Oleh :
Preseptor :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah dan shalawat beserta salam untuk
Nabi Muhammad, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
case report science dengan judul “Kehamilan dengan Multifetus – Triplet”yang
merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik bagian Obgyn RSUD Achmad
Mochtar Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.
Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Benny Oktora,Sp.OG selaku pembimbing dalam penyusunan
tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga case ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Bukittinggi, 2023
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan multipel terjadi pada 17% dari semua kelahiran prematur kurang
dari 37 minggu, 23% dari kelahiran prematur kurang dari 32 minggu, dan 24% dari
semua kasus berat badan lahir rendah (<2.500 g), dan 26% dari semua kasus berat
badan lahir sangat rendah (<1.500 g).Bayi kembar diperkirakan 7 kali lipat lebih besar
berisiko meninggal sebelum ulang tahun pertama mereka dibandingkan dengan bayi
tunggal, sementara kembar tiga berada pada resiko hampir 17 kali lipat lebih besar.3
1
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
bagian obstetric dan ginekologi di RSUD Achmad Mochtar Bukittingi
Manfaat penulisan case report science ini adalah menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai “Kehamilan Multifetus-Triplet”.
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang ada
kaitannya dengan pelajaran Kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan Kehamilan
Multifetus-Triplet.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sejak 1980 hingga 2009 angka kelahiran kembar ganda telah mengalami
peningkatan 76% dari 18,9 menjadi 32,1 per 1000 kelahiran hidup di Amerika serikat.
Peningkatan ini terjadi akibat terapi kesuburan dan penerapan teknik reproduksi
berbantu (TRB) serta meningkatnya jumlah wanita yang melahirkan pada usia lebih
dari 35 tahun.4
Di Inggris dan Wales, kejadian kelahiran kembar ganda antara tahun 1971 –
1975 adalah 9,9 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2001 – 2002 meningkat
menjadi 14,6. Di Singapura, kelahiran kembar ganda meningkat dari 5,82 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 1980 menjadi 9,46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2001. Di Taiwan, kejadian kehamilan kembar tiga (triplet) meningkat dari 47 per
sejuta kelahiran (1975) menjadi 453 per sejuta kelahiran (1990). Di Amerika serikat,
kejadian kelahiran kembar triplet mencapai angka 143,4 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan angka kelahiran kembar empat (kuadriplet) atau lebih adalah 9,89 per
100.000 kelahiran hidup.5
Sebanyak 43% kehamilan triplet terjadi sebagai hasil dari prosedur teknologi
reproduksi berbantu, dan 38% terjadi dari induksi ovulasi, sehingga hanya 19% yang
dihasilkan dari konsepsi spontan. Sebagai perbandingan, di Taiwan, selama kurun
waktu tahun 1983 – 1995, hanya 12% dari 34 kehamilan triplet yang merupakan hasil
konsepsi alami, sedangkan 88% sisanya merupakan hasil induksi ovulasi (termasuk
fertilasi in vitro). Di Jepang sekitar 73,2% kehamilan multifetus lebih dari dua fetus
dihasilkan oleh fertilisasi in vitro, 22,1% oleh induksi ovulasi, dan hanya 4,3% oleh
kehamilan spontan. Di Indonesia, dari sekitar 140 kasus teknologi reproduksi
3
berbantu yang ditangani di Bandung, sebanyak 30% menghasilkan kehamilan
multifetus.5
5
karena hanya terdiri dari 2 lapisan selaput amnion tanpa penyatuan selaput korion.
Plasentasi ini dikenal sebagai diamnionik monokorionik.3
Amnion mulai berdiferensiasi sejak hari ke 8, dan jika pembelahan embrio
terjadi pada hari ke 8 hingga 13, kedua janin akan berbagi 1 buah amnion dan 1
buah korion yang disebut plasentasi monokorion monoamnion. Kondisi ini, dimana
tidak terdapat membran yang membatasi kedua janin, memungkinkan terjadinya
lilitan tali pusat yang letal. Pembelahan embrio yang terjadi setelah hari ke 13 juga
akan menghasilkan plasentasi monokorion monoamnion namun dengan
kemungkinan perlengketan antara kedua tubuh bayi yang akan mengakibatkan
terjadinya kembar siam (conjoint twin) .3
6
1) Pada hari 0 – 4 hari paska fertilisasi, hasil konsepsi membelah menjadi dua
menghasilkan 2 lapis amnion dan 2 lapis korion (dikorionik diamnionik).
