidak menjadi indikasi terminasi kehamilan.
Indikasi persalinan adalah usia gestasi yang dianggap cukup untuk
hidup dan tersedianya peralatan yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup neonatus.
9. Kematian satu fetus
Pada kehamilan multifetus sering terjadi kematian satu fetus saat usia
kehamilan belum aterm atau fetus layak hidup, sehingga kehamilan harus
terus berlangsung dengan fetus mati. Kematian pada salah satu fetus
terjadi pada 2,6 – 6,2 % monozigotik. Penyebab tersering adalah
discordance twin dan twin to twin syndrome. Setalah kematian salah satu
fetus, risiko kematian fetus lainnyaenam kali lebih sering.3

Pada saat lahir, fetus yang meninggal beserta plasenta dan selaput
ketubannya mungkin teridentifikasi tetapi mungkin juga mengalami
kompresi berat sehingga terbentuk fetus papiraseus. Resiko ibu dan
prognosis fetus yang masih hidup tergantung pada usia kehamilan saat
kematian salah satu fetus terjadi, dan lamanya waktu antara kematian
tersebut dengan persalinan. Kematian dini seperti pada vanishing twin

26
tampaknya tidak meningkatkan risiko kematian fetus yang masih hidup
secara bermakna. Pada usia kehamilanlanjut, kematian salah satu fetus
akan memicu gangguan koagulasi pada sirkulasi ibu. Pada kondisi ini
terjadi penurunan fibrinogen ibu dan terjadi peningkatan produksi
degradasi fibrin, hal ini mungkin berfungsi menghambat lepasnya
tromboplastin dari fetus dan plasenta yang mati ke dalam sirkulasi ibu
sehingga mencegah terjadinya koagulasi intravaskuler diseminata.3
Keputusan penatalaksanaan hendak disesuaikan dengan penyebab
kematian fetus dan risiko yang mungkin mengenai fetus. Sebagian besar
kasus kehamilan kembar dengan salah satu fetus meninggal adalah
monokorionik. Penelitian pada kasus kematian satu fetus monokorionik
memperlihatkan bahwa terjadi penurunan tekanan aliran darah yang
mendadak pada salah satu fetus hidup setelah kematian fetus kembarnya.
Proses koagulopati setelahmeninggalnya salah satu fetus berlangsung > 5
minggu sejak mulainya kematian. Sering kali penyebab kematian ini tidak
dapat ditegakkan, alasan yang paling sering dikemukakan adalah
monokorionik dengan anastomosis vaskuler antar fetus kembar.3

27
10. Sindrom Transfusi antar kembar ( Twin To Twin Transfusion Syndrome)
Twin to twin transfusion syndrome biasanya terdapat hubungan
pembuluh darah antar fetus kebar biasanya terjadi pada monokorionik.
Variasi terjadi pada fetus yang memiliki hubungan antar kembar ini
menggambarkan berat ringannya hubungan antar pembuluh darah. Hal ini
berkaitan dengan berat ringanya gejala yang timbul dari twin to twin
transfusion syndrome.8

Darah pada Twin to twin transfusion syndrome akan dipompa dari fetusdonor
ke fetus resipien. Fetus donor mengalami kondisi anemia dan pertumbuhannya
terganggu, sedangkan fetus resipien mengalami polisitemia selanjutnya
mengalami hidrops fetalis. Neonatus mungkin mengalami kelebihan cairan
(overload) dan gagal jantung. Polisitemia meningkatkan risikohiperbilirubinemia
berat sampai kern ikterus.3

Hubungan vaskuler kasus twin to twin transfusion memiliki hubungan


anastomosis arteriovena dalam jaringan vilosa (profunda), sedangkan pada
kehamilam monokorionik normal mempunyai anastomosis yang bersifat
superfisial. Hubungan superfisial tidak bermakna klinis karena terdapat banyak
anastomosis sehingga alirannya bersifat dua arah dan tekanan hemodinamiknya
tetap seimbang. Pada anastomosis arteriovena profunda terjadi anastomosis
tunggal, darah mengalir satu arah yaitu dari donor ke resepien.3,8

Gambar.6. Hubungan anastomsisi arteri –arteri pada Twin to Twin Transfusion


Syndrome. 3

36
Diagnosis Twin to twin transfusion Syndrome dapat ditegakkan dengan
menghitung perbedaan berat badan sebesar 20 % atau lebih (discordance
twin) atau perbedaan hemoglobin lebih dari 5 g/dl disertai anemia pada
bayi lebih kecil. Penyebab discordance twin ini bukan hanya twin to twin
transfusion syndrome, dapat juga karena anomali, infeksi dan plasentasi
yang tidak sempurna.3
Sindrom ini sering muncul pada trimester ke-2 berupa oligohidramnion berat
pada fetus donor akibat kurangnya tekanan hemodinamik sehingga aliran ke
ginjal menurun yang berakibat urin tidak banyak dhasilkan. Kekurangan cairan
yang berat ini menyebabkan kondisi bayi seolah-olah terjepit selaput amnion
yang terlihat pada pemeriksaan USG.3

Pada fetus resipien terjadi peningkatan aliran darah yang menyebabkan


peningkatan perfusi darah ke ginjal sehingga produksi urin berlebihan yang
akhirnya menyebabkan polihidramnion. Kombinasi oligo-polihidramnin ini
menyebabkan restriksi pertumbuhan, kontraktur karena letak paksa, dan
hipoplasia paru pada fetus donor, sedangkan pada fetus resipien dapat terjadi
ketuban pecah dini dan gagal jantung, sehingga berakhir dengan hidrops fetalis
dan kematian fetus.3
Kriteria diagnosis Twin to twin transfusion syndrome adalah3,14 :

1. Berjenis kelamin sama


2. Monokorionik
3. Perbedaan berat badan antar kembar lebih dari 20 %
4. Hidramnion pada fetus yang besar
5. Oligohidramnion dan stuck twin pada fetus yang kecil
6. Perbedaan hemoglobin lebih dari 5 g/dl.

Kriteria diatas semuanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan


ultrasonografi kecuali pemeriksaan hemoglobin. Pemeriksaan hemoglobin
hanya dapat dilakukan dengan kordosintesis dengan bantuan

37
ultrasonografi.
Kordosintesis relatif beresiko, sehingga beberapa ahli menggunakan
sel darah dewasa sebagi marker untuk menentukan adanya hubungan
antar fetus kembar. Sel darah dewasa disuntikkan setelah dilakukan
kordosintesis, bila sel darah dewasa ditemukan pada kedua fetus berarti
terdapat anastomosis. Bila metode ini tidak dilakukan, diagnosis twin to
twin transfusion syndrome tidak dapat ditegakkan karena kriteria
diagnosis antenatalnya tidak terpenuhi. Bila tidak dilakukan
kordosintesis, sebaiknya tetap dicurigai adanya twin to twin transfusion
syndrome. Diagnosis ditegakkan sebagai sindroma stuck twin atau
sindroma poli-oligohidramnion.3

Gambar.7. Twin to Twin Tranfusion Syndrome.3

38
Manajemen Selama Kehamilan
Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu diadakan pencegahan terhadap pre-
eklampsi dan eklampsia, partus prematurus, dan anemia. Agar tujuan tersebut
dapat tercapai, perlu dibuat diagnosa dini kehamilan Pemeriksaan antenatal perlu
diadakan. lebih sering. Sebaiknya wanita dengan kehamilan multifetus melakukan
antenatal care ke dokter yang berpengalaman dibidangnya untuk mecegah
peningkatan persalinan operatif pervaginam maupun perabdominam, wanita
dengan kehamilan multifetus diberi konseling tentang resiko – resiko yang
mungkin terjadi karena kehamilanmultifetus merupakan kehamilan yang beresiko
tinggi baik bagi ibu maupun bagi janin.Mulai kehamilan 24 minggu pemeriksaan
dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu dilakukan tiap minggu,
sehingga tanda – tanda pre-eklampsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat
dikerjakan segera.Penanganan selama kehamilansecara intensif berfungsi untuk:2
• Memperpanjang kehamilan.
• Meningkatkan berat kelahiran.
• Mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.
• Pengurangan insiden komplikasi ibu

Beberapa penulis menyatakan bahwa tirah baring merupakan tindakan yang


dianjurkan lebih banyak karena merupakan tindakan yang menguntungkan bagi
janin kembar. Tindakan ini menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat,
sehinggapertumbuhan janin lebih baik, juga terjadi melalui peningkatan perfusi
darah serta penurunan gaya kekuatan fisik yang dapat bekerja merugikan pada
serviks untuk mempercepat proses penipisan dan dilatasi serviks. Kehamilan
multifetus dapat mengakibatkan terbukanya serviks dan dilatasi secara dini.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa istirahat di tempat tidur juga
memperpanjang kehamilan dan menurunkan mortalitas perinatal, sementara yang
lainnya tidak berhasil menunjukkan keuntungan tambahan ini. Penelitian di
Swedia telah melaporkan suatu angka kematian perinatal yang sama dengan

39
kehamilan tunggal 0,6%. Pasien dianjurkan untukberistirahat di tempat tidur di
rumah hingga trimester ketiga.2-3

Kebutuhan akan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esensial
mengalami peningkatan pada wanita dengan multifetus. Kecukupan gizi yang
di anjurkan bagi kehamilan tanpa komplikasi bukan saja harus dipenuhi, tetapi
pada banyak keadaan perlu jumlah yang lebih. Karena itu konsumsi energi harus
ditingkatkan sebesar 300 kalori lagi per hari. Pada kehamilan multifetus ini, suatu
keadaan yang sering terjadi adalah dimana terjadi kegagalan ibu untuk bertambah
berat yang jumlahnya paling tidak harus sama dengan berat produk
kehamilannya.3
Ibu dengan kehamilan multifetus sebaiknya mendapatkan kalori dari protein
20 %, karbohidrat 40 % dan lemak 40 %. Berdasarkan penelitian, komposisi diet
tersebut mampu meningkatkan kontrol glikemik. Diet hendaknya mencapai target
kalori sebanyak 3000 – 4000 kkal/hari. Pada trisemester pertama sebaiknya berat
badanmeningkat 2-3 kg, ibu disarakan untuk mengkonsumsi asam folat 1 mg/hari
dan zat besi 60-100 mg/hari, karena pada trisemester ketiga volume darah
maternal akan meningkat 50 -60 %. Pertumbuhan fetus triplet akan lebih baik bila
ibu naik berat bedannya > 0,75 kg/minggu sejak usia kehamilan 24 minggu.8
Pertumbuhan janin berlangsung lebih lambat pada kehamilan multifetus
daripada kehamilan janin tunggal. Aspek penting penilaian pertumbuhan janin
denganUSG adalah untuk mengenali ketidaksesuaian pertumbuhan antara janin
dalam kehamilan multifetus. USG rutin dilakukan mulai kehamilan 24 minggu,
untuk menilai pertumbuhan janin, karena anak kembar cendrung menderita
keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim (IUGR = intrauterine growth

retardation ).2-3

40
Gambar.8. Rekomendasi Diet berdasarkan Indek Masa Tubuh (IMT)8

2.1.10 Manajemen Persalinan


Faktor–faktor yang mempengaruhi keberhasilan persalinan multifetus
adalah terdiagnosanya multifetus saat kehamilan sehingga perencanaan
persalinan akan lebih baik. Perlu ditentukan lokasi melahirkan dan penolong yang
kompeten untuk mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi. Diagnosa dini dapat
dilakukan dengan ultrasonografi pada kehamilan muda sehingga korionitas,
amnionitas danzigositas dapat diketahui dengan baik yang akan mempengaruhi
cara persalinan.Adanya faktor resiko antenatal yang lain seperti plasenta previa,
preeklampsia, PJT danlainnya juga mempengaruhi cara persalinan, demikian juga
letak dan presentasi fetus I dan II, terutama untuk fetus II saat bayi I sudah
dilahirkan.3,8

41
Persalinan pada triplets atau lebih membutuhkan sarana dan prasarana di
senteryang lebih tinggi. Untuk kembar yang cukup bulan, dimana janin I non-
cephalic kemungkinan SC. Untuk kembar yang cukup bulan dimana janin I
cephalic, dianjurkan untuk persalinan pervaginam namun membutuhkan
obstetrisian yang berpengalaman. Untuk kembar tidak cukup bulan dimana TBJ
<1500gr – manajemen tergantung keputusan ahli.15

Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat proses pelahiran ibu hamil dengan
kehamilan multipel :

1. Harus di lengkapi tenaga profesional yang kompeten tatalaksana


kehamilan multipel
2. Adanya faktor risiko antenatal tambahan harus ditinjau pada saat
permulaan persalinan. Faktor risiko intrapartum harus dinilai secara
berkelanjutan dan perubahan diperhatikan secara tepat
3. Saat berpartisipasi dalam sistem panggilan, dokter pengganti harus
memiliki kompetensi yang sama dan mengetahui semua fakta yang
berkaitan dengan kasus saat pasien ditransfer.
4. Diagnosis kembar biasanya sejak antenatal. Oleh karena itu, pengaturan
untukkelahiran dan / atau transfer harus ditetapkan pada tempatnya.
5. Penilaian presentasi setiap janin saat memasuki fase persalinan,
sebaiknya dilakukan dengan ultrasound.
6. Akses intravena harus dipastikan, dan darah dikirim untuk skrining
antibodi.
7. Personel anestesi harus diberitahu sesegera mungkin tentang kelahiran
kembaryang direncanakan. Anestesi epidural sangat menguntungkan.
8. Augmentasi oksitosin dapat digunakan sebelum kelahiran kembar
pertama dan
/ atau antara kembar untuk kontraksi hipotonik.
9. Untuk kembar kedua, indikasi untuk intervensi apapun harus meyakinkan,
menarik, dan didokumentasikan pada saat persalinan berlangsung.

42
Namun, untuk kembar kedua presentasi kepala, persalinan per vaginam
harus dipercepatjika gawat janin terjadi.

10. Kemajuan persalinan harus jelas didokumentasikan.


11. Pemantauan detak jantung janin secara kontinu terhadap kedua kembar
A dan B harus memastikan bahwa kedua bayi kembar dipantau secara
terpisah.
12. Untuk usaha persalinan dengan forceps, persalinan sungsang , dan
kehamilan multipel, operasi caesar harus segera tersedia. Ketersediaan
segera berarti kehadiran staf anestesi, obstetrik, neonatal, dan perawat
dilatih dalam persalinan sesarea di rumah sakit.
13. Sampel darah tali pusat harus diambil pada saat persalinan.
14. Tahap ketiga persalinan harus ditangani secara aktif, dengan oksitosin
diberikan dengan pemberian kembar kedua.
15. Plasenta harus menjalani pemeriksaan patologis bruto dan mikroskopik.
16. Kami menyarankan agar persalinan kembar dilakukan di RS tingkat II dan

III

Waktu dan metode persalinan :


Waktu optimal untuk persalinan kehamilan kembar tidak dapat dilakukan tanpa
adanyadukungan untuk persalinan secara SC elektif pada saat 37 minggu atau
menunggu persalinan spontan.

Rekomendasi dari NICE adalah : 15

1. Monokorionik : elektif saat 36 minggu gestasi setelah pemberian profilaktik


kortikosteroid.

2. Dikorionik : elektif saat 37 minggu gestasi. Jika terdapat pengalaman


obstetrik yangbaik, maka persalinan pervaginam dapat menjadi pilihan sesuai
dengan kriteria dibawah : kembar diamnion, janin I presentasi kepala, janin 2

43
tidak lebih berat 500mgdibanding janin 1, tidak ada janin yang terkait dengan
indikasi SC

2. Hamil kembar tiga : elektif dari 35 minggu sampai hari 0 kortikosteroid


diberikan.
Dalam proses persalinan janin gemelli, hal yang paling penting adalah
mengetahui letak posisi janin tersebut. Pada kehamilan kembar sering terjadi
kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua
dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya dari letak lintang berubah
menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presentasi
dan posisi bisa terjadi, paling sering dijumpai adalah :

1. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala (44-47%)


2. Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38%)
3. Keduanya presentasi bokong (8-10%)
4. Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3%)
5. Letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2%)
6. Dua-duanya letak lintang (0,2-0,6%)
7. Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya, karena dapat
terjadi “kunci-mengunci”(interlocking)

Gambar 7. Presentasi kepala-kepala& kepala-bokong

44
Gambar 8. Presentasi bokong-kepala (interlocking)

Gambar 4. Presentase letak dan presentasi janin kembar

Dari gambar 4 didapatkan letakdan presentasi janin sebagai berikut :

1. Presentasi kepala-kepala. Hampir seperdua (sekitar 40%) kehamilan gemelli


letak janinnya kepala-kepala.
2. Janin pertama presentasi kepala dan janin kedua letak sungsang sekitar 21%
pada kehamilan gemelli.

45
3. Janin pertama letak sungsang dan janin kedua presentasi kepala didapatkan
14% pada kehamilan gemelli.
4. Janin pertama dan janin kedua letak sungsang yaitu sekitar 10% pada kehamilan
gemelli.
5. Janin pertama presentasi kepala dan janin kedua letak lintang didapatkan sekitar
5%.
6. Janin pertama presentasi bokong dan janin kedua letak lintang sekitar 4% pada
kehamilan gemelli.
7. Sekitar 3% didapatkan tiga kemungkinan letak dan presentasi yaitu janinpertama
letak lintang dan janin kedua letak sungsang, janin pertama letak lintang dan janin
kedua presentasi kepala, serta kedua janin letak lintang.

46
Berdasarkan presentasi fetus, maka persalinan ganda dapat dibedakan menjadi fetus I
dan fetus II kepala, fetus I kepala dan fetus II bukan kepala serta fetus I bukan kepala.
1. Fetus I dan II presentasi kepala
Presentasi fetus I dan II terjadi sekitar 40% kehamilan ganda dan merupakan
kasus yang terbaik untuk persalinan pervaginam. Ibu tetap harus diberitahu
adanya kemungkinan seksio sesarea pada fetus II, karena setelah fetus I lahir,
pada sekitar 20% kasus dapat terjadi perubahan posisi/presentasi fetus II yang
tergantung dari usia gestasi. Semakin muda usia gestasi semakin besar
kemungkinan perubahan presentasi fetus II.16

Bila presentasi fetus I kepala, bagian terendah sudah masuk pintu panggul dan
ibu merasa ingin meneran, pimpinan persalinan pervaginam segeradilakukan. Bila
kontraksi uterus tidak baik, dapat dilakukan augmentasi oksitosin. Fetus II kepala
dilahirkan dengan cara yang sama. Apabila presentasifetus II berubah, prosedur
persalinan sesuai dengan fetus I kepala , fetus II bukan kepala. Indikasi persalinan
berbantu (ekstraksi vakum, forceps atau seksio sesarea) sama dengan indikasi
pada persalinan tunggal.8
2. Presentasi Fetus 1 kepala, fetus II bukan kepala
Presentasi ini terjadi pada sekitar 30% kehamilan multifetus, juga
merupakan perkembangan untuk melahirkan pervaginam dengan syarat
mempersiapkan kemungkinan tindakan pada fetus II termasuk kesiapan seksio
sesarea.16

Perlu observasi dan keterampilan yang baik untuk memprediksi dan


memutuskan persalinan fetus kedua. Setelah bayi I lahir, lakukan evaluasi
presentasi fetus II. Apabila fetus II presentasi bokong dengan taksiran berat badan
> 2000g, lakukan persalinan sungsang pervaginam atau ekstraksi kaki.
Kemungkinan lainya melakukan versi luar untuk menjadikan fetusII presentasi
kepala. Kadang-kadang bagian terendah fetus II tidak turun yang biasanya
disebabkan oleh inersia uteri, maka harus dilakukan augmentasi oksitosin.8

47
Usia kehamilan menjadi pertimbangan penting, pada persalinan dengan usia
kehamilan < 32 minggu, dianjurkan seksio sesarea elektif karena janin rentan
terhadap trauma. Berat badan fetus juga menjadi bahan pertimbangan cara
persalinan, bila fetus II bukan kepala dengan berat badan > 2000 gram, fetus
dilahirkan pervaginam. Bila taksiran berat fetus II< 2000 gram dipertimbangkan
untuk persalinan dengan seksio sesarea mengingat partus pervaginam bagi bayi
yang ekstrim prematur kematian perinatalnya lebihtinggi. Belum cukup bukti
yang menunjukkan seksio sesarea pada fetus II sungsang dengan berat badan
< 2000 gram dapat menurunkan mortalitas danmorbiditas neonatus.8
3. Fetus I bukan presentasi kepala
Fetus I sungsang terjadi pada sekitar 20% kehamilan, dan berdasarkanatas
bukti persalinan sungsang pada janin tunggal lebih baik dengan seksio sesarea,
maka fetus I dengan posisi sungsang, sebagian besar kebijakan yang ada
menganjurkan sesksio sesarea elektif. Pertimbangan lainnya adalah kemungkinan
interlocking / locked twin pada fetus I sungsang, yakni terkaitnyadagu bayi I yang
badannya telah lahir dengan dagu fetus II (presentasi kepala).Hal ini juga berlaku
untuk monokorionik monoamnionik.17

Apabila fetus I dalam presentasi bokong dan bokong sudah masuk pintuatas
panggul, versi luar tidak dilakukan, dan persalinan dapat dilakukan sesuaidengan
protokol presentasi bokong pada persalinan dengan janin tunggal. Bilataksiran
berat fetus > 3500 gram, maka seperti protokol sungsang untuk persalinan fetus
tunggal, lakukan seksio sesarea. Bila fetus II juga sungsang dengan taksiran berat
badan > 20% dari fetus I yang ditaksir dengan pemeriksaan ultrasonografi, maka
persalinan pervaginam merupakankontraindikasi relatif.8

