Anda di halaman 1dari 113

SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. B/63 TAHUN DENGAN


DIAGNOSA POST OP TURP BENIGN PROSTATE
HYPERPLASIA DI RUANG MAWAR RUMAH
SAKIT AKADEMIS JAURY JUSUF
PUTERA MAKASSAR

OLEH:
Mahasiswa NERS Ruang Cempaka
Mahasiswa NERS Ruang Anggrek
Mahasiswa NERS Ruang Seruni
Mahasiswa NERS Ruang Mawar

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STELLA MARIS MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah menolong hamba-Nya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak
akan sanggup menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan baik.

Asuhan keperawatan ini disusun agar pembaca dapat memperluas


ilmu tentang “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa Post
Op Turp Benign Prostate Hyperplasia”, yang kami sajikan berdasarkan
hasil pencarian kami dari berbagai sumber. Asuhan keperawatan ini kami
susun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri kami
sendiri maupun yang datang dari luar. Namun, dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya asuhan keperawatan ini
dapat terselesaikan tepat waktu.

Semoga asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan yang


lebih luas kepada pembaca. Walaupun asuhan keperawatan ini tidak luput
dari kelebihan dan kekurangan. Kami mohon saran dan kritiknya untuk
kedepan yang lebih baik. Terima kasih.

Makassar, 05 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .....................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum ...........................................................................3
2. Tujuan Khusus ..........................................................................3
D. Manfaat
a) Bagi Pasien dan Keluarga .........................................................4
b) Bagi Mahasiswa ........................................................................4
c) Bagi Rumah Sakit .....................................................................4
d) Bagi Institusi/Akademik .............................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi ............................................................................................6
B. Anatomi dan Fisiologi ......................................................................8
C. Etiologi ............................................................................................10
D. Faktor-Faktor Risiko ........................................................................12
E. Manifestasi Klinis ............................................................................17
F. Patofisiologi .....................................................................................18
G. Komplikasi.......................................................................................20
H. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................21
I. Penatalaksanaan ............................................................................22
J. Discharge Planning .........................................................................26

iii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dari setiap
individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Semua tindakan yang
diusahakan pemerintah tidak akan berguna jika tidak didukung dari
kesadaran setiap individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka. Kemampuan masyarakat dalam memilih
pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan pembangunan
kesehatan. Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut maka tujuan
utama pembangunan di bidang kesehatan adalah mencegah
peningkatan masalah kesehatan, baik penyakit menular maupun
penyakit yang tidak menular. Salah satu penyakit yang tidak menular
adalah penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kondisi
terjadinya penyumbatan yang terlihat pada pembesaran prostat jinak
dengan tampilan histologis adenoma prostat yang menyebabkan
obstruksi bervariasi atau tanpa gejala (Tjahjodjati et al., 2017).
Menurut Sutanto (2021), insiden BPH akan semakin meningkat
seiring bertambahnya usia yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun,
kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai
90% pada pria usia 80 tahun (Ekayani et al., 2022). Berdasarkan data
dari World Health Organization (WHO) tahun 2018 didapatkan 59 pria
yang menderita BPH atau sekitar 70 juta penderita di seluruh dunia.
Menurut Global Cancer Observatory, sekitar 1.276.106 kasus baru
kanker prostat dilaporkan di seluruh dunia pada tahun 2018 dengan
prevalensi lebih tinggi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di
negara berkembang sebanyak 5,35% kasus. Perbedaan dalam tingkat
kejadian di seluruh dunia mencerminkan perbedaan dalam kemajuan
diagnostik (Bray et al., 2018).

1
2

Kejadian kasus BPH di Indonesia masuk dalam urutan kedua


setelah batu saluran kemih dan hampir 50% pria berusia diatas 50
tahun menderita penyakit ini, sehingga diperkirakan sekitar 2,5 juta pria
di Indonesia menderita BPH (Diana & Prasetyo, 2020). Data Kemenkes
tahun 2019 menemukan prevalensi kanker prostat tertinggi terdapat di
provinsi Yogjakarta dengan persentase sebanyak 4,86%, diikuti
Sumatera Barat sebanyak 2,47% dan Gorontalo 2,44 % (Kemenkes RI,
2020). Angka kejadian BPH di Sulawesi Selatan secara umum tidak
terlaporkan secara akurat.
Pada tahun 2013 Sulawesi Selatan masuk ke dalam kategori
provinsi yang memiliki prevalensi kanker prostat tertinggi yaitu sebesar
0,5% dari 25.012 penderita. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dengan sumber data yang akurat didapatkan prevalensi
pasien BPH (Benign Prostat Hyperplasia) di Rumah Sakit Akademis
Jaury Jusuf putra pada tahun 2022 sejak bulan Januari sampai bulan
Oktober sebanyak 55 pasien. Penanganan BPH dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain watchfull waiting (observasi), terapi
medikamentosa, terapi bedah, dan kateterisasi urine namun,
penanganan jangka panjang yang terbaik pada pasien BPH adalah
dengan pembedahan, karena pemberian obat-obatan terapi non invasif
lainnya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk melihat
keberhasilan. Salah satu tindakan pembedahan yang paling banyak
dilakukan pada pasien BPH adalah pembedahan Transuretal Resection
of The Prostate (TURP). TURP merupakan suatu pembedahan invasif
minimal yang digunakan pada pasien BPH dengan volume prostat 30-
80 ml. Meski demikian, TURP dapat digunakan pada kondisi prostat
apapun tergantung pada pengalaman dan ketersediaan peralatan
seorang ahli bedah urologi (Nuari, N. A., & Widayati, 2017).
Berkaitan dengan hal tersebut, peran seorang perawat adalah
harus memahami dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan BPH mulai dari melakukan pengkajian pada pasien,
3

menentukan diagnosis keperawatan yang mungkin muncul, menyusun


rencana tindakan keperawatan dan mengimplementasikan rencana
tersebut serta mengevaluasi hasil dari implementasi tersebut. Perawat
juga dapat menerapkan beberapa terapi teknik relaksasi pada pasien
BPH pasca operasi TURP untuk mengatasi atau mengurangi nyeri yang
dirasakan. Pada umumnya, TURP memiliki efektivitas dalam perbaikan
gejala BPH yang mencapai 90% sehingga metode ini merupakan salah
satu tatalaksana paling efektif untuk mengatasi BPH (Sutanto, 2021).
Prosedur pembedahan TURP dapat menyebabkan luka bedah yang
berakibat timbulnya nyeri pada luka pasca operasi. Masalah nyeri pada
pasca operasi merupakan pengalaman yang umum terjadi sehari-hari,
namum hanya 30-50% dari kasus menerima perawatan yang efektif
(Purnomo, 2016). Penatalaksanaan untuk mengurangi nyeri dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik farmakologis dan non
farmakologis, salah satu intervensi teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri pasca operasi dapat menggunakan teknik relaksasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana
menerapkan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Turp
Benigna Prostat Hyperplasia Di Ruangan Mawar Rumah Sakit
Akademis Jaury Jusuf Putera Makassar”.
4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar medis dari BPH?
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan dari BPH?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Post TURP
BPH?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan BPH post TURP.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep dasar medis dari BPH
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar keperawatan dari
BPH?
c. Mengidentifikasi, merumuskan serta menetapkan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Post TURP BPH?

D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai pedoman atau acuan dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarakat khususnya mereka yang mengalami
penyakit BPH.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai acuan dalam meningkatkan kinerja profesi
keperawatan dalam mengatasi masalah keperawatan pada pasien
yang mengalami BPH post TURP, dalam hal menangani masalah
keperawatan yang telah terjadi.
5

3. Bagi Institusi Pendidikan


Merupakan salah satu masukan untuk sumber
informasi/bacaan serta acuan bagi sekolah tinggi ilmu kesehatan
tentang pengetahuan asuhan keperawatan pada pasien dengan
BPH.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperplasia prostat jinak atau dalam istilah medis lebih dikenal
dengan BPH (Benign Prostat Hyperplasia) merupakan diagnosis
histopatologis dimana terdapat proliferasi serta hiperplasi dari sel-sel
otot polos, sel stroma, serta epitel dari prostat. BPH kerap
menyebabkan disfungsi pada saluran kemih bagian bawah pria dan
sekitar 18-25% laki-laki dengan usia antara 45-60 dan 80% laki-laki
usia diatas 80 tahun mengalami BPH. BPH merupakan diagnosis
urologi terbanyak kedua yang dialami oleh laki-laki usia tua setelah
infeksi saluran kemih (Maulana, 2021).
BPH jarang menyebabkan kematian. Sebaliknya, penyakit ini
menyebabkan kompresi uretra, menyebabkan resistensi aliran urin
yang dikenal sebagai obstruksi saluran keluar kandung kemih (BOO).
Resistensi ini juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi kandung
kemih yang diinduksi oleh obstruksi, seperti overaktivitas otot detrusor
atau, sebaliknya, penurunan kontraktilitas otot detrusor (Ramsky,
2021).
Dalam keadaan fisiologis kelenjar prostat mengubah hormon
testoteron menjadi dihidrotestoteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
alfa-reduktase dan Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen
(NADPH). Setelah terbentuk DHT hormon ini akan berikatan dengan
reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel yang
kemudian akan menstimulasi pembentukan protein growth factor.
Growth factor adalah protein yang merangsang pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat (Sutanto, 2021).

6
7

Pengertian BPH (Benign Prostat Hyperplasia) berdasarkan para


ahli:
1. (Ilham Akbar Choirul Umam dkk., 2020) Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) merupakan istilah histopatologis, yaitu adanya hyperplasia sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat.
2. (Sutysna, 2016) BPH (Benign Prostat Hyperplasia) merupakan
penyebab lazimnya obstruksi uretra yang menyebabkan nokturia
(ingin berkemih sepanjang malam), dysuria (kesulitan dan/atau nyeri
selama berkemih).
3. (Kocjancic & Iacovelli, 2018)Benign Prostatic hyperplasia (BPH)
merupakan penyakit yang sangat sering mengakibatkan masalah
pada pria.
4. (Sumberjaya & Mertha, 2020) Benign Prostat Hiperplasi adalah
kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, yang dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya
aliran urine keluar dari buli-buli.
Dari beberapa pengertian tersebut BPH (Benign Prostat
Hyperplasia) dapat diartikan sebagai pembesaran progresif pada
prostat yang secara terus menerus akan menghambat proses
pengeluaran urin normal.
8

B. Anatomi dan Fisiologi Prostat


1. Anatomi Prostat

Prostat adalah kelenjar seks tambahan terbesar pria yang


ekresinya berkontribusi pada cairan semen. Prostat terletak didalam
rongga pelvis ditembus oleh dua buah saluran, uretra dan ductus
ejaculatorius. Berbentuk seperti piramida terbalik dan mempunyai
ukuran yang bervariasi sekitar 4x3x2 sentimeter. Apex prostat
merupakan bagian paling bawah yang terletak di atas diapragma
urogenitalis dan terletak satu setengah sentimeter di belakang
bagian bawah symfisis pubica. Basis prostatae merupakan bagian
atas prostat dan berhubungan dengan vesica urinaria pada suatu
bidang horizontal yang melalui bagian tengah symphisis pubica.
Konsistensinya keras, sebagian berupa kelenjar sebagian berupa
otot. Prostat terbungkus dalam sebuah kapsul jaringan ikat, kapsul
ini dilapisi lagi oleh fascia prostatica yang tebal (berasal dari fascia
pelvica) Prostat difiksasi oleh ligamentum puboprotaticum, fascia
superior diaphragmatis urogenitalis dan bagian depan musculus
levator ani (Bruno, 2019).
Secara makroskopis kelenjar prostat dibagi menjadi lima buah
lobus, yaitu lobus anterior atau istmus yang terletak didepan uretra
9

dan menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister. Bagian ini tidak
mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos. Lobus medius
yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculatorius. Banyak
mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan
terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria
bila lobus ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan
aliran urin pada waktu berkemih. Lobus posterior yang terletak
dibelakang uretra dan dibawah ductus ajakulatorius. Lobus lateralis
yang terletak di sisisi kiri dan kanan uretra.
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan
saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris
komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat
dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen
anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50
lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20
buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian
lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel
torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid (Anhu, 2020).
2. Fungsi prostat
Fungsi kelenjar prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti
susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase. Cairan ini
ditambahkan pada cairan semen pada waktu ejakulasi. Bila otot
polos pada capsula dan stroma berkontraksi , sekret yang berasal
dari banyak kelenjar postat diperas masuk ke urethra pars prostatica.
Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu menetralkan suasana
asam didalam vagina (Bruno, 2019).
10

C. Etiologi
Beberapa teori menjelaskan terkait dengan etiologi BPH, antara
lain: teori dihidrotestosteron, ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron, interaksi stroma-epitel, penurunan kematian sel prostat,
serta stem sel (Maulana, 2021). Berikut ini beberapa penyebab
timbulnya hyperplasia prostate:
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Pada berbagai
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5 alfa–reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH
lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun
sedangkan kadar estrogen relatife tetap, sehingga terjadi
perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relatife
meningkat. Hormon estrogen didalam prostat beperan dalam
terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,
tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(Growth faktor) terentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
11

growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu


sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang
selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat
sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat
baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya
jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem
Selalu dibentuk sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel yang
telah mengalami apoptosis. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu
sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat
ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya
menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
12

D. Faktor-Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH menurut (Ansori,
2015) adalah sebagai berikut:
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan
peningkatan risiko BP. Testosteron akan diubah menjadi androgen
yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-
reductase, yang memegang peran penting dalam proses
pertumbuhan sel-sel prostat.
2. Usia
Bertambahnya usia menyebabkan terjadinya penurunan
produksi hormon testosterone, sehingga menyebabkan peningkatan
Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) dan berkurangnya produksi
dari 5a-reduced steroid pada organ reproduksi. Proses degeneratif
akibat usia menyebabkan berkurangnya produksi Growth Hormone
(GH) yang berdampak terhadap berkurangnya massa otot,
akumulasi lemak di dalam tubuh, berkurangnya mineral tulang,
penurunan libido yang nantinya akan berdampak terhadap fungsi
ereksi dari jaringal erektil di corpus carvenosum. Hormon tersebut
mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion.
Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-
reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara
fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas
lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan
usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30
tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
3. Riwayat Keluarga
Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah
menderita BPH sebesar 5,28 kali lebih besar dibandingkan dengan
yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita
13

