Anda di halaman 1dari 25

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik Case Report

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

ABORTUS INKOMPLITUS

Disusun oleh:
Galuh Sri Kartika
1810029053

Pembimbing:
dr. Irwan Daido, Sp. OG

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong
April 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Abortus Iminens”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan laporan kasus ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada:
1. dr. I.G.A.A Sri M. Montessori, Sp.OG selaku Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD AWS Samarinda.
2. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG selaku Kepala Laboratorium Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG sebagai dosen pembimbing klinik selama
mengikuti stase Obstetri dan Ginekologi.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam
penulisan laporan kasus ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Oktober 2018

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan...................................................................................................................................... 2
1.2.1. Tujuan Umum ............................................................................................................ 2
1.2.2. Tujuan Khusus............................................................................................................ 2
1.3. Manfaat ................................................................................................................................... 2
1.3.1. Manfaat Ilmiah ........................................................................................................... 2
1.3.2. Manfaat bagi Pembaca ............................................................................................... 2
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................................. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10
3.1. Abortus .................................................................................................................................. 10
3.1.1. Pengertian Abortus ................................................................................................... 10
3.1.2. Klasifikasi Umum Abortus....................................................................................... 10
3.1.3. Epidemiologi ............................................................................................................ 10
3.1.4. Etiologi ..................................................................................................................... 11
3.1.5. Manifestasi Klinis Abortus....................................................................................... 13
3.1.6. Jenis-Jenis Abortus................................................................................................... 14
3.1.7. Tatalaksana ............................................................................................................... 16
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................ 18
4.1. Anamnesis............................................................................................................................. 18
4.2. Pemeriksaan Fisik & Penunjang ........................................................................................ 18
4.3. Tatalaksana ........................................................................................................................... 19
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka kematian ibu merupakan indikator yang penting dalam menilai
kesejahteraan masyarakat di sebuah negara (Pusdatin, 2014). Menurut data WHO angka
kematian ibu secara global masih tinggi yakni 303.000 kematian pada tahun 2015 (WHO,
2015). Di Indonesia angka kematian ibu adalah sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2012 (Pusdatin, 2014). Angka tersebut kemudian menurun menjadi 126
kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dengan penyebab tersering
kematian ibu adalah perdarahan, diikuti oleh infeksi, tekanan darah tinggi selama
kehamilan, komplikasi persalinan dan abortus yang tidak aman (WHO, 2015). Perdarahan
dapat terjadi baik pada saat kehamilan muda, usia kehamilan lanjut, saat persalinan
maupun setelah persalinan. Perdarahan pada saat kehamilan muda salah satunya adalah
karena abortus (Hadijanto, 2014). Abortus sering terjadi terutama pada awal kehamilan
(Cunningham, et al., 2018).

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan dengan batasan kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram, dapat terjadi tanpa tindakan (abortus spontan) ataupun
disengaja dengan menggunakan tindakan (abortus provokatus). Abortus provokatus
dibagi kembali menjadi abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis
(Hadijanto, 2014). Insiden abortus spontan bervariasi antara 10-20% dari seluruh
kehamilan (Cohain, Buxbaum, & Mankuta, 2017). Angka kejadian abortus yang
sesungguhnya masih sulit ditentukan terkait dengan banyaknya kejadian abortus yang
tidak dilaporkan terutama pada abortus yang disengaja (provokatus) serta pada chemical
pregnancy loss yang tidak diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Hadijanto, 2014).
Pencegahan masih sangat sulit karena sebagian besar terjadi spontan tanpa diketahui
penyebab pastinya (Cunningham, et al., 2018).

Abortus dibagi menjadi beberapa macam dan pembagian tersebut didasarkan


kepada gejala, tanda dan proses patologi yang terjadi dan penanganan yang harus
dilakukan pada setiap macam abortus tersebut berbeda satu dengan yang lain (Kemenkes
RI, 2013). Salah satu jenis abortus adalah abortus iminens. Abortus iminens adalah

1
abortus tingkat permulaan dengan kondisi hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Abortus jenis ini merupakan ancaman terjadinya abortus. Gejala yang timbul pada
abortus ini dapat bervariasi mulai dari hanya mengalami perdarahan atau bahkan hanya
merasa mulas di perut bagian bawah atau gabungan keduanya. Pada abortus iminens
kehamilan dapat dipertahankan dengan penatalaksanaan yang maksimal (Hadijanto,
2014).

Penjelasan di atas menggambarkan pentingnya pengenalan dan pendekatan


terhadap uraian permasalahan, penyebab, dan penanganan abortus terutama abortus
iminens sebagai salah satu komplikasi dalam masa kehamilan.

1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang abortus iminens dan perbandingan antara teori dengan kasus
abortus iminens.

1.2.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus laporan kasus ini adalah untuk :
1. Mengetahui teori tentang abortus iminens yang mencakup definisi, epidemiologi,
etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosis, dan penatalaksanaan
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata abortus iminens yang
terjadi di Ruang Mawar Nifas RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
3. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang
diperlukan dan penegakkan diagnosis abortus iminens.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama pada bagian
Obstetro dan Ginekologi, terkhusus mengenai abortus iminens.

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca


Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan baru atau tambahan
bagi pembaca mengenai abortus iminens.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Minggu, 21 Oktober 2018
pukul 21.00 WITA di Ruang Mawar Nifas RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. EM
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Slamet Riyadi gg. 4 RT 32
Masuk Rumah Sakit : 20/10/2018 pukul 02.38 WITA

Identitas Suami
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Petugas sampling batubara
Alamat : Jl. Slamet Riyadi gg. 4 RT 32

2. Keluhan Utama
Nyeri di perut bagian bawah
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada hari Sabtu
tanggal 20 Oktober 2018 pukul 02.38 WITA dengan keluhan nyeri di perut bagian
bawah sejak 8 jam sebelumnya saat pasien buang air kecil di lantai dua kontrakan
rumahnya. Kemudian sekitar 1 jam SMRS pasien merasakan nyeri seperti tertusuk
yang muncul tiba-tiba di perut kiri bawah yang terasa hingga ke pinggang disertai
timbulnya perdarahan dari jalan lahir. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien
sempat mengeluh sesak nafas lalu pasien pingsan. Keluarga kemudian membawa

3
pasien ke IGD rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa 1 hari sebelumnya pasien
melakukan hubungan seksual dengan suaminya dan pasien menganggap kualitas
hubungan intim tersebut lebih keras dari biasanya. Pasien mengaku memiliki
kebiasaan merokok sebanyak 2 bungkus per hari sebelum hamil dan setengah
bungkus setelah mengetahui dirinya hamil. Teman-teman pasien yang tinggal
serumah juga diakui pasien merokok setiap hari. Pasien pernah mengonsumsi
minuman beralkohol saat usia kehamilan 3-4 minggu dan konsumsi inex saat usia
kehamilan 2 minggu sebanyak ¼ tablet.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah mengalami abortus sebanyak 1 kali pada bulan September
2012. Saat itu pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir disertai keluarnya
gumpalan seperti puding pada pukul 19.00 diikuti keluarnya janin diawali oleh
keluarnya kaki sekitar 3 jam setelahnya. Pasien mengaku pada subuh, satu hari
sebelumnya, melakukan kegiatan fisik berat berburu ke hutan dengan suaminya,
pasien mengaku bahwa dalam perjalanan mobil yang dikendarai melewati banyak
jalan yang berbatu sehingga pasien banyak mengalami guncangan. Malam harinya
pasien melakukan hubungan seksual dengan suaminya dan merasakan rasa sakit
menusuk di perut kanan bawah. Satu hari setelah janin keluar pasien berobat ke
dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan dokter menyarankan untuk melakukan
kuretase tapi pasien menolak. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes melitus namun pasien mengaku memiliki asma dan vertigo. Pasien belum
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya..
5. Riwayat Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, ibu pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi.
6. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku pernah mengonsumsi inex pada awal bulan September sebanyak
¼ tablet. Pasien pernah rutin konsumsi ganja, ekstasi dan sabu mulai tahun 2010
dan berhenti setelah menjalani rehabilitasi pada tahun 2015
7. Riwayat Menstruasi
Pasien menarke pada usia 14 tahun, dengan durasi menstruasi setiap siklus yang
tidak teratur. Dalam 3 bulan terakhir sebelum hamil pasien mengaku memiliki
siklus haid setiap 2 minggu sekali dengan lama haid 7 hari. Siklus sebelumnya