Pada triplet, kuadriplet dan seterusnya, seksio sesarea merupakan pilihan


utama karena presentasi fetus kedua sukar diprediksi setelah persalinanfetus I,
kemungkinan terjadinya solusio plasenta yang lebih tinggi.18

Komplikasi intrapartum seperti hipoksia dan tali pusat menumbung dapat

48
terjadi pada salah satu atau kedua fetus, tetapi risiko kematian jauh lebih tinggi
pada fetus kedua. Komplikasi yang berhubungan dengan perasat persalinan
pervaginam biasanya berupa trauma persalinan. Pada fetus II dapat terjadi solusio
plasenta akibat pengosongan uterus cepat pada persalinan fetus I. Fetus II
dapat segera dilahirkan dengan augmentasi drip pada presentasi kepala, versi
ekstraksi pada letak lintang, ekstraksi bokong atau kaki pada sungsang atau
dengan seksio sesarea.8

Jarak persalinan antara fetus I dan II adalah 30 menit karena risiko asidosisdan
seksio sesarea pada janin II akan meningkat setelah 30 menit. Pada fetus I kepala
dan fetus II bukan kepala, maka yang mungkin terjadi adalah persalinan sungsang
spontan atau manual aid, ekstraksi bokong, versi ekstraksi (internal podalic
version),versi luar dilanjurkan dengan persalinan kepala pervaginam, atau seksio
sesarea emergensi pada fetus II.17

Metaanalisis menunjukkan bahwa keberhasilan versi ekstraksi lebih baik


dibandingkan dengan versi luar (98% berbanding 58%), dan mempunyai angka
gawatjanin yang rendah (0,5%).17

Pada umumnya setelah fetus I lahir, uterus akan tetap berkontraksi dan fetus
II akan lahir beberapa menit kemudian, namun ada kalanya kontraksi uterus
berkurang dan dibutuhkan augmentasi oksitosin untuk melahirkan fetus II.8
Persalinan Pervaginam Kehamilan Gemelli
Persalinan pervaginam pada kehamilan kembar membutuhkan ;
1. Tersedia tindakan analgesia
2. Tersedia persiapan kamar operasi segera, forsep ( dengan
anestesi yangadekuat dan relaksasi)
3. Durasi minimal kala 2 pada janin kedua
4. Hindari faktor yang dapat menyebabkan fetal distress atau depresi

Janin yang terletak paling bawah biasanya memikul beban terberat untuk

49
membuka serviks dan jaringan lunak jalan lahir lainnya.Apabila presentasi janin
pertama adalah kepala, pelahiran biasanya tidak sulit dan dapat berlangsung
spontan sungsang banyak yang serupa dengan yang arah pada janin tunggal,
ditambah kekhawtiran bahwa kembar lahir kedua secara historis memiliki
prognosis yang lebih buruk daridapa kembar yang lahir pertama. Apabila kembar
pertama berpresentasi bokong sebagian besar dokter merencanakan seksio
sesarea.

Persalinan Pervaginam Kembar Kedua


Segera setelah kembar pertama lahir, bagian terbawah kembar kedua,
ukurannya dan hubungannya dengan jalan lahir segera dipastikan melaui
kombinasi pemeriksaan abdomen, vaginal dan kadang-kadang intrauterus. USG
telah terbukti cukup bermanfaat pada sebagian kasus.

Apabila kepala atau bokong janin terfiksasi di jalan lahir, dilakukan


penekanan sedang pada fundus dan selaput ketuban dipecahkan.Segera
sesudahnya, pemeriksaan diulang untuk mengidentifikasi prolaps tali pusat.
Persalinan dibiarkan kembali berjalan sementara denyut jantung janin dipantau.
Apabila persalinan sudah dimulai, kita tidak perlu terburu-buru melahirkan janin
kecuali terjadi perdarahan atau pola frekuensi denyut jantung janin tidak
meyakinkan. Perdarahan menunjukkan adanya pemisahan plasenta yang dapat
membahayakan baik bagi janin maupun ibunya. Apabila kontraksi tidak pulih
dalam waktu sekitar 10 menit, dapat diberikan oksitosinencer untuk merangsang
aktivitas miometrium sehingga janin dapat lahir spontan atau dengan bantuan
forceps outlet.

Apabila oksiput atau bokong terletak tepat di atas pintu atas panggul tetapi
belum terfiksasi di jalan lahir, bagian terbawah janin sering dapat dituntun
menuju panggul dengan satu tangan di dalam vagina dan tangan yang lain
menekan fundus uteri dengan kekuatan sedang. Cara lain, seorang asisten dapat

50
mengarahkan bagian terbawah janin ke dalam panggul dengan menggunakan
USG sebagai penuntun dan pemantau frekuensi denyut jantung janin. Versi
eksternal intrapartum kembar kedua presentasi bukan kepala, janin dengan
presentasi bokong atau bahu dapat dengan hati-hati diubah menjadi presentasi
kepala. Apabila bagian terbawah janin sudah terfiksasi di pintu atas panggul,
selaput ketuban harus dipecahkan dan janin dilahirkan seperti yang dijelaskan
sebelumnya.

Apabila oksiput atau bokong tidak terletak di atas pintu atas panggul dan
tidakdapat diposisikan sedemikian dengan menekan secara hati-hati pada bagian
terbawah janin, atau apabila terjadi perdarahan uterus yang cukup banyak maka
pelahiran kembar kedua dapat bermasalah. Untuk memanfaatkan secara
maksimum pembukaan serviks sebelum uterus berkontraksi dan serviks
mengalami retraksi, penundaan harusdihindari. Diperlukan ahli kebidanan yang
terampil dalam melakukan manipulasi janinintrauterin dan ahli anestesiologi yang
mampu memberikan anestesi yang secara efektifmampu melemaskan uterus agar
hasil akhir pelahiran pervaginam optimal. Pelahiran segera janin kedua dengan
seksio sesarea adalah pilihan yang lebih baik apabila tidak ada anggota tim yang
terampil dalam melakukan versi podalik internal atau apabila tidak segera
tersedia anestesi yang dapat melemaskan uterus secara efektif.

Setelah janin kedua lahir, tali pusat segera dijepit dengan dua klem di sisi
plasenta untuk mengidentifikasikannya sebagai tali pusat janin kedua.Plasenta
dikeluarkan secara manual. Uterus segera dieksplorasi untuk mencari ada
tidaknya defek dan retensi sisa produk kehamilan. Selagi tahap-tahap ini
dikerjakan, ibu diberi oksitosin melalui intramuskular atau pun metilergometrin
secara intramuskular jika kontaksi tidak bagus dan tensi ibu dalam keadaan
normal. Dilakukan pemijatan fundusatau yang lebih baik, kompresi manual uterus
dengan satu tangan di dalam vagina padasegmen bawah uterus dan tangan lain di
atas fundus uterus melalui abdomen untuk mempercepat dan memperkuat

51
kontraksi miometrium.

Serviks, vagina, daerah periuretra, vulva dan perineum diperiksa secara


teliti. Laserasi yang mungkin menyebabkan perdarahan diperbaiki bersama
dengan luka episiotomi jika ada.