BPH. Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen
yang menyebabkan fungsi gen sebagai gen penekan tumor
mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus
menerus tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi aspek
biologic plausibility dari asosiasi kausal.
4. Obesitas
Pasien dengan obesitas akan mengalami peningkatan hormon
estrogen akibat aromatisasi androgen di jaringan adiposa perifer,
sehingga hal tersebut akan menyebabkan feedback negative ke
hipotalamus hipofisis dan produksi testosteron akan menurun.
Obesitas berperan juga terhadap kerusakan endotel pembuluh darah
yang berfungsi menghasilkan Nitride Oxide (NO), dimana NO
memiliki peran untuk vasodilatasi pembuluh darah pada jaringan
corpus carvenosum di penis. Obesitas akan membuat gangguan
pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang
mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di
bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di
perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama
organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak
berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas
terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap
androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.
Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak
pada abdomen.
5. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium
berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah
seng, karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan
testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron.
Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat
14

penurunan kadar testosteron. Walaupun kolesterol merupakan


bahan dasar untuk sintesis zat pregnolone yang merupakan bahan
baku DHEA (dehidroepianandrosteron) yang dapat memproduksi
testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan terjadi penumpukan
lemak pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan
mengganggu testis, sehingga kelebihan lemak tersebut justru dapat
menurunkan kemampuan seksual. Akibat lebih lanjut adalah
penurunan produksi testosteron, yang nantinya mengganggu prostat.
Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko
BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung
kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah
mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap
estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor
dalam prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik
menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit
prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu
genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi
metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah
mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan
yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang
mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani),
lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang
berujung pada berbagai penyakit. Estrogen, hormon yang jumlahnya
lebih besar pada wanita ternyata juga dimiliki oleh pria (dalam jumlah
kecil). Namun, hormon ini sangat penting bagi pria, sebab estrogen
mengatur libido yang sehat, meningkatkan fungsi otak (terutama
ingatan), dan melindungi jantung. Tetapi jika tingkatnya terlalu tinggi,
maka tingkat hormon testoteron akan berkurang, dan pria akan
mengalami kelelahan, lemas, fungsi seksual yang menurun, dan
akan terjadi pembesaran prostat. Masukan makanan berserat
15

berhubungan dengan rendahnya kadar sebagian besar aktivitas


hormon seksual dalam plasma, tingginya kadar SHBG (sex
hormone-binding globulin), rendahnya/bebas dari testosteron.
Mekanisme pencegahan dengan diet makanan berserat terjadi akibat
dari waktu transit makanan yang dicernakan cukup lama di usus
besar (R. Amalia, 2019)
6. Aktivitas Seksual
Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk
pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan
seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual,
kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum
terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan
terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut
bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan
infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang
tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon
testosterone (R. Amalia, 2019)
7. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok mempunyai risiko 3,95 lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan merokok.
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga
menyebabkan penurunan kadar testosterone (R. Amalia, 2019)
8. Kebiasaan Minum-Minuman Beralkohol
Minum-minuman beralkohol bukan merupakan faktor risiko
karena adanya bias informasi dimana responden melakukan
perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah minum-
minuman beralkohol dan adanya kecenderungan untuk tidak
mengakui pernah minum-minuman beralkohol. Konsumsi alkohol
akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting
untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat.
16

Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ


yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam
darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron
kepada DHT (R. Amalia, 2019)
9. Olahraga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur,
berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk
BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat
diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat.
Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak
yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan
adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot
sekitar pinggul dan organ seksual. Olahraga yang baik apabila
dilakukan 3 kali dalam seminggu dalam waktu 30 menit setiap
berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam
seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik
tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang berarti bila latihan
dilakukan lebih dari 5 kali dalam seminggu. Olahraga akan
mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga kadar kolesterol
menurun.
10. Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien dengan diabetes mellitus mengalami kondisi
hiperglikemia yang akan meningkatkan terjadinya stres oksidatif.
Peningkatan stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah dan saraf yang berdampak terhadap penurunan
produksi Nitride Oxide (NO) yang dihasilkan pembuluh darah. Nitride
Oxide berperan dalam vasodilatasi pembuluh darah jaringan erektil
untuk terjadinya ereksi penis. Laki-laki yang mempunyai kadar
glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali
terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes
17

Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan


dengan laki-laki dengan kondisi normal.

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang umumnya terjadi pada pasien BPH adalah
gejala pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track
symptoms (LUTS). Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri
atas gejala iritatif (storage symptoms) dan gejala obstruksi (voiding
symptoms). Gejala Obstruktif ditimbulkan karena adanya penyempitan
uretra karena didesak oleh prostat yang membesar. Gejala yang terjadi
berupa harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy), pancaran
miksi yang lemah (weak stream), miksi terputus (Intermittency), harus
mengejan (straining). Gejala Iritatif disebabkan oleh pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi atau berkemih,
sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejala yang terjadi adalah frekuensi miksi meningkat (Frequency),
nookturia, dan miksi sulit ditahan (Urgency). Gejala-gejala yang
biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak yaitu
nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat,
mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah
berkemih. Pola keluhan penderita hiperplasia prostat sangat berbeda-
beda. Alasannya belum diketahui, tetapi mungkin berdasarkan atas
peningkatan atau penyusustan ringan dalam volume prostat. Keluhan
lain yang berkaitan akibat hiperplasia prostat jika ada infeksi saluran
kemih, maka urin menjadi keruh dan berbau busuk. Hiperplasia prostat
bisa mengakibatkan pembentukan batu dalam kandung kemih. Bila
terjadi gangguan faal ginjal, bisa timbul poliuria yang kadang-kadang
mirip dengan diabetes insipidus, mual, rasa tak enak di lidah, lesu, haus
dan anoreksia (Bruno, 2019).
18

F. Patofisiologi
BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel
epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
seks dan respon sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi
dihidrotestosteron (DHT), DHT merupakan androgen dianggap sebagai
mediator utama munculnya BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT
sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada
pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan
menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga
terjadi penyempitan uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah
dan gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi,
pancaran miksi lemah. Penyebab BPH masih belum jelas, namun
mekanisme patofisiologinya diduga kuat terkait aktivitas hormon
Dihidrotestosteron (DHT) (Bruno, 2019)
DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron
melaui kerja enzim 5α-reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol
merupakan pemicu utama terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien
BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT diperantai oleh enzim
5αreductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama terdapat
pada 10 folikel rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe
kedua terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada
jaringanjaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan
pembesaran kelenjar prostat.
19

Pada usia yang semakin menua terjadi ketidakseimbangan kadar


testoteron dan esterogen, dimana kadar testoteron menurun sedangkan
kadar esterogen relative tetap. Esterogen mampu memperpanjang usia
sel-sel prostat. Esterogen merangsang hormon androgen dimana
hormone androgen mempunyai peran dalam menghambat kematian
sel. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan sel dengan kematian sel
menyebabkan pertambahan massa prostat atau yang disebut dengan
benigna prostate hyperplasia. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada BPH adalah dengan pembedahan yaitu dengan TURP. Tindakan
pembedahan tersebut menyebabkan terputusnya jaringan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan bagi klien yang disebut
dengan nyeri. Apabila nyeri tidak ditangani dapat menyebabkan
peningkatan stressor bagi klien sehingga menyebabkan ansietas. Nyeri
juga menyebabkan keterbatasan gerak yang mengakibatkan hambatan
mobilitas fisik (Ardana, 2018).
20

G. Komplikasi
1. Menurut (Ekayani dkk., 2022) Komplikasi yang biasa ditimbulkan
oleh BPH adalah sistitis dan anemia. Pembesaran jaringan yang
tinggi akan menyebabkan penekanan pada uretra pars prostatika
yang menyebabkan penekanan pada lumen uretra dan
mengakibatkan terjadinya obstruksi. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya retensi urin semakin tinggi menyebabkan disfungsi
urotelium dengan Qmaks 100ml, obstruksi saluran kemih, dan
kerusakan urotelium yang disebabkan kerena kimia maupun radiasi.
2. Menurut Amalia (2019) terdapat tiga komplikasi yang ditimbulkan dari
Benigna Prostat Hyperplasia yaitu :
a. Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih.
b. Refluks kandung kemih, hidroureter, dan hidronefrosis.
c. Gross hematuria dan urineary tract infection (UTI).
3. Menurut (Maulana, 2021), bakteri penyebab ISK (Infeksi Saluran
Kemih) dapat memproduksi enzim urease yang akan merubah urine
dari suasana asam menjadi basa. Suasana basa ini akan
memudahkan zat seperti magnesium untuk membentuk batu. Pada
pemeriksaan radiologis batu kalsium bersifat opak, struvit bersifat
semiopak, serta asam urat bersifat radiolusen. Itulah sebabnya pada
pemeriksaan PIV, batu asam urat tidak terlihat dan hanya
memperlihatkan filling defect.
4. Menurut (Pralisa dkk., 2021), Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria
yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih
menghasilkan testosteron. Selain itu, pengaruh hormon estrogen dan
prolaktin, pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas
fisik diduga dapat memengaruhi sel prostat untuk menyintesis growth
factor, yang selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya
proliferasi sel kelenjar prostat sehingga urin yang seharusnya keluar
dari urethra kembali ke dalam vesika urinary dan merusak ginjal.
21

H. Pemeriksaan Penunjang
Amalia (2019) mengatakan pemeriksaan klinis dilakukan untuk
mengetahui apakah pembesaran prostat ini bersifat benigna atau
maligna dan untuk memastikan tidak adanya penyakit penyerta lainnya.
Berikut pemeriksaannya :
1. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan
RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya
perdarahan/hematuria.
2. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya
perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah
cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
3. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini
sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari
BPH.
4. PA (Patologi Anatomi)
Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna.
5. Catatan harian berkemih Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output
urine, sehingga akan terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari
pasien. Data ini menjadi bekal untuk membandingkan dengan pola
eliminasi urine yang normal.
6. Uroflowmetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur
pancaran urine. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah
bahkan meningkat. Hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat
pada traktus urinarius.
22

7. USG Ginjal dan Vesika Urinaria


USG Ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi
penyerta dari BPH, misalnya Hidronephrosis. Sedangkan USG pada
Vesika Urinaria akan memperlihatkan gambaran pembesaran
kelenjar prostat.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan benign prostatic hyperplasia menurut (Sutanto,
2021) adalah sebagai berikut:
1. Konservatif
Pada manajemen konservatif, pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dari dokter. Meski demikian, perkembangan penyakit prostat
yang dialami pasien tetap akan diawasi oleh dokter. Pengawasan ini
biasanya dilaksanakan dalam bentuk kontrol berkala setiap 3-6 bulan
sekali untuk melihat perubahan pada keluhan, skor IPSS,
uroflowmetry, dan volume residu urin. Manajemen konservatif hanya
direkomendasikan bagi pasien dengan keluhan ringan yang tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari alias memiliki skor IPSS <7. Jika
keluhan BPH telah berkembang menjadi lebih parah, terapi lain yang
lebih intervensional dan aktif perlu dilakukan untuk mengganti
manajemen konservatif ini. Selain melakukan pengawasan berkala,
pasien juga diberikan edukasi mengenai faktor risiko dan tindakan
pencegahan untuk menghambat perkembangan penyakit BPH sang
pasien. Edukasi ini meliputi anjuran untuk mengurangi asupan
minum, kopi, atau alkohol setelah makan malam, konsumsi cokelat
serta bahan makanan yang menyebabkan iritasi vesica urinaria,
penggunaan obat-obatan golongan fenilpropanolamin pada
influenza, serta kebiasaan menahan urinasi dalam waktu lama.
Selain itu, bila pasien memiliki riwayat konstipasi, dokter juga perlu
menatalaksana keluhan tersebut.
23

2. Medikamentosa
Terapi medikamentosa atau farmakologis digunakan pada
pasien BPH yang memiliki gejala mengganggu atau skor IPSS > 7.
a. α1-blocker
Obat golongan α1-blocker bekerja dengan cara menghambat
kontraksi lapisan otot polos dinding prostat. Hal ini dapat
mengurangi tahanan leher vesica urinaria dan uretra sehingga
mampu mengurangi keluhan iritatif (storage), ditandai dengan
peningkatan frekuensi urinasi, dan obstruktif (voiding), ditandai
dengan kencing mengejan, sekaligus.
b. Penghambat 5α-reduktase
Obat golongan penghambat 5αreduktase bekerja dengan
cara menginduksi apoptosis pada sel-sel penyusun jaringan epitel
prostat melalui inhibisi isoenzim 5α-reduktase, enzim yang dapat
mengkonversi testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Oleh
sebab itu, obat-obat golongan ini mampu mengecilkan volume
prostat.
c. Antagonis reseptor muskarinik
Cara kerja obat-obatan antagonis reseptor muskarinik adalah
dengan menginhibisi stimulasi reseptor muskarinik. Hal ini
menyebabkan berkurangnya kontraksi jaringan otot polos pada
vesica urinaria. Oleh sebab itu, antagonis reseptor muskarinik,
seperti fesoterodine fumarate, propiverine HCl, tolterodine l-
tartrate, dan solifenacin succinate, kerap digunakan jika α1-
blocker tidak berhasil mengurangi gejala iritatif BPH.
d. Penghambat fosfodiesterase-5
Penghambat fosfodiesterase-5, atau penghambat PDE-5,
merupakan golongan obat dengan kemampuan meningkatkan
konsentrasi dan aktivitas cyclic guanosine monophosphate
(cGMP) intraselular. Oleh sebab itu, obat ini mampu mengurangi
tonus otot polos pada dinding m. detrusor, prostat, dan uretra.
24