Plasenta dapat terpisah atau bersatu.
2) Pembelahan antara hari 4 – 8 menghasilkan blastokis dengan 2 embrio yang
terpisah. Tiap embrio memiliki lapisan amnion sendiri dengan lapisan
khorion bersama (monochorionic, diamnionic).
3) Pembelahan antara hari 8 – 12 menghasilkan 2 embrio dengan amnion dan
khorion bersama (monochorionic, monoamnionic).
4) Terdapat beberapa teori mengenai kembar siam (conjoint twin) antara lain
kembar siam adalah pembelahan yang tidak sempurna dari 1 embrio
menjadi 2. Teori lain mengatakan hal ini karena adanya persatuan 2 embrio
monozigot satu sama lain.
7
Gambar 4. Janin kembar monokorionik diamnionik pada usia kehamikan 8
minggu. Panah biru menunjukkan selaput tipis amnion mengelilingi tiap
embrio2
Pada triplet atau lebih, penyatuan masa plasenta lebih sering terjadi, terlepas
dari zigositas, karena terbatasnya ruang di dalam uterus. Keunikan plasentasi pada
kehamilan multifetus adalah tingginya prevalensi insersi marginal dan velamentosa
dari satu atau lebih tali pusat. Kejadian ini berkaitan dengan kelahiran prematur dan
BBLR. Sebagian besar plasenta monokorionik menunjukkan anastomosis antara
arteri dan vena pada sisi fetus.5
8
Pada pemeriksaan klinik plasenta saat persalinan terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu:4
1. Struktur membrana fetus
2. Kesatuan atau pemisahan masa plasenta
3. Tempat insersi tali pusat
4. Anastomosis pembuluh pada plasenta monokorionik
Secara klinis, tipe korion memegang peranan paling penting. Diikuti oleh
anastomosis vaskuler pada plasenta monokorionik, pemeriksaan mikroskopik
plasenta dan tempat insersi tali pusat. Pemeriksaan rutin plasenta harus dilakukan
karena:4
1. Korionisitas tidak selalu dapat dibedakan secara tepat melalui pemeriksaan
USG prenatal. Hal ini berkaitan dengan kelainan yang muncul pada
kehamilan.
2. Bila plasentasi terbukti monokorionik dengan pemeriksaan patologi, maka
bayi kembar tersebut ialah monozigotik.
3. Penjelasan untuk perbedaan pertumbuhan, kematian fetus, cedera neurologis,
kejadian inflamasi fetus / korioamnionitis tergantung pada korionitas.
1) Ras
9
Tabel 1. Angka kehamilan kembar per 1000 kelahiran berdasarkan zigositas
2) Keturunan
Faktor keturunan dari ibu secara demografi lebih bermakna daripada ayah.
Pada kasus kembar dizigotik, dilaporkan peran faktor keturunan dari pihak ibu
sebesar 1 : 58 kelahiran, sedangkan dari pihak ayah sebesar 1 : 116 kelahiran.
Penelitian mengenai peran genetika belum banyak dilakukan, sehingga sampai
saat ini dugaan ke arah faktor keturunan karena peran genetika belum jelas.
10
4) Nutrisi
5) Pengobatan infertilitas
Induksi ovulasi dengan FSH dan korionik gonadotropin atau klomifen sitrat
dapat meningkatkan kejadian multifetus. Schenker melaporkan bahwa peningkatan
fertiltas akibat teknologi reproduksi berbantu 16 – 40 % dan 75 % di antaranya
merupakan kehamilan multifetus.
6) Gonadotropin Hipofisis
Faktor umum yang mengaitkan ras, usia, berat, dan kesuburan dengan gestasi
multipel mungkin adalah kadar follicle stimulating hormone. Teori ini didukung
oleh kenyataan bahwa terjadinya peningkatan fekundasi dan angka kehamilan
kembar dizigotik pada wanita yang hamil dalam 1 bulan setelah penghentian
kontrasepsi oral, tetapi tidak dalam bulan – bulan berikutnya. Hal ini mungkin
disebabkan oleh pelepasan mendadak gonadotropin hipofisis dalam jumlah yang
lebih besar daripada biasanya selama daur spontan pertama setelah penghentian
kontrasepsi.
11
2.4 Diagnosis.
2) Pemeriksaan klinis
Tinggi fundus uteri kehamilan multifetus pada trimester dua kehamilan lebih
tinggi dari ukuran normal pada hamil tunggal pada usia kehamilan yang sama.