Interval Antara Kembar Pertama dan Kedua

Dahulu, interval antara kelahiran kembar pertama dan kedua umumnya


dianggap aman apabila kurang dari 30 menit. Kemudian setelah diadakan
beberapa penelitian, apabila pemantauan janin terus dilakukan, hasil akhir
kehamilan akan tetapbaik walaupun intervalnya lebih lama. Pada 115 pasangan
kembar dengan usia kehamilan 34 minggu atau lebih, rata-rata interval antara
kelahiran kedua bayi kembar adalah 21 menit, namun berkisar 1 sampai 134
menit. Yang penting, tidak terjadi peningkatan trauma atau tanda-tanda depresi
janin. The American Collage of Obstetricians and Gynecologists tahun 1998,
memastikan bahwa interval antara kelahiran kedua kembar tidak penting untuk
menentukan hasil akhir kembar yang lahirbelakangan.

Seksio Sesarea
Indikasi SC Elektif pada kehamilan multipel (>2500gr) adalah :19
a. Kembar monoamniotik karena resiko entrapment terlalu besar untuk melalui
persalinan pervaginam.
b. Konjoin twin pada usia kehamilan selain cukup bulan

c. Indikasi yang sama dengan kehamilan tunggal


Seksio sesarea pada kehamilan kembar dilakukan atas indikasi janin
pertama dalam letak lintang, prolapsus funikuli, plasenta previa, dan lain-lain.
Kesulitan lain yang mungkin terjadi ialah interlocking, dalam hal ini janin
pertama dalam letak sungsang dan janin kedua dalam presentasi kepala. Setelah
bokong lahir, dagu janin pertama tersangkut pada leher dan dagu janin kedua.

52
Bila keadaan ini tidak dapat dilepaskan, dilakukan seksio sesarea menurut
keadaan janin.
Seksio sesarea sering dilakukan terhadap kembar yang lahir belakangan
karenaletak janin kedua dapat berubah posisi setelah janin pertama lahir, yakni
letak sungsangatau lintang. Berat badan janin kedua mungkin lebih besar dari
janin pertama, dan seksio sesarea harus segera dilakukan karena serviks segera
berkontraksi dan menebalsetelah janin pertama lahir atau dari awal letak kedua
janin sangat berisiko untuk pelahiran pervaginam.
Prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan pada kehamilan
tunggal, karena dapat terjadi toksemia gravidarum, preeklamsia, hidramnion,
anemia, pertolongan obstetri operatif dan perdarahan post partum. Angka
kematian perinatal tinggi terutama karena prematur, prolaps tali pusat, solusio
plasenta, dan tindakan obstetrik karena letak janin.
Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak kehamilan
tunggal. Penyebab utama kematian bayi adalah kelahiran prematur. Selain itu,
penyebab lainnya seperti preeklamsia, hidramnion, kelainan letak, prolaps
funikuli, operasi obstetrik, sindroma distress pernapasan, trauma persalinan
dengan perdarahan serebral dankemungkinan adanya kelainan bawaan pada bayi.
Kematian anak kedua lebih tinggi daripada anak pertama karena lebih sering
terjadi gangguan sirkulasi plasenta setelah anak pertama lahir, lebih banyaknya
terjadi prolapsus funikuli, solusio plasenta, dan kelainan letak pada janin kedua.
Kematian anak pada kehamilan monozigotik lebih besar daripada kehamilan
dizigotik karena dapat terjadi lilitan tali pusat antara janin pertama dan kedua.

53
Gambar.9. Protokol penatalaksanaan persalinan multifetus.8

54
2.2 Letak Sungsang
2.2.1 Definisi
Kehamilan letak sungsang yaitu janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insiden 3-4% dari seluruh
kehamilan tunggal pada umur kehamilan cukup bulan (≥ 37 minggu), presentasi bokong
merupakan malpresentasi yang paling sering dijumpai.20
2.2.2 Epidemiologi
Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh persalinan
tunggal. Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin memanjang dimana
presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian terendahnya. Angka
kejadiannya adalah 3-4% dari seluruh kehamilan. Kejadian letak sungsang berkurang
dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sungsang terjadi pada 25% dari
persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, terjadi pada 7% persalinan
pada umur kehamilan 32 minggu dan terjadi pada 1-3% persalinan dengan umur
kehamilan aterm.20-21
Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan presentasi
bokong sebanyak 4-4,5%. Di Parkland Hospital 3,5 persen dari 136.256 persalinan
tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 merupakan letak sungsang. Sedangkan di RSUP
dr. Mohammad Hoesin Palembang sendiri pada tahun 2003-2007 didapatkan persalinan
presentasi bokong sebesar 8,63%.20-21
Mortalitas perinatal : kematian perinatal 13 kali lebih tinggi daripada kematian
perinatal pada presentasi kepala. Morbiditas perinatal : 5-7 kali lebih tinggi daripada
presentasi kepala. Gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat janin dan jenis
presentasi bokong. Sebab utama kematian perinatal pada presentasi bokong : hipoksia,
trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital. Kelainan kongenital terdapat
6-18% pada presentasi bokong, dibandingkan 2-3% pada presentasi kepala.20-21
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Menjelang kehamilan aterm, kavum uteri telah mempersiapkan janin pada letak
longitudinal dengan presentasi puncak kepala. Faktor-faktor predisposisi untuk

55
presentasi bokong diluar usia gestasi adalah relaksasi uterus yang disebabkan oleh
multiparitas, janin multipel, polihidramnion, oligohidramnion, hidrosefalus,
anensefalus, riwayat presentasi bokong, anomali uterus, dan berbagai tumor dalam
panggul.21
Pada presentasi bokong persisten, peningkatan frekuensi penyulit berikut ini dapat
diperkirakan21 :
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit.
2. Berat lahir rendah pada pelahiran preterm, pertumbuhan terhambat, atau
keduanya.
3. Prolaps tali pusat.
4. Plasenta previa.
5. Anomali janin, neonates, dan bayi.
6. Anomali dan tumor uterus.
7. Janin multipel
8. Intervensi operatif, terutama seksio sesarea.
2.2.4 Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi letak sungsang21-22 :
1. Bokong murni / Frank breech (60-70% kasus) : Letak bokong dengan kedua
tungkai terangkat ke atas

2. Bokong komplit / complete breech (10% kasus) : Letak bokong di mana kedua
kaki ada di samping bokong ( letak bokong kaki sempurna)

3. Incomplete breech : Letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah
juga kaki atau lutut, terdiri dari :

- Kedua kaki : letak kaki sempurna (24%)


- Satu kaki : letak kaki tidak sempurna
- Kedua lutut : letak lutut sempurna
- Satu lutut : letak lutut tidak sempurna

56
Gambar 2.1. Letak Sungsang
2.2.5 Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsang atau letak lintang.23
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada
kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri,
sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan
demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi
letak sungsang lebih tinggi, s edangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian
besar ditemukan dalam presentasi kepala. Presentasi bokong yang menetap dapat
disebabkan oleh abnormalitas dari bayi, volume cairan amnion, lokasi plasenta, kelainan
uterus, tonus otot uterus yang lemah dan prematuritas.23-24

57
2.2.6 Gambaran Klinis
Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen, manuver
Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur
kehamilan ≥ 34 minggu. Untuk memastikan apabila masih terdapat keraguan pada
pemeriksaan palpasi, dapat dilakukan periksa dalam vagina dan / atau pemeriksaan
ultrasonografi. Keberhasilan untuk menemukan adanya presentasi bokong pada masa
kehamilan sangat penting oleh karena adanya prosedur versi luar yang
direkomendasikan guna menurunkan insiden persalinan dengan presentasi selain kepala
dan persalinan bedah sesar.20
Peranan ultrasonografi penting dalam diagnosis dan penilaian risiko pada presentasi
bokong. Taksiran berat janin, penilaian volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta,
jenis presentasi bokong, keadaan hiperekstensi kepala, kelainan congenital, dan
kesejahteraan janin dapat diperiksa menggunakan ultrasonografi. Berat janin dapat
diperkirakan berdasarkan ukuran diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut,
lingkar dan panjang femur. Gambaran ultrasonografi tentang ekstremitas bawah dapat
memberikan informasi tentang jenis presentasi bokong, kesejahteraan janin dapat dinilai
berdasarkan skor profil biofisik janin.20
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Dengan perasat Leopold
pertama, secara khas ditemukan kepala janin yang keras dan bulat dengan ballotemen
sudah menempati bagian fundus uteri. Perasat kedua menunjukkan punggung sudah
berada pada salah satu sisi abdomen dan bagian-bagian kecil berada pada sisi yang lain.
Pada perasat ketiga, bila engagement belum terjadi bokong janin masih dapat
digerakkan di atas pintu atas panggul. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan
kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala.Setelah
engagement, perasat keempat memperlihatkan posisi bokong yang mapan dibawah
simpisis. Denyut jantung janin pada umumnya terdengar paling keras setinggi atau
sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.20

58
Pemeriksaan yang hanya menunjukkan adanya presentasi bokong saja belum cukup
untuk membuat perkiraan besarnya risiko guna pengambilan keputusan cara persalinan
yang hendak dipilih. Taksiran berat janin, jenis presentasi bokong, keadaan selaput
ketuban, ukuran dan struktur tulang panggul ibu, keadaan hiperekstensi kepala janin,
kemajuan persalinan, pengalaman penolong, dan ketersediaan fasilitas pelayanan
intensif neonatal merupakan hal-hal yang penting untuk diketahui.20
Peranan ultrasonografi penting dalam diagnosis dan penilaian risiko pada presentasi
bokong. Taksiran berat janin, penilaian volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta,
jenis presentasi bokong, keadaan hiperekstensi kepala, kelainan congenital, dan
kesejahteraan janin dapat diperiksa menggunakan ultrasonografi. Berat janin dapat
diperkirakan berdasarkan ukuran diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut,
lingkar dan panjang femur. Gambaran ultrasonografi tentang ekstremitas bawah dapat
memberikan informasi tentang jenis presentasi bokong, kesejahteraan janin dapat dinilai
berdasarkan skor profil biofisik janin.20
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Dalam Kehamilan
Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari penyebab letak sungsang yakni
dengan USG, seperti plasenta previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan
uterus. Jika tidak ada kelainan pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau
dengan versi luar (jika tidak ada kontraindikasi).23
Knee-chest position (posisi sujud) adalah posisi sujud dengan kaki sejajar
pinggul dan dada sejajar lutut, dimulai pada kehamilan minggu 32-35. Dilakukan 3 kali
sehari selama 10-15 menit. Dilakukan pada saat perut kosong dan bayi aktif. Tujuan
knee-chest position adalah dengan gaya gravitasi mendorong kepala bayi ke fundus, lalu
melipat, dan berubah posisi sehingga kepala berada di segmen bawah rahim.22-23

59
Gambar 2.2
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu. Pada umumnya
versi luar sebelum minggu ke-34 belum perlu dilakukan karena kemungkinan besar
janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar sulit
dilakukan karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang.
Sebelum melakukan versi luar diagnosis letak janin harus pasti sedangkan denyut
jantung janin harus dalam keadaan baik.22-23
Syarat-syarat versi luar adalah bagian terendah janin masih dapat didorong ke
atas keluar pintu atas panggul, dinding perut ibu harus cukup tipis (tidak gemuk) dan
rileks, janin harus dapat lahir pervaginam, selaput ketuban masih utuh, pada ibu yang
inpartu pembukaan serviks kurang dari 4 cm, dan jika dilakukan sebelum inpartu usia
kehamilan 34-36 minggu pada primigravida dan pada multi masih dapat dilakukan pada
usia kehamilan lebih dari 38 minggu.22-23
Kontraindikasi untuk melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan
antepartum, hipertensi, hamil kembar, primigravida tua, dan plasenta previa.

60
Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan terjadi pada
multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang. Newman membuat prediksi
keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).22-
23

Table 2.1
Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut,
penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi kerugiannya antara lain: narkosis
harus dalam, lepasnya plasenta karena tidak merasakan sakit dan digunakannya tenaga
yang berlebihan, sehingga penggunaan narkosis dihindari pada versi luar.22-23
Prosedur versi luar :
Versi luar yang dilakukan untuk mengubah bagian terendah janin dari satu kutub
ke kutub yang berlawanan (letak sungsang diubah menjadi letak kepala), terdiri dari 4
tahap yaitu22-23:
1) Tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah dari pintu atas panggul
2) Tahap eksentrasi : membawa bagian terendah ke fosa iliaka agar radius rotasi
lebih pendek
3) Tahap rotasi : memutar bagian terendah janin ke kutub yang dikehendaki.
4) Tahap fiksasi : memfiksasi badan janin agar tidak memutar kembali.
Tahap mobilisasi dan eksentrasi :
1. Ibu tidur telentang dengan posisi trendelenburg dan tungkai fleksi pada sendi paha
dan lutut. Kandung kemih sebaiknya kosong.
2. Perut ibu diberi talk dan tidak perlu diberi narcosis. Penolong berdiri di samping

61
kiri ibu menghadap kea rah kaki ibu. Mobilisasi bagian terendah janin dilakukan
dengan meletakkan kedua telapak tangan penolong pada pintu atas panggul dan
mengangkat bagian terendah janin keluar dari pintu atas panggul. Setelah itu
dilakukan eksentrasi, yaitu membawa bagian terendah janin ke tepi panggul
(fosa iliaka) agar radius pemutaran lebih pendek.23

Gambar 2.3
Tahap rotasi :
1. Pada waktu hendak melakukan rotasi, penolong mengubah posisi berdirinya yaitu
menghadap ke muka ibu. Satu tangan penolong memegang bagian terendah, satu
tangan memegang bagian atas dan dengan gerakan yang bersamaan dilakukan
pemutaran sehingga janin berada dalam presentasi yang dikehendaki.
2. Pemutaran dilakukan ke arah yang paling rendah tahanannya (kearah perut) atau
presentasi yang paling dekat.
3. Setelah tahap rotasi selesai, penolong mendengarkan detak jantung janin dan detak
jantung janin diobservasi selama 5-10 menit.
4. Bila dalam observasi tersebut terjadi gawat janin, maka janin harus segera diputar
kembali ke presentasi semula. Bila pada pemutaran dijumpai tahanan, perlu
dikontrol detik jantung janin. bila terdapat tanda-tanda detak jantung janin tidak
teratur dan meningkat, janganlah pemutaran dilangsungkan.23

62
Gambar 2.4
Tahap fiksasi
Bila rotasi sudah dikerjakan, dan penilaian detak jantung janin baik, maka dapat
dilanjutkan dengan fiksasi janin. fiksasi dapat dikerjakan dengan menggunakan gurita.
Ibu diminta tetap memakai gurita, setiap hari sampai saat pemeriksaan 1 minggu
kemudian.
Versi luar dianggap gagal jika ibu mengeluh nyeri, timbul gawat janin, bagian
janin tidak dapat dipegang dengan baik, dan ketika diilakukan rotasi terasa adanya
hambatan yang berat. Komplikasi yang mungkin terjadi pada versi luar adalah solusio
plasenta, lilitan tali pusat, ketuban pecah, dan ruptur uteri.23

Gambar 2.5

63
2. Dalam Persalinan
Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang dapat
dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria). Pervaginam dilakukan jika
tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong. Syarat persalinan
pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna (complete) atau bokong murni
(frank breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada
riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. Mekanisme persalinan letak
sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu20-21:
1. Persalinan bokong
- Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
- Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran paksi
dalam sehingga trokanter depan berada di bawah simfisis.
- Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga
distansia bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul.
- Terjadi pers alinan bokong, dengan trokanter depan s ebagai hipomoklion.
- Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk persalinan
trokanter depan, sehingga seluruh bokong janin lahir.
- Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke arah perut
ibu.
- Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir6,8
2. Persalinan Bahu
- Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
- Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.
- Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah simpisis
dan bertindak sebagai hipomoklion.

64
- Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
- Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan
sehingga seluruh bahu janin lahir.
- Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau miring.
- Bahu melakukan putaran paksi dalam.20,22
3. Persalinan Kepala Janin
- Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi dengan posisi
dagu berada dibagian posterior.
- Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian belakang tertahan
oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi dalam dan menempatkan
suboksiput sebagai hipomiklion.
- Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata, dahi dan
muka seluruhnya.
- Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga seluruh kepala bayi
dapat lahir.
- Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas bebas dari lendir
dan mekoneum untuk memperlancar pernafasan. Perawatan tali pusat seperti
biasa. Persalinan ini berlangsung tidak boleh lebih dari 8 menit.20,22
Jenis-jenis persalinan sungsang :
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan
pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht.
b) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin dilahirkan
sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan
tenaga penolong.
c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya dengan
memakai tenaga penolong.20-22

65
2. Persalinan Perabdominam (Seksio Sesaria)
Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang
terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang
pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal ini tidak
berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam. Persalinan
diakhiri dengan seksio sesaria bila20:
a) Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi feto
pelvic atau skor Zachtuchni Andros ≤ 3).

Arti nilai:
≤ 3 : persalinan perabdominam
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai
tetap dapat dilahirkan pervaginam.
>5 : dilahirkan pervaginam
b) Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.
c) Didapatkan distosia
d) Umur kehamilan:
Prematur (EFBW=2000 gram)
Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)
e) Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan)
f) Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk, nilai social janin tinggi.
g) Komplikasi kehamilan dan persalinan:
- Hipertensi dalam persalinan

66
- Ketuban pecah dini
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi persalinan letak sungsang pervaginam antara lain:
1. Dari faktor ibu:
- Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
- Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)
- Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.20,23
2. Dari faktor bayi:
- Sufokasi. Bila sebagian besar badan janin sudah lahir, terjadilah pengecilan
rahim, sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia
janin. keadaan ini merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah, mukus,
cairan amnion, dan mekonium akan diaspirasi, yang dapat menimbulkan
sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah berada di luar rahim
- Asfiksia fetalis. Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir,
yang menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya
terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul.
- Kerusakan jaringan otak. Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada
panggul sempit atau adanya disproporsi sefalopelvik, serviks yang belum
terbuka lengkap, atau kepala janin yang dilahirkan secara mendadak, sehingga
timbul dekompresi.
- Fraktur pada tulang-tulang janin. Kerusakan pada tulang janin dapat berupa
fraktur tulang-tulang kepala, fraktur humerus ketika hendak melahirkan lengan
yang menjungkit (extended), fraktur klavikula ketika hendak melahirkan bahu
yang lebar, paralisis brakialis, fraktur femur, dislokasi bahu, dislokasi panggul
terutama pada waktu melahirkan tungkai yang sangat ekstensi (fleksi maksimal),
dan hematoma otot-otot.20,23
- Infeksi karena manipulasi20,23
3. Arrest of the after coming head.
Paling banyak terjadi pada kepala bayi yang dilahirkan pada posisi telentang, atau

67
mengalami rotasi yang menyebabkan dagu janin berada di belakang simfisis pubis.23
2.2.10 Prognosis
Prognosis kelahiran bayi dengan presentasi bokong atau letak sungsang, lebih
dianjurkan melalui kelahiran perabdominam karena akan mengurangi komplikasi yang
disebutkan diatas. Kecenderungan tersebut sangat sangat berkaitan dengan bukti-bukti
yang menunjukkan hubungan cara persalinan dengan resiko kematian dan morbiditas
perinatal. Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr. Pringadi
Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian perinatal masing-
masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%.

68
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Dona Witri
Umur : 31Tahun
Alamat : Tilatang Kamang
Tanggal Masuk : 21 Desember 2022 (pukul 00.00)
No MR : 573342
3.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD PONEK RSAM Bukittinggi dengan keluhan nyeri
pinggang menjalar ke ari-ari hilang timbul sejak 3 jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+) sejak 1 jam SMRS
- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)
- Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
- Gerak anak (+)
- Amenorea sejak 9 bulan yang lalu
- HPHT : 4/4/2022
- TP : 9/1/2023
- RHM : mual(+), muntah(+), perdarahan (-)
- RHT : mual(-), muntah(-), perdarahan (-)
- ANC : 5x ke dokter SpOG pada usia kehamilan 5,6,7,8, dan 9 bulan
c. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 13 tahun
- Siklus Haid : Teratur
- Panjang Siklus : 28 hari
- Durasi : 5-7 hari

69
- Ganti DUK : 2-3 x/hari
- Nyeri Haid : Ada
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal, paru, dan
penyakit menular.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal, paru, dan
penyakit menular
f. Riwayat Perkawinan
- Menikah 1 tahun 2022
g. Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan/Hidup : (1/0/0/0)
- Sekarang
h. Riwayat kontrasepsi
Tidak ada.
i. Riwayat Imunisasi
Tidak diketahui
j. Riwayat Kebiasaan
merokok (-), minum kopi (-), minum alkohol (-), riwayat memelihara binatang
(-), riwayat minum obat-obatan (-)
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Keadaan umum : TSS
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 125/ 80 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 36,3˚C
Berat Badan : Sebelum Hamil : 65 Kg
Sesudah Hamil : 83 Kg

70
Tinggi Badan : 153 cm
b. Status Generalisata
Kepala : Normochepal, rambut hitam tidak mudah rontok
Wajah : Chloasma gravidarum (-), edema (-)
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorak : Paru dan Jantung dalam batas normal
Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
c. Status Obstetrik
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan cukup bulan,linea
mediana hiperpiqmentasi (+). Striae gravidarum (+) ,Sikatrik (-)
Palpasi
Leopold : Janin gemelli hidup intra uterin
Janin 1 : letak memanjang, presentasi bokong
Janin 2 : letak lintang kepala kiri dorso superior

TFU : 45cm
TBJ : tidak bisa dinilai
His : (-)
DJJ : 1. 135-140x/menit
2. 140-160x/menit
Genitalia
-Pemeriksaan luar :V/U tenang, PPV (-)
-Pemeriksaan dalam : VT
Pembukaan 2-3 cm, effacement 100%, portio tipis medial, selaput ketuban
(+), teraba bokong H1