4
dirasakan setiap 30 hari sekali dengan durasi 7 hari. Pasien mengaku siklus
memendek apabila sedang banyak pikiran. Perdarahan saat haid sebanyak 4-5 kali
ganti pembalut per hari.
HPHT : 30-8-2018 TP : 6-5-2019
8. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 2 kali, dengan suami sekarang lamanya 1 tahun. Pertama kali
menikah usia 20 tahun, dengan suami pertama lama pernikahan 5 tahun.
9. Riwayat Obstetri
Tabel 2.1. Riwayat Obstetri
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong BB Keadaan
Penyulit
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan (gr) Anak
20/09/2012 Abortus 19 minggu Mati
2018 Hamil ini

10. Riwayat Kontrasepsi


Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi
11. Pemeriksaan Fisik
Status Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Komposmentis, GCS: E4V5M6
3. Berat badan : 83 kg Tinggi badan : 170 cm
4. Tanda vital :
Tekanan darah :110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 71 kali per menit
Frekuensi napas : 19 kali per menit
Suhu : 36,1ᵒC
5. Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-), struma dan kelainan lain (-)
Thoraks
 Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

5
Ekstremitas
 Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2”
 Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2”
 Refleks patella (+/+)
Status Obstetri
Inspeksi : perut belum membesar, tidak terdapat bekas operasi
Palpasi : TFU : belum dapat dikaji TBJ : belum dapat dikaji
Leopold I : belum dapat dikaji
Leopold II : belum dapat dikaji
Leopold III : belum dapat dikaji
Leopold IV : belum dapat dikaji
HIS : tidak ada
Auskultasi : DJJ : belum dapat dikaji
Pemeriksaan Dalam : Vulvovagina : tidak ada kelainan
Portio : konsistensi lunak
Pembukaan : tidak ada
Ketuban : tidak teraba
Penurunan : tidak teraba
Pelepasan : bloodslym (+)
12. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab
a. Hematologi (20/10/2018)
Tabel 2.2. Hasil pemeriksaan hematologi
Hasil Nilai rujukan
Leukosit 14.480 4.800-10.800
Eritrosit 4.340.000 4.200.000 – 5.400.000
Hemoglobin 12.7 12.0-16.0
Hematokrit 36.4 37,0-54,0%
Trombosit 283.000 150.000-450.000

b. Kimia Klinik (20/10/2018)


Tabel 2.3. Hasil pemeriksaan kimia klinik
Hasil Nilai rujukan

6
Glukosa Sewaktu 98 70-140 mg/dL
Kreatinin 0.5 0,5-1,1 mg/dL
Ureum 20 19.3-49.2 mg/dL

c. Imuno-Serologi (20/10/2018)
Tabel 2.4. Hasil pemeriksaan imun-serologis
Hasil Nilai rujukan
Ab HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

d. Urinalisa (20/10/2018)
Tabel 2.5. Hasil pemeriksaan urinalisa
Hasil Nilai rujukan
Hb/Darah - Negatif (-)
Protein - Negatif (-)
Sel epitel +2 Sedikit
Leukosit 8-10 0-1
Eritrosit 0-1 0-1
Bakteri - Negatif (-)
Lain-lain Trichomonas V (+)
β-hCG +

2. Pemeriksaan Radiologi

7
USG Abdomen (20-10-2018)
Gambar 2.1. Hasil pemeriksaan USG

Gravid tunggal hidup dengan DJJ (+), usia 9-10 minggu


Kesimpulan : Abortus Iminens
13. Diagnosis Kerja
G2P0000A100 gr. 9-10 minggu dengan Abortus Iminens
14. Penatalaksanaan
- Tirah baring
- IVFD RL 12 TPM
- Histolan 3x1tab
- Observasi perdarahan
- Pasien boleh KRS jika tidak ada nyeri dan perdarahan
15. Follow Up
Tabel 2.6. Follow up pasien
Tanggal Follow up
19/10/2018 S : Pasien dari IGD, datang dengan keluhan nyeri perut bagian
03.00 bawah sejak 8 jam lalu. Perdarahan (+).
Mawar VK O : KU sakit ringan, kesadaran komposmentis
TD 110/70 mmHg; N 85x/menit; RR 22x/menit; T 36,3°C
VT : Vulvovagina tidak ada kelainan; Portio konsistensi
lunak; Pembukaan tidak ada; Ketuban tidak teraba;
Penurunan tidak teraba; Pelepasan bloodslym (+)

