Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

Makalah Ini Disusun Dalam Rangka Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah
III
Dosen Pengampu: dr. Fitriana Putri, M.Si

OLEH:
KELOMPOK 3

1. Ratna Dwie Wulandarie 1711011058


2. Nevi Lia Elvi Andhy 1711011070
3. Dedy Irawan 1711011077
4. Putri Surya Dewi 1711011085
5. Zunanda Handrie Lukman 1711011088
6. Jefri Sianduri 1711011089
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu
dilimpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah Keperawatan Medikal Bedah III yang berjudul “Asuhan


Keperawatan Katarak” demikian sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. dr. Fitriana Putri,M.Si selaku Dosen Pembimbing mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah III, atas segala wawasan, ide, serta dengan
sabar memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam proses
perkuliahan.

Akhir kata, semoga makalah ini banyak memberikan manfaat kepada diri
penulis sendiri khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Jember, 04 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................4

A. Pengertian..................................................................................................................4
B. Anatomi Fisiologi......................................................................................................5
C. Klasifikasi..................................................................................................................6
D. Etiologi.......................................................................................................................8
E. Patofisiologi...............................................................................................................8
F. Manifestasi Klinis......................................................................................................9
G. Tanda dan Gejala.......................................................................................................9
H. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................10
I. Komplikasi.................................................................................................................10
J. Pathway......................................................................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................12

A. Pengkajian .................................................................................................................12
B. Diagnosis Keperawatan.............................................................................................12
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................................13

BAB IV PENUTUP..............................................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dapat
bersifat sementara maupun permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan
menggunakan cara, alat atau obat-obatan.
Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma.
Program nasional Keluarga Berencana (Birth Control) telah berjalan
dengan baik dan berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk beberapa persen
setiap tahun. Keberhasilan ini sangat menunjang program pembangunan
nasional, yang sedang menuju kepada terciptanya keadilan dan kemakmuran
yang merata dalam masyarakat. Sebagai bagian mayoritas penduduk Indonesia,
umat Islamlah yang paling banyak disentuh oleh gerakan program nasional
Keluarga Berencana (KB). Karena itu diperlukan penjelasan tericinci tentang
tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan KB.
Dalam pelaksanaan program nasional Keluarga Berencana telah
diperkenalkan kepada masyarakat beberapa alat kontrasepsi yang dapat
digunakan oleh suami-isteri untuk menyukseskan program tersebut. Misalnya pil,
kondom, susuk, IUD dan sterilisasi (vasektomi dan tubektomi). Dari segi etika,
hampir setiap alat kontrasepsi tersebut dibenarkan oleh Islam, kecuali IUD
(spiral).
Kontrasepsi mantap berupa tubektomi kerap menjadi momok bagi wanita.
Kabarnya, wanita yang tubektomi akan mengalami risiko disfungsi seksual.
Menurut sebuah studi baru yang okezone lansir dari Health24, wanita yang telah
menjalani sterilisasi untuk mencegah kehamilan, tidak memiliki risiko disfungsi
seksual setelah itu. Para peneliti menemukan fakta bahwa partisipan wanita yang
telah menjalankan prosedur tubektomi menunjukkan risiko rendah terhadap

1
masalah-masalah seksual tertentu. Bahkan, mereka cenderung lebih bahagia
dengan kehidupan seks daripada wanita lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah MOW atau Tubektomi?
2. Bagaimana kebijakan atau landasan hukum MOW atau Tubektomi?
3. Apakah pengertian MOW atau Tubektomi?
4. Apakah tujuan dari MOW atau Tubektomi?
5. Apa saja jenis-jenis MOW atau Tubektomi?
6. Apa saja syarat-syarat MOW atau Tubektomi?
7. Bagaimana sasaran MOW atau Tubektomi?
8. Bagaimana cara kerja MOW atau Tubektomi?
9. Bagaimana waktu pemberian MOW atau Tubektomi?
10. Apa saja faktor-faktor dalam pemilihan MOW atau Tubektomi?
11. Apa saja keuntungan atau kelebihan MOW atau Tubektomi?
12. Apasaja kerugian atau kelemahan MOW atau Tubektomi?
13. Bagaimana kontraindikasi MOW atau Tubektomi?
14. Apa saja komplikasi MOW atau Tubektomi?
15. Bagaimana jurnal internasional tentang kontrasepsi MOW atau Tubektomi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana sejarah MOW atau Tubektomi
2. Mengetahui bagaimana kebijakan atau landasan hukum mengenai MOW atau
Tubektomi
3. Dapat mengerti pengertian MOW atau Tubektomi
4. Mengetahui tujuan dari MOW atau Tubektomi
5. Mengetahui jenis-jenis tindakan MOW atau Tubektomi
6. Mengetahui syarat-syarat tindakan MOW atau Tubektomi
7. Mengetahui Sasaran tindakan MOW atau Tubektomi

2
8. Dapat menjelaskan cara kerja MOW atau Tubektomi
9. Mengetaui Bagaiamana Waktu Pemberian MOW atau Tubektomi
10. Mengetahui beberapa faktor-faktor dalam pemilihan MOW atau Tubektomi
11. Mengetahui keuntungan atau kelebihan MOW atau Tubektomi
12. Mengetahui kerugian atau kelemahan MOW atau Tubektomi
13. Dapat menjelaskan kontraindikasi MOW atau Tubektomi
14. Mengetahui komplikasi MOW atau Tubektomi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah kontrasepsi mantap (kontap)


Pada abad ke-19, sterilisasi dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua
ovarium. Pada tahun 50-an dilakukan dengan memasukkan AgNO melalui
kanalis servikalis kedalam tuba uterina. Pada akhir abad ke-19 dilakukan dengan
mengikat tuba uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga
dilakukanlah pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu sterilisasi ini
dibantu oleh anestesi umum dengan membuat sayatan atau insisi yang lebar dan
harus dirawat dirumah sakit. Namun saat ini operasinya tanpa dibantu anestesi
umum dengan hanya membuat insisi kecil dan tidak perlu dirawat dirumah sakit.
Di indonsia sterilisasi pada wanita mulanya hanya dikerjakan atas indikasi
medis terutama dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan tindakan obstetric
operatif `perabdominal, seperti seksio sesaera, operasi tumor, laparatomi pada
kehamilan ektopik terganggu, dan pada waktu laparatomi lainnya.
Metode dan teknik sterilisasi berkembang pesat setelah didirikannya
perkumpulan untuk sterilisasi sukarela indonesia (PUSSI) pada bulan oktober
1974. Untuk mencocokkan dengan keadaan namanya kemudian diganti dengan
perkumpulan kontrasepsi mantap indonesia (PKMI).

B. Kebijakan atau Landasan Hukum MOW atau Tubektomi

MUI merupakan institusi ulama yang semestinya melahirkan fatwa-fatwa


yang otiritatif. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam tubuh MUI sendiri
juga terdapat sejumlah friksi, yang kemudian mempengaruhi fatwanya, sehingga
jika diklarifikasi akan ada yang tergolong netral, namun ada yang cenderung
kepentingan politik pemerintahan.

Gerakan program keluarga berencana di Indonesia sudah di rintis sejak

4
tahun 1953 oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kemudian tahun 1957 berdiri
organisasi swasta yang bernama perkumpulan keluarga berencana Indonesia
(PKBI), yang mulai memplopori pelaksanaannya. Waktu itu program KB masih
dilarang oleh pemerintah. Tahun 1967 presiden republik Indonesia ikut
menandatangani deklarasi kependudukan dunia dan sejak itu pemerintah
mengambil alih tanggung jawab pelaksanaan keluarga berencana melalui
instruksi presiden, tahun 1968 membentuk lembaga keluarga berencana nasional
(LKBN) yang berstatus semi pemerintah.

Dalam persoalan hukum tubektomi selama kurun waktu kurang lebih 30


tahun yaitu tepatnya pada tahun 1979 sampai tahun 2012 ditetapkan hukumnya
dalam bentuk fatwa MUI sebanyak empat kali, tiga kali fatwa dinyatakan haram
dan yang terakhir dinyatakan haram kecuali keadaan memenuhi syarat.

Pertama, di tahun 1979, dimana merupakan masa-masa awal gencarnya


program keluarga berencana, MUI memfatwakan keharaman tubektomi dengan
dua alasan pokok, yaitu:

1. Tubektomi merupakan bentuk pemandulan, sedangkan pemandulan dilarang


oleh islam

2. Di indonesia belum dapat dibuktikan bahwa tubektomi dapat disambung


kembali

Kedua, pada tahun 1983, pada forum musyawarah nasional tentang


kependudukan, kesehatan dan pembangunan, tepatnya pada tangga 17-30
oktober 1983, MUI kembali menegaskan keharaman vasektomi dan tubektomi
menguatkan fatwa pda tahun 1979. Dalam keputusannya, hanya karena alasan
darurat vasektomi dan tubektomi bisa dilakukan seperti terancamnya jiwa si
janin apabila mengandung atau melahirkan.

Ketiga, pada tahun 2009. Bahwa tubektomi tetap hukumnya haram karena
tubektomi sebagai alat kntrasepsi KB sekarang ini dilakukan dengan memotong

5
saluran tuba fallopi. Hal itu berakibat terjadinya kemadulan permanen, dan
tubektomi merupakan upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) tidak
menjamin pulihnya tingkat kesuburan kembali yang bersangkutan.

Keempat, pada tahun 2012. Pada tahun ini MUI tetap menetapkan bahwa
tubektomi hukumnya haram, kecuali untuk tujuan yang tidak menyalahi syari’at,
tidak menimbulkan kemandulan permanen, ada jaminan dapat dilakukan
rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula, tidak
menimbulkan bahaya (mudarat) bagi yang bersangkutan, tidak dimasukkan
kedalam program dan metode kontrasepsi mantap.

C. Definisi tubektomi
Tubektomi adalah tindakan (pemotongan dan pengikatan) pada kedua saluran
telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapatkan keturunan lagi.
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur
wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilisasi dari
pasangan tersebut akan berhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk
melakukan tubektomi pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah
melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya
risiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca persalinan telah melampaui maka pilihan
untuk memilih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu persalinan atau
pada masa interval.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilisasi
(kesuburan) seorang perempuan, sterilisasi pada wanita dilakukan melalui suatu
insisi melintang rendah yang memisahkan otot dan setiap tuba fallopi
dikeluarkan melalui luka dan dipotong. Pasien harus masuk rumah sakit dan
operasi dilakukan didalam ruang operasi dengan kondisi steril penuh.

6
D. Tujuan Tubektomi
Tubektomi merupakan prosedur pemotongan atau penutupan tuba falopi atau
saluran indung telur yang menghubungkan ovarium ke rahim. Sel-sel telur tidak
akan bisa memasuki rahim sehingga tidak dapat dibuahi. Prosedur ini juga akan
menghalangi sperma ke tuba falopi.

E. Jenis Tubektomi
Macam-macam Tubektomi:
1. Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam Pean sehingga terbentuk
suatu lipatan terbuka. Kemudian dari dasar lipatan tersebut dijepit dengan
cunam kuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak
dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Sekarang cara
Madlener tidak dilakukan lagi karena angka kegagalannya relative tinggi yaitu
1-3%.

2. Cara Pomeroy
Cara ini banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian
tengah dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian
dasarnya diikat dengan benang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong.
Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba terpisah satu sama
lain. Angka kegagalan berkisar 0 – 0,4%.

7
3. Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserao;
ujung proksimal dari tuba ditanamkan ke dalam miometrium, sedangkan
ujung distal ditanamkan ke dalam ligamentum latum.

8
4. Cara Aldridge
Peritneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal
bersama-sama dengan fimbriae ditanam ke dalam ligamentum latum.

5. Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil
(minilaparotomi) di atas simfisis pubis. Kemudian di daerah ampula tuba
dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa
tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping daerah tersebut menggembung. Lalu
dibuat sayatan kecil, di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan dari
tuba sepanjang 4-5 cm, tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat lalu
digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di
bawah serosa, sedangkan ujung tuba yang distal dibiarkan berada di luar
serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong tembakau. Angka kegagalan cara
ini adalah 0.

9
6. Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operassi. Suatu ikatan
dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria.
Jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi
tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong.
Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga
perut. Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain adalah
sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum.
Angka kesalahan 0,19%.

F. Syarat Melakukan MOW atau Tubektomi


1. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi pengetahuan pasangan tentang cara kontrasepsi lain,
resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang sifat
permanen pada kontrasepsi ini.
2. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang sah dan harmonis, umur
istri sekurang kurangnya 25 tahun dengan sekurang kurangnya 2 orang anak
hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun.
3. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk

10
menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk
dapat memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap.
Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu
yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan
ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil.

G. Sasaran MOW atau Tubektomi


1. Yang dapat menjalani Tubektomi:
a. Usia>26 tahun
b. Memiliki keturunan>2
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
d. Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
e. Pasca persalinan
f. Pasca keguguran
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
2. Yang sebaiknya tidak menjalani Tubektomi
a. Hamil
b. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi dimasa depan
f. Belum memeberikan persetujuan tertulis
g. Laparoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit
jantung dan paru yang berat

H. Cara kerja MOW atau Tubektomi


1. Minilaparatomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah

11
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini
dapat dilakukan terhadap banyak klien. relative murah dan dapat dilakukan
oleh dokter yang mendapat pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan
efektif baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan,
diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka
sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 jam.
2. Laparoskopi
Sterilisasi laparoskopi adalah salah satu dari dua metode paling umum
untuk mengikat tabung dengan anestesi umum. Selama prosedur ini, sayatan
kecil dibuat di dekat pusar untuk memungkinkan laparoskop (alat kecil,
seperti stetoskop dengan cahaya) lalu di masukkan. Gas karbondioksida
disuntikkan untuk mengangkat dinding perut dari organ panggul, dokter
bedah akan dapat melihat saluran tuba. Dokter bedah dapat memasukkan alat
lain melalui laparoskop untuk menutup saluran tuba atau akan mengikatnya
melalui sayatan kecil lain. Kemudian sayatan ditutup.
Prosedur laparoskopi tuba hanya membutuhkan waktu sekitar 30
menit. Kemungkinan besar anda akan bisa kembali pulang pada hari yang
sama saat melakukan prosedur ini.

I. Waktu Pemberian MOW atau Tubektomi


1. Masa interval, sebaiknya setelah selesai haid
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase poliferasi)
3. Pasca persalinan dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya 48 jam
pasca persalinan. Setelah lebih dari 48, operasi dipersulit oleh adanya edema
tuba, dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Bila
dilakukan setelah hari ke 7-10 pasca persalinan, uterus dan alat-alat genetal
lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih di sulit, mudah

12
berdarah dan infeksi. Minilap didalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu
atau 12 minggu, laparoskopi tidak tepat untuk klien pasca persalinan.
4. Pasca keguguran triwulan pertama dilakukan minilaparatomi atau
laparoskopi, triwulan kedua dilakukan minilaparatomi saja

J. Faktor-Faktor Dalam Pemilihan MOW atau Tubektomi


Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan kontrasepsi tersebut antara
lain:
1. Faktor pasangan yang berhubungan dengan umur
2. Frekuensi senggama
3. Jumlah keluarga yang diinginkan
4. Faktor biaya
5. Faktor social budaya
K. Keuntungan atau Kelebihan MOW atau Tubektomi
Keuntungan tubektomi adalah sebagai berikut:
1. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan)
2. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
3. Tidak bergantung pada faktor senggama
4. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius
5. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi local
6. Tidak ada efek samping dalam
7. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual.

L. Kerugian atau Kelemahan MOW atau Tubektomi


Kelemahan jangka panjang tubektomi adalah sebagai berikut:
1. Metode ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang tidak dapat
dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi

13
2. Anda mungkin menyesal di kemudian hari karena memilih metode ini. Ini
bisa terjadi jika anda belum memiliki keyakinan yang benar-benar mantap
memilih metode ini
3. Mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek setelah dilakukan
pembedahan
4. Risiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anastesi umum
5. Dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah jika yang
dilakukan adalah proses laparoskopi
6. Tidak dapat melindungi anda dari infeksi menular seksual, termasuk
HIV/AIDS

M. Kontraindikasi MOW atau Tubektomi


Yang tidak boleh menjalani tubektomi adalah sebagai berikut:
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi dimasa depan

N. Komplikasi MOW atau Tubektomi


1. Trauma pada organ-organ sekitar saluran tuba fallopi secara tidak langsung
2. Infeksi pasca operasi, biasanya ditandai dengan luka bekas sayatan yang
tidak sembuh-sembuh, demam, dan nyeri pada perut
3. Perdarahan, perdarahan timbul apabila terjadi kebocoran organ
4. Komplikasi dari penggunaan obat anestesi, pada setiap orang, komplikasi
yang dapat timbul dari obat anestesi berbeda-beda ada yang hanya berupa
reaksi alergi, gangguan pernafasan, sampai ada yang mengalami gangguan
serius

14
5. Kehamilan ektopik, merupakan kehamilan diluar kandungan sehingga proses
kehamilan harus dihentikan

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
MOW (Medis Operatif Wanita), Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur
kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur,
dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga
tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah hubungan seksual wanita tidak
akan menurun.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat, memotong
atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum, jadi
dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan
ovum tidak dapat bertemu
B. Saran
1. Untuk Penulis
Agar makalah ini menjadi suatu pembelajaran dan pengetahuan, agar penulis
dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang alat kontrasepsi, khususnya alat
kontrasepsi dengan menggunakan metode MOW.
2. Untuk Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat agar lebih mengetahui tentang alat kontrasepsi dengan
menggunakan metode permanen MOW. Sehingga masyarakat dapat menjaga
kebersihan dirinya agar tidak berdampak buruk bagi dirinya sendiri.
3. Untuk Perawat
Agar selalu memberikan informasi yang baru kepada masyarakat tentang
informasi penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif. Selain itu,
perawat juga dapat menerima ilmu baru yang dapat diaplikasikan langsung
kepada dirinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2012. Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN.


Hartanto, H.2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Rizkitama, A. 2015. Hubungan Pengetahuan, Persepsi, Sosial Budaya, dengan
Peran Aktif Wanita Dalam Tubektomi di Kecamatan Paguyangan
Kabupaten Brebes Tahun 2011-2012. Unnes Journal Of Public Health.
Siswosudarmo. 2007. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta: Medika Fakultas
Kedokteran UGM.
Suratun. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Trans Info Media.

17
\

LAMPIRAN-LAMPIRAN

18
19

Anda mungkin juga menyukai