71
USG
Kesan : Gravid 37-38 minggu sesuai biometri janin hidup gemelli intrauterin,
letak sungsang-letak lintang kepala kiri dorso superior

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Jenis Pemeriksaan Hasil
Hb 12,3gr/dl
Hematokrit 36,5%
Leukosit 9.050/mm3
Trombosit 240.000/mm3
Imunologi
Anti HIV Non Reaktif
TPHA Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif
Rapid antigen Negatif

3.5 Diagnosis
G1P0A0H0 parturient aterm 37-38 minggu kala 1 fase laten + Janin Gamelli
letak sungsang – letak lintang kepala kiri dorso superior
3.6 Penatalaksanaan
Seksio Sesaria Cito

72
Follow Up
Tanggal 21 desember 2022
S Tidak ada keluhan
O Tampak Sakit Sedang
Kes : CMC RR : 21x/menit
TD : 130/87 mmHg Temp : 36,2oC
Nadi :84 x/menit
A P1A0H2 Post SCTPP ai Gemelli + Letsu-Letli

P - - IVFD RL 2 x 500 cc
- injeksi ceftriaxone 1x2 gr IV
- vit c 2x50 gr P.O
- sulfas ferosus 1x100 gr P.O

Tanggal 22 desember 2022


S Tidak ada keluhan
O Tampak Sakit Sedang
Kes : CMC RR: 20x/menit
TD :124 75/mmHg Temp : 36,5 oC
Nadi : 85x/menit
A P1A0H2 Post SCTPP ai Gemelli + Letsu-Letli

P IVFD RL 2x500 cc
- injeksi ceftriaxone 1x2gr IV
- vit c 2x50 gr P.O
- sulfas ferosus 1x100gr P.O

73
BAB IV
KESIMPULAN

Kehamilan Multifetus merupakan kehamilan resiko tinggi karena akan


meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Berbagai multifaktor
penyebab terjadinya kehamilan multifetus diantaranya faktor ras, keturunan, usia ibu
dan paritas, nutrisi dan teknologi reproduksi berbantu. Pemeriksaan USG untuk
menentuan zigositas, korionitas dan amniositas pada trisemester pertama merupakan
hal yang penting untuk manajemen kehamilanmultifetus. Untuk memilih metode yang
optimal untuk kelahiran kehamilan multifetus,presentasi kedua janin harus diketahui
dengan tepat.
Persalinan pada kehamilan gemelli dapat melalui pervaginam. Indikasi SC bila
janin pertama letak lintang, prolaps tali pusat, plasenta previa dan interlockingatau
posisi 69, anak pertama letak sungsang dan anak kedua letak kepala. Dalampersalinan
kehamilan gemelli prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkanpada kehamilan
tunggal, karena dapat terjadi toksemia gravidarum, preeklamsia, hidramnion, anemia,
pertolongan obstetri operatif dan perdarahanpost partum.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang/membujur dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah
kavum uteri. Letak sungsang diantaranya presentasi bokong (50-70%), presentasi
bokong kaki sempurna (5-10%), presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (10-30%). Ketuban pecah dini dapat menyebabkan beberapa masalah bagi ibu
maupun janin. Masalah pada ibu diantaranya dapat menyebabkan infeksi puerperalis,
dry labour, perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan
kematian.
Pasien Ny. D usia 31 tahun datang dengan keluhan keluar lendir bercampur
darah dan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari, hamil cukup bulan, anak gemelli dan letak
sunsang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum: tampak sakit sedang;
suhu: 37,3 C; tekanan darah:147/100 mmHg, frekuensi nadi: 84x/menit, frekuensi nafas:

74
20 x/menit. Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 45 cm, janin 1 : letak
memanjang, presentasi bokong, Janin 2 : letak lintang kepala kiri dorso superior,his (-
)DJJ 1. 135-140x/menit ,2. 140-160x/menit . Pada pemeriksaan dalam didapatkan tidak
ada pembukaan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 12,3 gr% dan leukosit
9.050/mm3. Pasien ini didiagnosis G1P0A0H0 gravid aterm + Gemelli + letsu-letli.
Tatalaksana Seksio Sesaria elektif.

75
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin AB. Kehamilan ganda. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta :
2016
2. James R.S & Arnold L.M, Kehamilan Ganda: Esensial Obstetri dan ginekologiedisi
2, Alih bahasa Nugroho E, Hipokrates, Jakarta 2011
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et all. Multifetal Gestation. William
obstetrics. Edisi ke-23. New York : McGraw-Hill; 2012
4. Kampono N. Persalinan sungsang [internet]. Jakarta: Persalinan sungsang; 2008
[Diakses tanggal 3 Maret 2022] Tersedia dari :
http://geocities.com/abudims/cklobpt9.html
5. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Malpresentation. Obstetrics normal and
problem pregnancies. Edisi ke-3. New York: Churchill Livingstone; 2000.
6. Giuliani A, Schöll WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of delivery andoutcome
of 699 term singleton breech deliveries at a single center. Am J Obstet Gynecol.
2002; 187:1694-8.
7. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics. Edisi ke-
2. New York: McGraw Hill; 2005.
8. Krisnadi RS, Anwar AD, Irianto S. Kehamilan multifetus. Divisi Fetomaternal
obstetri dan ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung; 2010
9. Decherney AH, Nathan L. Multiple Pregnancy. Curerrent diagnosis and treatment
obstetrics and Gynecology. Edisi ke-10. New York; McGraw- Hill;2017
10. Wenstron K, The American College of Obsetricians and Gynecologist. Multiple
gestation: complicated twin, triplet, and high-order multifetal pregnancy. ACOG
practice Bulletin No.56. Obstetric gynecol. 2014
11. Hariadi R. Kehamilan kembar; Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Perhimpunan
Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Surabaya;2014

76
12. Taylor JM, Fisk NM. Prenatal diagnosis in multiple pregnancy. Bailliere’s Clinical
obstetrics and gynaecology, London;2014.
13. Morin L, Lim K. Ultrasound in twin pregnancies. SOGC Clinical Practice Guidline.
Juni 2011.

14. Skrupsi DW. Twin-Twin transfusion syndome. EMJ.2000

15. NICE Guideline of multiple pregnancy.2011

16. Herbst A, Kallen K. Influence of mode of delivery on neonatal mortality in the


second twin, at and before term. BJOG. 2018

17. Barret JF, Ritchie WK. Twin delivery. Best Practice and Research Clinical
Obstetrics and gynaecology, Canada;2012

18. Lulu AA, Turki MA et all. Management of Triplet Pregnancy. Kuwait Medl J.2001

19. Royal Cornwall Hospital. New guideline of multiple pregnancy.2017

20. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu kebidanan obstetric ; Presentasi bokong. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka;2010.hal : 588 – 97.

21. Cunningham, F.G et al. Breech Presentation and Delivery In: Williams
Obstetrics.22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising
Division;2005.hal.509-536

22. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu bedah kebidanan ; Presentasi bokong. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka;2010.hal. 104 – 12

23. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu kesehatan reproduksi:


obstetric patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC;2003.hal. 140-5

24. Breech. Management of breech presentation. Diunduh dari :


http://www.thewomens.org.au/BreechManage
mentofBreechPresentation?printView=true // di akses 3 Maret 2022

77

Anda mungkin juga menyukai