8
A : G2P0000A100 gr. 9-10 minggu dengan Abortus Iminens
P : Advis Sp.OG
- Tirah baring
- IVFD RL 12 TPM
- Histolan 3x1 tab
- Observasi KU, TTV dan perdarahan
- Rencana USG 20/10/2018
20/10/2018 S : Pasien merupakan pindahan dari ruang mawar VK dengan
13.00 keluhan perut bagian bawah terasa nyeri
Mawar Nifas O : KU sakit ringan, kesadaran komposmentis
TD 120/80 mmHg; N 78x/menit; RR 19x/menit; T 36,5°C
Hasil USG Gravid tunggal hidup dengan DJJ (+), usia 9-
10 minggu Kesimpulan : Abortus Iminens
A : G2P0000A100 gr. 9-10 minggu dengan Abortus Iminens

P : Observasi KU, TTV dan perdarahan


Terapi dilanjutkan : Histolan 3x1

21/10/2018 S : Nyeri di perut bagian bawah hilang timbul terutama jika


07.30 pasien berjalan, perdarahan (-)
Mawar Nifas O : KU sakit ringan, kesadaran komposmentis
TD 120/80 mmHg; N 75x/menit; R 20x/menit; T 36,2°C
A : G2P0000A100 gr. 9-10 minggu dengan Abortus Iminens
P : Observasi KU, TTV, dan perdarahan
Terapi dilanjutkan Histolan 3x1
22/10/2018 S : Tidak ada keluhan nyeri, perdarahan (-)
08.00 O : KU sakit ringan, kesadaran komposmentis
Mawar Nifas TD 110/80 mmHg; N 78x/menit; R 19x/menit; T 36,4°C
A : G2P0000A100 gr. 9-10 minggu dengan Abortus Iminens
P : pasien boleh KRS
Obat pulang : Biosanbe 1x1 po
Asam folat 1x1 po

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Abortus
3.1.1. Pengertian Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasannya adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram (Hadijanto, 2014). Dapat juga diartikan sebagai
terminasi spontan atau terminasi kehamilan dengan induksi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Abortus sering juga disebut sebagai keguguran, keduanya memiliki
pengertian yang sama (Cunningham, et al., 2018).

3.1.2. Klasifikasi Umum Abortus


Secara umum abortus terbagi ke dalam dua bagian besar yaitu (Hadijanto, 2014) :
1. Abortus tanpa tindakan (abortus spontan)
2. Abortus dengan tindakan dilakukan dengan sengaja (abortus provokatus)
a. Abortus provokatus medisinalis
Abortus jenis ini dilakukan atas pertimbangan dokter dengan tujuan
menyelamatkan ibu. Dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis (spesialis
kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam dan spesialis kedokteran
jiwa) dan apabila diperlukan dapat dibantu oleh tokoh agama.
b. Abortus provokatus kriminalis

3.1.3. Epidemiologi
Kejadian abortus rata-rata adalah 114 kasus abortus per jam (Hadijanto, 2014).
Insidensi abortus secara global adalah sebesar 10-20% dari seluruh kehamilan (Cohain,
Buxbaum, & Mankuta, 2017). Namun demikian angka tersebut belumlah dapat dipastikan
karena banyaknya kasus abortus yang tidak dilaporkan serta adanya chemical pregnancy
loss pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Hadijanto, 2014). Teori lain menjelaskan bahwa
insiden abortus adalah sebesar 11-22% pada wanita dengan usia kehamilan 5-20 minggu
dan lebih sering terjadi pada usia kehamilan yang lebih muda dan dua pertiganya tidak
menunjukkan manifestasi klinis (Cunningham, et al., 2018).

10
3.1.4. Etiologi
Penyebab abortus biasanya lebih dari satu. Beberapa penyebab yang sering
ditemukan pada pasien dengan abortus adalah :
1. Penyebab genetik
Dari seluruh kejadian abortus, diperkirakan setengahnya mengalami abortus
dengan jumlah kromosom normal sedangkan setengah lainnya mengalami
aneuploid. Kejadian abortus dan anomali kromosom berkurang seiring
pertambahan usia kandungan. Pada kejadian abortus di usia kehamilan 8 minggu,
75 persennya didapatkan kromosom normal. Dari seluruh abnormalitas
kromosom, 95% akibat kegagalan gametogenesis ibu dan 5% akibat kegagalan
gametogenesis ayah. Abnormalitas tersering adalah trisomi (50-60%), monosomi
X (9-13%) dan triploidi (11-12%) (Cunningham, et al., 2018).
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik dapat menyebabkan abortus berulang, prematuritas, serta
malpresentasi janin. Insidensi defek ini berkisar antara 1/200 hingga 1/600
perempuan. Pada 27% perempuan abortus ditemukan anomali uterus. Hanya
18,8% kehamilan pada uterus abnormal yang dapat bertahan sampai melahirkan
cukup bulan sedangkan 36,5% mengalami prematur atau sungsang. Anomali yang
muncul adalah septum uterus (40-80%) dan uterus bikornis/didelfis atau unikornis
(10-30%). Pada pasien dengan mioma teri, 10-30 persennya dapat mengalami
abortus (Hadijanto, 2014).
3. Autoimun
Pada 10 % pasien dengan systematic lupus erythematosus (SLE) mengalami
abortus spontan dan 75% pasien SLE dapat mengalami terminasi kehamilan
spontan pada trimester 2 dan 3. Sebagian besar kematian janin dihubungkan
dengan Antiphopholipid Antibodies (aPA), sebuah antibodi spesifik yang
ditemukan pada pasien SLE. Antiphospholipid Syndrime (APS) juga dapat
ditemukan pada pasien dengan preeklampsia, IUGR dan prematuritas. aPA dapat
ditemukan pada 2% wanita normal yang sedang hamil, <20% wanita hamil
dengan abortus dan >33% pada wanita dengan SLE. Pada kejadian abortus
berulang ditemukan infark plasenta luas akibat dari atherosis dan oklusi vaskular
(Hadijanto, 2014).

11
4. Infeksi
Tabel 3.1. Jenis patogen penyebab infeksi pada abortus
Bakteri Virus Parasit Spiroketa
Listeria Sitomegalovirus Toksoplasmosis Treponema
monositogenes gondii pallidum
Klamidia Rubela Plasmodium
trakomatis falsiparum
Ureaplasma Herpes simpleks virus
urealitikum (HSV)
Mikoplasma Human immunodeficiency
hominis virus (HIV)
Bakterial Parvovirus
vaginosis

Teori peran infeksi terhadap abortus antara lain adalah (Hadijanto, 2014) :
a. Metabolik toksisk, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung terhadap janin atau unit fetoplasenta
b. Infeksi janin berakibat pada kematian janin atau cacat berat sehingga janin
sulit bertahan hidup
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut pada
kematian janin
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang
mengganggu proses implantasi
e. Amnionitis oleh kuman gram negatif dan positif
f. Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal.
Namun demikian, umumnya tidak ditemukan infeksi pada abortus
(Cunningham, et al., 2018).

5. Lingkungan

12
Konsumsi alkohol berhubungan dengan risiko lebih tinggi mengalami
abortus terkait dengan efek teratogenik poten minuman beralkohol
(Cunningham, et al., 2018). Rokok juga dapat menyebabkan abortus oleh karena
sifat nikotin di dalamya yang sudah dikenal sebagai zat vasoaktif kuat sehingga
menghambat aliran darah uteroplasenta (Hadijanto, 2014). Konsumsi kafein
lebih dari 500 mg sehari meningkatkan risiko abortus (Cunningham, et al.,
2018).
6. Faktor Hormonal
a. Diabetes Mellitus, pasien dengan DM tidak terkontrol dengan HbA1c tinggi
pada trimester pertama kehamilan memiliki risiko abortus dan malformasi
janin yang meningkat 2-3 kali lipat.
b. Kadar progesteron rendah, penurunan kadar progesteron menyebabkan
penurunan kualitas reseptivitas endometrium terhadap hasil konsepsi.
c. Defek fase luteal, terlihat pada 23-60% wanita dengan riwayat abortus
berulang.
d. Pengaruh hormonal pada imunitas desidua.
7. Faktor Hematologik
Pada kehamilan normal terjadi hiperkoagulasi akibat peningkatan kadar
faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama
kehamilan normal terutama sebelum usia gestasi 12 minggu. Pada saat sebelum
terjadi abortus ditemukan kondisi defek hemostatik. Pada pasien dengan abortus
berulang ditemukan peningkatan produksi tromboksan yang berlebih saat usia
kehamilan 4-6 minggu dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-
11 minggu. Perubahan rasio normal tromboksan-prostasiklin mengakibatkan
vasospasme serta agregasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta
nekrosis plasenta. Juga ditemukan penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII juga ditemukan pada 22% kasus abortus.