Pada usia kehamilan antara 20-30 minggu fundus uteri dapat lebih 5 cm dibanding
kehamilan tunggal pada usia yang sama. Hal ini yang perlu dipikirkan jika tinggi
fundus uteri lebih tinggi dari usia gestasinya adalah elevasi uterus akibat
peregangan kandung kencing, riwayat menstruasi yang tidak akurat,
polihidramnion, mola hidatidosa, mioma uteri, masa adnekas, makrosomia dan
kelainan fetus.2
12
Denyut jantung janin dapat dideteksi dengan menggunakan doppler, pada akhir
trisemester pertama. Pada kehamilan multifetus dapat diidentifikasi dua denyut
jantung fetus yang frekuensinya perbedaan 10 atau lebih. Pemeriksaan yang sama
dapat dilakukan dengan fetoskop (laenec) pada usia kehamilan 18-20 minggu.1
3) Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ultrasonografi jumlah kantung gestasi dapat ditentukan
sejak dini. Pada pemeriksaan, masing – masing kepala fetus harus dilihat pada
dua bidang tegak lurus sehingga tidak salah mengenali potongan melintang
tubuh fetus sebagai kepala fetus kedua. Sebaliknya, dua kepala fetus atau dua
abdomen dapat dilihat pada bidang yang sama.2
b. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada abdomen ibu dapat dilakukan jika jumlah
fetus pada kehamilan tidak dapat dipastikan, akan tetapi hasil pemeriksaan
radiografi tidak akurat pada keadaan berikut:2
1) Sebelum usia kehamilan 18 minggu ketika rangka fetus belum terlihat
radioopak secara memadai
2) Kualitas film yang buruk atau posisi ibu yang salah
3) Obesitas
4) Polihidramnion
5) Fetus bergerak saat pengambilan gambar.
c. Tes Biokimia
Pada saat ini tidak ada tes biokimia yang akurat untuk mendiagnosa
kehamilan multifetus. Jumlah hormon korionik gonadotropin pada plasma
dan urin biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tunggal tetapi
tidak signifikan sebagai diagnosis pasti kehamilan multifetus. Kehamilan
kembar sering terdiagnosis sewaktu dilakukan pemeriksaan peningkatan
kadar alfa-fetoprotein serum ibu, walaupun pemeriksaan ini saja tidak
bersifat diagnostik. Saat ini belum ada uji biokimiawi yang dalam setiap
kasus dapat secara handal membedakan antara adanya satu dan lebih dari
satu janin.5
13
2.5 Adaptasi ibu pada kehamilan.
Secara umum, derajat perubahan fisiologis ibu lebih besar pada kehamilan
dengan janin multifetus dibandingkan dengan janin tunggal. Sejak trimester pertama,
wanita dengan gestasi multifetus sering mengalami mual dan muntah yang jauh
melebihi yang biasa terjadi pada kehamilan tunggal, atas alasan – alasan belum jelas.
Peningkatan normal volume darah ibu lebih besar pada kehamilan kembar. Sementara
rata-rata peningkatan pada akhir kehamilan adalah sekitar 40 % sampai 50 % pada
janin tunggal, pada kembar terjadi peningkatan sekitar 50 % - 60 % yang setara
dengan penambahan jumlah darah ibu sebesar sekitar 500 ml.2
Masa sel darah merah juga meningkat, tetapi secara propersional lebih kecil pada
kehamilan kembar daripada pada kehamilan tunggal sehingga terjadi anemia
fisiologis yang lebih berat. Wanita dengan janin kembar memperlihatkan rata-rata
kosentrasi hemoglobin 10 gram/dl sejak usia kehamilan 20 minggu. Sangat
meningkatnya volume darah ibu dan meningkatnya kebutuhan akan zat besi dan asam
folat yang ditimbulkan oleh janin kedua meningkatkan risiko terjadinya anemia ibu
hamil.2
Pada kehamilan multifetus yang dipersulit oleh hidramnion, fungsi ginjal ibu
dapat sangat terganggu. Quigley dan Cruikshank (1977) melaporkan dua kehamilan
dengan janin kembar plus hidramnio akut berat yang menyebabkan terjadinya
14
Azotemia. Keluaran urin dan kadar kreatinin plasma ibu segera kembali normal
setelah melahirkan. Apabila terjadi hidramnion berat, dapat dilakukan amniosintesis
terapeutik untuk mengurangi penderitaan ibu dan diharapkan memungkinkan
dilanjutkannya kehamilan. Berbagai stress kehamilan dan kemungkinan penyulit
serius pada ibu hampir selalu lebih besar pada janin multifetus daripada janin tunggal.