Meski tersedia dalam bentuk sildenafil, vardenafil, dan tadalafil,


IAUI hanya merekomendasikan penggunaan tadalafil.
e. Terapi kombinasi
Kombinasi α1-blocker dan penghambat 5α-reduktase dapat
menghasilkan efek sinergis yang mampu mengkombinasikan
keuntungan dari kedua golongan obat tersebut. Salah satu
keuntungannya adalah dengan mempercepat efek klinis obat
karena obat golongan penghambat 5αreduktase membutuhkan
waktu berbulan-bulan sebelum perubahan klinis terlihat. Selain itu,
efek sinergis hasil kombinasi kedua golongan obat yang
ditemukan pada terapi kombinasi juga lebih efektif dalam
mengurangi kemungkinan retensi urin dan progresi ke arah kanker
yang membutuhkan terapi bedah. Meski demikian, kombinasi ini
turut memperbesar risiko terjadinya efek samping. Oleh sebab itu,
pengobatan ini hanya dikhususkan bagi pasien dengan keluhan
sedang-berat dan risiko progresi tinggi.
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu tindakan tatalaksana BPH
yang bersifat invasif. Oleh sebab itu, indikasi yang jelas perlu
ditemukan sebelum seorang klinisi memutuskan untuk melakukan
pembedahan. Indikasi-indikasi tersebut, meliputi retensi urin akut,
infeksi saluran kemih berulang, hematuria makroskopik,
sistolitiasis, penurunan fungsi ginjal, gagal berkemih setelah
melepaskan kateter, perubahan patologis pada vesica urinaria,
keluhan telah memberat, tidak adanya perbaikan setelah terapi
konservatif dan medikamentosa, serta pasien menolak terapi
selain bedah.4 Adapun berikut merupakan beberapa pilihan terapi
pembedahan yang dapat dilakukan:
a. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) TURP
merupakan suatu pembedahan invasif minimal yang kerap
digunakan pada pasien BPH dengan volume prostat 30-80 cc.
25

b. Laser Prostatektomi
Laser prostatektomi merupakan penembakan sinar berenergi
untuk menghancurkan jaringan hiperplastik prostat.
c. Transurethral Insicion of the Prostate (TUIP) Termoterapi
merupakan tindakan memanaskan jaringan prostat
menggunakan transurethral microwave, transurethral needle
ablation, atau high intensity focused ultrasound hingga suhu
450C untuk menimbulkan nekrosis dan koagulasi jaringan
tersebut.
d. Termoterapi Kelenjar Prostat
Stent merupakan alat medis yang dapat dipasang di dalam
lumen saluran antara leher vesica urinaria dan area proksimal
dari colliculus seminalis.
e. Pemasangan Stent Intraluminal
Stent merupakan alat medis yang dapat dipasang di dalam
lumen saluran antara leher vesica urinaria dan area proksimal
dari colliculus seminalis.
f. Operasi Terbuka
Terdapat dua jenis pembedahan terbuka, yaitu metode Freyer
melalui transvesikal dan metode Millin secara retropubik.
Pembedahan dengan operasi terbuka baru dianjurkan ketika
volume prostat telah mencapai angka melebihi 80 cc. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa operasi terbuka merupakan cara
operasi yang sangat invasif dengan angka morbiditas tinggi.
g. Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan pemasangan kateter dengan
tujuan memudahkan rilis urin. Kateterasi kerap digunakan untuk
menangani retensi urin kronik pada pasien yang tidak dapat
menerima operasi. Kateterisasi dapat bersifat intermiten, atau
clean intermittent catheterization (CIC), maupun menetap.
26

J. Discharge Planning
Discharge Planning menurut (Nila Noprida, 2015) adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang dan adekuat (cukup).
2. Jus buah dan sayuran tinggi serat dapat digunakan untuk
memudahkan buang air besar dan mencegah mengejan yang
berlebihan.
3. Latihan otot-perineal dilakukan dengan menekan bokong
bersamaan, tahan posisi ini, rileks. Latihan ini dapat dilakukan 10
sampai 20 kali setiap jam ketika duduk atau berdiri.
4. Coba untuk memutuskan aliran air kencing setelah mulai buang air
kecil, tunggu beberapa detik dan kemudian lanjutkan.
5. Dianjurkan untuk berkemih secepatnya ketika merasakan keinginan
untuk berkemih.
6. Kembalinya Kemampuan mengontrol buang air kecil adalah proses
yang bertahap, pasien dapat terus merasa berkemih tidak tuntas
setelah dipulangkan dan rasa tersebut harus secara bertahap hilang
(hingga 1 tahun).
7. Air kencing mungkin tampak keruh selama beberapa minggu setelah
pembedahan dan kembali jernih ketika area prostat menyembuh.
8. Dalam masa penyembuhan (6 - 8 minggu) pasien tidak boleh
melakukan aktivitas seperti mengejan ketika buamg air besari,
mengangkat barang berat. Hal ini dapat meningkatkan tekanan pada
pembuluh darah balik dan menyebabkan keluarnya darah.
9. Pasien harus menghindari perjalanan jarak jauh dengan motor dan
latihan berat yang dapat meningkatkan perdarahan.
10. Minum cukup cairan (paling sedikit 3000-4000 ml) untuk mencegah
dehidrasi, yang dapat meningkatkan terbentuknya jendalan darah
dan menyumbat aliran air kencing.
27

11. Tanda-tanda seperti perdarahan, keluarnya jendalan darah,


penurunan aliran air kencing, atau gejala infeksi saluran kemih harus
dilaporkan ke dokter.
12. Minum obat sesuai dengan yang diresepkan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari data yang didapat melalui penelitian yang telah dilakukan
dengan sumber data yang akurat didapatkan prevalensi pasien BPH
(Benign Prostat Hyperplasia) di Rumah Sakit Akademis Jaury Jusuf
putra pada tahun 2022 sejak bulan Januari sampai bulan Oktober
sebanyak 55 pasien. Tindakan pembedahan merupakan salah satu
tindakan yang membutuhkan waktu cepat untuk penyembuhan BPH
sehingga penanganan yang sering dilakukan jika pasien sudah
terdiagnosis BPH yaitu pembedahan. Salah satu tindakan pembedahan
yang paling banyak dilakukan pada pasien BPH adalah pembedahan
Transuretal Resection of The Prostate (TURP).

B. SARAN
Apabila timbul tanda dan gejala seperti kesulitan buang air kecil
serta buang air kecil yang tidak tuntas, maka segera konsul ke dokter
agar segera ditindaklanjuti sebagai penanganan awal pasien dengan
BPH.

28
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, fadila ilma. (2019). Asuhan keperawatan pada klien post open
prostatektomi atas idnikasi benigna prostat hiperlasia dengan
gangguan rasa nyaman nyeri di ruang topas di rsud adar. slamet
garut. Karya Tulis Ilmiah, 1–58.
http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/1218

Amalia, R. (2019). Faktor-faktor resiko terjadinya pembesaran prostat jinak


(stud Kasus di RS DR . Kariadi , RSI Sultan Agung, RS Roemani
Semarang) Risk Factors the Happening of Benign Prostatic
Hyperplasia ( Case Study at Kariadi , Roemani and Islamic Sultan
Agung Hosp. Jurnal Unimus, 1, 4–8.

Anhu, R. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.S DENGAN


POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DI RUANG
PERAWATAN BEDAH KELAS III RSUD KOTA BAUBAU TAHUN
2020. 21(1), 1–9.

Ansori. (2015). 済無No Title No Title No Title. Paper Knowledge . Toward


a Media History of Documents, 3(April), 49–58.

Ardana, R. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI TURP


(TRANSURETHAL RESECTION OF THE PROSTATE) PADA TN. P
DAN TN. K DENGAN FOKUS STUDI NYERI DI RSUD TIDAR KOTA
MAGELANG. 1–26.

Bray, F., Ferlay, J., Soerjomataram, I., Siegel, R. L., Torre, L. A., & Jemal,
A. (2018). Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of
incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries.
CA: A Cancer Journal for Clinicians, 68(6), 394–424.
https://doi.org/10.3322/caac.21492

Bruno, L. (2019). Benign Prostatatic Hypeplasia. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Diana, V., & Prasetyo, H. (2020). Analisis Kualitatif Pengetahuan dan
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) di Ruang Alamanda 1 RSUD Sleman. Jurnal Keperawatan,
12(03), 142–153.
https://ejournal.akperykyjogja.ac.id/index.php/yky/article/view/29/20

Ekayani, M., Yulida, N., Wijayanti, Y., & Titis, A. F. (2022). Case Report
Studi Kasus Benign Prostatic. 11(2), 875–882.
http://jku.unram.ac.id/article/download/705/423

Gustikasari, A., & Hardianti Arafah, E. (2020). Pengaruh Faktor Usia


Terhadap Terjadinya Penyakit Benign Prostat Hyperplasia (Bph) Di
Ruang Rawat Inap Rsud Lamaddukelleng Sengkang. Jurnal Ilmiah
Mappadising, 2(September), 133–138.
http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

Ilham Akbar Choirul Umam, Irawiraman, H., & Sawitri, E. (2020).


Hubungan Usia dengan Kadar Prostate Specific Antigen pada
Penderita Benign Prostatic Hyperplasia di Laboratorium Patologi
Anatomi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Sains Dan
Kesehatan, 2(4), 467–471. https://doi.org/10.25026/jsk.v2i4.224

Kemenkes RI. (2020). Profil Kes Indo 2019. In Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf

Kocjancic, E., & Iacovelli, V. (2018). Benign prostatic hyperplasia (BPH).


Encyclopedia of Reproduction, 1(2), 467–473.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-3.64812-2

Maulana, D. A. (2021). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Batu Saluran


Kemih Pada Pasien Benign Prostate Hyperplasia. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional, 3(3), 603–610.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/vie
w/557
Nila Noprida. (2015). Edukasi Klien Bph Post Turp Di Rumah. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, 1–6.

Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada sistem perkemihan


dan penatalaksanaan keperawatan (1st ed.). Deepublish.

Pralisa, K., Dewi, D. A. K., & Ilmiawan, M. I. (2021). Gambaran etiologi


penyakit ginjal kronik stadium V pada pasien rawat inap di RSUD
Dokter Soedarso Pontianak tahun 2017-2018. Jurnal Cerebellum,
6(3), 59. https://doi.org/10.26418/jc.v6i3.45308

Purnomo, B. B. (2016). Dasar-dasar urologi (3rd ed.). Jakarta: Sagung


Seto.

Raffelstha, F., & Herizal, H. (2020). Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan
International Prostate Symptom Score pada Pasien Benign Prostatic
Hyperplasia. Jikesi, 179–184.
http://jikesi.fk.unand.ac.id/index.php/jikesi/article/view/147

Ramsky, D. (2021). Benign prostatic hyperplasia yang ditangani dengan


prostatektomi terbuka: sebuah laporan kasus 1). 4(2), 43–48.

Sumberjaya, I. W., & Mertha, I. M. (2020). Mobilisasi Dini dan Penurunan


Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi TURP Benign Prostate
Hyperplasia. Jurnal Gema Keperawatan, 13(1), 43–50.
https://doi.org/10.33992/jgk.v13i1.1220

Sutanto, R. L. (2021). Hiperplasia Prostat Jinak. JIMKI: Jurnal Ilmiah


Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 8(3), 90–97.
https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.230

Sutysna, H. (2016). Tinjauan Anatomi Klinik Pada Pembesaran Kelenjar


Prostat. Buletin Farmatera, 1(1), 5.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/buletin_farmatera/article/view/825
Tjahjodjati., Soebadi, D. M., Umbas, R., Purnomo, B. B., Widjanarko, S.,
Mochtar, C. A., Tarmono., Rasyid, N., Noegroho, B. S., Prasetyawan,
W., Danarto. H. R., warli, S. M., Hamid, A. R. A. H., Syahri, S., &
Hakim, L. (2017). Panduan penatalaksanaan klinis pembesaran
prostat jinak (3rd ed.). Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
https://www.iaui.or.id/public-section/article_bph
33

FORMAT PENGKAJIAN
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris
Jl. MAIPA NO.19 MAKASSAR

KAJIAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa Yang Mengkaji: Kelompok Mawar NIM:

Unit : Mawar Autoanamnese :√

Kamar : B Alloanamnese :√

Tanggal masuk RS : 26-09-2022

Tanggal pengkajian : 27-09-2022


I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN

Nama initial : Tn. B

Umur : 63 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Jumlah anak :4

Agama/ suku : Islam/ Bugis

Warga negara : Indonesia

Bahasa yang digunakan : Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat rumah : Jln. Sungai poso no.35

B. PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny. AN
Umur : 53 tahun

Alamat : Jln. Sungai Poso No.35

Hubungan dengan pasien : Istri


34

II. DATA MEDIK

Diagnosa medik

Saat masuk : Hyperplasia prostate

Saat pengkajian : Post Op TURP (Transurethral Resection Of The Prostate)

III. KEADAAN UMUM

A. KEADAAN SAKIT

Pasien tampak sakit ringan/ sedang / berat / tidak tampak sakit


Alasan: Pasien tampak terbaring lemah, tampak terpasang infus di tangan kiri,
tampak terpasang kateter.

B. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
Skala koma Glasgow (kuantitatif)
a. Respon motorik :6
b. Respon bicara :5
c. Respon membuka mata :4
Jumlah :15
Kesimpulan : pasien sadar penuh
2. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
MAP : 106,6 mmHg
Kesimpulan : Perfusi ginjal tidak memadai

3. Suhu : 36,40C di Oral √ Axilla Rectal


4. Pernapasan: 20x/menit
Irama: √ Teratur Bradipnea Takipnea Kusmaul Cheynes-
stokes

Jenis: √ Dada Perut

5. Nadi: 90x/menit

Irama: √ Teratur Bradikardi Takikardi Kuat Lemah


35

C. PENGUKURAN

1. Lingkar lengan atas : -

2. Tinggi badan : 164cm

3. Berat badan : 67kg

4. IMT (Indeks Massa Tubuh) : 25 kg/m2

Kesimpulan : Berat badan ideal

D. GENOGRAM

63

Keterangan:

Laki-laki

Perempuan

Laki- laki meninggal


meninggal

Perempuan meninggal
Perempuan meninggal

Pasien
36

IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

A. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


1. Keadaan sebelum sakit:
Pasien mengatakan kesehatan paling penting dan sangat berharga, pasien
mengatakan saat sakit, pasien langsung memeriksakan kesehatannya ke
puskesmas dan selalu rutin memeriksakan kesehatannya setiap 1 bulan
sekali, selain itu, pasien juga selalu menjaga kebersihan diri seperti sikat
gigi 2x sehari, mandi dan selalu rutin mengikuti senam setiap 1 bulan sekali
yang diadakan oleh Puskesmas Makassar. Pasien mengatakan
mengonsumsi vitamin C, untuk memperkuat sistem imun dan juga
mengonsumsi vitamin B6, selain itu pasien juga rutin minum jamu diabetes
1x sehari. Pasien mengatakan ia pernah merokok dan minum alkohol saat
masih remaja namun sudah berhenti sejak tahun 1994 karena pasien
merasa hal itu kurang baik untuk kesehatan. Pasien mengatakan selalu
rutin ke RS setiap 1 bulan sekali untuk pemeriksaan terkait penyakit
prostatnya, pasien juga rajin mengonsumsi obat prostat yang diberikan
dokter sejak 2 tahun lalu namun 6 bulan terakhir pasien mengonsumsi obat
prostat yang berbeda yaitu obat harnal dan tamsulasin.
Riwayat penyakit saat ini :
a) Keluhan utama : Nyeri post op
b) Riwayat keluhan utama :
Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi seperti
tertusuk-tusuk dan menetap pada bekas luka operasi. pasien
mengatakan nyeri muncul terus-menerus ± 1 jam setelah operasi,
dengan skala nyeri 9. Tampak pasien meringis dan gelisah.
Riwayat penyakit yang pernah dialami :
Pasien mengatakan pernah mengalami DM Tipe 2 dan Hipertensi sejak 2
tahun yang lalu.

Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan tidak ada penyakit


keturunan dikeluarganya
Pemeriksaan fisik :
a) Kebersihan rambut : rambut tampak bersih, berwarna hitam dan
terdapat rambut putih, tampak tidak berminyak dan tidak ada ketombe.
37

b) Kulit kepala : tampak kulit kepala bersih, tidak ada lesi.


c) Kebersihan kulit : tampak kulit bersih, tampak tidak ada lesi.
d) Higiene rongga mulut : tampak mulut bersih, tidak ada aptae, tidak
tampak adanya peradangan pada tonsil.
e) Kebersihan genetalia : tampak bersih dan tidak ada kotoran yang
menempel
f) Kebersihan anus : tampak anus bersih, tidak ada peradangan sekitar
area luar dan tidak tampak hemoroid.

B. POLA NUTRISI DAN METABOLIK


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu nasi, ikan bakar dan
berbagai jenis sayur. Pasien mengatakan sering makan coto biasanya 4x
dalam seminggu, mengkonsumsi sayur yang dimasak santan, dan
gorengan. Awalnya suka mengonsumsi makanan manis seperti permen,
kue kering dan biskuit namun dalam 2 tahun terakhir pasien mulai
mengurangi konsumsi makanan manis karena pasien menderita DM Tipe 2.
Pasien mengatakan tidak mengonsumsi vitamin penambah nafsu makan.
Pasien mengatakan makanan kesukaannya adalah ikan bakar, pasien
biasanya minum kopi hitam 1 gelas tiap pagi, dan minum air mineral kurang
lebih 8 gelas atau sekitar 2 liter/ hari.
2. Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit makan 3x sehari, namun kurang nafsu
makan, makan sekitar 4 sendok bubur dan 1 buah perkedel dan minum
kurang lebih 2 liter air mineral, serta tidak mengonsumsi suplemen
penambah nafsu makan selama dirawat di RS.
Observasi :
tampak pasien tidak menghabiskan makanannya, tampak sisa makanan
setengah porsi.
3. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan rambut : tampak rambut bersih, tampak beberapa rambut
putih, tidak ada ketombe dan rambut tidak berminyak.
b) Hidrasi kulit : turgor kulit elastis.
c) Palpebra/conjungtiva : tampak palpebra tidak edema, tampak
38

kongjungtiva tidak anemis.


d) Sclera : tampak tidak ikterik.
e) Hidung : tampak hidung bersih, tidak ada polip, tidak ada
peradangan, tampak ada rambut hidung.
f) Rongga mulut : Tampak bersih, tidak berbau, tampak gusi tidak
meradang.
g) Gigi : tampak adanya karang gigi, gigi yang tanggal 10 ada gigi, 5
gigi atas dan 5 gigi bawah, tampak pasien tidak menggunakan gigi
palsu.
h) Kemampuan mengunyah keras : pasien mampu mengunyah keras.
i) Lidah : tampak lidah bersih.
j) Pharing : tidak ada perdangan.
k) Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran.
l) Kelenjar parotis : tidak ada pembesaran.
m) Abdomen :
1. Inspeksi : tampak abdomen membuncit
2. Auskultasi : 5x/menit
3. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4. Perkusi : terdengar tympani
n) Kulit :
1. Edema : negatif
2. Ikterik : negatif
3. Tanda-tanda radang : tidak ada
o) Lesi : tidak ada lesi

C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan biasanya BAB 1-2x/ hari, berwarna coklat dan keras,
sehingga pasien minum serat untuk mengatasi masalah BABnya. Pasien
mengatakan mampu mengontrol BAB dan tidak pernah menggunakan
laksatif. Pasien mengatakan biasanya BAK 4-8x/hari, berwarna jernih,
kadang-kadang berwarna kuning, sering tidak tuntas saat BAK dan saat
keluar lambat, terputus-putus serta mengejan saat akan BAK.
39

2. Keadaan sejak sakit :


Pasien mengatakan sejak sakit belum BAB, tidak mengalami peningkatan
keringat dan BAK pasien menggunakan kateter.

Pada tanggal 29 September 2022 pasien mengatakan sudah merasa legah


dan nyaman karena pengeluaran urin pasien terasa lancar.
Observasi :
Tampak terpasang kateter, tampak terpasang NaCl 0,9% 1000ml, urin
550cc, berwarna merah dan tidak berbusa.
Pada tanggal 29 September 2022 tampak urine berwarna kuning jernih,
jumlah urin 900cc.
Pemeriksaan fisik :
a) Peristaltik usus : 5x/menit
b) Palpasi kandung kemih : Penuh √
Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal : Positif Negatif

d) Mulut uretra : tampak bersih dan tidak ada infeksi atau peradangan
e) Anus :
1. Peradangan : tampak tidak ada peradangan.
2. Hemoroid : tampak tidak hemoroid.
3. Fistula : tampak tidak ada fistula.

D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN

1. Keadaan sebelum sakit :

Pasien mengatakan ia bekerja sebagai pengawas bangunan, setiap hari


senin sampai jumat dan di hari sabtu selalu rutin mengikuti senam di
Puskesmas Makkasau sebelum pandemi namun selama pandemi selalu
mengikuti senam yang diadakan 1x sebulan di awal bulan. Pasien
mengatakan setiap sabtu biasanya selalu mengikuti kerja bakti di sekitar
lorongnya dan biasanya menonton TV diwaktu senggang.
Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit tidak bisa melakukan aktivitas harian seperti
biasanya, sehingga dibantu istri untuk makan dan minum, berganti pakaian
dan mejaga kerapihan.
40

2. Observasi : tampak pasien dibantu keluarga untuk makan dan minum


a) Aktivitas harian :
1. Makan :0
0: mandiri
2. Mandi :2
3. Pakaian :2 1 : bantuan dengan alat
2 : bantuan orang
4. Kerapihan :2 3: bantuan alat dan orang
5. Buang air besar : 3
4: bantuan penuh
6. Buang air kecil :2
7. Mobilisasi di tempat tidur :2
b) Postur tubuh : tidak dikaji karena pasien tirah baring.
c) Gaya jalan : tidak dikaji karena pasien tirah baring.
d) Anggota gerak yang cacat : tampak tidak ada anggota gerak yang
cacat.
e) Fiksasi: : tampak tidak ada fiksasi.
f) Tracheostomi : tampak tidak terpasang tracheostomi.
3. Pemeriksaan fisik
a) Tekanan darah
Berbaring : 140/90 mmHg
Duduk :120/80 mmHg
Berdiri: tidak dikaji karena pasien masih dalam efek sedasi.
Kesimpulan : Hipotensi ortostatik : - Positif - Negatif
-
b) HR : 90 x/menit.
c) Kulit :
Keringat dingin : tampak pasien keringat dingin
Basah : tampak keringat basah di kulit kepala pasien
d) JVP : 5-2 cmH2O.
Kesimpulan : perfusi jantung memadai.
e) Perfusi pembuluh kapiler kuku : kembali dalam ≤ 3 detik.
f) Thorax dan pernapasan
1. Inspeksi:
Bentuk thorax: tampak simetris kanan dan kiri dan tidak ada
kelainan bentuk.

Retraksi interkostal : tidak ada.


41

Sianosis : tidak terdapat sianosis.


Stridor : tidak ada stridor.
2. Palpasi :
Vocal premitus : Teraba kedua lapang paru sama getarannya.
Krepitasi : tidak teraba adanya krepitasi.
3. Perkusi :
√ Sonor Redup Pekak
Lokasi : di kedua lapang paru.
4. AuskultasI
Suara napas : vesikuler
Suara ucapan : normal.
Suara tambahan : tidak terdengar suara tambahan.
g) Jantung
1. Inspeksi :
Ictus cordis : tidak tampak.
2. Palpasi :
HR : 96x/menit
3. Perkusi :
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra.
Batas bawah jantung : ICS V linea medio clavilaris sinistra.
Batas kanan jantung : ICS II linea sternalis dextra.
Batas kiri jantung : ICS V linea media clavicularis sinistra.
4. Auskultasi :
Bunyi jantung II A : tunggal ICS II linea sternalis dextra.
Bunyi jantung II P : tunggal ICS II linea media clavikularis
sinistra.
Bunyi jantung I T : tunggal ICS IV linea sternalis sinistra.
Bunyi jantung I M : ICS V linea medio clavikularis sinistra.
Bunyi jantung III irama gallop : tidak terdengar.
Murmur : tidak terdengar.
Bruit : Aorta : tidak terdengar.
A.Renalis : tidak terdengar.
A. Femoralis : tidak terdengar.
42

h) Lengan dan tungkai

1. Atrofi otot : Positif √ Negatif


2. Rentang gerak : terbatas.
Kaku sendi : tidak terdapat kaku sendi.
Nyeri sendi : tidak terdapat nyeri sendi.
Fraktur : tidak tampak fraktur.
Parese : tidak ada parese.
Paralisis : tidak ada palralisis.

3. Uji kekuatan otot

Kanan Kiri
Tangan 3 3
Kaki 3 3

Keterangan :
Nilai 5 : kekuatan penuh.
Nilai 4 : kekuatan kurang dibandingkan sisi yang lain.
Nilai 3 : mampu menahan tegak tapi tidak mampu melawan tekanan.
Nilai 2: mampu menahan gaya gravitasi tapi dengan sentuhan akan
jatuh.
Nilai 1: tampak kontraksi otot, ada sedikit gerakan.
Nilai 0: tidak ada kontraksi otot, tidak mampu bergerak.
4. Refleks fisiologi :biceps, triceps, patella, achites positif.
5. Refleks patologi :
Babinski, kiri dan kanan negatif.
Clubbing jari-jari : tidak adanya clubbing jari-jari.
Varises tungkai : tidak adanya varises tungkai.
Columna vetebralis:

6. Inspeksi : Lordosis Kiposis Skoliosis

7. Palpasi : Tidak dikaji.


Kaku Kuduk : Tidak ada kaku kuduk.
43

E. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan biasanya tidur jam 1 malam dan bangun jam 5 subuh,
tidur sekitar 5 jam/hari dan tidur siang kurang lebih 1 jam. Setelah bagun
pagi pasien selalu melakukan aktivitasnya seperti mandi, makan dan pergi
bekerja. Pasien mengatakan tidur dalam suasana terang, menggunakan
kipas angin, tidak menggunakan obat tidur dan sebelum tidur selalu
menonton TV terlebih dahulu hingga tidur.
2. Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit sulit tidur karena lingkungan rumah sakit
yang tidak sesuai dengan kebiasaannya di rumah, sehingga biasanya tidur
sekitar 2 jam dan sering terbangun saat tidur karena merasa gelisah.
Pasien mengatakan tidur dengan kondisi pencahayaan terang dan merasa
tidak puas setelah bangun tidur sehingga merasa tidak segar saat bangun.
Observasi :
Ekspresi wajah mengantuk : positif
Banyak menguap: positif
Palpebra inferior gelap: negatif

F. POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran, penglihatan,
pengecapan, gangguan penciuman dan perabaan namun pasien
menggunakan kacamata. Pasien mengatakan ia tidak ada kesulitan dalam
mempelajari sesuatu dan bila ada rasa tidak nyaman yang dialami biasanya
pasien beristirahat.
2. Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan menggunakan kacamata, tidak ada gangguan
pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan perabaan serta
mudah dalam mempelajari sesuatu. Pasien mengatakan bila ada rasa nyeri,
diberikan obat pereda nyeri. Pasien mengatakan mampu mengenali saat ini
ia sedang dirawat di Rumah Sakit Akademis di ruang mawar, sejak tanggal
26 September 2022 dan ditemani oleh istri.
44

3. Observasi :
Tampak pasien menggunakan kacamata dan mampu mengenali waktu,
tempat dan orang.
4. Pemeriksaan fisik
a) Penglihatan
Kornea : tampak jernih.
Pupil : isokor kanan kiri.
Lensa mata : jernih.
TIO : teraba sama kanan dan kiri.
Pendengaran
Pina : tampak simetris kanan kiri.
Kanalis : tampak bersih.
Membrane timpani : tampak utuh.
4. Pengenalan rasa pada gerakan lengan dan tungkai : Pasien mampu
mengenal gerakan lengan dan tungkai.

G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan ia adalah kepala keluarga yang bertugas untuk mencari
nafkah untuk keluarganya, ia adalah orang yang tidak mudah takut, putus
asa dan selalu bersemangat dalam hidupnya.

2. Keadaan sejak sakit :


Pasien mengatakan merasa tidak enak pada istrinya karena kondisi
kesehatannya, mudah merasa cemas selama sakit karena tidak bisa bekerja
dan berkumpul bersama teman kerjanya.
3. Observasi : Tampak pasien terbaring di tempat tidur, tampak pasien cemas
a) kontak mata : mata pasien tertuju ke perawat.
b) rentang perhatian : perhatian penuh, konsentrasi saat diajak bicara.
c) suara dan cara bicara : suara pasien terdengar jelas.
d) Postur tubuh : tidak dikaji karena pasien tirah baring
45

4. Pemeriksaan Fisik :
a) kelainan bawaan yang nyata : tampak tidak ada kelaianan bawaan
b) bentuk atau postur tubuh : tidak dikaji karena pasien tirah baring
c) kulit : tampak bersih, tampak tidak ada lesi

H. POLA PERAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan ia adalah seorang kepala keluarga dan ketua RW
yang bertanggung jawab bagi keluarga dan warganya. Pasien
mengatakan sering mengikuti sosialisasi dengan warga di tempatnya dan
sering bercerita dan bercanda gurau.

2. Keadaan sejak sakit :


Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam hubungan keluarga antara
pasien dengan keluarganya.
3. Observasi :
Pasien tidak ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan interaksi
dengan keluarga. tampak keluarga datang menjenguk pasien.

I). POLA REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan ia adalah seorang laki-laki sekaligus suami yang baik
dan sudah memiliki 4 orang anak. Pasien mengatakan tidak mengalami
masalah pada reproduksinya atau seksualitasnya.
2. Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan tidak ada penyimpangan seksualitas dan tidak ada
masalah yang berhubungan dengan sistem reproduksinya saat ini.
3. Observasi :
Tampak tidak ada perilaku menyimpang pada pasien, tampak pasien
berperilaku layaknya seorang laki-laki.
4. Pemeriksaan fisik :
Tidak ada masalah yang ditemukan
46

J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRESS


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan jika ada masalah atau banyak pikiran pasien selalu
bercerita ke keluarga atau teman dekatnya untuk mencari jalan keluar dari
masalahnya.
2. Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit hanya beristirahat dan menenangkan
pikiran dari kejadian yang dialaminya atau sakit yang dialami. Perasaan
keluarga terhadap penyakit pasien saat ini adalah keluarga merasa sedih
akan tetapi keluarga terus memotivasi dan menjaga pasien dengan baik
agar cepat pulih.
3. Observasi :
Tampak ekspresi wajah pasien biasa saja.