3.1.5. Manifestasi Klinis Abortus


Pasien dengan abortus dapat datang dengan berbagai keluhan, beberapa keluhan
yang khas dan patut dijadikan dasar kecurigaan terhadap terjadinya abortus antara lain
(Adeniran, Fawole, Abdul, & Adesina, 2015) :

13
1. Perdarahan per vaginam (87,6%)
2. Nyeri perut bagian bawah (60,9%)
3. Nyeri punggung bagian bawah (47,8%)
4. Keluarnya produk konsepsi (20,2%)
5. Pengurangan ukuran uterus (8,6%)

3.1.6. Jenis-Jenis Abortus

Gambar 3.1. Macam-macam abortus (Kemenkes RI, 2013)

Terdapat macam-macam jenis abortus seusai dengan gejala, tanda dan proses
patologi yang terjadi diantaranya adalah (Hadijanto, 2014) :
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus.
a. Manifestasi klinisnya ditandai dengan perdarahan pervaginam pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Kadangkala disertai rasa mulas sedikit
atau tidak sama sekali.
b. Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan perbesaran abdomen serta rahim
sesuai usia kehamilan. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan ostium uteri
masih tertutup.
c. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan tes kehamilan dengan media urin.
Pada pasien dengan abortus iminens hasil tes kehamilan dapat menunjukkan
hasil positif ataupun negatif. Hasil tes positif berhubungan dengan prognosis
baik sedangkan hasil tes negatif berhubungan dengan prognosis buruk pada

14
kehamilan. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan
janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi
pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran kantong gestasi apakah sesuai
dengan usia kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan
janin diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau
pembukaan kanalis servikalis.
d. Penatalaksanaan pada abortus iminens, penderita diminta untuk melakukan
tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus
tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya
untuk mencegah terjadinya abortus. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak
terjadi perdarahan dengan syarat tidak diperbolehkan berhubungan seksual
sampai kurang lebih 2 minggu.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
dan masih ada yang tertinggal.

Tabel 3.2. Manifestasi klinis macam-macam abortus (Kemenkes RI, 2013)

4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

15
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
7. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis.

3.1.7. Tatalaksana
3.1.7.1.Tatalaksana Umum (Kemenkes RI, 2013)
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu)
2. Periksa tanda-tanda syok (sakral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg). Jika syok, lakukan tata laksana awal syok. Jika tidak ada syok, tetap
pikirkan kemungkinan tersebut sembari penolong melakukan evaluasi mengenai
kondisi ibu selanjutnya karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
3. Bila ada tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
kombinasi antibiotik sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
a. Ampisilin 2 gr IV/IM kemudian 1 gr per 6 jam
b. Gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
c. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera rujuk ibu ke rumah sakit
5. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran
6. Lakukan tata laksana selanjutnya sesuai jenis abortus
3.1.7.2.Tatalaksana Khusus Abortus Iminens (Kemenkes RI, 2013)
1. Pertahankan kehamilan
2. Tidak perlu pengobatan khusus
3. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual
4. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya dengan pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
5. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.

16
Pada abortus iminens, penanganan pasti adalah observasi. Analgesik ringan
(asetaminofen) dapat membantu meringankan rasa nyeri atau rasa kurang nyaman yang
timbul akibat nyeri perut atau kram perut. Tirah baring sering direkomendasikan tapi
tidak banyak berpengaruh terhadap hasil akhir. Apabila terjadi anemia atau hipovolemia,
secara umum dapat dilakukan evakuasi kehamilan. Pada kasus dengan janin hidup,
beberapa ahli memilih untuk melakukan transfusi dan evaluasi lanjut (Cunningham, et al.,
2018). Dapat juga diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi (Hadijanto, 2014).

17
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Anamnesis
Tabel 4.1. perbandingan teori dan kasus dalam hal anamnesis
Teori Kasus
Keluhan Utama : Keluhan Utama :
Salah satu atau kombinasi dari : - Nyeri perut bagian bawah
- Perdarahan pervaginam flek atau - Nyeri pinggang
banyak - Perdarahan dari jalan lahir
- Nyeri perut bagian bawah
- Nyeri punggung bawah
Faktor Risiko : Faktor Risiko :
- Genetik - Merokok setengah kotak sehari
- Anomali uterus - Konsumsi ekstasi seperempat tablet
- Autoimun saat usia kehamilan 4 minggu
- Infeksi - Pasien mengalami keputihan
- Gangguan hormonal - Riwayat abortus inkompletus
- Lingkungan sebelumnya.
- Gangguan hematologik

4.2. Pemeriksaan Fisik & Penunjang


Tabel. 4.2. Tabel perbandingan teori dan kasus dalam hal pemeriksaan fisik dan penunjang
Teori Kasus
a. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan fisik
- Perut dan rahim membesar sesuai - Perut belum membesar dan rahim
usia kehamilan belum dapat dievaluasi
- Terdapat nyeri tekan di perut bagian
bawah
b. Pemeriksaan penunjang b. Pemeriksaan penunjang
- Kadar β-hCG dapat positif atau - β – hCG urin positif
negatif - USG menunjukkan kondisi janin
- Pemeriksaan USG untuk mengetahui tunggal hidup dengan DJJ (+)

18
pertumbuhan janin yang ada dan
mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum.
Diperhatikan ukuran kantong gestasi
apakah sesuai dengan usia kehamilan
berdasarkan HPHT. Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan
disamping ada tidaknya hematoma
retroplasenta pembukaan kanalis
servikalis.

4.3. Tatalaksana
Tabel 4.3. Tabel perbandingan teori dan kasus dalam hal tatalaksana
Teori Kasus
- Pertahankan kehamilan - Tirah baring
- Tidak perlu pengobatan khusus, - IVFD RL 12 TPM
dapat diberikan spasmolitik agar - Kehamilan dipertahankan
tidak terjadi kontraksi uterus - Diberikan spasmolitik 3x1
- Jangan melakukan aktivitas fisik - Observasi perdarahan dan nyeri
berlebihan atau hubungan seksual perut
- Jika perdarahan berhenti, pantau - Boleh pulang apabila nyeri perut
kondisi ibu selanjutnya dengan sudah tidak ada
pemeriksaan antenatal termasuk - Edukasi pasien untuk menghentikan
pemantauan kadar Hb dan USG konsumsi rokok, menghindari
panggul serial setiap 4 minggu. konsumsi alkohol dan narkotika
Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi.

19
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. EM yang berusia 26 tahun yang
datang ke IGD A.W. Sjahranie Samarinda dengan keluhan nyeri perut bagian bawah.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis sebagai Abortus Iminens. Pada pasien ini dilakukan
penatalaksanaan konservatif untuk mempertahankan kehamilan dengan menstabilkan
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien serta mencegah kontraksi uterus. Pasien
direncanakan pulang setelah keluhan nyeri perut yang dialami tidak dirasakan lagi. Secara
umum, penegakan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat
dan sesuai dengan teori yang ada.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adeniran, A., Fawole, A., Abdul, I., & Adesina, K. (2015). Spontaneous abortions
(miscarriages): Analysis of cases at tertiary center in North Central NIgeria.
Journal of Medicine in The Tropics, 22-26.

Cohain, J., Buxbaum, R., & Mankuta, D. (2017). Spontaneous first trimester miscarriage
rates per woman among parous women with 1 or more pregnancies of 24 weeks or
more. BMC Pregnancy Childbirth.

Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Spong, C., Dashe, J., Hoffman, B., & Casey, B.
(2018). Williams Obstetric. New York: McGraw-Hill Education.

Hadijanto, B. (2014). Perdarahan pada Kehamilan Muda. In A. B. Saifuddin, T.


Rachimhadhi, & G. Wiknjosastro, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (pp.
459-491). Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Kemenkes RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Pusdatin. (2014). Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

WHO. (2015). Maternal Death and Surveillance Response (MDSR). Geneva: WHO.

21

Anda mungkin juga menyukai