Hal ini perlu diperhitungkanm terutama saat memberi penyuluhan kepada wanita yang
kesehatannya terganggu atau pada kehamilan multifetus yang diketahui sejak dini.6
1. Resiko Kardiovaskular.
Salah satu perubahan mayor yang berhubungan dengan kehamilan kembar
adalah meningkatnya jumlah volume plasma darah dan cardiac output yang lebih
banyak jika dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Peningkatan volume plasma
diakibatkan adaptasi ibu dalam memenuhi pasokan darah pada bayi kembar.6
2. Abnormalitas hematologi.
Peningkatan volume sel darah merah tidak dapat mengimbangi peningkatan
volume plasma darah baik pada kehamiln tunggal maupun kembar. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hemodilusi fisiologis. Kadar hemoglobin rata-rata pada
wanita hamil adalah 10g/dL pada usia kehamilan 20 minggu. Hemoglobin dan
hematokrit menurun pada kehamilan trimester satu , mencapai titik terendah pada
trimester kedua dan perlahan meningkat pada trimester ketiga. Kadar hemoglobin
dibawah 11g/dL pada kehamilan trimester satu dan tiga dengan disertai kadar
feritin serum dibawah 12 mg/dL menunjukkan adanya anemia defisiensi zat besi
yang mana terjadi pada 21 -36% kehamilan kembar. Angka ini meningkat dua
hingga 3 kali lipat daripada kehamilan tunggal.6
3. Kelainan metabolik.
6. Hidramnion.
Hidramnion terjadi pada 2-5% kehamilan kembar ganda dan sekitar 8-10%
kehamilan ganda terjadi pada semua kasus hidramnion. Hidaramnion dapat
berkembang sebagai konsekuensi dari TTTS dengan salah satu bayi yang
mengalami restriksi pertumbuhan dan oligohidramnion.3
Peregangan yang berlebih dari rahim akibat kehamilan kembar dapat menjadi
predisposisi terjadinya perdarahan paska salin akibat atonia uteri. Dan wanita
dengan kehamilan kembar juga memiliki peningkatan resiko terjadinya retensi
jaringan plasenta, trauma mekanis pada saluran genital, dan peningkatan resiko
16
terjadinya efek samping dari medikasi seperti magnesium sulfat yang biasa
digunakan untuk mengatasi preekampsia dan ancaman persalinan prematur.3
1. Abortus.
Abortus spontan lebih sering terjadi, pada kembar monokorionik lebih sering
dibandingkan kembar dikorionik yakni 18 banding 1, sehingga monozigotik
merupakan salah satu penyumbang terjadinya abortus spontan. Kelainan kromosom
(karena pembagian selama pembelahan yang tidak setara) seperti pada kejadian
abortus spontan umumnya merupakan faktor pendukung terjadinya abortus
spontan.2
2. Prematuritas.
Resiko persalinan prematur meningkat dengan banyaknya jumlah bayi dalam
rahim dan merupakan ancaman terbesar bagi kesehatan bayi baru lahir. Persalinan
prematur dan PPROM berhubungan dengan lebih dari 70% kasus persalinan
prematur. Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, resiko kematian dalam 1 tahun
pertama adalah 5 kali lipat lebih besar pada kehamilan kembar dan 14 kali lipat
pada triplet.6
PJT umum dijumpai pada kehamilan kembar. Pada trimenster ketiga, rata-rata
perkembangan bayi kembar mulai berbeda dibandingkan pada kehamilan tunggal.
PJT pada kehamilan kembar paling baik diprediksi dengan mengukur beberapa
parameter biometrik termasuk lingkar perut.2
4. Abnormalitas/malformasi kongenital.
17
a. Cacat akibat proses pembentukan fetus kembar itu sendiri, termasuk kedalam
proses teratogenik, yaitu kembar siam, sirenomelia, defek tabung saraf dan
holoprosensefalus.
b. Cacat akibat twin to twin syndrome. Keadaan ini dapat menyebabkan
berbaliknya aliran darah disertai tidak tumbuhnya sebagian tubuh fetus
(akardia) pada salah satu fetus. Bila salah satu meninggal, faktor pembekuan
terpengaruh dan menyebabkan obstruksi pada fetus hidup terutama
menyerang organ vital sehingga terjadi kerusakan, seperti mikrosefalus,
hidrasefalus, atresia usus dan amputasi ekstremistas.
c. Cacat akibat letak paksa karena keterbatasan ruang, hal ini menyebabkan
kelainan seperti talipes equinovarus, atau dislokasi panggul kongenital.
