Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STASE KESEHATAN WANITA

FISIOTERAPI PADA KASUS TUBEKTOMI

Disusun oleh:
Yulyati
1810306047

PROFESI STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
FISIOTERAPI PADA KASUS TUBEKTOMI

MAKALAH

Disusun oleh :
Yulyati
1810306047

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui


Program Studi Profesi Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing : IRMA SULISTYAWATI, SST.FT

Tanggal : 26 maret 2019

Tanda tangan:

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik, dan ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah yang
berjudul “Fisioterapi Pada kasus Tubektomi ini ditulis guna melengkapi tugas pada
Program Studi Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah
Yogyakarta.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan


pengetahuan sehingga makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat
selesai dengan tepat waktu,

2. Bapak/Ibu pembimbing lahan RSKIA UMMI KHASANAH.

3. Bapak/Ibu pembimbing kampus Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

4. Teman-teman sejawat Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas


Aisyiyah Yogyakarta.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
hikmah dan menfaatnya sehingga memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Wa’laikumsalam Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Surabaya, 26 maret 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tubektomi ........................................................................ 3
B. Epidemiologi Tubektomi ............................................................... 3
C. Jenis Tindakan Tubektomi ............................................................... 5
D. Indikasi dan Kontraindikasi Tubektomi ........................................ 6
E. Keuntungan dan Kerugian Tubektomi ............................................. 7
F. Diagnosa Tubektomi ...................................................................... 8
G. Intervensi Fisioterapi Tubektomi .................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO,2014) penggunaan
kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia, Amerika
Latin dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi
modern telah meningkat dengan tidak signifikan dari 54% pada tahun 1990
menjadi 57,4% pada tahun 2017. Secara regional, proporsi pasangan usia subur
15-49 tahun melaporkan penggunaan metode kontrasepsi modern telah
meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika dari 23,6% menjadi 27,6%, di
Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%, sedangkan Amerika latin dan
Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67,0%. Diperkiraan 225 juta perempuan
di negara-negara berkembang ingin menunda atau menghentikan kesuburan
tetapi tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun dengan alasan terbatasnya
pilihan metode kontrasepsi dan pengalaman efek samping. Kebutuhan yang
belum terpenuhi untuk kontrasepsi masih terlalu tinggi. (Natsir, 2013).
Masalah yang terdapat di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk
yang relatif masih tinggi. Penduduk pertengahan 2017 sebesar 248,8 juta jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,48%. Laju pertumbuhan
ditentukan oleh kelahiran dan kematian dengan adanya perbaikan pelayanan
kesehatan menyebabkan tingkat kematian rendah, sedangkan tingkat kelahiran
tetap tinggi hal ini penyebab utama ledakan jumlah penduduk. Salah satu cara
untuk menekan jumlah penduduk dengan menggalakan program Keluarga
Berencana. (BPS, 2013)
Berdasarkan data yang didapatkan di PLKB Kecamatan Palu Selatan dari
tahun 2014 jumlah Pasangan Usia Subur 11,990 dengan pengguna KB Aktif
10,138 orang, meliputi Suntik sebanyak 3371 orang, Pil KB sebanyak 3343
orang, Kondom sebanyak 667 orang, Implant sebanyak 708 orang, IUD
sebanyak 1589 orang, MOW sebanyak 439 orang, MOP sebanyak 21 orang dan
pada tahun 2015 jumlah Pasangan Usia Subur 12,799 dengan pengguna KB
Aktif 10,657 orang, meliputi Suntik sebanyak 3412 orang, Pil KB sebanyak
3277 orang, Kondom sebanyak 748 orang, Implant sebanyak 872 orang, IUD

1
sebanyak 1848 orang, MOW sebanyak 468 orang, MOP sebanyak 32 orang.
Dari jumlah Pasangan Usia Subur dan pengguna KB Aktif tahun 2014 sampai
2015 tersebut masih lebih tinggi penggunaan KB Suntik dan Pil sedangkan
pengguna Metode Kontrasepsi Jangka Panjang masih rendah. Terutama
pengguna alat kontrasepsi MOP yang berjumlah 21 orang pada tahun 2014 dan
berjumlah 32 orang pada tahun 2015. (Hayati, 2015)
Sebagai KB steril yang bersifat permanen, kemampuan tubektomi dalam
mencegah kehamilan mencapai 99,9%. Maksudnya yaitu dari setiap 100 wanita
yang menjalani prosedur tubektomi, ada satu atau kurang dari satu orang wanita
yang hamil. Ini berarti tubektomi merupakan metode kontrasepsi yang sangat
ampuh dalam mencegah kehamilan, meskipun tidak bisa menjamin sebesar
100%. Namun, tubektomi tidak bisa melindungi dan pasangan dari penyakit
kelamin. Maka, penggunaan alat kontrasepsi yang bisa melindungi dari penyakit
kelamin seperti kondom laki-laki dan kondom wanita tetap dibutuhkan ketika
berhubungan seks (BKKBN, 2013).
Kontrasepsi bertujuan untuk tercapainya kesehatan reproduksi yang
berkualitas, menurunkan angka kematian ibu dan bayi, dan penanggulangan
masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil
berkualitas. Kemudian Beberapa metode kontrasepsi yang dapat digunakan
seperti, kondom, koitus interuptus, KB alami, diagfragma, spermicida, pil KB,
suntik KB, implant, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), vasektomi (MOP)
tubektomi (MOW). Medis operatif wanita (MOW)/tubektomi adalah salah satu
metode kontrasepsi secara operatif untuk mencegah kehamilan. Namun
kontrasepsi medis operasi wanita (MOW) / tubektomi tidak serta merta menjadi
pilihan utama, karena metode ini metode kontrasepsi ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya, pengetahuan pengguna kontasepsi, efektifitas,
teknik pemasangan alat kontasepsi, indikasi dan kontraindikasi, keuntungan dan
kekurangan pemasangan alat kontrasepsi. Metode kontrasepsi medis operatif
wanita tidak serta merta digunakan karena sifat kepermanenanya yang harus
dipertimbangkan (Seto, 2011).

2
B. Rumusan Masalah

1. Pengertian tubektomi ?
2. Epidemiologi tubektomi ?
3. Jenis tindakan pembedahan tubektomi?
4. Keuntungan dan kerugian tubektomi?
5. Indikasi dan kontraindikasi tubektomi?
6. Diagnosa tubektomi ?
7. intervensi Fisioterapi tubektomi ?

C. Tujuan Makalah

1. untuk mengetahui pengertian tubektomi


2. untuk mengetahui Epidemiologi tubektomi
3. untuk mengetahui Jenis tindakan pembedahan tubektomi
4. untuk mengetahui Keuntungan dan kerugian tubektomi
5. untuk mengetahui Indikasi dan kontraindikasi tubektomi
6. untuk mengetahui Diagnosa tubektomi
7. untuk mengetahui intervensi fisioterapi tubektomi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburan) seseorang secara permanen dengan cara mengoklusi
tuba falopii (mengikat dan memotong/memasang cincin) sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum (Sujiyatini, 2009)
Tubektomi adalah metode kontrasepsi atau pencegah kehamilan yang
dilakukan oleh wanita. Tak seperti pil KB atau spiral yang bisa dihentikan
kapan pun ketika Anda memutuskan untuk hamil, tubektomi sifatnya
permanen. Cara kerja KB steril tubektomi adalah memotong atau mengikat
saluran tuba falopi. Dengan demikian, sel telur pun tidak akan bisa
menemukan jalan menuju rahim. Sel sperma juga tak akan bisa mencapai
tuba falopi dan membuahi sel telur. Tindakan tersebut berfungsi untuk
mencegah pembuahan dan kehamilan. oleh karena itu gairah seks wanita
tidak akan turun. Pelaksanaan tubektomi sendiri dibagi menjadi 3 yaitu
pelaksanaan tubektomi pasca operasi/pasca melahirkan, mempunyai penyakit
ginekologi, dan dilakukan pada masa interval (BKKBN ,2016)

B. Efidemiologi

Dalam program KB, salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah
masih rendahnya penggunaan MKJP, yaitu kontrasepsi Metode Operatif
Wanita (MOW)/Tubektomi. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI), peserta KB tubektomi sempat mengalami peningkatan
sebesar 3,7% (SDKI 2012/03) dari 56,6% akseptor KB, namun kembali turun
menjadi 3% (SDKI 2017). Padahal salah satu sasaran strategis di bidang KB
dan KR yang harus dicapai oleh BKKBN sampai dengan tahun 2018 dalam
rangka pencapaian penurunan LPP menjadi 1,1%, Total Fertility Rate (TFR)
menjadi 2,1, Net Reproductive Rate (NRR)=1, unmet need 5%, dan
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) 65%, salah satunya adalah
meningkatnya persentase peserta KB aktif MKJP khususnya tubektomi yaitu
27,5%.

4
Kontrasepsi tubektomi memiliki angka kegagalan yang paling kecil (baik
secara teoritis maupun praktek) dibandingkan dengan alat kontrasepsi
lainnya. Secara teoritis angka kegagalan kontrasepsi tubektomi yaitu
mencapai 0,04 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan dan dalam praktek angka kegagalan kontrasepsi
MOW/tubektomi yaitu 0,1 0,5 kehamilan per 100 wanita dalam tahun
pertama penggunaan (Seto, 2011).

Di Indonesia pada tahun 2016 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)


sebanyak 45.905.815 orang. Cakupan peserta KB aktif pada tahun 2011
adalah sebesar 34.872.054 orang (75,96%) yang meliputi 3.933.631 orang
(11,28%) akseptor IUD, 1.216.355 orang (3,49%) akseptor MOW, 248.685
orang (0,71%) akseptor MOP, 1.032.033 orang (2,96%) akseptor kondom,
3.077.417 orang (8,82%) akseptor implan, 16.203.682 orang (46,47%)
akseptor suntik, 9.000.384 orang (25,81%) akseptor pil.

C. Jenis tindakan pembedahan tubektomi


Tahap persiapan pelaksanaan meliputi: informed consent, riwayat
medis/kesehatan, pemerikasaan laboratorium, pengosongan kandung kencing,
asepsis dan antiseptisis daerah abdomen, anestesi.
Tindakan pembedahan teknik yang digunakan dalam pelayanan
tubektomi antara lain:
(1) Mini laparatomi, metode ini hanya memerlukan sayatan kecil (sekitar 3
cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun subumbilikal
(pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini relative murah dan dapat di
lakukan pada masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian
dikeluarkan, diikat dan di potong sebagian.
(2) Laparoskopi, teknik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu pasca
persalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi sebaiknya
dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan
laparoskopi dan biaya pemeliharaanya yang cukup mahal. Seperti halnya
mini laparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan anastesi local dan
diperlukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.

5
(3) Perawatan post operasi; istirahat 2-3 jam, pemberian analgetik dan
antibiotik bila perlu.
(4) Ambulasi dini.
(5) Diet biasa; 50. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja
berat selama 1 minggu, cari pertolongan medis bila demam (>38), rasa
sakit pada abdomen yang menetap, perdarahan luka insisi.
Waktu pelaksanaan tubektomi dapat dilakukan pada saat, Masa
Interval (selama waktu siklus menstruasi), Pasca persalinan (post partum).
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan, Pasca keguguran
sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi, waktu operasi
membuka perut. Setiap operasi yang dilakukan hendaknya harus
dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk
dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami
istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan untuk melakukan
kontrasepsi mantap

D. Keuntungan dan Kerugian Tubektomi

Pasangan suami istri yang sudah tidak menginginkan kehamilan


biasanya akan mempertimbangkan untuk melakukan sterilisasi. Sterilisasi
sendiri merupakan tindakan pencegahan kehamilan yang bersifat
permanen. Maka biasanya tindakan ini diambil oleh wanita atau pria yang
sudah memiliki lebih dari tiga anak, berusia di atas 30 tahun, atau tidak
menginginkan keturunan lagi. Sterilisasi juga kerap menjadi pilihan bagi
mereka yang kehamilannya berisiko tinggi. Pada laki-laki, proses
sterilisasi dilakukan melalui prosedur vasektomi. Sementara itu, proses
sterilisasi pada wanita dicapai dengan melakukan tubektomi.

Keuntungan tubektomi sangat banyak, antara lain: tidak ada efek


samping dan perubahan dalam fungsi hasrat seksual, dapat dilakukan pada
perempuan diatas 26 tahun, tidak mempengaruhi air susu ibu (ASI),
perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan
seumur hidup, dan tidak mempengaruhi atau mengganggu kehidupan
suami istri (Agustin, 2013).

6
Keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain: perlindungan terhadap
terjadinya kehamilan sanggat tinggi, tidak menggangu kehidupan suami
istri, tidak mempengaruhi ASI, lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis
(hanya memerlukan satu kali tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan
sangat kecil), lebih ekonomis (Rosita, 2013).

Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap yaitu antara


lain, harus di pertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak
dapat dipulihkan kembali, klien dapat menyesal dikemudian hari, resiko
komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anastesi umum, rasa sakit /
ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan, tidak melindungi
diri dari IMS (Rosita, 2013).

E. Indikasi dan Kontra indikasi Tubektomi

Menurut Sofian Amru (2013), sterilisasi dilakukan atas indikasi:

1) Indikasi medis umum Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan
menjadi lebih berat jika wanita tersebut hamil lagi, seperti
tuberkulosis paru, penyakit jantung, penyakit ginjal maupun
skizofrenia.
2) Indikasi medis obstetrik Adanya riwayat toksemia gravidarum yang
berulang, seksio sesarea berulang dan histerektomi obstetrik.
3) Indikasi medis ginekologik Pada waktu melakukan operasi
ginekologik, dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya sterilisasi.
4) Indikasi sosial ekonomi
a) Rumus 120; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri .
b) Rumus 100; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri.

7
Kontra indikasi

1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)


2) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah tersebut
sembuh)
4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
Belum memberikan persetujuan tertulis (Saifuddin, 2010).
F. Diagnosa Fisioterapi
1) Impairment : Adanya nyeri disekitar insisi, Penurunan kekuatan otot,
Adanya Gangguan kemampuan Fungsional.
2) Fungsional Limitation : sulit bergerak karna adanya luka.
3) Partisipation Restriction : belum bisa mengikuti kegiatan sosial seperti
biasa.
G. Intervensi
Berdasarkan jurnal Physiotherapy advice after abdominal 2011
surgery pada pasien post op tubektomi yaitu adanya nyeri pada daerah
incisi, penurunan kekuatan otot perut, gangguan aktivitas fungsional.
Fisioterapi dapat berperan untuk mengatasi masalah yang ada pada pasien
post tubektomi dengan memberikan terapi latihan. Program terapi latihan
yang ditujukan untuk mengurangi penurunan kekuatan otot, mengurangi
nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional.
1. Breathing exercise
Suatu latihan pernapasan yaitu penderita menarik nafas
melalui hidung hingga rongga dada mengembang setelah itu pasien
menghembuskan secara perlahan melalui mulut dengan mencucu.
Tujuan dari pemberian latihan ini adalah untuk memelihara dan
meningkatkan volume paru pada kasus paska operasi, selain itu juga
bertujuan untuk rileksasi menghilangkan rasa nyeri pada saat latihan.

8
2. Deep Breathing exercise
Rilekskan bahu dan dada bagian atas. Ambil napas dalam-
dalam yang lambat hidung Anda untuk mengisi bagian bawah paru-
paru Anda, tahan selama beberapa detik lalu bernapas melalui mulut
Anda. Ini harus dilakukan lima kali setiap jam.
3. Huffing
Ambil napas dalam-dalam, lalu tarik napas dengan cepat dan
paksa mulutmu seperti sedang mengukus jendela. Ini akan membantu
melonggarkan dahak .
4. Coughing
Batuk adalah cara normal untuk membersihkan lendir dari
paru-paru Anda. Kamu akan membutuhkan lakukan ini lebih sering
dalam beberapa hari pertama setelah operasi Anda.
Untuk membuat ini lebih nyaman bagi Anda setelah operasi Anda dan
untuk memperkuat batuk Anda, Anda dapat menggunakan handuk
atau bantal yang digulung untuk menerapkan beberapa lembut
tekanan dan dukungan atas area luka Anda.
5. Exercise ankles
 Meregangkan pergelangan kaki ke atas dan ke bawah dengan kuat
dan cepat. Fleksi-ekstensi ankle (pumping exercise). Ulangi 10
kali.
 Knee
Kencangkan paha dengan mendorong bagian belakang lutut turun
terhadap tempat tidur. Tahan selama 5 detik. Ulangi 5 kali dengan
masing-masing kaki.
Efek dan penggunaannya adalah untuk memperlancar sirkulasi darah,
meningkatkan mobilisasi otot sehingga kekuatan otot meningkat.
6. Abdominal exercise
Mulai latihan dengan berbaring dengan kepala di atas bantal,
lutut ditekuk dan kaki datar di tempat tidur. (Abdominal exercise,
pelvic tilting, knee rolling) dilakukan setiap hari minimal 5 kali
pengulangan, 3 kali sehari.

9
7. Latihan duduk
Bila pasien tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan
duduk. Dari posisi tidur terlentang, miring kanan/kiri ke posisi duduk
dilakukan dengan cara kedua tungkai dirapatkan, salah satu lutut
sedikit di tekuk, kemudian tubuh diputar miring bersamaan dengan
kedua tungkai kesisi tempat tidur. Kedua tungkai bawah diturunkan
dari Bed sambil mendorong tubuh ke posisi duduk dengan
menggunakan dorongan kedua tangan, kemudian terapis harus
menanyakan kepada pasien apabila pusing atau mual serta dapat
dilihat pada wajah pasien apakah pucat atau tidak.
8. Latihan berdiri
Untuk latihan berdiri dimulai dari urutan latihan duduk sampai
pasien sudah duduk di tepi Bed dengan kaki menggantung,
dilanjutkan pasien menggeser pantat dan tubuhnya ke salah satu sisi
tangannya untuk menapakkan salah satu kakinya di lantai, hal ini
dilakukan dengan kedua tungkai tetap merapat. Setelah menapak lalu
berdiri tegak dan tetap harus ditanyakan oleh terapis pada pasien
adakah keluhan pusing dan mual. Jika tidak ada keluhan dapat
dilanjutkan dengan latihan berjalan di sekitar Bed.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan


fertilitas (kesuburan) seseorang secara permanen dengan cara mengoklusi
tuba falopii (mengikat dan memotong/memasang cincin) sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum.

Tindakan tersebut berfungsi untuk mencegah pembuahan dan


kehamilan. oleh karena itu gairah seks wanita tidak akan turun. Pelaksanaan
tubektomi sendiri dibagi menjadi 3 yaitu pelaksanaan tubektomi pasca
operasi/pasca melahirkan, mempunyai penyakit ginekologi, dan dilakukan
pada masa interval Saran

B. Saran
Diharapkan jika terlihat tanda – tanda terjadinya Tubektomi maka
sebaiknya segera periksa diri agar dapat segera ditindak lanjut oleh tim medis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agustin D, Siwi RPY, Sugiyanto. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya


minat dalam menggunakan kontrasepsi mow pada pus di desa tanon kecamatan papar
kabupaten kediri. 2013: 2(2);1-7.

BKKBN. Arah Kebijakan dan Strategi Program Kependudukan dan KB Tahun 2011. Jakarta:
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; 2011.

BPS, 2013, Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012, Jakarta.

Dinas Kesehatan Indonesia. Profil kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Dinas Kesehatan
Indonesia; 2011.

Hayati, 2015, Laporan Bulanan Pengendalian Lapangan Tingkat Desa/Kelurahan Sistem


Informasi Kependudukan Dan Keluarga (Siduga), Palu Selatan.

Natsir, A, 2013, Kewenangan Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan


(BKB dan PP) Di Bidang Pelayanan Publik Di Kabupaten Pinrang, Skripsi Tidak
Diterbitkan, Makassar, Universitas Hasanuddin.

Noviawati D. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.

Rodiani, 2017. Faktor – Faktor Penggunaan Alat Kontrasepsi Medis Operasi Wanita (MOW)
pada Pasangan Wanita Usia Subur. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. Majority. Volume 6. Nomor 1. Februari 2017

Rosita D. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Pemilihan Kb MOW Di


Desa Kalipucang Kulon Welahan Jepara Tahun 2013. J Akbid Al Hikmah. 2013:
4(1);24-31.

Seto HD, Saryono, Iswati N. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Minat Wanita Usia Subur
Memilih Metode Kontrasepsi MOW (Metode Kontrasepsi Wanita) Di Desa Butuh. J
Kesehatan Keperawatan Unsoed. 2011; 3(2):71-82.

Sujiyatini. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Nuha Medika : Yogyakarta

Sofian, Amru. 2012. Sinopsis Obstetri Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai