OLEH:
Mahasiswa NERS Ruang Cempaka
Mahasiswa NERS Ruang Anggrek
Mahasiswa NERS Ruang Seruni
Mahasiswa NERS Ruang Mawar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah menolong hamba-Nya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak
akan sanggup menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .....................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN
iii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA
ASUHAN KEPERAWATAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dari setiap
individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Semua tindakan yang
diusahakan pemerintah tidak akan berguna jika tidak didukung dari
kesadaran setiap individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka. Kemampuan masyarakat dalam memilih
pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan pembangunan
kesehatan. Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut maka tujuan
utama pembangunan di bidang kesehatan adalah mencegah
peningkatan masalah kesehatan, baik penyakit menular maupun
penyakit yang tidak menular. Salah satu penyakit yang tidak menular
adalah penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kondisi
terjadinya penyumbatan yang terlihat pada pembesaran prostat jinak
dengan tampilan histologis adenoma prostat yang menyebabkan
obstruksi bervariasi atau tanpa gejala (Tjahjodjati et al., 2017).
Menurut Sutanto (2021), insiden BPH akan semakin meningkat
seiring bertambahnya usia yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun,
kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai
90% pada pria usia 80 tahun (Ekayani et al., 2022). Berdasarkan data
dari World Health Organization (WHO) tahun 2018 didapatkan 59 pria
yang menderita BPH atau sekitar 70 juta penderita di seluruh dunia.
Menurut Global Cancer Observatory, sekitar 1.276.106 kasus baru
kanker prostat dilaporkan di seluruh dunia pada tahun 2018 dengan
prevalensi lebih tinggi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di
negara berkembang sebanyak 5,35% kasus. Perbedaan dalam tingkat
kejadian di seluruh dunia mencerminkan perbedaan dalam kemajuan
diagnostik (Bray et al., 2018).
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar medis dari BPH?
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan dari BPH?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Post TURP
BPH?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan BPH post TURP.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep dasar medis dari BPH
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar keperawatan dari
BPH?
c. Mengidentifikasi, merumuskan serta menetapkan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Post TURP BPH?
D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai pedoman atau acuan dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarakat khususnya mereka yang mengalami
penyakit BPH.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai acuan dalam meningkatkan kinerja profesi
keperawatan dalam mengatasi masalah keperawatan pada pasien
yang mengalami BPH post TURP, dalam hal menangani masalah
keperawatan yang telah terjadi.
5
A. Definisi
Hiperplasia prostat jinak atau dalam istilah medis lebih dikenal
dengan BPH (Benign Prostat Hyperplasia) merupakan diagnosis
histopatologis dimana terdapat proliferasi serta hiperplasi dari sel-sel
otot polos, sel stroma, serta epitel dari prostat. BPH kerap
menyebabkan disfungsi pada saluran kemih bagian bawah pria dan
sekitar 18-25% laki-laki dengan usia antara 45-60 dan 80% laki-laki
usia diatas 80 tahun mengalami BPH. BPH merupakan diagnosis
urologi terbanyak kedua yang dialami oleh laki-laki usia tua setelah
infeksi saluran kemih (Maulana, 2021).
BPH jarang menyebabkan kematian. Sebaliknya, penyakit ini
menyebabkan kompresi uretra, menyebabkan resistensi aliran urin
yang dikenal sebagai obstruksi saluran keluar kandung kemih (BOO).
Resistensi ini juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi kandung
kemih yang diinduksi oleh obstruksi, seperti overaktivitas otot detrusor
atau, sebaliknya, penurunan kontraktilitas otot detrusor (Ramsky,
2021).
Dalam keadaan fisiologis kelenjar prostat mengubah hormon
testoteron menjadi dihidrotestoteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
alfa-reduktase dan Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen
(NADPH). Setelah terbentuk DHT hormon ini akan berikatan dengan
reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel yang
kemudian akan menstimulasi pembentukan protein growth factor.
Growth factor adalah protein yang merangsang pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat (Sutanto, 2021).
6
7
dan menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister. Bagian ini tidak
mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos. Lobus medius
yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculatorius. Banyak
mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan
terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria
bila lobus ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan
aliran urin pada waktu berkemih. Lobus posterior yang terletak
dibelakang uretra dan dibawah ductus ajakulatorius. Lobus lateralis
yang terletak di sisisi kiri dan kanan uretra.
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan
saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris
komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat
dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen
anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50
lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20
buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian
lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel
torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid (Anhu, 2020).
2. Fungsi prostat
Fungsi kelenjar prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti
susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase. Cairan ini
ditambahkan pada cairan semen pada waktu ejakulasi. Bila otot
polos pada capsula dan stroma berkontraksi , sekret yang berasal
dari banyak kelenjar postat diperas masuk ke urethra pars prostatica.
Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu menetralkan suasana
asam didalam vagina (Bruno, 2019).
10
C. Etiologi
Beberapa teori menjelaskan terkait dengan etiologi BPH, antara
lain: teori dihidrotestosteron, ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron, interaksi stroma-epitel, penurunan kematian sel prostat,
serta stem sel (Maulana, 2021). Berikut ini beberapa penyebab
timbulnya hyperplasia prostate:
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Pada berbagai
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5 alfa–reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH
lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun
sedangkan kadar estrogen relatife tetap, sehingga terjadi
perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relatife
meningkat. Hormon estrogen didalam prostat beperan dalam
terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,
tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(Growth faktor) terentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
11
D. Faktor-Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH menurut (Ansori,
2015) adalah sebagai berikut:
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan
peningkatan risiko BP. Testosteron akan diubah menjadi androgen
yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-
reductase, yang memegang peran penting dalam proses
pertumbuhan sel-sel prostat.
2. Usia
Bertambahnya usia menyebabkan terjadinya penurunan
produksi hormon testosterone, sehingga menyebabkan peningkatan
Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) dan berkurangnya produksi
dari 5a-reduced steroid pada organ reproduksi. Proses degeneratif
akibat usia menyebabkan berkurangnya produksi Growth Hormone
(GH) yang berdampak terhadap berkurangnya massa otot,
akumulasi lemak di dalam tubuh, berkurangnya mineral tulang,
penurunan libido yang nantinya akan berdampak terhadap fungsi
ereksi dari jaringal erektil di corpus carvenosum. Hormon tersebut
mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion.
Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-
reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara
fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas
lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan
usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30
tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
3. Riwayat Keluarga
Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah
menderita BPH sebesar 5,28 kali lebih besar dibandingkan dengan
yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita
13
BPH. Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen
yang menyebabkan fungsi gen sebagai gen penekan tumor
mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus
menerus tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi aspek
biologic plausibility dari asosiasi kausal.
4. Obesitas
Pasien dengan obesitas akan mengalami peningkatan hormon
estrogen akibat aromatisasi androgen di jaringan adiposa perifer,
sehingga hal tersebut akan menyebabkan feedback negative ke
hipotalamus hipofisis dan produksi testosteron akan menurun.
Obesitas berperan juga terhadap kerusakan endotel pembuluh darah
yang berfungsi menghasilkan Nitride Oxide (NO), dimana NO
memiliki peran untuk vasodilatasi pembuluh darah pada jaringan
corpus carvenosum di penis. Obesitas akan membuat gangguan
pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang
mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di
bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di
perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama
organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak
berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas
terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap
androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.
Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak
pada abdomen.
5. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium
berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah
seng, karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan
testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron.
Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat
14
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang umumnya terjadi pada pasien BPH adalah
gejala pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track
symptoms (LUTS). Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri
atas gejala iritatif (storage symptoms) dan gejala obstruksi (voiding
symptoms). Gejala Obstruktif ditimbulkan karena adanya penyempitan
uretra karena didesak oleh prostat yang membesar. Gejala yang terjadi
berupa harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy), pancaran
miksi yang lemah (weak stream), miksi terputus (Intermittency), harus
mengejan (straining). Gejala Iritatif disebabkan oleh pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi atau berkemih,
sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejala yang terjadi adalah frekuensi miksi meningkat (Frequency),
nookturia, dan miksi sulit ditahan (Urgency). Gejala-gejala yang
biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak yaitu
nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat,
mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah
berkemih. Pola keluhan penderita hiperplasia prostat sangat berbeda-
beda. Alasannya belum diketahui, tetapi mungkin berdasarkan atas
peningkatan atau penyusustan ringan dalam volume prostat. Keluhan
lain yang berkaitan akibat hiperplasia prostat jika ada infeksi saluran
kemih, maka urin menjadi keruh dan berbau busuk. Hiperplasia prostat
bisa mengakibatkan pembentukan batu dalam kandung kemih. Bila
terjadi gangguan faal ginjal, bisa timbul poliuria yang kadang-kadang
mirip dengan diabetes insipidus, mual, rasa tak enak di lidah, lesu, haus
dan anoreksia (Bruno, 2019).
18
F. Patofisiologi
BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel
epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
seks dan respon sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi
dihidrotestosteron (DHT), DHT merupakan androgen dianggap sebagai
mediator utama munculnya BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT
sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada
pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan
menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga
terjadi penyempitan uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah
dan gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi,
pancaran miksi lemah. Penyebab BPH masih belum jelas, namun
mekanisme patofisiologinya diduga kuat terkait aktivitas hormon
Dihidrotestosteron (DHT) (Bruno, 2019)
DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron
melaui kerja enzim 5α-reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol
merupakan pemicu utama terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien
BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT diperantai oleh enzim
5αreductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama terdapat
pada 10 folikel rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe
kedua terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada
jaringanjaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan
pembesaran kelenjar prostat.
19
G. Komplikasi
1. Menurut (Ekayani dkk., 2022) Komplikasi yang biasa ditimbulkan
oleh BPH adalah sistitis dan anemia. Pembesaran jaringan yang
tinggi akan menyebabkan penekanan pada uretra pars prostatika
yang menyebabkan penekanan pada lumen uretra dan
mengakibatkan terjadinya obstruksi. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya retensi urin semakin tinggi menyebabkan disfungsi
urotelium dengan Qmaks 100ml, obstruksi saluran kemih, dan
kerusakan urotelium yang disebabkan kerena kimia maupun radiasi.
2. Menurut Amalia (2019) terdapat tiga komplikasi yang ditimbulkan dari
Benigna Prostat Hyperplasia yaitu :
a. Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih.
b. Refluks kandung kemih, hidroureter, dan hidronefrosis.
c. Gross hematuria dan urineary tract infection (UTI).
3. Menurut (Maulana, 2021), bakteri penyebab ISK (Infeksi Saluran
Kemih) dapat memproduksi enzim urease yang akan merubah urine
dari suasana asam menjadi basa. Suasana basa ini akan
memudahkan zat seperti magnesium untuk membentuk batu. Pada
pemeriksaan radiologis batu kalsium bersifat opak, struvit bersifat
semiopak, serta asam urat bersifat radiolusen. Itulah sebabnya pada
pemeriksaan PIV, batu asam urat tidak terlihat dan hanya
memperlihatkan filling defect.
4. Menurut (Pralisa dkk., 2021), Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria
yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih
menghasilkan testosteron. Selain itu, pengaruh hormon estrogen dan
prolaktin, pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas
fisik diduga dapat memengaruhi sel prostat untuk menyintesis growth
factor, yang selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya
proliferasi sel kelenjar prostat sehingga urin yang seharusnya keluar
dari urethra kembali ke dalam vesika urinary dan merusak ginjal.
21
H. Pemeriksaan Penunjang
Amalia (2019) mengatakan pemeriksaan klinis dilakukan untuk
mengetahui apakah pembesaran prostat ini bersifat benigna atau
maligna dan untuk memastikan tidak adanya penyakit penyerta lainnya.
Berikut pemeriksaannya :
1. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan
RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya
perdarahan/hematuria.
2. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya
perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah
cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
3. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini
sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari
BPH.
4. PA (Patologi Anatomi)
Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna.
5. Catatan harian berkemih Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output
urine, sehingga akan terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari
pasien. Data ini menjadi bekal untuk membandingkan dengan pola
eliminasi urine yang normal.
6. Uroflowmetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur
pancaran urine. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah
bahkan meningkat. Hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat
pada traktus urinarius.
22
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan benign prostatic hyperplasia menurut (Sutanto,
2021) adalah sebagai berikut:
1. Konservatif
Pada manajemen konservatif, pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dari dokter. Meski demikian, perkembangan penyakit prostat
yang dialami pasien tetap akan diawasi oleh dokter. Pengawasan ini
biasanya dilaksanakan dalam bentuk kontrol berkala setiap 3-6 bulan
sekali untuk melihat perubahan pada keluhan, skor IPSS,
uroflowmetry, dan volume residu urin. Manajemen konservatif hanya
direkomendasikan bagi pasien dengan keluhan ringan yang tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari alias memiliki skor IPSS <7. Jika
keluhan BPH telah berkembang menjadi lebih parah, terapi lain yang
lebih intervensional dan aktif perlu dilakukan untuk mengganti
manajemen konservatif ini. Selain melakukan pengawasan berkala,
pasien juga diberikan edukasi mengenai faktor risiko dan tindakan
pencegahan untuk menghambat perkembangan penyakit BPH sang
pasien. Edukasi ini meliputi anjuran untuk mengurangi asupan
minum, kopi, atau alkohol setelah makan malam, konsumsi cokelat
serta bahan makanan yang menyebabkan iritasi vesica urinaria,
penggunaan obat-obatan golongan fenilpropanolamin pada
influenza, serta kebiasaan menahan urinasi dalam waktu lama.
Selain itu, bila pasien memiliki riwayat konstipasi, dokter juga perlu
menatalaksana keluhan tersebut.
23
2. Medikamentosa
Terapi medikamentosa atau farmakologis digunakan pada
pasien BPH yang memiliki gejala mengganggu atau skor IPSS > 7.
a. α1-blocker
Obat golongan α1-blocker bekerja dengan cara menghambat
kontraksi lapisan otot polos dinding prostat. Hal ini dapat
mengurangi tahanan leher vesica urinaria dan uretra sehingga
mampu mengurangi keluhan iritatif (storage), ditandai dengan
peningkatan frekuensi urinasi, dan obstruktif (voiding), ditandai
dengan kencing mengejan, sekaligus.
b. Penghambat 5α-reduktase
Obat golongan penghambat 5αreduktase bekerja dengan
cara menginduksi apoptosis pada sel-sel penyusun jaringan epitel
prostat melalui inhibisi isoenzim 5α-reduktase, enzim yang dapat
mengkonversi testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Oleh
sebab itu, obat-obat golongan ini mampu mengecilkan volume
prostat.
c. Antagonis reseptor muskarinik
Cara kerja obat-obatan antagonis reseptor muskarinik adalah
dengan menginhibisi stimulasi reseptor muskarinik. Hal ini
menyebabkan berkurangnya kontraksi jaringan otot polos pada
vesica urinaria. Oleh sebab itu, antagonis reseptor muskarinik,
seperti fesoterodine fumarate, propiverine HCl, tolterodine l-
tartrate, dan solifenacin succinate, kerap digunakan jika α1-
blocker tidak berhasil mengurangi gejala iritatif BPH.
d. Penghambat fosfodiesterase-5
Penghambat fosfodiesterase-5, atau penghambat PDE-5,
merupakan golongan obat dengan kemampuan meningkatkan
konsentrasi dan aktivitas cyclic guanosine monophosphate
(cGMP) intraselular. Oleh sebab itu, obat ini mampu mengurangi
tonus otot polos pada dinding m. detrusor, prostat, dan uretra.
24
b. Laser Prostatektomi
Laser prostatektomi merupakan penembakan sinar berenergi
untuk menghancurkan jaringan hiperplastik prostat.
c. Transurethral Insicion of the Prostate (TUIP) Termoterapi
merupakan tindakan memanaskan jaringan prostat
menggunakan transurethral microwave, transurethral needle
ablation, atau high intensity focused ultrasound hingga suhu
450C untuk menimbulkan nekrosis dan koagulasi jaringan
tersebut.
d. Termoterapi Kelenjar Prostat
Stent merupakan alat medis yang dapat dipasang di dalam
lumen saluran antara leher vesica urinaria dan area proksimal
dari colliculus seminalis.
e. Pemasangan Stent Intraluminal
Stent merupakan alat medis yang dapat dipasang di dalam
lumen saluran antara leher vesica urinaria dan area proksimal
dari colliculus seminalis.
f. Operasi Terbuka
Terdapat dua jenis pembedahan terbuka, yaitu metode Freyer
melalui transvesikal dan metode Millin secara retropubik.
Pembedahan dengan operasi terbuka baru dianjurkan ketika
volume prostat telah mencapai angka melebihi 80 cc. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa operasi terbuka merupakan cara
operasi yang sangat invasif dengan angka morbiditas tinggi.
g. Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan pemasangan kateter dengan
tujuan memudahkan rilis urin. Kateterasi kerap digunakan untuk
menangani retensi urin kronik pada pasien yang tidak dapat
menerima operasi. Kateterisasi dapat bersifat intermiten, atau
clean intermittent catheterization (CIC), maupun menetap.
26
J. Discharge Planning
Discharge Planning menurut (Nila Noprida, 2015) adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang dan adekuat (cukup).
2. Jus buah dan sayuran tinggi serat dapat digunakan untuk
memudahkan buang air besar dan mencegah mengejan yang
berlebihan.
3. Latihan otot-perineal dilakukan dengan menekan bokong
bersamaan, tahan posisi ini, rileks. Latihan ini dapat dilakukan 10
sampai 20 kali setiap jam ketika duduk atau berdiri.
4. Coba untuk memutuskan aliran air kencing setelah mulai buang air
kecil, tunggu beberapa detik dan kemudian lanjutkan.
5. Dianjurkan untuk berkemih secepatnya ketika merasakan keinginan
untuk berkemih.
6. Kembalinya Kemampuan mengontrol buang air kecil adalah proses
yang bertahap, pasien dapat terus merasa berkemih tidak tuntas
setelah dipulangkan dan rasa tersebut harus secara bertahap hilang
(hingga 1 tahun).
7. Air kencing mungkin tampak keruh selama beberapa minggu setelah
pembedahan dan kembali jernih ketika area prostat menyembuh.
8. Dalam masa penyembuhan (6 - 8 minggu) pasien tidak boleh
melakukan aktivitas seperti mengejan ketika buamg air besari,
mengangkat barang berat. Hal ini dapat meningkatkan tekanan pada
pembuluh darah balik dan menyebabkan keluarnya darah.
9. Pasien harus menghindari perjalanan jarak jauh dengan motor dan
latihan berat yang dapat meningkatkan perdarahan.
10. Minum cukup cairan (paling sedikit 3000-4000 ml) untuk mencegah
dehidrasi, yang dapat meningkatkan terbentuknya jendalan darah
dan menyumbat aliran air kencing.
27
A. KESIMPULAN
Dari data yang didapat melalui penelitian yang telah dilakukan
dengan sumber data yang akurat didapatkan prevalensi pasien BPH
(Benign Prostat Hyperplasia) di Rumah Sakit Akademis Jaury Jusuf
putra pada tahun 2022 sejak bulan Januari sampai bulan Oktober
sebanyak 55 pasien. Tindakan pembedahan merupakan salah satu
tindakan yang membutuhkan waktu cepat untuk penyembuhan BPH
sehingga penanganan yang sering dilakukan jika pasien sudah
terdiagnosis BPH yaitu pembedahan. Salah satu tindakan pembedahan
yang paling banyak dilakukan pada pasien BPH adalah pembedahan
Transuretal Resection of The Prostate (TURP).
B. SARAN
Apabila timbul tanda dan gejala seperti kesulitan buang air kecil
serta buang air kecil yang tidak tuntas, maka segera konsul ke dokter
agar segera ditindaklanjuti sebagai penanganan awal pasien dengan
BPH.
28
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, fadila ilma. (2019). Asuhan keperawatan pada klien post open
prostatektomi atas idnikasi benigna prostat hiperlasia dengan
gangguan rasa nyaman nyeri di ruang topas di rsud adar. slamet
garut. Karya Tulis Ilmiah, 1–58.
http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/1218
Bray, F., Ferlay, J., Soerjomataram, I., Siegel, R. L., Torre, L. A., & Jemal,
A. (2018). Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of
incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries.
CA: A Cancer Journal for Clinicians, 68(6), 394–424.
https://doi.org/10.3322/caac.21492
Ekayani, M., Yulida, N., Wijayanti, Y., & Titis, A. F. (2022). Case Report
Studi Kasus Benign Prostatic. 11(2), 875–882.
http://jku.unram.ac.id/article/download/705/423
Raffelstha, F., & Herizal, H. (2020). Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan
International Prostate Symptom Score pada Pasien Benign Prostatic
Hyperplasia. Jikesi, 179–184.
http://jikesi.fk.unand.ac.id/index.php/jikesi/article/view/147
FORMAT PENGKAJIAN
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris
Jl. MAIPA NO.19 MAKASSAR
KAJIAN KEPERAWATAN
Kamar : B Alloanamnese :√
Umur : 63 tahun
Jumlah anak :4
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. AN
Umur : 53 tahun
Diagnosa medik
A. KEADAAN SAKIT
B. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
Skala koma Glasgow (kuantitatif)
a. Respon motorik :6
b. Respon bicara :5
c. Respon membuka mata :4
Jumlah :15
Kesimpulan : pasien sadar penuh
2. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
MAP : 106,6 mmHg
Kesimpulan : Perfusi ginjal tidak memadai
5. Nadi: 90x/menit
C. PENGUKURAN
D. GENOGRAM
63
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Perempuan meninggal
Perempuan meninggal
Pasien
36
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan biasanya BAB 1-2x/ hari, berwarna coklat dan keras,
sehingga pasien minum serat untuk mengatasi masalah BABnya. Pasien
mengatakan mampu mengontrol BAB dan tidak pernah menggunakan
laksatif. Pasien mengatakan biasanya BAK 4-8x/hari, berwarna jernih,
kadang-kadang berwarna kuning, sering tidak tuntas saat BAK dan saat
keluar lambat, terputus-putus serta mengejan saat akan BAK.
39
Kanan Kiri
Tangan 3 3
Kaki 3 3
Keterangan :
Nilai 5 : kekuatan penuh.
Nilai 4 : kekuatan kurang dibandingkan sisi yang lain.
Nilai 3 : mampu menahan tegak tapi tidak mampu melawan tekanan.
Nilai 2: mampu menahan gaya gravitasi tapi dengan sentuhan akan
jatuh.
Nilai 1: tampak kontraksi otot, ada sedikit gerakan.
Nilai 0: tidak ada kontraksi otot, tidak mampu bergerak.
4. Refleks fisiologi :biceps, triceps, patella, achites positif.
5. Refleks patologi :
Babinski, kiri dan kanan negatif.
Clubbing jari-jari : tidak adanya clubbing jari-jari.
Varises tungkai : tidak adanya varises tungkai.
Columna vetebralis:
3. Observasi :
Tampak pasien menggunakan kacamata dan mampu mengenali waktu,
tempat dan orang.
4. Pemeriksaan fisik
a) Penglihatan
Kornea : tampak jernih.
Pupil : isokor kanan kiri.
Lensa mata : jernih.
TIO : teraba sama kanan dan kiri.
Pendengaran
Pina : tampak simetris kanan kiri.
Kanalis : tampak bersih.
Membrane timpani : tampak utuh.
4. Pengenalan rasa pada gerakan lengan dan tungkai : Pasien mampu
mengenal gerakan lengan dan tungkai.
4. Pemeriksaan Fisik :
a) kelainan bawaan yang nyata : tampak tidak ada kelaianan bawaan
b) bentuk atau postur tubuh : tidak dikaji karena pasien tirah baring
c) kulit : tampak bersih, tampak tidak ada lesi
VII. TERAPI
1. Anbacim 1gr/12 jam/IV
a. DefInisi :
Anbacim adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran
napas atas dan bawah, saluran kemih dan kelamin, kulit dan jaringan
lunak. Anbacim mengandung cefuroxime yang digunakan untuk
mengobati berbagai infeksi bakteri. obat ini termasuk golongan obat yang
dikenal sebagai antibiotik sefalosporin.
b. Mekanisme kerja obat: Obat ini bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri.
48
c. Dosis :
1) Anbacim Kaplet
a) Dewasa dan anak usia > 12 tahun: ½ kaplet, diminum 2 kali sehari,
dosis dapat ditingkatkan sampai dengan 1 kaplet diminum 2 kali
sehari.
b) Bayi dan anak usia ≤12 tahun: 125 mg, diminum 2 kali sehari
c) Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi: dosis 125-250 mg diminum 2
kali sehari.
2) Anbacim Injeksi
e) Dewasa: 750 mg-1,5 g melalui injeksi intramuskular (melalui otot)
atau intravena (melalui pembuluh darah), di suntikkan setiap 8 jam
selama 5-10 hari. Jika perlu, dosis dapat di tingkatkan menjadi 3-6 g
/ hari setiap 6 jam.
f) Anak dan bayi usia > 3 bulan: 50-100 mg / kg berat badan / hari
setiap 6-8 jam.
d. Indikasi : infeksi saluran napas bawah, ISK, infeksi jaringan lunak, tulang
dan sendi, infeksi obstetrik dan ginekologis, GO, septikemia dan
meningitis. Profilaksis pada infeksi abdomen, pelvis, ortopedik, jantung,
paru, operasi esofageal dan vaskuler.
e. Kontra Indikasi : sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang
hipersensitif atau alergi dengan sefalosporin.
f. Efek Samping :
1) Gangguan gastrointestinal
2) rasa sakit pada tempat injeksi
3) kadang tromboplebitis
2. Santagesik 1 amp/8 jam/IV
a. Definisi :
Santagesik adalah sediaan obat dalam bentuk injeksi, sirup, dan tablet
yang diproduksi oleh Sanbe Farma. Santagesik mengandung Metamizole
sodium anhydrate yang digunakan untuk mengatasi nyeri akut atau kronik
berat, seperti sakit kepala, sakit gigi, tumor, nyeri pasca operasi dan nyeri
pasca cedera, nyeri berat yang berhubungan dengan spasme otot polos
(akut atau kronik) misalnya spasme otot atau kolik yang mempengaruhi
The gastrointestinal tract (GIT), ginjal, atau saluran kemih bagian bawah.
49
c. Dosis:
1) Dewasa: 50 mg yang diberikan melalui intravena sebagai dosis utama,
dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg berat badan/jam melalui infus.
Lalu, diberikan secara oral dengan dosis 150 mg, minum sebanyak dua
kali per hari.
2) Anak: 1 mg/kg berat badan (maksimal 50 mg) melalui intravena.
Lakukan setiap 6-8 jam.
d. Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia
episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H. pyliri,
sindrom zollinger-ellison, kondisi lain untuk mengurangi asam lambung.
e. Kontraidikasi :
Obat Ranitidine sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang pernah
mengalami keluhan porfiria akut.
f. Efek samping :
1) Sakit kepala
2) Sembelit
3) Diare
4) Mual
5) Muntah
6) Sakit perut
4. Vip Albumin
a. Definisi :
Vipalbumin adalah suplemen yang diproduksi oleh Royal Medicalink
Pharmalab. Suplemen ini mengandung ekstrak Ophiocephalus striatus
yang digunakan untuk meningkatkan kadar albumin dan hemoglobin,
sekaligus menjaga daya tahan tubuh. suplemen ini juga dapat digunakan
untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi, menghilangkan
51
a. Definisi :
NaCl 0,9% atau cairan salin normal merupakan cairan kristaloid yang
sering digunakan secara intravena untuk resusitasi cairan, misalnya pada
kasus dehidrasi berat, syok hipovolemia, alkalosis metabilik yang disertai
kehilangan cairan dan deplesi natrium ringan.
b. Dosis :
Dosis penggunaan NaCl sangat bergantung pada pada usia, berat badan,
kondisi klinis, dan penentuan hasil laboratorium pasien.
c. Indikasi :
NaCl 0,9 persen digunakan pada kondisi kekurangan natrium dan klorida,
pengganti cairan isotonik plasma, juga digunakan sebagai pelarut sediaan
injeksi.
d. Kontraindikasi :
e. Efek samping :
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri,
skala nyeri 9 (D.0077)
2. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (D.01420)
3. Gangguan pola tidur b/d kurang kontrol tidur d.d sulit tidur, sering terjaga
(D.0055)
4. Kesiapan Peningkatan Eleminasi Urine d.d Pasien Ingin Meningkatkan
Eleminasi Urine, Jumlah dan Karakteristik Urine Normal (D.0048) (Kamis, 29
September 2022)
55
INTERVENSI KEPERAWATAN
Rasional:
Memberikan obat sesuai
program terapi
3. Perhatikan prosedur
pem-berian obat yang
aman dan adekuat
Rasional:
Memahami prosedur pem-
berian obat sesuai sediaan.
Edukasi
4. Jelaskan jenis obat,
alasan pemberian
tindakan yang
diharapkan dan efek
samping sebelum
pemberian.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan
pasien tentang obat yang
diberikan
27/09/2022 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.05174)
b/d kurang kontrol tindakan keperawatan Observasi
tidur selam 4×24 jam maka 1. Identifikasi pola aktivitas
DS : pola tidur membaik dan tidur
a. Pasien dengan kriteria hasil : Rasional
mengatakan 1. Keluhan sulit tidur Untuk mengetahui pola
sulit tidur cukup menurun aktivitas dan tidur pasien
b. Pasien 2. Keluhan sering apakah teratur atau tidak
mengatakan terjaga cukup teratur
sering menurun 2. Identifikasi faktor peng-
terbangun saat 3. Keluhan tidak ganggu tidur (fisik dan
tidur puas tidur cukup atau psikologis)
c. Pasien menurun Rasional
61
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Warna merah
II 09.02 Mencuci tangan sebelum dan sesudah Desiani
melakukan perawatan selang
Hasil :
Perawat mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien
menggunakan antiseptik
II 09.05 Menganjurkan meningkatkan asupan Desiani
nutrisi
Hasil :
Pasien mengatakan selalu meng-
habiskan makanan yang diberikan dan
pasien mengerti bahwa nutrisi sangat
penting untuk kesehatan
II 11.30 Menganjurkan meningkatkan asupan Desiani
cairan
Hasil :
Pasien mengatakan selalu dan rajin
minum air mineral sesuai anjuran, pasien
mengatakan menghabiskan sekitar 1-2
liter
II 11.35 Mengajarkan cara mencuci tangan Deva
dengan benar
Hasil:
Tampak pasien dapat mencuci tangan 6
langkah menggunakan antiseptik dengan
benar
III 11.40 Mengidentifikasi pola tidur dan istirahat Deva
Hasil :
Pasien mengatakan pola tidur belum
tuntas, pasien mengatakan tidur hanya 2
jam
III 12.30 Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur Chelsy
71
Irigasi kateter:
II 22.00 Input 1000cc, Output 1400cc
Urin 400cc (1.400-1.000) Bernadet
Warna merah
Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontraindikasi obat
Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda alergi obat
II 23.00 seperti gatal, kemerahan, mual Bernadet
muntah dan sesak
b. Interaksi obat: reaksi positif palsu
untuk glukosa pada urine dapat
terjadi dengan larutan benediet atau
feshing atau dengan uji klinis
II 23.15 Kontraindikasi:hipersensitivitas terhadap
sefalosporin
Melakukan prinsip 6 benar
Hasil :
Obat anbacim 1 amp/12 jam/IV diberikan
pada pasien Tn.B / 63 tahun pada jam
II 23.30 23.55 WITA Cantika
Dokumentasi : Tn.B, umur 63 tahun
menerima obat dengan baik, tidak ada
reaksi alergi
Memberikan analgesik dan antibiotik
Hasil :
I,II 23.55 Santagesik 1 ampul 2 ml/ iv
Anbacim 1 amp/IV
Mengidentifikasi pola tidur dan istirahat Cantika
Hasil :
III 00.00 Pasien mengatakan pola tidur belum
Berubah yaitu tidak bisa tidur/sering
terjaga, pasien mengatakan tidur hanya ± Cantika
77
3-5 jam
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
selama sakit
III 00.05 Hasil :
Pasien mengerti pentingnya cukup
tidur untuk mempercepat ke- Angelina
sembuhannya, pasien mengata-kan akan
berusaha untuk memenuhi jam tidur 8
jam satu malam
Memodifikasi lingkungan
Hasil :
III 00.30 Tampak tempat tidur pasien bersih
dan rapi, pencahayaan dalam ruangan
baik, suhu ruangan 24ºC Angelina
III 05.20 Memonitor Eliminasi urin
Hasil:
Urin tidak berbusa, volume cairan Angelina
3900cc/24 jam, berwarna merah
Hasil :
Pasien mengatakan nyeri bertambah
pada saat banyak bergerak dan
berkurang saat istirahat
Menjelaskan penyebab dan pemicu
I 07.20 nyeri Fransina
Hasil :
Tampak pasien mendengarkan serta
memahami saat perawat menjelaskan
terkait penyebab dan pemicu nyeri
Menganjurkan teknik non farmakologis
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
I 07.30 mengurangi rasa nyeri Fransina
Hasil:
Tampak pasien mampu melakukan
teknik relaksasi napas dalam
Memonitor kepatenan selang
Hasil:
07.45 Tampak selang menggantung di tempat Fransina
tidur dan tidak tergulung maupun
terlipat.
II 07.50 Memonitor jumlah, warna, dan Gabriela
konsistensi drainase selang
Hasil:
a. Input 950cc
b. Output 900 cc/10 jam
(950-900) urin 50cc
c. Warna : kuning pucat atau kuning
jernih
II 07.55 Mengidentifikasi kemungkinan alergi, Gabriela
interaksi, dan kontraindikasi obat
Hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda alergi obat
79
Hasil:
Pasien mengatakan akan membiasakan
untuk tidur sebelum jam 11 malam
III 10.00 Mengidentifikasi faktor pengganggu Alfian
tidur
Hasil:
Pasien mengatakan tidak nyaman
dengan lingkungan rumah sakit
III 10.30 Memodifikasi lingkungan Fransina
Hasil:
Tampak lingkungan bersih, rapih,
tampak lingkungan pasien nyaman dan
tidak bising, tampak suhu ruangan 180c
Menganjurkan meningkatkan asupan
II 10.45 cairan Fransina
Hasil:
Tampak pasien menghabiskan 400ml/7
jam air putih
Menganjurkan meningkatkan asupan
II 11.30 nutrisi Fransina
Hasil:
Pasien mengerti dan akan mulai
meningkatkan asupan nutrisinya
Mengajarkan mengenali tanda berkemih
IV 13.00 dan waktu yang tepat untuk berkemih Gabriela
Hasil:
Pasien mengatakan dapat me-
mahami apa yang di jelaskan oleh
perawat
Mengajarkan mengukur asupan cairan
IV 13.35 dan haluaran urine Getrudis
Hasil :
Pasien dapat memahami apa yang
81
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan
hilang timbul, nyeri biasanya
berlangsung selama 5-10 menit.
I 21.15 Mengidentifikasi skala nyeri Flowrencia
Hasil:
Pasien mengatakan skala nyeri 5
I 22.05 Mengidentifikasi faktor yang Flowrencia
memperberat dan memperingan rasa
nyeri
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri bertambah
saat banyak bergerak dan berkurang
saat istirahat
I 22.10 Menganjurkan teknik nonfarmakologis Flowrencia
(teknik relaksasi napas dalam) untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Pasien mampu mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas dalam dengan
baik
II 23.00 Memonitor kepatenan selang Flowrencia
Hasil:
Tampak selang menggantung ditempat
tidur dan tidak tergulung maupun terlipat
Memonitor jumlah, warna dan
II 23.15 konsistensi drainase selang
Hasil: Flowrencia
a. Input = 500cc
b. Output = 900cc/9jam
(900-500) urin 400cc
c. Warna = kuning jernih
85
Hasil:
Pasien dapat memahami apa yang
diajarkan perawat
IV 06.20 Menganjurkan minum yang cukup Esra
Hasil:
Pasien memahami dan pasien
mengatakan banyak minum air putih
87
terlipat.
Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
II 07.55 interaksi, dan kontraindikasi obat Getrudis
Hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda alergi obat
seperti gatal, kemerahan, mual,
muntah dan sesak
b. Interaksi obat : reaksi positif
palsu untuk glukosa pada urine
dapat terjadi dengan larutan
benedict atau fehling atau
dengan uji klinis
c. Kontra indikasi : hipersensivitas
terhadap sefalosporin
II 08.00 Melakukan prinsip 6 benar obat Getrudis
Hasil :
a. Nama pasien : Tn.B
b. Nama obat : Anbacim
c. Dosis, rute, waktu :
1g(10cc)/IV/12 jam
d. Dokumentasi : pemberian obat
pada Tn.B/62 tahun tidak ada
reaksi alergi
Melakukan pemberian analgetik dan
I,II 08.10 antibiotik Getrudis
Hasil:
obat santagesik 1amp/IV
Obat Anbacim 1amp/IV
Mencuci tangan sebelum dan sesudah
II 08.15 kontak dengan pasien Getrudis
Hasil:
Perawat mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
89
Hasil:
a. Input = 1000cc
b. Output = 700cc/5jam
c. Warna = kuning jernih
III 05.30 Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur Dewi
Hasil:
Pasien mengatakan pola tidurnya
belum berubah, tidak bisa tidur, pasien
mengatakan hanya tidur ± 2-3 jam
Menjelaskan pentingnya cukup tidur
III 05.35 selama sakit Esra
Hasil:
Pasien memahami penjelasan yang
diberikan dan akan berusaha untuk tidur
cukup ± 8 jam
Melakukan prinsip 6 benar dalam
II 06.00 pemberian obat. Esra
Hasil:
Pasien atas nama Tn. B diberikan obat
Cefixime 200mg 2x1 melalui oral.
Diberikan pada jam 05.30 dan
dikonsumsi pada saat sesudah makan.
Pasien mengonsumsi obat tersebut
dengan baik
III 06.15 Memodifikasi lingkungan Esra
Hasil:
Lingkungan pasien tampak bersih dan
nyaman, tempat tidur tampak bersih dan
pasien merasa aman dan nyaman
dengan lingkungannya
II 06.20 Memonitor eliminasi urine Flowrencia
Hasil:
urine tidak berbusa, volume cairan
95
EVALUASI KEPERAWATAN
Ruangan/Kamar : Mawar / B