Kejadian letak paksa juga dapat terjadi pada fetus dizigotik karena
berdesakan.
Pada kehamilan multifetus sering terjadi kematian satu fetus saat usia kehamilan
belum aterm atau fetus layak hidup, sehingga kehamilan harus terus berlangsung
dengan fetus mati. Penyebab tersering adalah discordance twin dan twin to twin
syndrome. Setelah kematian salah satu fetus, risiko kematian fetus lainnya enam
kali lebih sering. Setelah trimester pertama, kematian fetus terjadi 2-5% dari
kehamilan kembar dan sebanyak 10-15% pada kehamilan triplet. Resiko kematian
fetus dalam rahim meningkat 3-4 kali lipat pada kembar monokorion.2
18
3. Kembar monoamnionik.
Kembar monoamnionik adalah bila kedua fetus menempati satu kantung amnion
yang sama. Jenis monoamnionik relatif jarang terjadi pada monozigotik
dibandingkan diamnionik, tetapi bila terjadi akan meningkatkan resiko komplikasi.
Kembar monoamnionik adalah kejadian yang langkah, hanya mencakup kurang
dari 1% dari kembar MZ. Namun kembar ini menyebabkan 40% angka kematian
bayi yang terutama disebabkan oleh lilitan antar tali pusat dan oklusi. Kembar
monoamnionik juga berada pada faktor resiko seperti kejadian anomali kongenital,
termasuk kembar siam dan TTTS. Operasi sectio caesaria biasanya
direkomendasikan karena kemungkinan terjadinya fetal distress intra partum akibat
lilitan tali pusat. Jika direncanakan akan menjalani persalinan spontan, monitoring
janin secara kontinyu dianjurkan sekaligus mempersiapkan kemungkinan
dilakukannya sectio caesaria darurat.6
4. Kembar siam.
Insidensi terjadi pada 1 per 60.000 persalinan. Kembar siam sering terjadi pada
penyatuan bagian-bagian tubuh janin :7,8
a. Ventral
2. Kaudal : Isiofagus
b. Dorsal
1. Kraniofagus
2. Rakifagus
3. Pigofagus
19
Gambar 7. Jenis –jenis Kembar Siam2
1 Memperpanjang kehamilan.
2 Meningkatkan berat kelahiran.
3 Mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.
4 Pengurangan insiden komplikasi ibu
Pada kehamilan multifetus ini, suatu keadaan yang sering terjadi adalah
dimana terjadi kegagalan ibu untuk bertambah berat yang jumlahnya paling tidak
harus sama dengan berat produk kehamilannya.Ibu dengan kehamilan multifetus
sebaiknya mendapatkan kalori dari protein 20 %, karbohidrat 40 % dan lemak 40
%. Berdasarkan penelitian, komposisi diet tersebut mampu meningkatkan kontrol
glikemik.
20
untuk menilai pertumbuhan janin, karena anak kembar cendrung menderita
keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim (IUGR = intrauterine growth
retardation ).
21
Setelah bayi I lahir, lakukan evaluasi presentasi fetus II. Apabila fetus II
presentasi bokong dengan taksiran berat badan > 2000 gram, lakukan persalinan
sungsang pervaginam atau ekstraksi kaki. Kemungkinan lainnya adalah melakukan
versi luar untuk menjadikan fetus II presentasi kepala. Kadang-kadang bagian
terendah fetus II tidak turun yang biasanya disebabkan oleh inersia uteri, maka
harus dilakukan augmentasi oksitosin .
Sectio caesarea adalah langkah yang direkomendasikan pada kasus triplet atau
lebih. Berdasarkan dari data yang dihimpun secara luas pada periode 1985-1988
menunjukkan bahwa pada kehamilan triplet, 94% lahir dengan sectio caesaria,
4,5% dengan persalinan pervaginal, dan 1,5% dengan kombinasi persalinan
vaginal/abdominal.
Rata-rata lama gestasi pada triplet adalah 33 minggu dan hanya 29 minggu pada
kuadruplet dengan ratarata berat badan bayi 1818 gram dan 1395 gram pada
kelompok usia gestasi tersebut. Kehamilan triplet atau lebih berada pada resiko
tinggi akan kejadian prematuritas, hambatan pertumbuhan janin, dan
malpresentasi.Persalianan pervaginam akan menjadi pilihan yang optimal jika
diperkirakan berat masing-masing bayi tidak lebih dari 1500 gr dan presentasi bayi
pertama dan kedua berada pada presentasi vertex.
Tambahan kalori untuk dikonsumsi oleh ibu sebanyak 500-600 kkal per bayi
per hari untuk kelancaran laktasi dengan komposisi 20% protein, 40% karbohidrat dan
40% lemak. Ibu diedukasi untuk cukup mengkonsumsi cairan dan juga posisi
menyusui yang baik.
22
Karena adanya resiko atonia uteri dan perdarahan postpartum, ibu harus
dipantau ketat beberapa jam setelah persalinan. Pemberian oksitosin intravena
harus diberikan dan fundus uteri harus sering diperiksa untuk memastikan
kontraksi uterus yang baik tercapai. Konsultasi laktasi dapat diberikan agar ibu
dapat menyusui bayi kembarnya dengan baik terutama pada kasus persalinan
prematur. Follow up dan dukungan bagi ibu pada minggu-minggu awal persalinan
adalah penting untuk diberikan terutama pada kasus bayi memerlukan perawatan
yang intensif. 14,15
23
Gambar 9. Protokol penatalaksanaan persalinan multifetus8
24
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 34 tahun
Alamat : Sungai Puah
MR : 30 50 34
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 18-12- 2022
ANAMNESIS
Seorang pasien, 34 tahun, masuk KB IGD RSAM Bukittinggi pada tanggal
18 desember 2022 pukul 02.00 WIB, dirujuk oleh bidan karena perdarahan setelah
lahir bayi 1 bayi 2 dan 3 sulit dikeluarkan. Pasien merasa kesakitan dan ingin
mengedan.
Melahirkan di bidan pukul 00.30 WIB :lahir bayi I :Laki-laki , BB
1800 gr, PB 47 cm, A/S 6/8 tali pusat diklem dan dipotong
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien merasa kesakitan dan ingin mengedan sejak kurang lebih 1 jam yang
lalu
• Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak ± 4 jam sebelum masuk rumah sakit,
nyeri semakin lama semakin terasa kuat
• Keluar lendir campur darah sejak ± 4 jam sebelum masuk rumah sakit
• Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) sejak 30 menit sebelum anak
pertama lahir
• Keluar darah yang banyak dari kemaluan (+)
• Keputihan(+)
• Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
• HPHT : 12 Mei 2022
• TP : 19 Februari 2023
• Gerak anak dirasakan sejak usia kehamilan 4 bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 118/70
Nadi : 90x/menit
Nafas : 19x/menit
Suhu : 36,3°
26
Berat Badan
Sebelum Hamil :48 kg
Setelah Hamil :60 kg
Tinngi Badan :150 cm
BMI :21,3 kg/m2 (Normal)
Status Generalisata
Kepala : Normochepal, rambut hitam tidak mudah rontok
Wajah : Chloasma gravidarum (-), edema (-)
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB Thorak :
Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler, Wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung dalam batas normal
Ekstermitas : Akral hangat, CRT<2 detik
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit seperti usia kehamilan aterm, striae (+), sikatrik
(-)
Palpasi :
L1 : FUT teraba 3 jari bawah processus Xyphoideus teraba massa
lunak nodular
L2 : Teraba tahanan terbesar disebelah kiri dan bagian-bagian kecil janin
kanan ibu
L3 : Teraba massa keras, terfiksir
L4 : Divergen
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
His : 3-4x 10 menit durasi 30-40 detik
DJJ bayi II : 150 – 165x /menit
DJJ bayi III : 150-160x/menit
27
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (+)
VT : Lengkap
Ketuban (+) dipecahkan, sisa jernih
Diagnosis :
G4P3A0H4 parturien preterm 31-32 minggu kala II
Janin hidup triplet intra uterin
Rencana :
Pimpin persalinan
02.30 WIB lahir bayi II :Perempuan , BB 1400 gr, PB 46 cm, A/S 6/8
tali pusat diklem dan dipotong
02.45 WIB lahir bayi III : Laki-laki, BB 1600 gr, PB 46 cm, A/S
6/8 tali pusat diklem dan dipotong
03.15 WIB Lahir plasenta lengkap
Leukosit 13.000/mm3
Hematokrit 38.3 %
Trombosit 250.000/mm3
Imunologi
28
Laboratorium 18-12-2022 18.07 WIB
Parameter Hasil
Leukosit 11.380/mm3
Hematokrit 23.4 %
Trombosit 175.000/mm3
Laboratorium 19-12-2022
Parameter Hasil
Leukosit 9.190/mm3
Hematokrit 27.4 %
Trombosit 180.000/mm3
Laboratorium 20-12-2022
Parameter Hasil
Leukosit 7.530/mm3
Hematokrit 29,8 %
Trombosit 178.000/mm3
29
Pemeriksaan USG
Kesan:
Uterus antefleksi
Endometrium line(+)
Adneksa kanan dan kiri baik
Diagnosis :
Early HPP ec Ruptur Portio pada P4A0H7 Post Partus Prematurus
dari Luar
Penatalaksanaan
- Awasi kala IV
- Kontrol KU, PPV
- IVFD RL 25 tpm drip oksitosin:metergin 1:1 amp
- Cefixime 2 x 200 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- vit C 2 x 50 mg
- SF 1 x 180 mg
Kala IV
Jam ke 1 Waktu TD Nadi Nafas TFU Kontraksi uterus
03.15 133/60 86 21 2 jari di Baik
bawah
pusat
03.30 136/75 96 21 2 jari di Baik
bawah
pusat
04.00 117/57 82 20 2 jari di Baik
bawah
pusat
04.30 115/57 82 20 2 jari di Baik
bawah
pusat
Jam ke 2 05.30 118/59 92 20 2 jari di Baik
bawah
pusat
30
Follow Up
Hari/Tanggal S/Perdarahan(+)
Penurunan kesadaran(-)
18/12/2022 O/ Abdomen: Kontraksi baik
FUT 3 jari di bawah pusar
Gen: PPV(+) V/U:tenang
KU: sedang
Kes:CMC
TD:128/70
HR:98x/menit
RR:20x/menit
T:36,4
A/Early HPP ec rupture portio pada P4A0H7
Post Partus Prematurus dari luar
P/Pebaikan KU
Tampon + klem portio 12 jam
32
BAB IV
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
33
kedua (laki-laki ) 15 menit kemudian dengan BB 1600 gr, PB 46 cm, A/S 7/8. Tali
pusat lalu diklem dan dipotong dibagian distal, klem dibiarkan terpasang.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka diagnosis pasien ini
sudah tepat yaitu pada saat pertama kali masuk dengan D/ G4P3A0H4 parturien
preterm 31-32 minggu kala II, janin hidup intra uterin.
Menurut Newman dan Rittenberg tahun 2008, sectio caesarea adalah langkah
yang direkomendasikan pada kasus triplet atau lebih. Mayoritas dokter kandungan
memilih metode terminasi dengan sectio caesaria namun persalinan pervaginam
yang sukses juga dilaporkan pada beberapa kasus dengan luaran perinatal yang
baik. Jika direncanakan terminasi secara pervaginam, diperlukan tim obstetris yang
baik dan siap, antisipasi kejadian malpresentasi dan persiapan sectio caesaria
darurat jika diperlukan. Persalinan pervaginam akan menjadi pilihan yang optimal
jika diperkirakan berat masing-masing bayi tidak lebih dari 1500 gr dan presentasi
bayi pertama dan kedua berada pada presentasi vertex. Dengan persalinan
pervaginam, bayi pertama biasanya lahir dengan sedikit ataupun tanpa manipulasi.
Persalinan untuk fetus berikutnya disesuaikan dengan presentasi fetus.
Pada kasus ini pasien sudah direncanakan untuk menjalani sectio caesaria
elektif sesuai dengan rekomendasi pada kasus triplet namun karena pasien datang
ke RSAM dengan sudah berada pada kala II maka persalinan dilakukan secara
pervaginam. Seharusnya estimasi berat badan bayi diketahui namun tidak dapat
ditentukan pada pasien ini karena pasien tidak dapat di USG (Kala II).
Beberapa menit setelah persalinan anak pertama didapatkan his pasien masih
adekuat (tidak memerlukan augmentasi dimana menurut Krisnadi et al, biasanya
pada persalinan bayi kembar dapat disertai inersia uteri). Setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan kedua bayi didalam rahim berada pada posisi vertex-
vertex. Persalinan lalu ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi pada persalinan
bayi kembar dengan posisi vertex-vertex yaitu dengan persalinan pervaginam yang
mana menurut Fortner et al, lebih dari 80% bayi kembar dengan presentasi ini akan
dapat lahir pervaginam. Dan menurut Hogle dan rekan setelah menelaah penelitian
dalam skala luas dan disimpulkan bahwa sectio caesaria terencana tidak
meningkatkan outcome perinatal jika kedua bayi kembar berada pada letak kepala-
kepala.
34
BAB V
KESIMPULAN
Kehamilan multifetus dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana
terdapat dua atau lebih embrio / janin (fetus) sekaligus. Kembar monozigot /
monozygotic (MZ) adalah kehamilan di mana kedua janin berasal dari ovum tunggal
yang dibuahi dan secara genetik identik. kehamilan multifetus dizigotik adalah
tersedianya dua buah ovum yang dibuahi.
Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar,
diantaranya ras, keturunan,usia ibu dan paritas, nutrisi, pengobatan infertilitas,
gonadotropin Hipofisis. Untuk menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang.
Tatalaksana pasien Menurut Newman dan Rittenberg tahun 2008, sectio
caesarea adalah langkah yang direkomendasikan pada kasus triplet atau lebih.
Persalinan pervaginam akan menjadi pilihan yang optimal jika diperkirakan berat
masing-masing bayi tidak lebih dari 1500 gr dan presentasi bayi pertama dan kedua
berada pada presentasi vertex.
35
DAFTAR PUSTAKA
1 Saifuddin, A. B., 2009. Kehamilan Ganda. Em: Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi Satu Cetakan Kelima. Jakarta:
JNPKKR – POGI - Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 145-
152.
2 Cunningham, F. et al., 2014. Multifetal pregnancy. Em: Williams Obstetrics
24th edition. New York: McGraw-Hill, p. Chapter 45.
3 Newman, R. B. & Rittenberg, C., 2008. Multiple Gestation. Em: Danforth's
Obstetrics and Gynecology, 10th Edition Copyright. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, p. Chapter 14.
4 Decherney, A. & Nathan, L., 2007. Multiple Pregnancy. Em: Current
diagnosis and treatment obstetrics and Gynecology, 10th edition. New York:
McGraw-Hill.
5 Krisnadi, R., Anwar, A. & Irianto, S., 2010. Kehamilan multifetus. Bandung:
Divisi Fetomaternal obstetri dan ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran.
6 Syamsuri, K. A., 2004. Kehamilan kembar. Em: R. Hariadi, ed. Ilmu
Kedokteran Fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal, pp.
426-443.
7 Taylor, J. & Fisk, N., 2004. Prenatal diagnosis in multiple pregnancy. Em:
Bailliere’s Clinical obstetrics and gynaecology. London: s.n.
8 Morin, L. & Lim, K., 2011. Ultrasound in twin pregnancies. Em: SOGC
Clinical Practice Guidline. s.l.:s.n.
9 Norwitz, E. R., Arulkumaran, S., Symonds, I. M. & Fowlie, A., 2007.
Pregnancy complication - Multiple pregnancies. Em: Oxford American
Handbook of Obstetrics and Gynecology, 1st Edition. New York: Oxford
University Press, pp. 78-84.
10 Norwitz, E. R., Edusa, V. & Park, J. S., 2005. Maternal Physiology and
Complications of Multiple Pregnancy. Seminars in Perinatology, Volume 29,
pp. 338-348.
11 James, R. & Arnold, L., 2001. Kehamilan Ganda. Em: Esensial Obstetri dan
ginekologi edisi 2, Alih bahasa Nugroho E. Jakarta: Hipokrates.
12 Fortner, K. B., Althaus, J. E. & Gurewitsc, E. D., 2007. Gestational
Complications - Multiple Gestation. Em: K. B. Fortner, L. M. Szymanski, H.
E. Fox & E. E. Wallach, eds. Johns Hopkins Manual of Gynecology and
36
Obstetrics, The, 3rd Edition. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, p.
Chapter 8.
13 Gabbe, S. G., Niebyl, J. R. & Simpson, J. L., 2007. Multiple gestations. Em:
Obstetrics : Normal and Problem Pregnancies. Philadelphia: Churchill
Livingstone of Elsevier, p. Chapter 28.
14 Karkata, M. K. & Kristanto, H., 2012. Penatalaksaan kehamilan multifetus.
Em: Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri.s.l.:Himpunan
Kedokteran Feto Maternal, pp. 104-114.
15 Elliott., J. P., 2005. Preterm Labor in Twins and High-Order Multiples. Obstet
Gynecol Clin N Am, Volume 32, p. 429– 439.
16 Moore, T. R., 2007. Multifetal gestation and malpresentation. Em: Essentials
of Obstetrics and Gynecology 4E. Philadelphia: Elsevier Inc, p. Chapter 14.
37