K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN


1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan ia beragama islam, dan selalu rajin beribadah sholat
dan membaca alquran.
2. Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit pasien jarang melakukan sholat akan
tetapi pasien selalu mendengarkan lantunan suara shalawat lewat hp dan
kadang-kadang membaca alquran.
3. Observasi :
Tampak ada alquran di samping tempat tidur pasien.
47

Uji Saraf Kranial

A. N.I : Tampak pasien mampu mencium aroma minyak kayu putih.


B. N. II : Tampak pasien mampu membaca tulisan font 12 dengan jarak 30cm.
C. N. III,IV,VI : Tampak pasien mampu menggerakkan bola mata ke segala arah,
reflek terhadap cahaya positif
D. N. V :
S : Pasien mampu merasakan goresan tissue di dahi, pipi dan dagu
M : Tampak pasien mampu menggigit keras
E. N. VII :
S : Pasien dapat merasakan asin, pahit dan manis
M : Pasien mampu mencucurkan bibir, tampak pasien mampu
mengangkat alis, tersenyum dan menggerutkan dahi
F. N. VIII :

Vestibularis : Tidak di kaji (belum di izinkan berdiri)

Akustikus : Pasien mampu mendengarkan goresan jari perawat

G. N. IX : Tampak ovula berada di tengah


H. N. X : Tampak pasien mampu menelan
I. N. XI : Tampak pasien mampu mengangkat bahu kiri dan kanan
J. N. XII : Tampak pasien mampu menjulurkan lidah dan mendorong pipi
menggunakan lidah

VII. TERAPI
1. Anbacim 1gr/12 jam/IV
a. DefInisi :
Anbacim adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran
napas atas dan bawah, saluran kemih dan kelamin, kulit dan jaringan
lunak. Anbacim mengandung cefuroxime yang digunakan untuk
mengobati berbagai infeksi bakteri. obat ini termasuk golongan obat yang
dikenal sebagai antibiotik sefalosporin.
b. Mekanisme kerja obat: Obat ini bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri.
48

c. Dosis :
1) Anbacim Kaplet
a) Dewasa dan anak usia > 12 tahun: ½ kaplet, diminum 2 kali sehari,
dosis dapat ditingkatkan sampai dengan 1 kaplet diminum 2 kali
sehari.
b) Bayi dan anak usia ≤12 tahun: 125 mg, diminum 2 kali sehari
c) Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi: dosis 125-250 mg diminum 2
kali sehari.
2) Anbacim Injeksi
e) Dewasa: 750 mg-1,5 g melalui injeksi intramuskular (melalui otot)
atau intravena (melalui pembuluh darah), di suntikkan setiap 8 jam
selama 5-10 hari. Jika perlu, dosis dapat di tingkatkan menjadi 3-6 g
/ hari setiap 6 jam.
f) Anak dan bayi usia > 3 bulan: 50-100 mg / kg berat badan / hari
setiap 6-8 jam.
d. Indikasi : infeksi saluran napas bawah, ISK, infeksi jaringan lunak, tulang
dan sendi, infeksi obstetrik dan ginekologis, GO, septikemia dan
meningitis. Profilaksis pada infeksi abdomen, pelvis, ortopedik, jantung,
paru, operasi esofageal dan vaskuler.
e. Kontra Indikasi : sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang
hipersensitif atau alergi dengan sefalosporin.
f. Efek Samping :
1) Gangguan gastrointestinal
2) rasa sakit pada tempat injeksi
3) kadang tromboplebitis
2. Santagesik 1 amp/8 jam/IV
a. Definisi :
Santagesik adalah sediaan obat dalam bentuk injeksi, sirup, dan tablet
yang diproduksi oleh Sanbe Farma. Santagesik mengandung Metamizole
sodium anhydrate yang digunakan untuk mengatasi nyeri akut atau kronik
berat, seperti sakit kepala, sakit gigi, tumor, nyeri pasca operasi dan nyeri
pasca cedera, nyeri berat yang berhubungan dengan spasme otot polos
(akut atau kronik) misalnya spasme otot atau kolik yang mempengaruhi
The gastrointestinal tract (GIT), ginjal, atau saluran kemih bagian bawah.
49

b. Mekanisme Kerja : obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja


hormon prostaglandin, senyawa yang menyebabkan nyeri dan
peradangan.
c. Dosis:
1) Dewasa: 0,5-1 gram, 3-4 kali sehari, dosis maksimal adalah 4 gram per
hari. Durasi pengobatan selama 3-5 hari.
2) Anak-anak usia 3 bulan: 8-16 mg.kgBB sebagai dosis tunggal. Jika
masih diperlukan, dosis dapat diulang hingga 3-4 kali.
d. Indikasi: Demam, nyeri, sakit kepala, sakit gigi, nyeri akibat peradangan.
e. Kontraindikasi: Tidak boleh digunakan oleh pasien yang telah diketahui
memiliki alergi terhadap kandungan obat Santagesik.
f. Efek samping :
1) Reaksi alergi parah (anafilaksis)
2) Sesak nafas
3) Gatal
4) Ruam
5) Angioedema berat atau bronkospasme
6) Aritmia kordis
7) Tekanan darah rendah
3. Ranitidine 1 amp/12 jam/IV
a. Definisi :
Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk mengobati gejala atau
penyakit yang berkaitan dengan produksi asam lambung berlebih.
Beberapa kondisi yang dapat ditangani dengan ranitidin adalah
tukak lambung, penyakit maag, penyakit asam lambung (GERD), dan
sindrom Zollinger-Ellison. Ranitidine merupakan golongan Kelas
terapi: Antasida, antirefluks, dan antiulserasi Klasifikasi obat: Antagonis
reseptor histamin H2.
b. Mekanisme Kerja :
Mekanisme pertama, ranitidin menduduki reseptor H2 yang berfungsi
menstimulasi sekresi asam lambung sehingga histamin yang diproduksi
oleh sel ECL gaster dapat dihambat. Sedangkan mekanisme kedua,
50

substansi lain seperti gastrin dan asetilkolin yang menyebabkan sekresi


asam lambung akan berkurang efektifitasnya pada sel parietal jika
reseptor H2 dihambat.

c. Dosis:
1) Dewasa: 50 mg yang diberikan melalui intravena sebagai dosis utama,
dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg berat badan/jam melalui infus.
Lalu, diberikan secara oral dengan dosis 150 mg, minum sebanyak dua
kali per hari.
2) Anak: 1 mg/kg berat badan (maksimal 50 mg) melalui intravena.
Lakukan setiap 6-8 jam.
d. Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia
episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H. pyliri,
sindrom zollinger-ellison, kondisi lain untuk mengurangi asam lambung.
e. Kontraidikasi :
Obat Ranitidine sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang pernah
mengalami keluhan porfiria akut.
f. Efek samping :
1) Sakit kepala
2) Sembelit
3) Diare
4) Mual
5) Muntah
6) Sakit perut
4. Vip Albumin
a. Definisi :
Vipalbumin adalah suplemen yang diproduksi oleh Royal Medicalink
Pharmalab. Suplemen ini mengandung ekstrak Ophiocephalus striatus
yang digunakan untuk meningkatkan kadar albumin dan hemoglobin,
sekaligus menjaga daya tahan tubuh. suplemen ini juga dapat digunakan
untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi, menghilangkan
51

edema, dan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Vip albumin


merupakan golongan obat herbal.
b. Cara kerja obat : mengatur dan menjaga cairan pada pembuluh darah
agar tidak bocor ke jaringan sekitar.
c. Dosis: hipoalbumin: 3x sehari 4 kapsul
maintenace: 3x sehari 2 kapsul
d. Indikasi : membantu memelihara kesehatan.
e. Kontraindikasi : alergi ikan gabus atau bahan lain yang terkandung dalam
vip albumin.
f. Efek samping
1) Gatal dan ruam pada kulit.
2) Pembengkakan pada wajah, bibir, saluran napas.
3) Terkadang sesak napas.
5. NaCl 0,9 %, 20 TPM

a. Definisi :

NaCl 0,9% atau cairan salin normal merupakan cairan kristaloid yang
sering digunakan secara intravena untuk resusitasi cairan, misalnya pada
kasus dehidrasi berat, syok hipovolemia, alkalosis metabilik yang disertai
kehilangan cairan dan deplesi natrium ringan.

b. Dosis :

Dosis penggunaan NaCl sangat bergantung pada pada usia, berat badan,
kondisi klinis, dan penentuan hasil laboratorium pasien.

c. Indikasi :

NaCl 0,9 persen digunakan pada kondisi kekurangan natrium dan klorida,
pengganti cairan isotonik plasma, juga digunakan sebagai pelarut sediaan
injeksi.

d. Kontraindikasi :

Jangan gunakan NaCl pada kondisi hiperhidrasi, hipernatremia,


hipokalemia, kondisi asidosis, dan hipertensi.

e. Efek samping :

Penggunaan NaCl yang berlebihan dapat menyebabkan hipernatremia.


52

ANALISA DATA

Hari/tanggal: Selasa, 27 September 2022

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Agen Pencedera Nyeri Akut
P: Pasien mengatakan nyeri pada Fisik (Prosedur (D.0077)
luka bekas operasi Operasi)
Q: Pasien mengatakan nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R: pasien mengatakan nyeri
menetap di bekas luka operasi
S : pasien mengatakan skala nyeri 9
T : pasien mengatakan nyeri muncul
terus menerus kurang lebih 1 jam
setelah operasi
DO :
a. Tampak pasien meringis
b. Tampak pasien gelisah
c. Observasi TTV:
TD : 140/90 mmHg
N : 90x/menit
S : 36,4oC
P : 20x/menit
2 DS : Faktor Risiko: Efek Resiko Infeksi
a. Pasien mengatakan baru Prosedur Invasif
selesai operasi
b. Pasien mengatakan nyeri
masih terus dirasakan
DO :
a. Tampak terpasang kateter
b. Tampak warna urine merah
3 DS : Hambatan Gangguan Pola
a. Pasien mengatakan sulit tidur Lingkungan Tidur (D.0055)
53

b. Pasien mengatakan sering


terbangun saat tidur
c. Pasien mengatakan tidak
puas tidur karena tidak
merasa legas saat bangun
pagi
d. Pasien mengatakan sulit tidur
karena suasana RS yang
tidak sesuai dengan
kebiasaan pasien di rumah
e. Pasien mengatakan hanya
tidur 2 jam pada malam hari.
DO :
a. Tampak pasien mengantuk
b. Tampak pasien menguap

Hari/tanggal : Kamis, 29 September 2022

4. DS: Pasien ingin Kesiapan


Pasien mengatakan sudah merasa meningkatkan peningkatan
lega dan nyaman karena eliminasi urine, eleminasi urine
pengeluaran urin pasien terasa jumlah dan
lancar karakteristik urine
DO : normal
a. tampak terpasang kateter.
b. tampak urine berwarna
kuning jernih.
c. tampak terpasang irigasi
kateter.
54

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri,
skala nyeri 9 (D.0077)
2. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (D.01420)
3. Gangguan pola tidur b/d kurang kontrol tidur d.d sulit tidur, sering terjaga
(D.0055)
4. Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d.d Pasien Ingin Meningkatkan
Eleminasi Urine, Jumlah dan Karakteristik Urine Normal (D.0048) (Kamis, 29
September 2022)
55

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama / Umur : Tn. B / 63 tahun

Ruangan / kamar : Mawar / B

Tanggal SDKI SLKI SIKI


27/09/2022 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1.08238)
pencedera fisik tindakan keperawatan Observasi
DS : selama 4×24 jam, 1. Identifikasi lokasi,
P: Pasien tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
mengatakan nyeri dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
pada luka bekas 1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
operasi menurun Rasional:
Q: Pasien 2. Meringis cukup Untuk mengetahui lokasi,
mengatakan nyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
seperti tertusuk-tusuk 3. Gelisah cukup kualitas, intensitas nyeri
R: Pasien menurun 2. Identifikasi skala nyeri
mengatakan nyeri Rasional:
menetap di bekas Untuk mengetahui tingkat nyeri
luka operasi yang dirasakan pasien
S: Pasien 3. Identifikasi respon nyeri
mengatakan skala non-verbal
nyeri 9 Rasional:
T : Pasien Untuk mengetahui repson
mengatakan nyeri pasien yang tidak disampaikan
muncul terus melalui kata-kata seperti:
menerus kurang lebih menangis, mengaduh,
1 jam setelah operasi meringis, menggit bibir,
DO : gelisah, dll
a. Tampak 4. Identifikasi faktor yang
pasien memperberat dan
meringis memperingan nyeri
b. Tampak Rasional:
pasien gelisah Mengetahui hal-hal yang dapat
56

c. Observasi memperberat atau


TTV: memperingan nyeri yang
TD : 140/90 mmHg dirasakan pasien
N : 90x/menit Terapeutik
S : 36,4oC 5. Berikan teknik
P : 20x/menit nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Rasional:
Mengurangi tingkat nyeri/
mengalihkan pasien dari rasa
nyeri
Edukasi
6. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Rasional:
Pasien dapat mengetahui
penyebab, pemicu, nyeri yang
terjadi pada pasien, dan juga
dapat menurunkan kecemasan
yang dirasakan pasien.
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Rasional:
Mengurangi/menghilangkan
rasa nyeri dirasakan pasien

27/09/2022 Resiko infeksi d/d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)


efek prosedur invasif tindakan keperawatan Observasi
DS : selama 4×24 jam, 1. Monitor tanda dan
a. Pasien kontrol resiko gejala infeksi dan
57

mengatakan meningkat dan tingkat sistemik


baru selesai infeksi menurun, Rasional:
operasi dengan kriteria hasil : Mengetahui tanda dan gejala
b. Pasien Kemampuan infeksi
mengatakan melakukan strategi Terapeutik
nyeri masih kontrol resiko cukup 2. Cuci tangan sebelum
terus meningkat dan sesudah kontak
dirasakan dengan pasien dan
DO : lingkungan pasien
a. Tampak Rasional:
terpasang Mencegah kontaminasi kuman
kateter 3. Pertahankan teknik
b. Tampak aseptik pada pasien
warna urine beresiko tinggi
merah Rasional:
Mencegah penyebaran/
melindungi pasien dari proses
infeksi lain
Edukasi
4. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Rasional:
Memberikan informasi kepada
pasien terkait tanda dan gejala
infeksi
5. Ajarkan cara mecuci
tangan dengan benar
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan
dan men-cegah infeksi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Rasional:
58

Meningkatkan asupan nutrisi


dapat mencegah terjadinya
infeksi karena daya tahan
tubuh yang meningkat
7. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Rasional:
Meningkatkan asupan cairan
dapat membantu
membersihkan bakteri dari
dalam tubuh

Perawatan Selang (I.14568)


Observasi
1. Identifikasi indikasi di-
lakukannya
pemasangan selang
Rasional:
Agar tidak salah dalam
melakukan pemasangan
selang
2. Monitor kepatenan
selang
Rasional:
Memastikan bahwa selang
drainase tidak tergulung,
diklem dengan cara yang tidak
tepat atau terletak dibawah
ketinggian kandung kemih
3. Monitor jumlah, warna,
dan konsistensi
drainase selang
Rasional:
59

Volume cairan didalam urine


bag setelah irigasi dikurangi
dengan volume cairan didalam
urine bag sebelum irigasi untuk
memastikan bahwa semua bag
irigasi telah keluar
Terapeutik
4. Lakukan kebersihan
tangan sebelum dan
setelah perawatan
selang
Rasional:
Mencegah penularan
mikroorganisme
Edukasi
5. Ajarkan mengenali
tanda-tanda infeksi
Pemberian Obat (I.02062)
Observasi
1. Identifikasi
kemungkinan alergi
interaksi dan
kontraindikasi obat
Rasional:
Untuk mengetahui atau
mencegah adanya reaksi
alergi dan kontraindikasi yang
tidak diinginkan
Terapeutik
2. Lakukan prinsip 6 benar
(pasien, obat, dosis,
rute, waktu,
dokumentasi)
60

Rasional:
Memberikan obat sesuai
program terapi
3. Perhatikan prosedur
pem-berian obat yang
aman dan adekuat

Rasional:
Memahami prosedur pem-
berian obat sesuai sediaan.
Edukasi
4. Jelaskan jenis obat,
alasan pemberian
tindakan yang
diharapkan dan efek
samping sebelum
pemberian.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan
pasien tentang obat yang
diberikan
27/09/2022 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.05174)
b/d kurang kontrol tindakan keperawatan Observasi
tidur selam 4×24 jam maka 1. Identifikasi pola aktivitas
DS : pola tidur membaik dan tidur
a. Pasien dengan kriteria hasil : Rasional
mengatakan 1. Keluhan sulit tidur Untuk mengetahui pola
sulit tidur cukup menurun aktivitas dan tidur pasien
b. Pasien 2. Keluhan sering apakah teratur atau tidak
mengatakan terjaga cukup teratur
sering menurun 2. Identifikasi faktor peng-
terbangun saat 3. Keluhan tidak ganggu tidur (fisik dan
tidur puas tidur cukup atau psikologis)
c. Pasien menurun Rasional
61

mengatakan 4. Keluhan pola tidur Mengetahui penyebab dari


tidak puas berubah cukup gangguan tidur yang di alami
tidur karena menurun pasien
tidak merasa 5. Keluhan istirahat Terapeutik
lega saat tidak cukup 3. Modifikasi lingkungan
bangun pagi menurun Rasional:
d. Pasien Meningkatkan kenyamanan
mengatakan tidur pasien
sulit tidur 4. Anjurkan menepati ke-
karena biasaan waktu tidur
suasana RS Rasional:
yang tidak Mendapatkan waktu tidur yang
sesuai dengan cukup
kebiasaan 5. Lakukan prosedur untuk
pasien di meningkat kenyamanan
rumah Rasional:
e. Pasien Meningkatkan kenyamanan
mengatakan pasien
hanya tidur 2 Edukasi
jam pada 6. Jelaskan pentingnya
malam hari. cukup tidur selama sakit
DO : Rasional:
a. Tampak Mengetahui pentingnya tidur
pasien untuk penyembuhan
mengantuk
b. Tampak
pasien
menguap
29/09/2022 Kesiapan Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Urine
peningkatan eliminasi tindakan keperawatan (I.04152)
urine d.d pasien ingin selama 3×24 jam Observasi
meningkatkan maka diharapkan 1. Monitor eliminasi urine
eliminasi urin, jumlah eliminasi urin membaik (mis.frekuensi,
62

dan karakteristik urin dengan kriteria hasil : konsistensi, aroma,


normal 1. Frekuensi BAK volume, dan warna)
DS: cukup membaik Rasional:
Pasien mengatakan 2. Karakteristik urin Agar dapat mengetahui
sudah merasa lega cukup membaik karakteristik urine dengan baik
dan nyaman karena Terapeutik
pengeluaran urin 2. Catat waktu dan
pasien terasa lancar haluaran berkemih
DO : Rasional:
a. tampak Agar dapat mengetahui
terpasang apakah pasien dapat berkemih
kateter. secara teratur atau tidak
b. tampak urine Edukasi
berwarna 3. Ajarkan mengukur
kuning jernih. asupan cairan dan
c. tampak haluaran urine
terpasang Rasional:
irigasi kateter. Dapat mengetahui apakah
adanya keseimbangan antara
asupan (input) dan haluaran
(output)
4. Ajarkan mengenai tanda
berkemih dan waktu
yang tepat untuk
berkemih
Rasional:
Dapat mengenali dan
mengetahui tanda-tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih (agar
tidak terjadi disuria jika
menahan BAK )
5. Anjurkan minum yang
63

cukup, jika tidak ada


kontraindikasi
Rasional:
Minum yang cukup dapat
membantu agar karakteristik
urine normal
64

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama / Umur : Tn. B / 63 tahun

Ruang / Kamar : Mawar / B

Tgl DP Waktu Implementasi Keperawatan Nama


Perawat
27/09/2022 I 14.30 Mengindentifikasi lokasi, karakteristik, Flowrencia
durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri pada
daerah operasi, rasa nyerinya seperti
ditusuk-tusuk, rasa nyerinya selalu
menetap pada daerah operasi, nyeri
dirasakan terus menerus sejak selesai
operasi dengan durasi nyeri
I 14.35 Mengindentifikasi skala nyeri Flowrencia
Hasil :
Pasien mengatakan skala nyeri 8
I 14.45 Mengindentifikasi faktor yang Dewi
Memperberat dan memperingan nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri memberat
saat pasien bergerak, nyeri berkurang
pada saat beristirahat
I 15.15 Mengajarkan teknik non-farmakologis Flowrencia
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien mampu melakukan napas dalam
yang sudah diajarkan oleh perawat
II 15.25 Memonitor kepatenan selang kateter Dewi
Hasil :
65

Tampak selang kateter tidak tergulung


atau tidak terlipat
II 15.30 Memonitor jumlah, warna dan Esra
konsistensi drainase selang kateter
Hasil :
Irigasi kateter:
Input = 1.000 cc
Output = 1.300 cc
Urine 300 cc (1300-1000 cc)
Warna urin: merah
II 15.45 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Esra
kepada pasien
Hasil :
Pasien memahami penjelasan dari
perawat
II 15.55 Menganjurkan meningkatkan asupan Esra
nutrisi
Hasil :
Keluarga pasien mengatakan akan
meningkatkan asupan nutrisi
II 16.00 Menganjurkan meningkatkan asupan Esra
cairan
Hasil :
Pasien memahami dan mengatakan akan
meningkatkan asupan cairannya
I,II 18.00 Memberikan obat analgetik dan antibiotic Flowrencia
Hasil :
Santagesik 1 amp/IV
Anbacim 1 amp/IV
III 18.10 Mengindentifikasi pola aktivitas tidur Flowrencia
Hasil :
Pasien mengatakan jam tidur tidak
menentu
66

III 19.00 Menganjurkan dan menjelaskan Flowrencia


pentingnya tidur selama sakit
Hasil :
Pasien memahami penjelasan dan akan
berusaha tidur ± 8 jam
III 20.00 Memodifikasi lingkungan Dewi
Hasil :
Lingkungan sekitar pasien nyaman, tidak
bising dan sudah tidak terlalu terang

I 23.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Bernadet


durasi, frekuensi, intensitas dan skala
nyeri
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada
daerah operasi, nyeri seperti tertusuk-
tusuk dan hilang timbul, skala nyeri 7,
nyeri menetap pada daerah operasi
67

I 00.00 Memberikan obat analgesik Cantika


Hasil :
Santagesik 1 amp/iv
I 00.10 Menganjurkan teknik non-farmakologis Angelina
relaksasi napas dalam
Hasil :
Pasien mampu mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas dalam yang
diajarkan oleh perawat
II 00.25 Memonitor kepatenan selang Bernadet
Hasil :
Tampak selang menggantung di
tempat tidur dan tidak tergulung atau
terlipat
II 00.30 Memonitor jumlah, warna dan konsistensi Angelina
selang kateter
Hasil :
Irigasi kateter:
Input 1000cc, Output 1200cc
Urin 200cc (1.200-1.000)
Warna merah
III 05.00 Mengidentifikasi pola tidur Cantika
Hasil :
Pasien mengatakan pola tidur belum
berubah, sulit tidur, dan hanya tidur 1-2
jam
I 05.15 Mengindentifikasi lokasi, karakteristik, Cantika
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri pada
daerah operasi, nyeri seperti tertusuk-
tusuk dan hilang timbul, pasien
68

mengatakan skala nyeri 7


II 05.30 Memonitor eliminasi urine Bernadet
Hasil :
Urine tidak berbusa, Output cairan berapa
cc/berapa jam (sejak keluar dari ruangan
operasi) 3.050/18jam, warna merah
II 05.40 Menganjurkan mengukur asupan cairan Cantika
dan haluaran urine
Hasil:
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan oleh perawat
II 06.00 Menganjurkan minum yang cukup Angelina
Hasil :
Pasien memahami dan pasien
mengatakan pasien mengonsumsi air
putih sebanyak 500 ml/6 jam.

28/09/2022 II 07.30 Melakukan prinsip 6 benar (Pasien, Obat, Deva


Dosis, Rute, Waktu, Dokumentasi)
Hasil :
Obat anbacim 1 amp/12 jam/IV diberikan
pada pasien Tn.B / 63 tahun pada jam
08.00 WITA
Dokumentasi : Tn.B, umur 63 tahun
menerima obat dengan baik, tidak ada
reaksi alergi
I, II 08.00 Melakukan pemberian obat analgesik dan Deva
antibiotik
Hasil :
Santagesik 1 amp/IV
Anbacim 1 amp/IV
69

I 08.15 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Deva


durasi, frekuensi, intensitas dan skala
nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri pada
daerah operasi, nyeri seperti tertusuk-
tusuk dan hilang timbul, pasien
mengatakan, nyeri menetap, skala 4
I 08.20 Mengidentifikasi respon nyeri non-verbal Chelsy
Hasil : Tampak pasien meringis
I 08.25 Mengidentifikasi faktor yang memperberat Chelsy
dan memperingan nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri muncul
saat pasien banyak bergerak, berkurang
saat istirahat
I 08.37 Menganjurkan teknik non-farmakologis Chelsy
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
mengurangi nyeri
Hasil :
Tampak pasien melakukan teknik
relaksasi napas dalam
II 08.45 Memonitor kepatenan selang kateter Alfian
Hasil :
Tampak kateter dalam keadaan di fiksasi,
digantung di samping tempat tidur dan
selang tidak terlipat
II 09.00 Memonitor jumlah, warna dan konsistensi Alfian
drainase selang
Hasil :
Irigasi kateter:
Input 1000cc, Output 1200cc
Urin 200cc (1.200-1.000)
70

Warna merah
II 09.02 Mencuci tangan sebelum dan sesudah Desiani
melakukan perawatan selang
Hasil :
Perawat mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien
menggunakan antiseptik
II 09.05 Menganjurkan meningkatkan asupan Desiani
nutrisi
Hasil :
Pasien mengatakan selalu meng-
habiskan makanan yang diberikan dan
pasien mengerti bahwa nutrisi sangat
penting untuk kesehatan
II 11.30 Menganjurkan meningkatkan asupan Desiani
cairan
Hasil :
Pasien mengatakan selalu dan rajin
minum air mineral sesuai anjuran, pasien
mengatakan menghabiskan sekitar 1-2
liter
II 11.35 Mengajarkan cara mencuci tangan Deva
dengan benar
Hasil:
Tampak pasien dapat mencuci tangan 6
langkah menggunakan antiseptik dengan
benar
III 11.40 Mengidentifikasi pola tidur dan istirahat Deva
Hasil :
Pasien mengatakan pola tidur belum
tuntas, pasien mengatakan tidur hanya 2
jam
III 12.30 Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur Chelsy
71

Hasil : Faktor pengganggu tidur pasien


adalah pasien tidak terbiasa dengan
lingkungan rumah sakit
III 12.45 Memodifikasi lingkungan Chelsy
Hasil:
Suhu ruangan 23ºC, tempat tidur
pasien bersih dan rapi, pencahaya-an
dalam ruangan sudah maksimal
I 14.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Desiani
durasi, frekuensi dan intensitas dan skala
nyeri
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk,
Pasien mengatakan nyeri dirasakan
menetap ± 3-5 menit skala nyeri 6
Mengidentifikasi faktor yang memper-
I 14.15 berat dan memperingan nyeri Dewi
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri muncul
saat pasien bnyak bergerak, berkurang
saat istirahat
Menjelaskan penyebab dan pemicu nyeri
I 14.30 Hasil:
Tampak pasien mendengarkan saat Dewi
perawat menjelaskan terkait penyebab
dan pemicu nyeri
Menganjurkan teknik non-farmakologis
I 14.45 untuk mengurangi rasa nyeri Dewi
Hasil:
Tampak pasien mampu melakukan teknik
non-farmakologis (teknik relaksasi napas
dalam) yang dijelaskan perawat
72

Memberikan obat analgesik


Hasil : Santagesik 1 ampul 2 ml/ iv
II 15.15 Memonitor kepatenan selang Esra
Hasil :
II 15.30 Tampak selang menggantung di Esra
tempat tidur dan tidak tergulung maupun
terlipat
Memonitor jumlah, warna dan konsistensi
drainase selang
II 16.00 Hasil: Esra
Irigasi kateter:
Input 1000cc, Output 1300cc
Urin 300cc (1.300-1.000)
Warna merah
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
Hasil:
II 16.15 Pasien dan keluarga tampak men- Flowrencia
dengarkan apa yang disampaikan
perawat
Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
II 16.30 pasien Flowrencia
Hasil :
Perawat mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien
Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
II 16.45 Hasil: Flowrencia
Pasien mengerti dan akan mulai me-
ningkatkan asupan nutrisinya
Menganjurkan meningkatkan asupan
cairan
II 16.47 Hasil: Agustina
73

Pasien rajin mimum air putih, pasien


menghabiskan 900ml/6 jam
Mengajarkan cara mencuci tangan yang
baik dan benar
II 16.49 Hasil: Agustina
Tampak pasien dapat melakukan 6
langkah mencuci tangan yang baik dan
benar
Melakukan kebersihan tangan sebelum
dan sesudah perawatan selang
II 17.00 Hasil: Agustina
Sebelum melakukan perawatan
selang perawat melakukan 6 langkah
mencuci tangan
Menjelaskan tanda-tanda infeksi
Hasil:
II 17.35 Tampak pasien memahami penjelasan Flowrencia
perawat mengenai tanda-tanda infeksi
Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontraindikasi obat
Hasil:
II 17.45 a. Tidak ada tanda-tanda alergi Flowrencia
obat seperti gatal, kemerahan,
mual muntah dan sesak
b. Interaksi obat: reaksi positif
palsu untuk glukosa pada urine
dapat terjadi dengan larutan
benediet atau feshing atau
dengan igilclinis
c. Kontraindikasi: hipersensitivitas
terhadap sefalosporin Dewi
Melakukan prinsip 6 benar
Hasil:
74

Obat anbacim 1 amp/12 jam/IV diberikan


II 18.00 pada pasien Tn.B / 63 tahun pada jam Dewi
18.00 WITA
Dokumentasi : Tn.B, umur 63 tahun
menerima obat dengan baik, tidak ada
reaksi alergi
Mengidentifikasi pola tidur dan istirahat
Hasil:
Pasien mengatakan pola tidur belum
II 18.30 tuntas, pasien mengatakan tidur hanya 3 Dewi
jam
Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur
Hasil:
Pasien mengatakan tidak nyaman
III 18.40 dan gelisah, pasien mengatakan tidak Esra
bisa tidur jika lampu dimatikan
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
selama sakit
Hasil:
III 18.45 Pasien mengerti pentingnya cukup tidur Esra
untuk mempercepat kesembuhannya,
pasien mengata-kan akan berusaha
untuk memenuhi jam tidur 8 jam satu
malam
Memodifikasi lingkungan
Hasil:
Tampak tempat tidur pasien bersih dan
III 19.00 rapi, pencahayaan dalam ruangan baik, Agustina
suhu ruangan 18ºC
Menganjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
Hasil:
III 20.00 Pasien mengatakan akan Dewi
75

membiasakan tidur sebelum jam 11


malam
Mengindentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
nyeri
II 21.15 Hasil: Bernadet
Pasien mengatakan nyeri pada
daerah operasi, rasa nyerinya seperti
ditusuk-tusuk, rasa nyerinya selalu
menetap pada daerah operasi ± 3-5 menit
Mengindentifikasi skala nyeri
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri skala 5
Mengidentifikasi faktor yang memperberat
I 21.30 dan memperingan nyeri Cantika
Hasil:
Nyeri semakin dirasakan ketika
I 21.35 pasien bergerak, nyeri berkurang pada Cantika
saat pasein beristirahat
Menganjurkan teknik non-farmakologis
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil:
I 21.40 Tampak pasien mampu melakukan teknik Angelina
relaksasi napas dalam
Memonitor kepatenan selang
Hasil:
Tampak selang menggantung di samping
tempat tidur dan tidak tergulung maupun
I 21.45 terlipat Angelina
Memonitor jumlah, warna, dan
konsistensi drainase selang
Hasil:
76

Irigasi kateter:
II 22.00 Input 1000cc, Output 1400cc
Urin 400cc (1.400-1.000) Bernadet
Warna merah
Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontraindikasi obat
Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda alergi obat
II 23.00 seperti gatal, kemerahan, mual Bernadet
muntah dan sesak
b. Interaksi obat: reaksi positif palsu
untuk glukosa pada urine dapat
terjadi dengan larutan benediet atau
feshing atau dengan uji klinis
II 23.15 Kontraindikasi:hipersensitivitas terhadap
sefalosporin
Melakukan prinsip 6 benar
Hasil :
Obat anbacim 1 amp/12 jam/IV diberikan
pada pasien Tn.B / 63 tahun pada jam
II 23.30 23.55 WITA Cantika
Dokumentasi : Tn.B, umur 63 tahun
menerima obat dengan baik, tidak ada
reaksi alergi
Memberikan analgesik dan antibiotik
Hasil :
I,II 23.55 Santagesik 1 ampul 2 ml/ iv
Anbacim 1 amp/IV
Mengidentifikasi pola tidur dan istirahat Cantika
Hasil :
III 00.00 Pasien mengatakan pola tidur belum
Berubah yaitu tidak bisa tidur/sering
terjaga, pasien mengatakan tidur hanya ± Cantika
77

3-5 jam
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
selama sakit
III 00.05 Hasil :
Pasien mengerti pentingnya cukup
tidur untuk mempercepat ke- Angelina
sembuhannya, pasien mengata-kan akan
berusaha untuk memenuhi jam tidur 8
jam satu malam
Memodifikasi lingkungan
Hasil :
III 00.30 Tampak tempat tidur pasien bersih
dan rapi, pencahayaan dalam ruangan
baik, suhu ruangan 24ºC Angelina
III 05.20 Memonitor Eliminasi urin
Hasil:
Urin tidak berbusa, volume cairan Angelina
3900cc/24 jam, berwarna merah

29/09/2022 I 07.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Alfian


durasi,frekuensi, dan intensitas nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk,
nyeri dirasakan menetap pada daerah
operasi ± 3-5 menit.
Mengidentifikasi skala nyeri
I 07.10 Hasil : Alfian
Pasien mengatakan skala nyeri 4
(sedang)
Mengidentikasi faktor yang
I 07.15 memperberat dan memperingan nyeri Alfian
78

Hasil :
Pasien mengatakan nyeri bertambah
pada saat banyak bergerak dan
berkurang saat istirahat
Menjelaskan penyebab dan pemicu
I 07.20 nyeri Fransina
Hasil :
Tampak pasien mendengarkan serta
memahami saat perawat menjelaskan
terkait penyebab dan pemicu nyeri
Menganjurkan teknik non farmakologis
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
I 07.30 mengurangi rasa nyeri Fransina
Hasil:
Tampak pasien mampu melakukan
teknik relaksasi napas dalam
Memonitor kepatenan selang
Hasil:
07.45 Tampak selang menggantung di tempat Fransina
tidur dan tidak tergulung maupun
terlipat.
II 07.50 Memonitor jumlah, warna, dan Gabriela
konsistensi drainase selang
Hasil:
a. Input 950cc
b. Output 900 cc/10 jam
(950-900) urin 50cc
c. Warna : kuning pucat atau kuning
jernih
II 07.55 Mengidentifikasi kemungkinan alergi, Gabriela
interaksi, dan kontraindikasi obat
Hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda alergi obat
79

seperti gatal, kemerahan, mual,


muntah dan sesak
b. Interaksi obat : reaksi positif
palsu untuk glukosa pada urine
dapat terjadi dengan larutan
benedict atau fehling atau
dengan uji klinis
c. Kontra indikasi : hipersensivitas
terhadap sefalosporin
II 08.00 Melakukan prinsip 6 benar obat Gabriela
Hasil :
a. Nama pasien : Tn.B
b. Nama obat : Anbacim
c. Dosis, rute, waktu :
1g(10cc)/IV/12 jam
d. Dokumentasi : pemberian obat
pada Tn.B/62 tahun tidak ada
reaksi alergi
Melakukan pemberian obat analgetik
dan antibiotik
II 08.10 Hasil: Getrudis
Santagesik 1 amp/IV
Anbacim 1 amp/IV
II 08.15 Mencuci tangan sebelum dan sesudah Getrudis
kontak dengan pasien
Hasil:
Perawat mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
III 08.20 Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur Alfian
Hasil:
Pasien mengatakan tidur malam 4-5 jam
Menganjurkan menepati kebiasaan
III 09.00 waktu tidur Alfian
80

Hasil:
Pasien mengatakan akan membiasakan
untuk tidur sebelum jam 11 malam
III 10.00 Mengidentifikasi faktor pengganggu Alfian
tidur
Hasil:
Pasien mengatakan tidak nyaman
dengan lingkungan rumah sakit
III 10.30 Memodifikasi lingkungan Fransina
Hasil:
Tampak lingkungan bersih, rapih,
tampak lingkungan pasien nyaman dan
tidak bising, tampak suhu ruangan 180c
Menganjurkan meningkatkan asupan
II 10.45 cairan Fransina
Hasil:
Tampak pasien menghabiskan 400ml/7
jam air putih
Menganjurkan meningkatkan asupan
II 11.30 nutrisi Fransina
Hasil:
Pasien mengerti dan akan mulai
meningkatkan asupan nutrisinya
Mengajarkan mengenali tanda berkemih
IV 13.00 dan waktu yang tepat untuk berkemih Gabriela
Hasil:
Pasien mengatakan dapat me-
mahami apa yang di jelaskan oleh
perawat
Mengajarkan mengukur asupan cairan
IV 13.35 dan haluaran urine Getrudis
Hasil :
Pasien dapat memahami apa yang
81

diajarkan oleh perawat


Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
I 13.40 durasi,frekuensi, dan intensitas nyeri Getrudis
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi berkurang, nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk
I 13.50 Mengidentifikasi skala nyeri Agustina
Hasil: Skala nyeri 4
I 14.20 Menganjurkan teknik non farmakologis Agustina
untuk mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Pasien dapat mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas dengan baik
II 14.40 Memonitor kepatenan selang Agustina
Hasil:
Tampak selang menggantung di pinggir
tempat tidur dan tidak tergulung maupun
terlipat.
II 15.00 Memonitor jumlah, warna, dan Chelsy
konsistensi drainase selang
Hasil:
a. input 1000 cc
b. Output 1300 cc/10jam
(1300-1000) urin 300cc
c. Warna: kuning jernih
II 15.15 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Chelsy
Hasil:
Pasien dan keluarga tampak
mendengarkan apa yang di sampaikan
perawat dan pasien mengerti tanda
tanda infeksi
82

II 15.20 Mencuci tangan sebelum dan sesudah Chelsy


kontak dengan pasien
Hasil:
Perawat mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
II 16.00 Menganjurkan meningkatkan asupan Desiani
nutrisi
Hasil:
Pasien mampu meningkatkan asupan
nutrisinya, pasien mengatakan sudah
menghabiskan 1 porsi bubur dan 1 porsi
lauk pauk
II 16.15 Menganjurkan meningkatkan asupan Desiani
cairan
Hasil:
Tampak pasien menghabiskan 1 botol
aqua besar (1,5 liter)/10 jam
II 17.00 Mengajarkan cara mencuci tangan Desiani
dengan baik dan benar
Hasil:
Tampak pasien mampu melakukan cuci
tangan 6 langkah
III 18.00 Menjelaskan pentingnya cukup tidur Deva
selama sakit
Hasil:
Pasien mengerti dan memahami
pentingnya cukup tidur, dan akan
berusaha untuk memenuhi jam tidur
yang cukup.
III 18.15 Memodifikasi lingkungan pasien Deva
Hasil:
Tampak lingkungan bersih, rapih,
pencahayaan baik, tampak suhu
83

ruangan 210C dam sedikit terganggu


dengan suara.
III 18.20 Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur Deva
Hasil:
Pasien mengatakan aktivitasnya
sebagian sudah bisa dilakukan secara
mandiri dan pola tidur pasien belum
berubah yaitu sering terbangun
Mengidentifikasi faktor pengganggu
III 18.45 tidur Agustina
Hasil:
Pasien mengatakan sulit tidur karena
tidak terbiasa dengan suasana rumah
sakit. Dan kebiasaannya yang tidak
sama saat di rumah
Menganjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
III 19.10 Hasil: Agustina
Pasien mengatakan akan membiasakan
untuk tidur sebelum jam 11 malam
Mengajarkan mengenai tanda berkemih
IV 20.15 dan waktu yang tepat untuk berkemih Desiani
Hasil:
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan oleh perawat
Menganjurkan minum yang cukup
IV 20.35 Hasil: Deva
Pasien memahami dan pasien
mengatakan bahwa pasien banyak
minum air putih (Pasien minum air putih
300ml)
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
I 21.05 durasi, frekuensi dan intensitas nyeri Dewi
84

Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan
hilang timbul, nyeri biasanya
berlangsung selama 5-10 menit.
I 21.15 Mengidentifikasi skala nyeri Flowrencia
Hasil:
Pasien mengatakan skala nyeri 5
I 22.05 Mengidentifikasi faktor yang Flowrencia
memperberat dan memperingan rasa
nyeri
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri bertambah
saat banyak bergerak dan berkurang
saat istirahat
I 22.10 Menganjurkan teknik nonfarmakologis Flowrencia
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Pasien mampu mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas dalam dengan
baik
II 23.00 Memonitor kepatenan selang Flowrencia
Hasil:
Tampak selang menggantung ditempat
tidur dan tidak tergulung maupun terlipat
Memonitor jumlah, warna dan
II 23.15 konsistensi drainase selang
Hasil: Flowrencia
a. Input = 500cc
b. Output = 900cc/9jam
(900-500) urin 400cc
c. Warna = kuning jernih
85

Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur


III 23.40 Hasil: Dewi
Pasien mengatakan pola tidurnya
belum berubah, tidak bisa tidur, pasien
mengatakan hanya tidur ± 2-3 jam
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
selama sakit
III 05.00 Hasil: Dewi
Pasien memahami penjelasan yang
diberikan dan akan berusaha untuk tidur
cukup ± 8 jam
Melakukan prinsip 6 benar dalam
II 05.30 pemberian obat. Dewi
Hasil:
Pasien atas nama Tn. Basri diberikan
obat Cefixime 200mg 2x1 melalui oral.
Diberikan pada jam 05.30 dan
dikonsumsi pada saat sesudah makan.
Pasien mengonsumsi obat tersebut
dengan baik
III 05.35 Memodifikasi lingkungan Dewi
Hasil:
Lingkungan pasien tampak bersih dan
nyaman, tempat tidur tampak bersih dan
pasien merasa aman dan nyaman
dengan lingkungannya
II 06.00 Memonitor eliminasi urine Esra
Hasil:
Urine tidak berbusa, volume cairan
3100cc/24 jam, warna urine kuning
jernih
IV 06.15 Mengajarkan mengenai tanda berkemih Esra
dan waktu yang tepat untuk berkemih
86

Hasil:
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan perawat
IV 06.20 Menganjurkan minum yang cukup Esra
Hasil:
Pasien memahami dan pasien
mengatakan banyak minum air putih
87

30/09/2022 I 07.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Fransina


durasi,frekuensi, dan intensitas nyeri
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk,
nyeri dirasakan menetap pada daerah
operasi ± 3-5 menit.
Mengidentifikasi skala nyeri
I 07.10 Hasil : Fransina
Pasien mengatakan skala nyeri 4
(sedang)
Mengidentikasi faktor yang
I 07.15 memperberat dan memperringan nyeri Fransina
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri bertambah
pada saat banyak bergerak dan
berkurang saat istirahat
Menjelaskan penyebab dan pemicu
I 07.20 nyeri Gabriela
Hasil :
Tampak pasien mendengarkan serta
memahami saat perawat menjelaskan
terkait penyebab dan pemicu nyeri
Menganjurkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
I 07.30 Hasil: Gabriela
Pasien mampu melakukan teknik
relaksasi napas dalam untuk
mengurangi nyeri
Memonitor kepatenan selang
Hasil:
II 07.45 Tampak selang menggantung di tempat Gabriela
tidur dan tidak tergulung maupun
88

terlipat.
Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
II 07.55 interaksi, dan kontraindikasi obat Getrudis
Hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda alergi obat
seperti gatal, kemerahan, mual,
muntah dan sesak
b. Interaksi obat : reaksi positif
palsu untuk glukosa pada urine
dapat terjadi dengan larutan
benedict atau fehling atau
dengan uji klinis
c. Kontra indikasi : hipersensivitas
terhadap sefalosporin
II 08.00 Melakukan prinsip 6 benar obat Getrudis
Hasil :
a. Nama pasien : Tn.B
b. Nama obat : Anbacim
c. Dosis, rute, waktu :
1g(10cc)/IV/12 jam
d. Dokumentasi : pemberian obat
pada Tn.B/62 tahun tidak ada
reaksi alergi
Melakukan pemberian analgetik dan
I,II 08.10 antibiotik Getrudis
Hasil:
obat santagesik 1amp/IV
Obat Anbacim 1amp/IV
Mencuci tangan sebelum dan sesudah
II 08.15 kontak dengan pasien Getrudis
Hasil:
Perawat mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
89

Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur


III 08.20 Hasil: Gabriela
Pasien mengatakan tidur malam 4-5 jam
Menganjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
III 09.00 Hasil: Gabriela
Pasien mengatakan akan membiasakan
untuk tidur sebelum jam 11 malam
Mengidentifikasi faktor pengganggu
tidur
Hasil:
III 10.00 Pasien mengatakan tidak nyaman Fransina
dengan lingkungan rumah sakit
Memonitor jumlah, warna, dan
konsistensi drainase selang
Hasil:
II 10.20 a. Input 1000 cc Getrudis
b. Output 600 cc
c. Warna : kuning pucat atau kuning
jernih
Memodifikasi lingkungan
III 10.30 Hasil: Fransina
Tampak lingkungan bersih, rapih,
tampak lingkungan pasien nyaman dan
tidak bising, tampak suhu ruangan 180c
Menganjurkan meningkatkan asupan
cairan
II 10.45 Hasil: Fransina
Tampak pasien menghabiskan 250ml
air putih
Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
II 11.30 Hasil: Getrudis
90

Pasien mengerti dan akan


meningkatkan asupan nutrisinya
Mengajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk berkemih
IV 13.00 Hasil: Getrudis
Pasien mengatakan dapat me-
mahami apa yang di jelaskan oleh
perawat.
Mengajarkan mengukur asupan cairan
IV 13.35 dan haluaran urine Alfian
Hasil :
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan oleh perawat
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
I 14.20 durasi,frekuensi, dan intensitas nyeri Alfian
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi berkurang, nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk
I 14.40 Mengidentifikasi skala nyeri Alfian
Hasil: Skala nyeri 4
Menganjurkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
I 15.00 Hasil: Chelsy
Pasien dapat mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas dengan baik
Memonitor kepatenan selang
Hasil:
II 15.15 Tampak selang menggantung di pinggir Chelsy
tempat tidur dan tidak tergulung maupun
terlipat.
II 15.20 Memonitor jumlah, warna, dan Chelsy
91

konsistensi drainase selang


Hasil:
a. input 1000 cc
b. Output 1200 cc
c. Warna: kuning jernih
II 16.00 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Desiani
Hasil:
Pasien dan keluarga tampak
mendengarkan apa yang di sampaikan
perawat dan pasien mengerti tanda
tanda infeksi
Mencuci tangan sebelum dan sesudah
II 17.00 kontak dengan pasien Desiani
Hasil:
Perawat mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
II 18.00 Hasil: Desiani
Pasien mengatakan akan meningkatkan
asupan nutrisinya, pasien mengatakan
pasien menghabiskan 1 porsi bubur dan
1 porsi lauk pauk
II 18.15 Mengajarkan cara mencuci tangan Deva
dengan baik dan benar
Hasil:
Tampak pasien mampu melakukan cuci
tangan 6 langkah
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
selama sakit
III 18.20 Hasil: Deva
Pasien mengerti dan memahami
pentingnya cukup tidur, dan akan
92

berusaha untuk memenuhi jam tidur


yang cukup.
III 18.45 Memodifikasi lingkungan pasien Deva
Hasil:
Tampak lingkungan bersih, rapih,
pencahayaan baik, tampak suhu
ruangan 210C dam sedikit terganggu
dengan suara.
Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur
III 19.10 Hasil: Deva
Pasien mengatakan aktivitasnya
sebagian sudah bisa dilakukan secara
mandiri dan pola tidur pasien belum
berubah yaitu sering terbangun
Mengidentifikasi faktor pengganggu
III 20.15 tidur Desiani
Hasil:
Pasien mengatakan sulit tidur karena
tidak terbiasa dengan suasana rumah
sakit. Dan kebiasaannya yang tidak
sama saat di rumah
III 20.35 Menganjurkan menepati kebiasaan Desiani
waktu tidur
Hasil:
Pasien mengatakan akan membiasakan
untuk tidur sebelum jam 11 malam
Mengajarkan mengenai tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk berkemih
IV 20.45 Hasil: Chelsy
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan oleh perawat
Menganjurkan minum yang cukup
IV 20.50 Hasil: Agustina
93

Pasien memahami dan pasien


mengatakan bahwa pasien minum air
putih 100ml.
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
I 22.05 durasi, frekuensi dan intensitas nyeri Agustina
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi berkurang, nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk
I 22.10 Mengidentifikasi skala nyeri Agustina
Hasil:
Pasien mengatakan skala nyeri 3
Mengidentifikasi faktor yang
I 23.00 memperberat dan memperingan rasa Flowrencia
nyeri
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri bertambah
saat banyak bergerak dan berkurang
saat istirahat
I 23.15 Menganjurkan teknik nonfarmakologis Flowrencia
untung mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Pasien dapat mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas dalam dengan
baik
Memonitor kepatenan selang
II 23.40 Hasil: Flowrencia
Tampak selang menggantung di
samping tempat tidur dan tidak
tergulung maupun terlipat
Memonitor jumlah, warna dan
II 05.00 konsistensi drainase selang Dewi
94

Hasil:
a. Input = 1000cc
b. Output = 700cc/5jam
c. Warna = kuning jernih
III 05.30 Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur Dewi
Hasil:
Pasien mengatakan pola tidurnya
belum berubah, tidak bisa tidur, pasien
mengatakan hanya tidur ± 2-3 jam
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
III 05.35 selama sakit Esra
Hasil:
Pasien memahami penjelasan yang
diberikan dan akan berusaha untuk tidur
cukup ± 8 jam
Melakukan prinsip 6 benar dalam
II 06.00 pemberian obat. Esra
Hasil:
Pasien atas nama Tn. B diberikan obat
Cefixime 200mg 2x1 melalui oral.
Diberikan pada jam 05.30 dan
dikonsumsi pada saat sesudah makan.
Pasien mengonsumsi obat tersebut
dengan baik
III 06.15 Memodifikasi lingkungan Esra
Hasil:
Lingkungan pasien tampak bersih dan
nyaman, tempat tidur tampak bersih dan
pasien merasa aman dan nyaman
dengan lingkungannya
II 06.20 Memonitor eliminasi urine Flowrencia
Hasil:
urine tidak berbusa, volume cairan
95

1.000cc/10 jam, warna urine kuning


jernih
Mengajarkan mengenai tanda berkemih
IV 06.30 dan waktu yang tepat untuk berkemih Dewi
Hasil:
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan perawat
Menganjurkan minum yang cukup
IV 06.40 Hasil: Dewi
Pasien memahami dan pasien
mengatakan banyak minum air putih
96

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Tn. B / 63 Tahun

Ruangan/Kamar : Mawar / B

Tanggal Evaluasi S.O.A.P Perawat


27/09/2022 Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik
21.00 S :Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi
O: - Pasien tampak meringis
- Pasien Tampak gelisah
A : Nyeri Akut belum Teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi faktor risiko efek prosedur invasif


S :
O : - Pasien tampak belum mampu melakukan
strategi kontrol resiko
A : Resiko Infeksi belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d kurang kontrol tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur
O: - tampak pasien mengantuk
- tampak pasien banyak menguap
A : Gangguan pola tidur belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Malam


S : Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi
O :- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
97

A : Nyeri akut belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : Pasien tampak belum mampu melakukan
strategi kontrol resiko
A : Resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur
- pasien mengatakan masih sering terjaga
- pasien mengatakan pola tidur belum berubah
O :- Pasien tampak mengantuk
- Pasien tampak banyak menguap
A : Gangguan pola tidur belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

28/09/2022 Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Pagi


S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi berkurang
O : - Pasien tampak meringis berkurang
- Pasien tampak gelisah

A : Nyeri akut belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
98

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : - Pasien tampak belum mampu melakukan
strategi kontrol resiko
A : Resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur
S : - Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur
- Pasien mengatakan masih sering terjaga

O :- Pasien tampak mengantuk


- Pasien tampak banyak menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Siang
S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi berkurang
O : - Pasien sekali-kali tampak meringis
- Pasien tampak gelisah

A : Nyeri akut belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : - Pasien tampak belum mampu melakukan
strategi kontrol resiko
A : Resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur
99

O :- Pasien tampak mengantuk


- Pasien tampak banyak menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Malam


S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi semakin berkurang
O : - Pasien tampak meringis sekali-kali
- Pasien tampak gelisah

A : Nyeri akut belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : - Pasien tampak belum mampu melakukan
strategi kontrol resiko
A : Resiko infeksi teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur

O :- Pasien tampak mengantuk


- Pasien tampak banyak menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
100

29/09/2022 Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Pagi


S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan
menetap ± 3-5 menit
- Pasien mengatakan skala nyeri 5 (sedang)
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat banyak
bergerak dan nyeri berkurang saat istirahat

O :- Pasien tampak sedikit meringis


- Pasien tampak sedikit gelisah

A : Nyeri akut teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan
Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif
S:
O : Pasien tampak mulai melakukan strategi kontrol
resiko
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit untuk tidur
- Pasien mengatakan masih tidak puas tidur

- Pasien mengatakan masih sering terjaga

O : - Tampak wajah pasien mengantuk


- Tampak pasien sering menguap
A : Gangguan pola tidur belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d/d Pasien


Ingin Meningkatkan Eleminasi Urine, Jumlah dan
Karakteristik Urine Normal
S : Pasien mengatakan sangat senang karena
101

berkemihnya tuntas tidak terputus-putus lagi


O : tampak Urin tidak berbusa, volume urin 1.000ml/4
jam, warna urin merah

A : Kesiapan peningkatan eleminasi urine teratasi


sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Siang
S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi semakin berkurang
- Pasien mengatakan skala nyeri 5 (sedang)
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat banyak
bergerak dan nyeri berkurang saat istirahat
O : Pasien tampak sedikit meringis saat bergerak
Pasien tampak sedikit gelisah

A : Nyeri akut teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : Pasien tampak mulai mampu melakukan strategi
kontrol resiko
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit untuk tidur
- Pasien mengatakan masih tidak puas tidur

O :- Tampak wajah pasien mengantuk


- Tampak pasien sering menguap
102

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d/d Pasien


Ingin Meningkatkan Eleminasi Urine, Jumlah dan
Karakteristik Urine Normal
S : Pasien mengatakan senang karena berkemihnya
tuntas tidak terputus-putus lagi
O : tampak urine tidak berbusa, aroma pesing,
volume urin 1.100 cc/5 jam, warna urin pasien kuning
jernih
A : Kesiapan peningkatan eleminasi urine teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Malam
S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan
menetap ± 3-5 menit
- Pasien mengatakan skala nyeri 5 (sedang)
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat banyak
bergerak dan nyeri berkurang saat istirahat

O :- Pasien tampak sedikit meringis


- Pasien tampak sedikit gelisah

A : Nyeri akut teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : Pasien tampak mampu melakukan strategi
kontrol resiko
A : Resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
103

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S :- Pasien mengatakan masih sulit untuk tidur
- Pasien mengatakan masih tidak puas tidur
- Pasien mengatakan masih sering terjaga
O :- Tampak wajah pasien mengantuk
- Tampak pasien sering menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d/d Pasien


Ingin Meningkatkan Eleminasi Urine, Jumlah dan
Karakteristik Urine Normal
S : Pasien mengatakan sangat senang karena
berkemihnya tuntas tidak terputus-putus lagi
O : Tampak Urine tidak berbusa, aroma pesing,
volume urine 1.000cc/6 jam, warna urine kuning
jernih
A : Kesiapan peningkatan eleminasi urine teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

30/09/2022 Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Pagi


S : - Pasien Mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan
menetap ± 3-5 menit
- Pasien mengatakan skala nyeri 4 (sedang)
Pasien mengatakan nyeri bertambah saat banyak
bergerak dan nyeri berkurang saat istirahat
O : Pasien tampak jarang meringis
Pasien tampak gelisah berkurang
104

A : Nyeri akut teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : Pasien tampak mulai mampu melakukan strategi
kontrol resiko
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S :- Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur
O : - Pasien tampak mengantuk
- Pasien tampak sering menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d/d Pasien


Ingin Meningkatkan Eleminasi Urine, Jumlah dan
Karakteristik Urine Normal
S :Pasien mengatakan sangat senang karena
berkemihnya tuntas tidak terputus-putus lagi
O : Tampak Urin tidak berbusa, volume urin
1.000ml/5 jam, warna urin kuning jernih
A : Kesiapan peningkatan eleminasi urine teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Siang
S : - Pasien mengatakan nyeri pada daerah operasi
berkurang, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk
105

- Pasien mengatakan skala nyeri 4 (sedang)


Pasien mengatakan nyeri bertambah saat banyak
bergerak dan nyeri berkurang saat istirahat
O : - Pasien tampak meringis saat beraktivitas
Pasien tampak gelisah berkurang

A : Nyeri akut teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O:
Pasien tampak mampu melakukan strategi kontrol
resiko
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S : - Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur

O :- Pasien tampak mengantuk


Pasien tampak sering menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d/d Pasien


Ingin Meningkatkan Eleminasi Urine, Jumlah dan
Karakteristik Urine Normal
S : Pasien mengatakan kandung kemih terasa
nyaman
- senang karena berkemihnya tuntas tidak
terputus-putus lagi
O : tampak urine tidak berbusa, volume urine 1.300
106

cc/4 jam, berwarnah kuning jernih


A : Kesiapan peningkatan eleminasi urine teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik Shift Malam
S : - Pasien mengatakan nyeri hampir tidak terasa
walaupun banyak gerak , skala nyeri 3
O :- Pasien tampak tidak meringis saat bergerak
- Pasien tampak tidak gelisah
A : Nyeri akut Teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan

Resiko Infeksi d/d Efek Prosedur Invasif


S:
O : - Pasien tampak mampu melakukan strategi
kontrol resiko
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur


S :- Pasien mengatakan masih sulit tidur
- Pasien mengatakan masih belum puas tidur

O : - Pasien tampak mengantuk


- Pasien tampak sering menguap

A : Gangguan pola tidur belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d/d Pasien


Ingin Meningkatkan Eleminasi Urine, Jumlah dan
Karakteristik Urine Normal
S :Pasien mengatakan berkemihnya tuntas tidak
terputus-putus lagi
107

O :Tampak urine tidak berbusa, volume 1.400cc/6


jam, berwarnah kuning jernih.
A : Kesiapan peningkatan eleminasi urine teratasi
P: Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai